Menikahi Gadis Pilihan Mama

Menikahi Gadis Pilihan Mama

last updateLast Updated : 2024-07-05
By:  Olivia YoyetCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
50Chapters
1.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Menikahi Gadis Pilihan Mama, merupakan hal yang harus dilakukan Freddy Hanafi, seorang karyawan perusahaan swasta. Meskipun tahu dirinya dijodohkan dengan Raisa sejak mereka masih kecil, tetapi Freddy tidak menduga akan benar-benar menikahi anak gadis sahabat mamanya. Perbedaan usia, wawasan dan gaya hidup, menimbulkan riak-riak kecil dalam kehidupan rumah tangga Freddy dan Raisa. Masalah mulai muncul ketika mantan pacar keduanya kembali hadir dan tidak ragu-ragu untuk mendekat. Mampukah Freddy dan Raisa mempertahankan rumah tangga mereka? Akankah cinta akan menyatukan keduanya?

View More

Chapter 1

Bab 01 - Robek

01

"Pokoknya Mama nggak mau tau. Minggu depan kamu harus menikah dengan Raisa. Titik! Nggak pakai koma!" tegas Mama sambil memelototiku. Tangannya ditumpangkan di pinggang. Persis gaya orang mau memulai pemanasan senam.

"Tapi Abang belum mau menikah, Ma. Masih muda. Masih pengen bebas," jawabku sedikit ngotot.

"Umur Abang sudah 27 tahun. Muda dari Hong Kong? Umur segitu dulu, Papa sudah punya anak dua!" sergah Mama tak mau kalah.

"Itu, kan, zaman dulu,Ma. Sekarang umur segini masih pengen eksis. Kongkow, entar umur 30 baru nikah," balasku, sama keras kepalanya.

"Jangan membantah lagi, Bang!" Mama mengancam dengan mengacungkan kepalan tinjunya ke wajahku.

Aku yang masih sayang dengan wajah ganteng, akhirnya memilih untuk diam. Mirip tikus yang sudah masuk perangkap dan tidak bisa keluar.

Papa dan adikku, Neyla.malah menertawakanku dengan semangat. Sepertinya mereka puas melihatku kalah adu argumen melawan Mama.

Tidak peduli aku yang mesem-mesem di sofa paling ujung sembari menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar, yang mungkin akan menyebabkan Mama tersinggung. Merasa frustrasi karena tidak bisa melawan, aku akhirnya menenggelamkan wajah ke bantal sofa.

Aku, Freddy tanpa Mercurie, akhirnya harus menerima nasib. Mesti mengalah pada Mama Astri, Queen of the Papa land.

***

Hari yang tidak ditunggu pun tiba. Di sinilah aku, duduk di pelaminan dengan seorang perempuan muda, berumur 22 tahun bernama Raisa Natarina. Anak sahabat karib Mama sejak masih di bangku SMU, yaitu Tante Tina.

Sebetulnya aku dan Raisa sudah dijodohkan sejak dia baru lahir. Jodoh asal-asalan dan sangat dipaksakan. Entah perjanjian apa yang dilakukan mamaku dan Tante Tina, hingga mereka sangat antusias menjodohkan kami.

Waktu aku masih SMA, Mama pernah menyuruhku untuk mengantar dan menjemput Raisa pergi dan pulang sekolah. Bahkan aku sampai dibelikan sebuah motor second.

Yoih, motor bekas. Hal itu dilakukan Mama supaya aku enggak manja dengan barang- barang mewah. Padahal aku tahu, Mama sampai menjual perhiasannys demi membeli motor itu, dengan maksud agar aku lebih akrab dengan Raisa.

Teman-teman sekolah selalu meledekku. Bila mereka membonceng pacar masing-masing yang menggunakan seragam putih abu. Sedangkan aku membonceng perempuan berseragam SD.

Beda usia kami yang mencapai lima tahun memang terlihat enggak seimbang. Terlalu dipaksakan dan membustku sempat malu. Terutama karena aku hanya menganggap Raisa sebagai Adik, sama seperti Neyla.

Acara antar jemput itu berlanjut hingga aku kelas tiga SMU dan Raisa kelas satu SMP. Setelah tamat, aku memilih kuliah keluar dari Kota Bandung. Memang sengaja mencari yang jauh. Biar tidak disuruh jadi ojek antar jemput anak culun.

