Suasana di rumah orang tua Ragil lebih ramai daripada hari kemarin. Para kerabat datang dan pergi, silih berganti. Mereka turut bersuka cita dengan keberangkatan umroh yang telah ditunggu sejak tahun kemarin oleh Bu Wanti dan suaminya.Dev jadi ingat suasana yang sama saat sang Mama hendak berangkat umroh lima tahun yang lalu."Lia, kamu yakin akan bertahan di sini sampai nanti malam? Lihatlah, suasana sangat ramai. Kasihan Gaffi.""Enggak apa-apa, ini Gaffi anteng saja.""Ya sudah, Mas pergi dulu. Sepulang dari perkebunan nanti, Mas langsung menjemput kalian."Sebelum pulang, Dev berpamitan pada Bu Wanti dan suaminya.🌷🌷🌷Dari mengantar istri dan anaknya Dev langsung menuju ke perkebunan. Menemui Tony di gudang belakangMereka duduk di bangku kayu di teras gudang."Ada info dari orang suruhanku, yang sering ngember dan ngomong ke orang-orang kampung itu anak perempuannya Pak Dandi yang nomer satu. Dia yang suka cerita ke setiap orang yang tanya mengenai Lia yang tiba-tiba saja bis
Sejak habis salat Subuh Kamalia menyiapkan baju yang akan dibawa menginap nanti. Satu travel bag berisi penuh keperluan Gaffi. Sedangkan satu koper lagi berisi bajunya dan milik suaminya.Dev mendekat dan memeluknya dari belakang. "Baju se*sinya sudah dimasukin apa belum?" tanya Dev lirih. Embusan napasnya hingga membuat istrinya merinding."Kita mau ke rumah Mama saja, 'kan? Bukan mau berbulan madu," jawab Kamalia."Dibawa saja, Sayang."Keduanya berpandangan. Akhirnya Kamalia berdiri dan mengambil lingerie dari ruang pakaian. Kemudian memasukkan ke dalam koper pakaian mereka. Dev berdiri, membuka laci dan mengambil satu papan pil KB yang baru diminum satu biji. "Jangan lupa nanti diminum," ucapnya meletakkan benda itu di atas tumpukan baju di koper.Tepat selesai berkemas, Gaffi bangun. Kamalia segera memberinya ASI sebelum bayinya menangis.Mereka akan berangkat jam enam pagi. Sebab rombongan Bu Wanti berangkat dari rumah jam tujuh nanti."Jangan rewel kalau di rumah Nenek, ya,
Part 79 One Beautiful Night"Mas," panggil Kamalia sambil menahan lengan suaminya. Mereka berhenti ketika beberapa langkah lagi sampai di resepsionis."Ada apa?""Kita enggak bawa baju ganti?" bisik Kamalia."Tidak apa-apa, besok pagi kita pulang."Dev mengajak istrinya melangkah lagi hingga disambut ramah oleh gadis muda bersanggul rapi dan memakai baju seragam hotel warna peach.Superior room di lantai tiga dipilih Dev, karena Deluxe room yang diinginkan telah penuh. Gadis resepsionis memberikan cardlock kepada Dev sebagai kunci untuk membuka pintu kamar.Bau harum ruangan menyambut mereka saat pintu di buka. Ranjang besar di tengah dengan seprei warna putih tulang terlihat nyaman untuk tiduran.Dev membuka jaketnya, begitu juga Kamalia. Hijabnya juga telah berantakan karena memakai helm tadi.Pantas saja, resepsionis tadi menatapnya curiga. Dipikirnya ia dan Dev pasangan selingkuh. Mungkin ....Keduanya bergantian masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, tangan, dan kaki."Mau pesan m
Kamalia terbangun, meraih arloji suaminya di nakas. Beberapa saat lagi adzan subuh berkumandang. Ia menggeliat dan merasakan remuknya persendian.Malam pertamanya dulu tidak seliar ini. Ya, mungkin karena hubungan mereka belum begitu baik. Di samping ia juga keburu hamil.Ketika hendak beringsut, Dev memeluk pinggangnya bersamaan dengan membuka mata."Kita pulang sekarang, Mas. Bagaimana mau salat Subuh kalau aku tidak membawa mukena," kata Kamalia.Dev makin mengeratkan pelukan. Menyusupkan wajah di pundak istrinya."Mas, di rumah masih bisa," bisik Kamalia ketika ia paham gelagat suaminya."Ayolah pulang sebelum subuh."Akhirnya Dev mengiyakan. Setelah rapi memakai baju mereka keluar kamar. Berjalan melewati lorong untuk menuju lift. Suasana masih hening.Seorang resepsionis yang berjaga merapikan rambutnya ketika Dev dan Lia mendekat. Dia pun tampak masih mengantuk."Maaf, Mbak. Saya dan istri mau early check out," kata Dev sambil menyerahkan cardlock dan mengambil dompet untuk mem
