"Hara baik banget mau mijitin Bunda. Hara anak baik," ucap Bunda. "Iya Oma. Kasian banget Ibu udah capek pergi seharian. Ayah juga, demi Hara, Oma. Hara sayang Ibu dan Ayah.""Oma juga sayang Hara," Bunda langsung memeluk Hara. "Ibu juga sayang Hara." Mereka bertiga berpelukan. 'Terima kasih Tuhan telah menitipkan Hara padaku. Disaat aku sangat terpuruk, dia selalu ada untukku. Menjadi semangat bagiku. Dan disaat semuanya sudah membaik, kami bisa tinggal dan hidup bersama seperti sekarang. Satu lagi harapan yang belum terwujud yaitu melihat Mas Adnan bahagia seperti dulu lagi.' Batin kecil Aisha bicara. Sungguh tidak ada yang Aisha khawatirkan lagi jika suatu saat ia dipanggil oleh Tuhan. Hara dan Bunda pasti akan hidup bahagia, Adnan juga ada bersama mereka. Kapanpun ia harus pergi, dia akan ikhlas. "Wah lagi apa ini?" Adnan muncul. Mereka bertiga segera melepaskan pelukan mereka masing-masing, "Mas Adnan?" Ucap Aisha. Aisha tidak menyangka jika Adnan akan segera keluar kamar.
"Maafkan aku jika aku terlalu kasar barusan. Aku hanya ingin kamu bersikap rasional Adnan! Kamu tidak rasional akhir akhir ini. Aku pergi dulu." Khadijah mengalus punggung tangan Adnan. "Pikirkan baik baik, aku tidak ingin kamu salah langkah." Khadijah langsung pergi dari sana. Adnan duduk di kursinya sambil merenungkan apa yang dikatakan oleh Khadijah. Sementara itu di kuar, Khadijah sangat kesal dengan sikap dan perkataan Adnan. "Kita lihat saja Adnan, bagaimana kamu akan hancur lagi karena mencintai wanita itu! Aku menyukaimu karena itu aku membantumu. Tapi setelah semua upayaku, kamu kembali mencintai wanita yang sangat menyakitimu. Ini gila!" Ucap Khadijah. Sedari dulu Khadijah memang menyukai Adnan, tapi Tuhan memisahkan mereka karena tidak berjodoh. Khadijah selalu berharap bisa kembali menjadi pasangan Adnan, tapi saat Adnan bercerai dari Aishapun, Khadijah bukan orang yang diinginkan Adnan. Usai meluapkan kekesalannya, Khadijah segera pergi dari kantor Adnan. ***Sore har
"Hohh.. Ya udah. Kita ke ujung sana ya. Kita biasa nongkrong disana tu.""Hohh.." Aisha angguk angguk. Setibanya mereka di tempat yang dimaksud oleh Adnan, mereka berdua langsung duduk. Aisha masih celingak celinguk melihat kondisi sekitar. "Bagus Mas tempatnya. Ais langsung suka. Beneran deh.""Syukur. Ya udah, kita pesan makan dulu ya. Kamu belum makan kan?""Blom, udah lapar banget ini mah Mas.""Oh iya, sabar sabar. Kita pesen dulu.""Oke." Setelah Pelayan datang, mereka berdua memesan makanan dan setelah itu menunggu makanan dengan sabar. 'Aku tidak yakin dia lupa ingatan, tapi kenapa dia tidak ingat apa apa? Apa dia membohongiku?' Batin Adnan. "Mas, kamu ngelamunin apa? kok diam aja?" tanya Aisha."Hemm.. Apa?" Tanya Adnan. "Mas ngelamunin apa sih dari tadi?" Tanya Aisha lagi. "Siapa yang ngelamyn sih Ais. Aku gak ngelamun. Aku lagi mikir kenapa kamu bisa melupakan ingatan yang itu aja. Apa mungkin?""Aku juga gak ingat beberapa hal Mas. Waktu itu aku bahkan tidak ingat ak
40."Apa aku yang kelewatan dan terhasut dengan perkataan yang dikatakan oleh Khadijah tadi. Aku memang bodoh, bagaimana mungkin aku cemas akan hal yang belum terjadi. Aisha tidak mungkin meninggal aku. Tidak mungkin.""Ahh.. Gila.." Adnan benar benar sakit kepala. Tindakannya menjadi impulsif. Satu minggu berlaku, Bunda dan Hara masih belum kembali. Keadaan rumah masih sunyi sepi, Adnan dan Aisha masih diem dieman. Aisha terlalu sibuk untuk mnegurusi perselisihan mereka. Adnan juga masih bisa menahan dirinya untuk tidak mengobrol dengan Aisha. Mereka beraktivitas seperti biasa di rumah namun tanpa menyapa. Aisha juga sering menghabiskan waktu untuk menonton televisi dan sesekali Adnan ikut nimbrung. Makan juga masih sering bersama. Mereka berdua masih sama sama tahan dalam mode diam. "Uhukk.. Uhuk..." Tenggorokan Aisha terasa sangat gatal dari pagi tadi. Aisha sudah minum obat tapi tenggorokannya belum juga membaik. "Uhukk.. Uhukk.. Uhukk""Minum obat toh Aisha! Nanti kalau saki