Ya, dulu Raisa culun banget. Wajah tanpa bedak sama sekali. Rambut diikat ekor kuda terus. Ke mana-mana selalu minta dibeliin es krim. Makannya pun belepotan. Benar-benar jauh dari pacar impianku.

Akan tetapi, sekarang sangat berbeda. Sosoknya yang mungil dengan raut wajah semi oriental karena sang mami keturunan Tionghoa, membuatnya terlihat cantik dan tampak dewasa.

Senyuman menawan dengan lesung pipi di sebelah kiri. Alis tebal melengkung alami. Iris mata cokelat. Bibir tipis melebar yang dipoles lipstik merah muda. Kulitnya putih bersih khas perempuan keturunan Tionghoa.

Aku tidak bisa menebak warna dan panjang rambutnya karena tertutup sanggul dan hiasan pengantin khas Sunda, sesuai dengan asal usul papinya, Om Deni yang asli dari tanah Pasundan.

Acara foto bersama keluarga telah selesai. Dilanjutkan dengan berfoto bersama tetua kedua keluarga, yang hadir jauh-jauh dari kampung. Kemudian aku dan Raisa diminta sang fotografer untuk melakukan pemotretan di beberapa booth foto yang disediakan pihak wedding organizer.

Ya, Tuhan. Bisa enggak sekarang langsung ke acara inti saja? Aku sudah capai senyum-senyum dari pagi. Sangat ingin melepaskan jas pengantin dan berbaring dengan nyaman.

Akan tetapi, lagi-lagi aku harus mengalah demi kelancaran semua proses pernikahan. Aku juga tidak bisa bersikap semena-mena, demi menjaga perasaan keluargaku dan keluarga Raisa.

Tepat pukul 12 siang acara resepsi pernikahan selesai digelar. Akhirnya aku bisa bernapas lega. Bebas dari berbagai rangkaian acara adat yang rumit dan melelahkan.

Saat hendak melangkah menuju kamar pengantin, tiba-tiba lenganku ditarik oleh ketiga pria bersetelan jas abu-abu. Aku hanya bisa pasrah saat tubuhku diangkat dan diceburkan ke kolam renang hotel ini.

Aku berenang ke tepi kolam dan berusaha keluar dengan badan yang basah kuyup. Gelak tawa bahagia para penjahat tukang makan gratisan benar-benar membuatku kesal.

Mereka tertawa senang telah berhasil menjalankan misi mengerjaiku, karena sudah menghilangkan status jomlo akut, yang sudah setahun terakhir kusandang.

"Benar-benar nggak nyangka, pura-pura jomlo, ehh, tau-tau nikah," ujar Erwin seraya menarik tanganku dan berusaha membantuku keluar dari kolam.

"Dendam kesumat tampaknya kalian ini!" sungutku sembari berdiri di tepi kolam, sambil membuka pakaian pengantin yang telah basah.

"Woiii. Jangan porno di sini, atuh!" seru Seno.

"Enggak mungkin aku jalan ke kamar dengan baju basah. Harus dibuka," balasku.

"Tunggu di sini. Kuambilkan pakaian ganti buatmu," ujar Farraz sambil berlari menjauh.

Sambil menunggu Farraz datang, aku sengaja menyipratkan air ke Seno dan Erwin. Aku puas melihat mereka menjerit-jerit dan berlarian menghindar.

Farraz kembali datang bersama Neyla, yang membawa tas plastik bening yang berisi pakaian ganti dan sandal. Neyla memberikan tas yang segera kuambil. Lalu aku berjalan cepat menuju ruang ganti.

Setelah keluar, aku merangkul Neyla dan mengajaknya menjauh dari mata ketiga pria playboy, yang kompak berteriak meminta kami tetap di sana.

"Abang, kata Mama, ke kamar Mama dulu," tukas Neyla.

"Ngapain?" tanyaku.

"Nggak tau. Nurut aja, deh!"

Aku mengangguk. Enggan berdebat karena pasti tetap kalah. Kami memasuki lift yang segera bergerak menuju lantai tiga hotel. Di mana keluarga besarku menginap sejak kemarin sore.

Setibanya di kamar yang ditempati orang tuaku, ternyata mereka sudah menunggu. Tanpa membuang waktu, keduanya mengajakku bicara serius tentang petatah-petitih untuk malam pertama.

Yaelah, dikata zaman dulu kali, ya. Enggak usah dikasih tahu aku juga sudah paham tentang aktivitas yang lazimnya dilakukan pasangan yang baru menikah.

