Raihan duduk mendekati Alif yang berada di meja makan. Biasanya di saat Raihan pulang, Alif langsung memeluknya dan bermanja-manja pada ayahnya itu. Namun kali ini berbeda, Alif terlihat fokus menghabiskan kue yang ada di meja makan.
"Alif, kamu sedang apa?" tanya Raihan sambil mengusap lembut wajah anak laki-lakinya itu.
"Aku sedang makan kue! Cobalah ayah, kue ini rasanya enak!" bujuk Alif.
"Tidak, Nak! Kamu kan tahu, jika ayah tidak suka makanan manis!"
"Tapi ini beda ayah! Kuenya dibuat dengan penuh cinta," tawa Alif masih asyik menyantap kue itu.
"Nak, kamu sudah pulang?" tanya Mayang sambil duduk di kursi sebelah anak laki-lakinya itu.
"Iya, Bu!" ucap Raihan singkat.
"Berarti kamu bisa mengantar Mila ke acara reuninya malam ini?" ucap ibu Mayang dengan senyum senang.
"Apa? Mila? Tidak, aku tidak mau! Ibu jangan mulai, aku tidak mau dijodohkan!" ucap Raihan sambil berjalan meninggalkan ibunya dan Alif di meja makan.
Raihan masuk ke dalam kamar, rasanya mendengar kata-kata perjodohan membuatnya kesal. Entah kenapa semua orang di rumahnya menginginkan dia segera menikah. Padahal trauma masa lalunya saja, dia belum bisa melupakannya.
Raihan merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Mungkin karena lelah, Raihan tertidur pulas di kamarnya.
Malam harinya, ibu Mayang membangunkan Raihan. Raihan terpaksa membuka matanya karena ibunya terus mendesaknya untuk mengantar Mila ke acara reuni sekolahnya. Dengan malas Raihan menuruti permintaan ibunya, dia mengganti bajunya lalu keluar menghampiri Mila yang sudah menunggu di depan rumahnya.
"Kak Raihan, terima kasih karena kamu mau menemaniku ke acara reuni sekolahku!" ucap Mila sambil tersenyum manis.
"HM...." hanya itu jawaban dari Raihan.
Ibu Mayang tersenyum karena rencananya berhasil membuat Raihan jalan bersama Mila. Sementara Raihan hanya melipat wajahnya, bahkan enggan untuk sekedar tersenyum.
Raihan menyalakan mesin mobilnya, tanpa menoleh sedikitpun pada Mila. Jelas Mila paham, jika Raihan terpaksa menemaninya karena desakan Ibu Mayang.
"Kak, semoga di acara reuni nanti, kamu tidak jenuh ya! Karena pasti akan membosankan untukmu!" ucap Mila sambil tersenyum.
"Oh, iya! Kak, aku punya sedikit cerita menarik. Aku dulu punya teman di SMA yang sangat baik sekali. Di acara reuni ini aku akan bertemu dengannya. Aku pasti akan memperkenalkan temanku itu padamu!" ucap Mila dengan wajah berbinar-binar.
"Terserah, aku tidak perduli!" gumam Raihan sambil fokus pada kemudinya.
Sampai di acara reuni sekolah, Mila langsung menuntun Raihan masuk kedalam sebuah kafe yang disewa untuk acara reuni itu. Semua teman-teman masa SMA Mila menatap tajam ke arah laki-laki yang ada disamping Mila. Itu karena Raihan memiliki wajah yang menarik dipandang. Dia terlihat berwibawa dan cool, membuat wanita yang meliriknya pasti akan tergoda.
"Mana sahabatku? Apa dia belum datang?" tanya Mila pada Indah.
"Sepertinya belum. Tunggu saja!" ucap Indah sambil duduk di kursi.
Raihan masih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya, hingga suara wanita itu membuat Raihan menoleh.
"Maaf ya, aku telat! Ini semua karena kakiku keseleo, ini saja aku minta antar pada adikku Hana," ucap Rena sambil tersenyum.
Kedua mata Raihan menatap ke arah Rena, jelas membuat Rena terkejut dan memalingkan wajahnya. Sementara Rena dengan ketakutannya pada pria duda itu, namun berbeda dengan Raihan, dia nampak bahagia bisa bertemu kembali dengan Rena.
"Rena, aku rindu padamu! Sudah berapa lama kita tidak bertemu?" teriak Mila.
"Hahaha... Kita masih tinggal di bumi yang sama, kamu bisa mengunjungi rumahku jika kamu mau!" ucap Rena sambil tersenyum.
Raihan masih terus menatap Rena tanpa berkedip, membuat Rena salah tingkah dibuatnya. Rena menarik tangan Mila sambil berbisik-bisik.
"Siapa laki-laki yang bersamamu itu?" tanya Rena.
"Dia calon suamiku!" tawa Mila sambil menutup mulutnya.
"Apa? Kamu mau menikah dengan seorang duda beranak satu itu?" bisik Rena pelan.
