Share

Part 56. Ketegaran Rania

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-22 13:47:33

"Dalam keadaan frustasi, aku bertemu pada Ibu Rania. Saat itu hampir saja aku bunuh diri dengan melompat dari gedung lantai lima. Ibu Rania yang telah membuatku membatalkan niatku."

Aku terdiam, pun dengan Bik Sarmi. Meski terlihat emosinya memuncak, kali ini wanita paruh baya itu mampu mengontrol emosinya.

"Ibu Rania bercerita banyak tentang kisah kelamnya, bahkan kurasa aku tidak ada apa-apanya dibandingkan ketegaran Ibu Rania." Lanjut Sinta.

Aku mengernyitkan dahi. Tanda tak mengerti.

"Maksudmu?"

Tatapan Sinta menerawang, seakan mencari penggalan kalimat yang tepat untuk diucapkannya.

"Masa lalu Ibu Rania sangat kelam, Kak. Sejak SMA dia sudah rutin mendapat perlakuan tak senonoh dari ayah tirinya, hingga kegadisan yang selalu ia jaga harus terenggut oleh suami ibunya itu. Berkali-kali ia mengadu pada ibunya, tapi ia seakan tak pernah mendapat pembelaan dari ibunya. Ibunya lebih percaya pada suaminya, hingga membuat Ibu Rania pergi dari rumah, terjun ke dunia malam sebagai pel
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 57. Hati yang Patah

    Sinta menarik napas dalam, bulir bening lebih deras mengalir di pipinya. "Bayi merah yang kemarin di antar seseorang ke rumah Ibu, itu anakku. Darah daging Bang Ilman."Wajah wanita paruh baya itu merah padam. Malu bercampur marah melebur jadi satu. Matanya terhunus menatap tajam seakan siap menguliti Sinta. Meski tau Sinta memang pernah hamil, aku pun tak kalah terkejut. Jadi ini arti percakapan Ilman lewat telpon saat aku baru pulang dari rumah sakit waktu merawat Ibu dulu. Mengapa dengan mudahnya seorang perempuan mengorbankan mahkotanya dengan lelaki yang belum halal baginya. Miris. "Mengapa kau tega membohongi kami, Sin? Mengapa kau tak mengatakannya sejak awal?" Bik Sarmi terlihat geram. "Aku bukan ingin membahas anak itu, Bu. Jika Ibu tak menginginkannya aku akan memberikannya pada siapa saja yang menginginkannya," ujar Sinta terdengar frustasi. Bik Sarmi terdiam sambil menggigit bibirnya. Sedih dan kecewa bercampur jadi satu. Untuk kedua kalinya aku tercengang mendengar

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 58. Kejutan Tak Terduga

    "Udah sampai, Kak?" Aku menoleh ke asal suara. Nanda dan Tante Nadia berjalan menghampiriku. Tak kutemukan Om Hartono bersama mereka. "Baru aja, Nan," jawabku, seraya menghulurkan tangan untuk bersalaman. Nanda terlihat begitu cantik kali ini. Terlihat jelas jika gadis 23 tahun ini semakin terlihat dewasa. Wajah Nanda sangat mirip dengan sang Ibu, berkulit putih dengan tinggi semampai, berambut lurus dan hidung mancung. Dagu tirus menambah sempurna kecantikan Nanda. Farah pun tak kalah cantik dengan Nanda. Wajah mereka begitu dekat, hingga waktu SMA aku sempat mengira jika Nanda yang baru kelas 6 SD adalah adik Farah. "Bagaimana kabarmu, Na?" Kali ini Tante Nadia yang bertanya. "Alhamdulillah, Tan. Seperti yang Tante lihat," ucapku dengan tersenyum manis. "Kamu makin cantik, Na.""Yah, Tante, kalo muji jangan nanggung dong." Candaku, membuat Tante Nadia tertawa. "Cuma berdua?" Aku bertanya sambil melirik ke arah keduanya dengan jari tengah dan jari telunjuk terangkat. "Iya, Na

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 59. Lelaki yang Melamar Farah