Setelah diceramahi, aku bergegas keluar kamar sambil membawa tas travel merah. Menyusuri lorong panjang yang lengang, mungkin karena semua orang tengah beristirahat.

Langkahku terhenti di depan pintu kamar ujung kanan. Aku mengatur napas sembari menahan degup jantung yang mendadak menggila.

Setelah lebih tenang, aku mengetuk pintu. Tidak berselang lama pintu pun terbuka. Anita, sepupu Raisa yang membukakan pintu, berbalik dan menjauh. Aku melangkah masuk sembari mengamati sekeliling dengan seksama.

Raisa, istri yang baru kunikahi selang beberapa jam yang lalu, terlihat sedang duduk di depan meja rias. Di sebelah kanan dan kiri ada Anita dan Pingkan bukan es mambo, yang juga merupakan sepupu Raisa.

"Ehem ... ehem. Suami sudah datang, tuh, Sa," goda Anita. Tangannya menyolek bahu Raisa yang terlihat gugup.

"Cieeee ... pengantin wanitanya tersipu-sipu melihat pangerannya datang," canda Pingkan yang dibalas cubitan di lengannya oleh Raisa.

Wajah istriku berubah-ubah. Dari merona merah jambu, menjadi merah cabai, dan terakhir menjadi ungu. Mungkin dia sangat terpesona oleh ketampananku.

Sejenak tatapan kami bertemu, sebelum akhirnya Raisa berpaling ke cermin, dan pura-pura sibuk melanjutkan pembersihan wajahnya dari riasan tebal.

Seulas senyuman tersungging di wajahku saat Pingkan melangkah mendekat sambil mengulurkan tangan. Dia menyentuh lenganku lembut sembari mengusapnya beberapa kali. Lalu dia menatapku dengan sorot mata berkilat jahil.

"Bang," ucap Pingkan.

"Ya?" tanyaku.

"Kalau Raisa menolak, kamarku nomor tiga di sebelah kiri, ya," terangnya sembari mengedip-ngedipkan mata kirinya.

"Pingkan!" hardik Raisa sambil mendelik tajam.

Anita dan Pingkan beranjak keluar kamar sambil tersenyum jahil. Keduanya melambaikan tangan dengan gaya centil untuk menggodaku. Saat menutup pintu pun mereka masih cekikikan.

Sekarang, di dalam kamar hanya tinggal kami berdua. Sepasang pengantin baru yang mendadak menikah demi kebahagiaan orang tua kami.

Aku melangkah pelan dan duduk di ujung tempat tidur. Curi-curi pandang ke Raisa yang masih sibuk membersihkan riasannya. Tiba-tiba aku merasa gugup, padahal awalnya aku sangat percaya diri.

Aku kaget kala Raisa bangkit berdiri jalan menuju kamar mandi. Aku menarik napas lega saat dia menghilang di balik pintu yang ditutup cukup keras.

Aku membuka sandal, lalu meletakkan tas travel ke lantai. Baru saja aku hendak berbaring, panggilan Raisa membuatku harus membatalkan niat buat merebahkan diri.

"Abang!"

"Ya."

"Bisa tolong aku nggak?"

"Apaan?"

"Tolong bukain risleting gaunku. Macet, nih!"

Aku mengenakan sandal kembali, lalu berdiri. Dengan langkah ragu aku mendekati perempuan muda yang tengah menungguku di depan pintu kamar mandi yang terbuka lebar. Raisa terlihat malu saat berbalik dan menunjukkan belakang tubuhnya yang sedikit terbuka.

Punggungnya mulus banget. Tanganku gemetar saat menyentuh kulitnya secara tidak sengaja. Ritsleting gaun ini ternyata memang sulit dibuka. Hingga aku terpaksa mengeluarkan seluruh tenaga dalam.