"Duda? Punya anak satu? Apa kamu mengenalnya, Rena?" tanya Mila.
Rena semakin bingung menjelaskan pada sahabatnya tentang pria yang ada di hadapannya itu. Raihan tersenyum lalu mendekat ke arah Rena yang ngobrol berdua dengan Mila.
"Kamu masih ingat aku?" tanya Raihan sambil tersenyum.
Mila melotot dengan perubahan sikap Raihan saat bertemu dengan Rena. Baru kali ini di dalam pertemuannya bersama Raihan, Mila melihat laki-laki itu tersenyum bak seorang laki-laki normal. Padahal biasanya dia hanya menjawab dengan kata-kata singkat, seperti iya, atau tidak.
"Kenapa kita harus selalu bertemu!" ucap Rena ketus.
"Mungkin kamu diciptakan untuk jadi jodohku!" tawa Raihan.
"Apa? Tidak, aku tidak suka dengan duda!" ucap Rena polos.
Sepasang mata Raihan melotot menatap ke arah Rena, jelas Raihan tersinggung dengan kata-kata Rena yang menyinggung tentang statusnya sebagai duda. Tangan Raihan mengunci kedua tangan Rena, membuat Rena tersudut di tembok. Mata mereka saling tatap, terlihat kepanikan dari wajah Rena.
"Kamu mau apa?" ucap Rena pelan.
"Aku ingin memperlihatkan padamu, kelebihan seorang duda! Aku akan mengajari seperti apa duda akan mencintai gadisnya!" ucap Raihan sambil mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena.
Rena menutup matanya, namun bibir Raihan berhasil mengecup bibir manis milik Rena. Semua yang melihat itu jelas bertepuk tangan, dan mengira Rena adalah kekasih Raihan.
Raihan terlihat puas dengan aksinya, namun berbeda dengan Rena. Entah kenapa Rena merasa direndahkan dengan sikap yang dilakukan Raihan padanya. Rena mendorong tubuh Raihan lalu keluar dari acara reuni itu. Dengan kaki yang masih sedikit sakit, Rena berjalan kearah jalan raya.
Namun lagi-lagi Raihan mengejarnya dengan mobil yang dikendarainya.
TIN... TIN... TIN...
Suara klakson mobil membuat Rena menghentikan langkahnya. Raihan keluar dari mobilnya, dia langsung memegang tangan Rena.
"Kenapa kamu pergi? Apa aku terlihat lancang dengan sikapku tadi?" tanya Raihan.
"Sangat lancang, Tuan!" ucap Rena sambil menepis tangan Raihan yang menyentuhnya.
"Maafkan aku! Aku tidak bermaksud bersikap lancang padamu. Namun kata-katamu yang menerangkan tentang statusku benar-benar membuatku kesal. Memang apa masalahnya jika aku seorang duda? Apa duda itu sangat rendah di matamu?" tanya Raihan membuat mata Rena menatap ke arahnya.
"Maafkan aku! Aku tidak bermaksud menyakitimu dengan kata-kataku. Harusnya aku tidak berbicara seperti itu padamu!" ucap Rena sambil menundukkan kepalanya.
"Jelas aku marah! Dan semudah itu meminta maaf, setelah kamu menghina duda tampan dan kaya sepertiku? Rena, aku mau kamu melakukan satu hal untukku, setelah itu aku akan memaafkanmu!" ucap Raihan sambil tersenyum.
"Apa?"
"Izinkan aku mengantarmu pulang sampai ke rumahmu!" ucap Raihan sambil menuntun Rena masuk ke dalam mobilnya.
Jelas Rena tidak berani menolak, apalagi laki-laki ini adalah majikan ditempat ibunya bekerja. Tentu lambat laun Raihan akan tahu jika ibu Rena bekerja sebagai pelayan di rumah itu.
Mobil itu melaju menyusuri jalan raya yang cukup ramai. Namun sesekali Raihan menoleh ke arah Rena untuk memastikan wanita itu nyaman bersamanya.
"Kamu kuliah juga seperti Mila?" tanya Raihan.
Namun tak ada jawaban dari bibir Rena, dia bahkan memalingkan wajahnya menghadap ke arah jendela. Raihan menarik nafas panjang, mencoba untuk memberikan pertanyaan yang kedua.
"Kamu ambil jurusan apa? Ayolah Rena, apa kamu akan terus diam selama aku mengendarai mobil ini?" ucap Raihan kesal.
Raihan menghentikan mobilnya disebuah jalan yang cukup sepi. Rena yang awalnya pura-pura sombong, langsung menatap ke arahnya.
"Mau apa? Ayo jalan lagi!" ucap Rena dengan wajah khawatir.
"Turun dari mobilku!" ucap Raihan.
"Apa? Kau minta aku turun ditempat seperti ini?" ucap Rena panik.
"Kamu tidak suka berada bersamaku, kan! Jadi lebih baik kamu cari tumpangan lain!" ucap Raihan membuat Rena semakin ketakutan.