"Jangan menangis Aisha, kamu bisa pendarahan lagi nanti. Untung saja janinnya sangat kuat dan bisa bertahan tadi. Dokter bilang kamu harus tenang dan gak boleh kecapean.""Mas Adnan, kenapa semuanya harus terjadi pada Aisha?" Aisha masih menangis tanpa henti. "Hikss.. Hiks..""Hiks.. Hiks..""Aisha, dengarkan aku. Hei.. Berhenti menangis. Please dengarkan aku dulu. Aku berjanji akan mengizinkan kamu merawat kedua anak kita, oke?""Hiks.. Hikss.." "Aisha.. Please listen to me." Adnan melepaskan pelukannya dari Aisha. Adnan menyentuh pipi Aisha dan mengarahkan pandangan Aisha padanya."Lihat aku Aisha, kamu tatap mataku. Please!""Hiks.." Aisha mencoba berhenti menangis. "Kamu dan aku akan merawat anak anak kita bersama. Apapun yang terjadi nanti, kedepannya, segila gilanya aku, aku akan mengizinkanmu dekat dengan mereka. Jadi jangan khawatir. Aku berjanji.""Mas Adnan serius?" Aisha mengelap air matanya. "Aku serius, karena itu jangan berpikiran yang enggak enggak. Oke?" Adnan meya
'Ya Tuhan, kenapa aku jadi serba salah gini ya?'"Mas Adnan beneran marah ya?" Tanya Aisha memastikan lagi. "Enggak Aisha. Udah ayo buruan kita makan. Ibuk dan Hara udah jauh tu jalannya." Adnan menunjuk ke arah Bunda dan Hara yang sudah menyusuri food court. "Iya Mas." Aisha mempercepat langkahnya. Adnan dan Aisha pun sudah memasuki plantaran food court itu. Bunda dan Hara masih memimpin di depan. Adnan dan Aisha mengikuti saja dimana kedua perempuan di depan mereka akan melangkah. Bunda pun berhenti di tempat yang menjual nasi goreng sesuai dengan rencana mereka tadi. Mereka berempat masuk ke gerai itu dan memilih bangku paling pojok sisi kanan tempat itu. Masing-masing dari mereka memesan makanan, Aisha yang menuliskan pesanan mereka. Aisha memesan dua menu sekaligus untuk dirinya sendiri. 'Kenapa semuanya kelihatan enaknya.' Aisha memilih yang sangat bia inginkan saja. Dia suka semuanya, bisa bisa dia pesan semuanya kalau tidak cepat cepat menutup buku menu. "Ini udah semuan
"Kamu....""Ais apa Mas?"Adnan ingin melanjutkan ucapannya tapi ia tidak bisa. Adnan harus berhenti sekarang. Aisha tampak sudah terpancing emosi. "Kamu tertekan dan gak pernah bahagia hidup sama Ais ya Mas?"Adnan tidak menjawab. "Jawab dong Mas! Kenapa kamu diam aja Mas?" Tanya Aisha. "Bukan, aku tidak pernah ngomong gitu. Aku hanya ingin kamu memperbaiki cara pandangmu. Tidak semua orang bisa melakukan apa yang kamu lakukan. Kamu sering lupa bagaimana perasaan orang orang di dekat kamu. Aku juga ingi kamu ngertiin Aisha. Bukan kamu doang yang ingin dimengerti.""Aisha coba Mas. Ais akan coba apa yang Mas Adnan katakan. Apa pembicaraan kita sudah selesai Mas? Aisha lelaha dan ingin istirahat.""Istirahatlah! Dokter bilang kamu juga gak boleh kecapean.""Makasih Mas," Aisha segera beranjak dari sana dan menuju kamarnya. 'Apa aku kelewatan?' Batin Adnan. Adnan bertanya tanya apa yang telah ia katakan pada Aisha sudah bener atau tidak. "Ahh.. Sudahlah! Aku sudah mencoba dengan car
Sementara itu, Aisha hampir menyelesaikan rapatnya. "Kita sudah selesai, apa ada yang ingin ditanyakan?" "Enggak Bu," Semua orang menjawab serentak. "Kalau gitu kita tutup dan semua bisa istirahat. Selamat siang semuanya." Aisha mengakhiri rapat itu. Baru lima langkah Aisha melangkah dari sana, ia mendengar salah satu dari karyawan menggunjingkan dirinya. "Ngapain Pak Adnan sampai kesini ya, apa jangan jangan mau tahu project kita ya?""Entahlah, mungkin Pak Adnan mau menemui Bu Aisha aja. Jangan suudzon deh, yang ada malah nambah dosa entar.""Iya maaf. Soalnya Bu Aisha bener bener jadi berbeda setelah menikah lagi sama Pak Adnan. Bu Aisha jadi gak fokus.""Udah udah, lebih baik kita bubar. Nanti Bu Aisha bisa denger loh.""Iya iya." Akhirnya penggosip utama berhenti menggosip dan bubar untuk istirahat. Aisha pun kembali melanjutkan langkahnya. 'semua yang mereka katakan benar. Aku terlalu sibuk dengan urusan pribadi akhir akhir ini.' Aisha berjalan kembali ke ruangannya. Ia se