Akibatnya, gaun pengantin putih tulang itu robek. Raisa menjerit. Sementara aku hanya bisa melongo, sambil terus memandangi kulit mulusnya yang kian terekspos hingga ke dekat pinggangnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
annisa syifa
......saking bersemangatnya Buk gaun yah bang
2024-06-19 16:35:15
0
50 Chapters
Bab 01 - Robek
01 "Pokoknya Mama nggak mau tau. Minggu depan kamu harus menikah dengan Raisa. Titik! Nggak pakai koma!" tegas Mama sambil memelototiku. Tangannya ditumpangkan di pinggang. Persis gaya orang mau memulai pemanasan senam. "Tapi Abang belum mau menikah, Ma. Masih muda. Masih pengen bebas," jawabku sedikit ngotot. "Umur Abang sudah 27 tahun. Muda dari Hong Kong? Umur segitu dulu, Papa sudah punya anak dua!" sergah Mama tak mau kalah. "Itu, kan, zaman dulu,Ma. Sekarang umur segini masih pengen eksis. Kongkow, entar umur 30 baru nikah," balasku, sama keras kepalanya. "Jangan membantah lagi, Bang!" Mama mengancam dengan mengacungkan kepalan tinjunya ke wajahku. Aku yang masih sayang dengan wajah ganteng, akhirnya memilih untuk diam. Mirip tikus yang sudah masuk perangkap dan tidak bisa keluar. Papa dan adikku, Neyla.malah menertawakanku dengan semangat. Sepertinya mereka puas melihatku kalah adu argumen melawan Mama. Tidak peduli aku yang mesem-mesem di sofa paling ujung sembari mena
last updateLast Updated : 2024-05-13
Read more
Bab 2 - Siang Pertama
02Raisa melangkah keluar dari kamar mandi. Pakaiannya sudah berganti dengan celana jin biru dan kaus lengan panjang hijau ulat daun. Di kepalanya ada lilitan handuk ala orang Afrika, meliuk tinggi bak menara Pisa.Pandangan kami sejenak bertemu. Tiga detik yang canggung akhirnya selesai saat dia mengulurkan gaun yang robek tadi ke arahku. "Cariin tukang jahit. Permak!" perintahnya. "Sekarang?" tanyaku pura-pura lugu."Nggak. Entar habis lebaran Haji! Iyalah, sekarang atuh, Abang!" Suaranya mulai meninggi. Aku sedikit khawatir dia akan berteriak lagi kayak tadi. "Bisa entar aja nggak? Atau aku minta tolong temanku buat nganterin ini ke tukang jahit, gimana?" balasku dengan bertanya balik. Dia memicingkan mata dan menatapku dengan sorot tajam. Matanya yang sipit tampak makin segaris saat dipicingkan seperti itu. Sekilas ada aura membunuh yang terpancar dan membuatku bergidik."Aku juga mau mandi. Gerah dan Keringatan. Terus mau istirahat," kilahku.Raisa menghela napas dan mengemb
last updateLast Updated : 2024-05-13
Read more
Bab 3 - Ditolak
03Selesai acara makan malam, Papa dan Om Deni melanjutkan memberikan trik khusus buat pemula. Aku jadi makin rikuh. Seperti pemuda tanggung yang terpaksa menikah. Mereka tidak menyadari bahwa aku sudah dewasa. Setelahnya, aku berpindah ke meja paling belakang, di mana semua sepupu dari pihak Papa dan Mama berkumpul. Bersama belasan orang tersebut, aku menghabiskan waktu hampir setengah jam. Acara kumpul keluarga ini tak kusia-siakan untuk melepas kangen. Duduk bersama mereka untuk mengobrol, saling meledek dan menghina, yang sudah menjadi kebiasaan kami setiap ada acara semacam ini. "Kamu kapan mau nikah, El?" tanyaku pada Ella, sepupu yang jaraknya hanya satu tahun lebih muda dariku. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dan sedikit montok membuatnya tidak percaya diri. Padahal, menurutku wajahnya manis."Belum tahu, Bang. Calonnya juga masih belum ada," jawab Ella pelan. Tangannya mencuil sejumput kue di piring, lalu memasukkannya ke mulut. "Jangan sampai dilewatin sama Neyla. Se
last updateLast Updated : 2024-05-13
Read more
Bab 4 - Beri Aku Waktu