    Tertulis, Fikri dan Farah. Aku membekap mulut dengan tanganku, agar suara yang tak sengaja keluar bisa sedikit teredam. Mataku membulat sempurna. Duduk di sana Bang Fikri dan Farah. Dua orang tersayangku yang akan segera menyatu dalam ikatan suci.Rasanya, aku ingin berteriak, menangis dan tersenyum, hingga tertawa. Tapi mengapa selama ini Bang Amar terlihat begitu dekat dengan Farah? "Kenapa, Na? tanya Kak Ana. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. "Kenapa gak ada yang bilang, kalau Bang Fikri akan melamar Farah," tanyaku manyun. Kak Cindy dan Kak Ana kompak tertawa kecil, pun dengan Bang Farhan dan Bang Hamka. Dua kakak beradik itu tersenyum geli menatapku. "Sengaja, Na. Farah yang minta," jawab Kak Cindy seakan tanpa beban. Air mataku menetes. Bukan … bukan karena benci, tapi kuyakin Farah hanya ingin membuat bahagiaku berlipat ganda."Kok malah nangis adik kecil?" Kali ini Bang Hamka meledekku. Membuat air mata semakin deras mengalir. Dadaku bergemuruh, gemuruh bahagia. H

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 60. Air Mata Bahagia

    "Wah, Zana gak bawa pakaian ganti, Kak. Kenapa gak bilang dari kemaren?“ tanyaku, setelah mata menatap perempuan beranak dua itu. "Bang Hamka juga barusan ngasih tau Kakak. Gak papa, kan bisa pake baju Kakak." Aku menatapnya dengan alis bertaut. "Mana bisa Zana pake baju Kakak. Yang ada malah cingkrang, Kak," ucapku terkikik geli. Kak Cindy nyengir kuda. Kak Cindy memang agak berisi, tapi tinggi badannya jauh di bawahku. "Kan gak papa, Na, kalo cuma daster atau baju tidur. Nanti baju yang ini biar langsung dicuci. Harry bisa pake baju punya Alif," saran Kak Cindy. "Iya, iya, Zana ngalah." Bibirku mengerucut. Kak Cindy tersenyum menang. "Iya, giliran. Minggu depan nginep di rumah kakak ya, Na." Kali ini Kak Ana nyeletuk. "Ih, kok Zana jadi kayak apa, gitu, asal maen giliran aja." Sewotku. "Lah, kok, gak adil, Na?" "Iya, iya. Bulan depan ya, Kak." Akhirnya aku menyerah. *****Haikal baru saja memutar gagang pintu untuk masuk rumah, ketika seorang laki-laki seumurannya datang me

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 61. Kedatangan Yuni

    Haikal spontan menatap lekat perempuan itu, bibirnya mengatup rapat. Sedangkan Kak Lila menatap tak mengerti. Ada sesuatu yang tak bersahabat yang ia tangkap. Dengan langkah gontai Yuni melangkah mendekat ke arah Haikal. "Di mana anak itu sekarang?"Haikal masih bergeming. Kepalanya sibuk menerka maksud Yuni mencari Harry. "Anak itu sekarang sudah di tempat yang tepat, dirawat oleh orang yang tepat," jawab Haikal datar. "Katakan saja di mana? Aku ingin menemuinya. Rania yang memintaku untuk menemuinya di sini.""Apa aku tak salah dengar?" tanya Haikal heran. Yuni terlihat salah tingkah. Ia merutuki dirinya sendiri. Tidak bertanya lebih banyak pada Rania tentang Harry, membuatnya terlihat bodoh di hadapan Haikal. "Rania baru menyadari kesalahannya sekarang!"Mendengar ucapan Yuni barusan, alis Haikal bertaut. Ia tak habis pikir, apa sebenarnya alasan perempuan ini bertanya tentang Harry? Mungkinkah Rania memang sudah menyadari kekeliruannya selama ini? Tapi kenapa tidak dirinya s

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 62. Jangan Usik Harry

    Haikal terdiam. Sepertinya ia kehabisan cara untuk meyakinkan perempuan itu untuk merelakan Harry bersama Zana untuk sementara. "Kumohon, jangan sekarang! Jika sudah waktunya, aku yang akan mengenalkan Harry pada kalian," ujar Haikal memelan.Haikal memilih berbalik dan melangkah masuk. Tak dihiraukannya Yuni yang masih mematung di depan rumah dengan bersimbah air mata. Kak Lila memilih melangkah menuju halaman rumahnya tanpa mau mengganggu Yuni yang masih saja menangis. Bukan tak ingin memberi tau Yuni di mana Harry berada. Namun Haikal tak ingin sesuatu yang buruk kembali terjadi pada Harry, mengingat Harry baru saja bernapas lega. "Meski kau tak mengizinkanku bertemu Harry, setidaknya anggap aku sebagai orang tuamu!" lirih Yuni seraya mengusap sudut matanya. "Jika tidak berhasil membawa Harry untuk Mila, maka cara lain juga tak apa," gumam Yuni. Mila adalah sahabatnya yang menginginkan Harry. Pastinya dengan imbalan yang lumayan. Haikal menghentikan langkahnya, kemudian berbali