Dev sudah keluar dari pintu tol dan berhenti di sebuah minimarket tempat dulu dia sempat singgah bersama istri, adik, dan teman-temannya setelah adu jotos dengan anak buah Amran.Setelah membeli beberapa air mineral, ia duduk di bangku depan minimarket untuk menunggu Adi. Dialah yang akan menemani Dev ke gudang baru yang akan disewa. Dev kembali penasaran dengan akun Ka Rinjani. Dibukanya ponsel dan mulai stalking.Layar dihentikan pada sebuah foto seorang gadis yang diambil dari belakang. Itu foto Kamalia. Akun Willy Je yang menandai akun Ka Rinjani. Caption-nya yang menarik perhatian Dev.'Honey, restu mereka ibarat ajakan untuk kita bertanding, pertandingan panjang yang harus kita hadapi. Kita hanya perlu menjadi pemenang tanpa harus merendahkan. Jika menyerah, kita kalah.'Honey? Jadi itu panggilan sayang untuk Kamalia. Dada Dev makin panas saja. Apalagi komentar di sana, sepenuhnya mendukung mereka untuk berjuang. Niat mengabaikan pun tidak jadi. Sebab ia beralih stalking akun
Senja hampir tenggelam ketika Dev sampai di rumah. Kamalia menyambutnya dengan perasaan lega. Dengan cekatan ia membuatkan segelas teh hangat dan meletakkan di meja rias kamar. Adzan Maghrib berkumandang ketika Dev masih mandi.Akhirnya mereka salat Maghrib berjamaah usai Dev selesai mandi dan Gaffi bersama neneknya."Gaffi rewel tidak seharian ini?" tanya Dev sambil duduk di dekat istrinya yang sedang melipat mukena. "Enggak, karena AC-nya aku nyalain dari tengah hari tadi. Di sini cuaca panas banget."Dev berdiri dan minum teh buatan istrinya."Kerjaan Mas udah beres tadi?""Alhamdulillah, sudah. Di bantu Adi sama Galih.""Alhamdulillah. Aku ambil Gaffi dulu di kamar Mama."Saat Dev melepaskan sarung dan baju kokonya, ponsel Kamalia bergetar di atas nakas. Dev meraihnya dan membuka dari layar notifikasi."Lia, Alhamdulillah, Willy sudah sadar jam tiga sore tadi. Maaf baru bisa ngabari." Pesan dari Yana.Dada Dev kembali berdesir. Sadar? Memangnya cowok itu kenapa? Kalau terjadi se
"Ayo, kita pulang, Mas!" ajak Kamalia pada Dev.Pria itu memandangnya sambil menyipit, hingga alis tebalnya nyaris bertaut.Tanpa banyak bertanya, Dev berdiri. Kemudian melangkah menyusuri lorong rumah sakit. Kamalia memeluk lengan suaminya yang sedang menggendong putra mereka."Nangis, ya, tadi?" tanya Dev setelah mobil meninggalkan halaman rumah sakit.Kamalia tersenyum. "Maaf. Sebab terharu saja. Maaf, Mas."Dev memandang sejenak istrinya, lalu menggenggam tangan kanan Kamalia yang dingin. Wanita itu bernapas lega saat suaminya tersenyum.Kalau ikutkan perasaan, Dev kecewa. Namun ia tidak ingin membuat keadaan makin buruk. Ia harus paham apa yang terjadi tadi, ia juga harus percaya kalau semua hanya sebatas rasa simpati.Mobil melaju ke arah luar kota. Di mana jalan itu pernah dilewati ketika mereka holiday saat Gaffi masih dalam kandungan."Kita mau ke mana, Mas?" tanya Kamalia heran."Kita cari tempat makan dengan suasana yang berbeda."Keduanya kembali diam. Mereka melewati jala
Pagi itu Willy sudah bisa duduk dengan santai meski badannya masih terasa sakit semua. Dua bantal diletakkan di belakang punggungnya.Yana yang baru datang meletakkan bubur ayam di atas meja. "Ini pesananmu kemarin. Mau di makan sekarang?" tanya gadis yang rapi dengan baju kerjanya."Nanti saja. Kamu enggak telat kerja nanti?""Enggak, kantorku kan dekat saja dari sini. Oh, ya, Mamamu mana?""Mama masih beli sarapan di kantin. Papa baru saja berangkat kerja."Yana memperhatikan sekeliling. Di pojok ruangan masih ada parcel buah yang belum dibuka."Kemarin Kamalia ke sini, ya?"Willy mengangguk."Sama suaminya?""Ya."Hening sejenak. Yana memeriksa ponselnya. Pesan yang dikirim ke Uci belum dibalas."Lia sudah menemukan kebahagiaannya. Kamu saja yang harus segera move on," kata Yana hati-hati.Willy diam."Aku membaca postingan di Facebook-mu. Seharusnya kamu enggak lagi memposting foto-foto lama itu. Lia sudah menjadi istri orang. Kayaknya suaminya juga sangat baik, meski terlihat di