04Kakiku melangkah sambil menyeret koper, mengikuti jejak langkah Raisa, memasuki kamarnya yang terletak di bagian tengah rumah Om Deni. Tepatnya di sebelah kanan ruang tengah. Sudah sering aku main ke sini, tetapi, memang baru kali ini bisa masuk ke ruang pribadinya. Wallpaper bernuansa biru muda dan putih menyambut kedatangan kami. Tempat tidur luas di dekat jendela. Di seberangnya berderet meja rias dan bufet unik, serta lemari besar empat pintu. Di pojok kanan ada pintu yang kata Raisa, merupakan kamar mandi. Kamar ini cukup mewah. Berbeda sekali dengan kamar kecilku yang sederhana. "Abang, bajunya dimasukkan ke lemari. Di sini, pintu paling ujung. Sudah disiapkan tempatnya," tutur Raisa sambil menunjuk tempat yang dimaksud.Aku bergegas membuka koper dan mengeluarkan setumpuk pakaian, lalu memasukkannya ke lemari. Bagian bawah lemari penuh dengan tas. Rupanya Raisa ini fans berat tas. Selesai berbenah, aku meletakkan koper di atas lemari. Kemudian berbalik ke arahnya. Bingu
last updateLast Updated : 2024-05-13
Read more
Bab 5 - Menjebol Gawang Bersegel
05Selesai salat Isya berjamaah di kamar, Raisa mengurung diri lama di toilet. Aku menunggu sampai 30 menit, tetapi dia enggak keluar juga. Akhirnya kupaksakan untuk mengetuk pintu. "Raisa?" panggilku. "Ya?" "Kamu lagi sakit perut?""Enggak." "Udah bisa keluar? Gantian, dong. Aku juga mau nyetor."Tak lama kemudian kunci pintu dibuka. Raisa keluar sambil menunduk dan jalan cepat hingga tiba di dekat meja rias. Aku segera masuk ke kamar mandi sambil membawa ponsel. Bersemedi sembari cekikikan membaca novel milik Emak OY yang berjudul My Lovely Bodyguard, yang juga tayang di Goodnovel.Saat aku keluar,, ternyata lampu utama sudah dipadamkan. Tinggal lampu di atas meja rias yang masih menyala. Raisa tengah berbaring menyamping ke kiri dan menghadap jendela. Sinar dari layar ponselnya yang masih menyala, menandakan bahwa dia belum tidur.Aku duduk di pinggir kanan kasur. Merebahkan diri dengan hati-hati agar tidak menyenggol tubuhnya. Aku berusaha menenangkan detak jantung yang menda
last updateLast Updated : 2024-05-13
Read more
Bab 6 - Cemburu?
"Abang." "Ehm." "Kok, diam aja dari tadi?" "Males ngomong." "Kenapa?" "Sakit gigi." Raisa cekikikan. Aku bersedekap tangan di dada sambil mesem-mesem. "Fokus dong nyetirnya. Entar celaka!" protesku."Ini juga udah fokus, Abang. Kalau nggak, Abang aja, deh, yang nyetir." "Aku nggak punya SIM. Entar ditilang." "Bikin atuh. Besok kuanterin, ya!" Aku mengangguk, kemudian melemparkan pandangan ke luar kaca. Dalam hati terus bertanya-tanya tentang pria tadi. Namun, aku malas untuk memulai pembicaraan mengenai dirinya. Setelah lama terdiam akhirnya aku memecah kecanggungan sekaligus interogasi. "Tadi, kenapa pake pelukan segala sama dia?""Kenapa? Cemburu?" Raisa balik bertanya. "Enggak. Cuma kesal!" Raisa tergelak. Bahunya berguncang menahan tawa. "Andra yang meluk aku, Bang. Kan aku nggak balas meluk," ujarnya di sela-sela tawa. "Tetap aja bikin kesel. Kamu, kan, istriku. Harusnya dia udah nggak boleh peluk-peluk!" "Iya, deh, iya. Nanti kubilangin ke dia. Enggak boleh peluk,
last updateLast Updated : 2024-05-20
Read more
Bab 7 - Pinguin
"Bang." Sayup-sayup terdengar suara Raisa memanggil. "Abang," suaranya mulai meninggi. Aku mencoba membuka kelopak mata yang tertutup rapat. Terasa ada yang mengguncangkan tubuh atletisku dengan kuat. "Abang!" hardiknya. "Apa?" "Bangun! Udah Subuh. Buruan salat!" "Hmm. Entar dulu, deh. Masih ngantuk." Aku berbalik ke kanan dan memeluk guling dengan erat. Segelas air yang diguyur ke wajah membuatku gelagapan. Tangan bergerak cepat mengusap wajahku dengan tangan."Apaan, sih? Kok, aku disiram?" protesku sambil beranjak duduk."Dibangunin salat susah, tapi pengen masuk surga. Aneh!" omelnya.."Iya, iya. Ini udah bangun! Cerewet!" "Abang itu emang kudu dicerewetin!" tukasnya tidak mau kalah. "Jangan galak-galak atuh ke suami, teh. Entar kabur." "Coba aja kalau berani kabur. Siap-siap di prekes-prekes," jawabnya sambil mengacungkan tinju ke arahku. Waduh! Bahaya! Segera aku bangkit dari tempat tidur dan melangkah gontai ke kamar mandi. Duduk di kloset dan bersemedi dengan dama