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 63. Kehangatan Keluarga

    Kami tengah berkumpul untuk makan malam di dapur rumah Bang Hamka. Keluarga yang tadi siang berkumpul di rumah Farah, kini kembali berkumpul di sini. Termasuk Ibu dan Ayah, Farah dan Bang Fikri. Mereka semua berhasil memberi kejutan untukku. Kejutan yang aku sendiri tak pernah terpikirkan. Tak pernah terbayangkan jika Bang Fikri akan menikah dengan Farah, karena selama ini mereka tak pernah terlihat memiliki hubungan yang spesial. bahkan aku sempat menebak jika Farah akan menikah dengan Bang Amar. Entahlah, selama ini aku tak mampu menebak rencana mereka. Hingga untuk momen saat ini, mereka sudah jauh-jauh hari mengaturnya. Ibu pun sudah menyiapkan pakaianku dan Harry untuk menginap malam ini. Teras halaman belakang yang dilengkapi dengan kolam ikan, serta saung dan taman kecil itu kini disulap menjadi rumah makan lesehan. Satu buah tikar besar tergelar, dengan menu masakan beraneka ragam. Mulai dari tongkol sarden, nila masak asam manis, gulai ayam, dan beberapa menu lainnya,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 64. Awal Cinta Itu Tumbuh

    "Ih, kamu kayak Mbak Kun aja, Fa. Datang tiba-tiba." Aku memegang dada dengan detak jantung berpacu. "Jahat amat sih, Na. Calon kakak ipar secantik aku dibilang kayak Mbak Kun," sewot Farah, membuatku tertawa geli. "Iya, iya, maaf." Aku menyenderkan kepala pada bahu Farah. Tatapan mata menatap kosong ikan-ikan yang masih saja terjaga. "Apa rencana kamu setelah ini, Na?" Suara Farah terdengar serius. Aku menarik napas dalam mengeluarkannya perlahan. "Ibu menyuruhku kuliah, Fa." "Wah, bagus itu. Kamu setuju?""Sepertinya.""Semangat dong, Na. Kamu masih muda, Na. Cantik lagi." Farah memencet hidungku. Tanganku spontan menampar paha Farah. "Kebiasaan kamu, Fa. Orang lagi serius juga." Gadis itu tertawa ngakak. "Padahal isinya dua biji, tapi hebohnya bisa ngalahin pasar ikan," celetuk Bang Fikri yang berjalan mendekat ke arah kami. "Makanya nyari calon istri jangan yang suka usil kayak gini." Bibirku mencetut. "Kamu gak suka?" tanya Bang Fikri yang duduk di samping Farah. "Suka,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22

Bab terbaru

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 167. Semua Dengan Jalannya Sendiri

    Aku tersenyum lalu mengangguk pelan. Ya, Rania akan menikah dengan Hendri. Lelaki itu telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Atas permintaan Rania, aku dan Bang Amar bercerita banyak tentang masa lalu beserta perubahan Rania pada Hendri, berharap Hendri bisa menerima apa adanya dan lebih mampu memahami Rania saat Hendri mengutarakan niatnya untuk serius pada Rania. Bahkan aku dan Bang Amar lah yang menjadi penyatu keduanya. Tentang Bang Haikal, kabar terakhir yang kudengar dari Kak Naima, mantan suamiku itu masih sendiri setelah Rania menolak untuk kembali. "Semoga sakinah hingga maut memisahkan." Do'a Farah. "Jujur, Na. Aku pun merasa iba pada Rania. Tapi saat mengingat wajah angkuhnya dulu, rasa itu memudar." "Semua pernah melakukan kesalahan, Fa, pun dengan Rania. Aku merasa aku masih di bawahnya. Aku tak tahu harus bagaimana jika aku yang berada di posisi Rania. Ia sangat butuh dukungan. Luka yang kurasakan karena sebuah penghianatan kurasa tak sebanding dengan luka yang ia

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 166. Akhir Kisah

    "Tak apa, aku hanya heran melihatmu yang tak seperti biasa." Amar berusaha mengalih perhatian Hendri. "Apa kau sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?" Amar menggoda anak buahnya itu. Di luar keduanya memang terlihat tak ubah seperti teman. Amar sangat pintar menempatkan posisi. Ia tak begitu suka jika di luar kantor, Hendri atau anak buah yang lain menganggapnya seformal di kantor. Meski untuk panggilan, Hendri memanggilnya dengan embel-embel yang sama. Pak. Hendri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat salah tingkah. Malu jika dirinya harus mengakui rasa yang tiba-tiba datang tanpa permisi. "Sudah sewajarnya kamu cari pengganti almarhumah istrimu, Hen. Kamu masih sangat muda dan memiliki seorang putri yang sangat butuh sosok ibu."Hendri begeming, hatinya membenarkan perkataan Amar barusan. Namun rasanya terlalu cepat untuk mengatakan jika dirinya menaruh hati pada perempuan bergamis hitam yang baru saja ia lihat. Ia bahkan belum tahu nama perempuan itu. "Kau menar