last updateLast Updated : 2024-05-21
Read more
Bab 8 - Bertemu Mantan
Masuk kerja di hari pertama setelah cuti, aku langsung disambut dengan rapat, rapat dan rapat. Bikin kepala bertambah nyut-nyut. Kaki melangkah gontai berjalan kembali ke meja kerja, lalu aku mengempaskan badan ke kursi. Aku menelungkupkan tangan d meja dan menenggelamkan kepala di dalamnya. "Deuh, pengantin baru, baru masuk kerja udah loyo aja," ledek Edwin dari meja sebelah. "Diam!" hardikku. "Pasti kangen istri, tuh!" imbuh Seno dari meja seberang. "Berisik!" bentakku. "Kapan mau indehoy, Ed? Entar gue videoin," sahut Farraz sambil tertawa. "Nu gelo'!" teriakku. "Udah. Jangan digodain terus. Mukanya udah merah, noh," tukas Mbak Sinta, sekretaris kantor yang kebetulan sedang melintas."Makasih, Mbak. Emang vangke mereka," sungutku seraya menatap tajam ke ketiga lelaki sok kece sambil mengacungkan tinju. Ketiga pria yang mengaku sahabat itu malah makin tergelak. Sepertinya mereka puas sudah mengerjaiku. Bikin kekesalanku kian meningkat. Dasar, Vangke!Dering ponsel membuatku
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more
Bab 9 - Ketahuan
Aku mengangguk dan balas menatapnya saksama. Dipandangi seperti itu membuatku deg-degan. Seolah-olah tengah kembali ke masa-masa saat kami masih bersama. "Kenapa kamu menikah dengan Raisa?" desak Ghea Aku menghela napas dan mengembuskannya dengan cepat. "Dijodohin alias dipaksa Mama dan Papa," sahutku. Sudut bibir Ghea terlihat melebar. Kemudian dia terbahak hingga bahunya berguncang. Tawa hangat yang pernah sangat kusuka dan tak ayal membuatku ikut tersenyum."Bukannya dulu kamu nolak buat dijodohin?" tanyanya setelah berhenti tergelak. "Iya, tapi kemarin udah nggak bisa nolak lagi. Mana lagi jomlo. Ya, udah, deh, bablas nikah." "Jomlo?" Matanya dipicingkan menatapku seakan-akan tidak percaya. "Ho oh." "Kok, bisa? Bukannya kamu banyak yang naksir?" "Sejak kita putus, aku udah males buat nyari pacar lagi." "Kenapa?" "Ngarep kamu balik lagi," selorohku seraya tersenyum. Raut wajah Ghea mendadak berubah seiring dengan tatapannya yang melembut. Tangannya terulur menyentuh le
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
Bab 10 - Perang Mahabrata
Malam ini aku dan Raisa bersantap dalam diam. Dia sibuk dengan ponselnya. Sedangkan aku mengarahkan tatapan pada televisi yang tengah menayangkan drama ikan terbang.Entah kenapa ada rasa tidak nyaman diam-diaman begini. Aku seakan-akan hanya makan sendirian dan Raisa hanya jadi patung. Kami juga tidak saling menatap. Bahkan, saat tanpa sengaja tangan kami bersentuhan ketika hendak menambah lauk, Raisa cepat-cepat memindahkan tangannya untuk mengambil nasi terakhir tanpa menyisakannya buatku. Raisa bangkit berdiri dan membawa piring bekas makannya ke dapur dan mencucinya. Kemudian, dia langsung masuk ke kamar. Tak lama berselang dia keluar dengan membawa koper dan berpindah ke kamar depan. Dia menutup pintu sambil menatapku sinis. Bunyi kunci pintu yang diputar menandakan bahwa genderang perang memang sudah ditabuh.Aku menghela napas panjang dan mengembuskannya sekali waktu. Aku meminum air di gelas dalam beberapa tegukan singkat. Lalu meletakkan gelas ke meja. Aku bangkit berd
last updateLast Updated : 2024-05-24
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status