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 165. Usaha Haikal

    "Semakin ke sini aku semakin merasa bersalah pada Zana. Aku tak ingin terus-terusan dihantui perasaan yang sama, atau bahkan lebih. Aku yakin, hanya dengan melihatku saja, Zana masih merasakan luka yang dulu kuciptakan, jadi kumohon, jangan membuatku merasa lebih tak nyaman karena aku sangat menikmati kehidupanku sekarang. Kehidupan yang tak lepas dari peran Zana di dalamnya."Apa yang dikatakan Rania benar adanya. Ia sangat menikmati saat sekarang, saat Harry mulai bisa menerimanya, membuat hatinya dipenuhi haru. "Jika Abang sayang aku dan Harry, maka akhirilah hubungan yang menyakiti banyak pihak ini. Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku tak ingin tersiksa saat mengingat kembali caraku menghancurkan perasaan Zana dulu."Haikal membatu. Ia tak menyangka jika Rania akan mengatakan hal yang tidak pernah ia sangka seperti saat ini. "Kau tak perlu memikirkan orang lain, pikirkan saja perasaan kita berdua. Aku tau kau masih sangat mencintaiku." Haikal berusaha membujuk, berharap Rani

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 164. Kita Berpisah Saja

    Aku menatap Bang Amar yang terhalang sandaran kursi menatapnya dengan tetapan heran. "Bukankah jika Rania yang datang, Harry tak perlu merasa khawatir kalau kita akan meninggalkannya di panti?""Kita bisa mengantar Harry ke panti, Sayang. Atau bisa juga denga mempertemukan mereka berdua di mana saja. Aku hanya ingin menghargaimu, dengan tidak adanya tamu asing lawan jenis yang datang ke rumah. Abang tak ingin istri Abang merasa tak nyaman." Senyum mengembang di wajahnya. Alasan Bang Amar ada benarnya juga. Mengapa aku tak memperhatikan hal sepenting itu? "Sayang, bagaimana pun dekatnya kau dengan Harry, mereka tetaplah orang asing bagi kita dan Harry bukanlah mahrammu."Aku pun paham kemana arah pembicaraan Bang Amar. Ini hanyalah langkahku untuk menyelamatkan tumbuh kembang Harry. Memberikan hak-haknya setelah terlahir menjadi seorang anak."Abang berharap, kelak Harry akan tinggal bersama Rania secara utuh. Tak apa kau menginginkan dia seperti anak sendiri seperti sekarang, yang

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 163. Membawa Harry

    Kalimat Harry barusan menegaskan jika aku tak akan bisa pergi tanpa membawanya. "Masih betah?" bisik Bang Amar di telingaku saat aku tengah asik bercengkrama dengan Harry. Aku kembali melirik jam tangan. Pukul 05.25, kemudian beralih menatap sendu bocah tiga setengah tahun yang tengah bergelayut manja di pangkuanku. "Sayang, kita ke depan, yuk," ajakku pada Harry yang ia sambut dengan anggukan. Kaki kecil itu melangkah riang, menapaki langkah demi langkah melewati satu persatu keramik lantai menuju teras depan, di mana Rania dan Puji duduk bersama beberapa anak panti. Harry menggenggam erat telunjukku saat kami berjalan bersisian, seolah tak memberiku kesempatan untuk jauh darinya. Pertanyaan demi pertanyaan sesuatu yang baru ia lihat tak henti keluar dari bibirnya. "Ran, kami pamit dulu, ya, titip Harry, Ran," ucapku dengan berat hati. Tak rela rasanya meninggalkan Harry di sini. Namun harus bagaimana lagi, meski sedari kecil aku lah yang telah merawat Harry, hati kecilku meng

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 162. Melepas Rindu

    Beberapa menit aku bahkan tak mampu melepaskan pelukan pada Harry. Aku tergugu di tubuh mungil itu hingga Bang Amar masuk setelah Rania ke luar. Kurenggangkan pelukan di tubuh Harry, membingkai wajahnya, memindai setiap lekuk wajahnya dengan mata yang masih mengabur. Bang Amar mengusap lembut kepala hingga punggung Harry, wajahnya terlihat sendu. "Sayang, udah, ya, nangisnya. Bunda lagi sakit, lho, kasian kalau Bunda nangis terus, nanti tambah sakit," bujuk Bang Amar dengan mengusap lembut kepala Harry yang tengan membelai wajahku. Anak kecil itu mengangguk cepat."Kita ke doktel, ya, Bunda." Harry mencium kedua pipiku kemudian kedua mataku. Benar-benar tak ada yang berubah. Perlakuan Harry masih seperti dulu. Ia adalah anak pintar yang memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih. "Iya, sayang. Maafin Bunda, ya, kemarin nggak bisa jemput Harry. Yang penting sekarang, Harry sudah dekat Bunda," ucapku dengan senyum bercampur air mata. Air mata haru. "Sayang, jangan banyak nangis

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 161. Bertemu Kembali

    Bang Amar tak langsung menjawab, tangannya mengusap lembut perutku. "Bilang sama, Ummi, kita berangkat sekarang, Dek." Aku tertawa geli melihat ulah Bang Amar. Kini, aku seolah kehilangan sosok jual mahalnya yang dulu. "Yakin? Trus kerjaan Abang gimana?" Aku masih tak enak hati. "Tenang, Abang udah suruh Hendri buat handle. Sekarang siap-siap, gih."Hendri adalah asisten Bang Amar di kantor, duda anak satu yang istrinya meninggal saat melahirkan dua tahun lalu. "Oke, Zana siap-siap."Aku tersenyum senang menanggapi ucapan Bang Amar. Mimpi memeluk Harry akan segera menjadi nyata. *****Jantungku berdegub kencang tatkala menatap punggung mungil Harry yang tengah meringkuk di atas ranjang. "Ia tertidur setelah kelelahan menangis, Na," lirih Rania sendu. Aku duduk di sisi ranjang di belakang Harry dengan dada mulai sesak. Beban berat menahan rindu pada bocah mungil itu seakan tak mampu lagi kubendung. Rasa tak puas membuatku berpindah posisi di depan Harry untuk memindai setiap ga

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 160. Kecewa Tak Beralasan

    Haikal membuang muka. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya meringis. Nek Rahima nyatanya begitu berarti bagi Harry setelah Zana. Harry masih terus menarik tangan Nek Rahima untuk masuk mobil, Nek Rahima mematung. Pelan ia berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Harry. "Sayang, Nenek di sini saja dulu, nanti Nenek bisa jenguk Harry di rumah Bunda atau Harry yang ke sini bersama Bunda.""Nenek ikut, kita jenguk Bunda.""Harry pulangnya sama Ayah dan Mama Rania, ya. Nanti Nenek nyusul."Harry mencebik. Ia ingin segera menjenguk bundanya, tapi ia pun tak ingin meninggalkan Nek Rahima. Dilema, itu lah yang ia rasakan. Haikal segera mendekat, Rania mengikuti dari belakang. Tak banyak yang bisa perempuan itu lakukan sekarang karena Harry masih belum menganggapnya penting. *****"Lagi ngapain?" tanya Bang Amar lewat sambungan telpon. Jam dinding baru saja menunjukkan pukul 10.15. Bang Amar memang selalu menyempatkan menghubungiku ketika dia berada di kantor di saat se

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 159. Akhirnya Luluh

    "Boleh Rania tanya sesuatu ke Ibu?" Nek Rahima menoleh pada Rania di sampingnya lalu mengangguk. "Nenek ikhlas melepaskan Harry bersamaku?"Beberapa saat hanya desiran angin malam yang terdengar berembus. Kedua perempuan itu saling terpaku, sibuk dengan hati dan pikiran masing-masing. "Ikhlas ataupun tidak, Harry tetaplah anakmu, Nak, Ibu tidak memiliki alasan untuk menahannya di sini."Nek Rahima sangat sadar, jika dirinya hanyalah orang yang Allah pilihkan untuk menjaga dan merawat Harry sebentar saja. Ia tak memiliki alasan untuk berontak."Ibu cuma sendirian di rumah ini?""Iya. Anak-anak Ibu tinggal di kota dan hanya akan pulang bergiliran menjenguk Ibu." Nek Rahima menerawang, rindunya pada anak-anaknya dan cucu-cucunya terobati setelah Harry hadir menemaninya. "Apa Ibu tak memiliki keinginan untuk tinggal bersama mereka?" Rania berkata dengan hati-hati. Embusan napas panjang keluar dari bibir keriput itu. Setiap berbicara tentang hal yang sama, ia merasakan dilema. Rasa r

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status