'Bagaimana ini? Dasar duda menyebalkan!' batin Rena dalam hati.
Rena menatap ke arah Raihan dengan wajah memohon, agar Raihan menarik kembali ucapannya. Jelas Rena tidak berani diturunkan di tempat sepi seperti itu. Terlebih karena Rena memiliki phobia terhadap kegelapan."Kenapa diam? Turun dari mobilku!" ucap Raihan dengan suara pelan namun cukup membuat Rena gemetar.Raihan keluar dari mobilnya lalu menurunkan Rena secara paksa."Apa harus sekasar ini?" ucap Rena dengan wajah kesal."Lalu harus bagaimana? Bukankah kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku? Pulang sana sendiri, lakukan hal sesuka hatimu!" ucap Raihan sambil masuk kembali ke dalam mobilnya.Mobil Raihan benar-benar melaju kencang meninggalkan Rena sendiri. Dengan kaki yang masih sakit, Rena berjalan pelan melewati jalan raya yang sepi."Bagaimana ini? Dia benar-benar meninggalkanku sendiri di sini? Ya Tuhan, aku takut! Didepan jalan raya itu sepertinya gelap sekali. Lampu jalannya sepertinya mati. Aku tidak berani ke sana!" ucap Rena sambil duduk di sebuah kursi jalanan.Rena me
Rena masih memeluk erat tubuh Raihan, matanya terpejam dengan keringat yang bercucuran. Raihan menoleh ke arah wajah Rena yang ketakutan, sementara tangan kanannya memegang tangan Rena yang memeluk tubuhnya."Kita sudah sampai di depan mobilku! Apa kamu akan terus memelukku seperti ini?" tawa Raihan.Rena membuka matanya, menatap kearah wajah Raihan yang terlihat tersenyum ke arahnya. Jelas Rena segera melepaskan pelukannya di tubuh Raihan."Maaf!" ucap Rena menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya yang merah, menahan malu."Sudahlah! Ayo masuk!" ucap Raihan sambil membukakan pintu mobilnya.Rena masuk ke dalam mobil itu, begitupun dengan Raihan. Mobil itu melaju melewati keheningan malam. Jam baru menunjukkan pukul 10 malam namun suasana jalanan nampak hening dan sepi.Rena diam-diam menatap ke arah Raihan yang sedang fokus mengemudi. Tentu saja Raihan cepat tanggap, dia tahu jika wanita yang berada di sebelahnya tengah memperhatikannya."Sudah ku bilang, jangan remehkan statusk
Rena menatap kesal pada laki-laki yang berada di hadapannya itu. Tangannya sudah bersiap untuk memberikan pelajaran pada duda tampan yang tersenyum menatapnya saat itu. "Apa yang akan kamu lakukan dengan tanganmu itu? Kamu mau bersiap memukulku ya?" tawa Raihan."Jelas, aku akan memukulmu! Hitung berapa kali kamu mencuri ciuman di bibirku. Sebanyak itu aku akan memukulmu!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan justru tertawa mendengar kata-kata Rena, dia bahkan semakin berani mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena."Mau apa?" tanya Rena dengan mata melotot menatap ke arah Raihan yang berada beberapa inci dari wajahnya."Aku ingin menciummu lebih banyak, aku rela dipukul seribu kali olehmu asal aku mendapatkan kecupan mesra setiap harinya!" bisik Raihan."Huh, dasar laki-laki mesum!" ucap Rena sambil memukul bahu Raihan.Rena berjalan keluar dari kamar, namun Raihan tidak semudah itu melepaskannya. Raihan terus membututi Rena sampai di ruang tamu rumahnya."Mau apalagi? Sudah cukup, p
Mobil Raihan berhenti di depan sekolah Alif. Dengan wajah gembira, Alif membukakan pintu mobil untuk Rena. Dia tersenyum sambil menarik lembut tangan Rena. Tentu Rena benar-benar tidak bisa menolak keinginan Alif."Ayo Mama! Aku ingin segera mengenalkanmu pada kawan-kawanku," ucap Alif sambil tersenyum."Alif, kamu bisa ajak kawan-kawanmu kemari untuk menemui mamamu ya!" ucap Raihan sambil tersenyum ke arah anak laki-lakinya itu.Alif yang masih polos, melakukan hal yang diminta ayahnya. Dia berlari ke dalam gerbang sekolah untuk memanggil kawan-kawannya.Rena masih diam di dalam mobil, wajahnya terlihat kesal menatap ke arah Raihan."Kenapa dengan wajahmu? Apa kamu tidak suka jika Alif memperkenalkan dirimu sebagai calon mamanya?" tanya Raihan sambil tersenyum."Jika tahu jawabannya, untuk apa bertanya!" ucap Rena kesal."Kenapa kamu marah? Harusnya kamu senang, karena anakku mendukung hubungan kita!" tawa Raihan."Hubungan apa? Ayah dan anak sama-sama membuatku gila!" ucap Rena kesa
Raihan berdiri mendekat ke arah Rena, dia membisikkan sesuatu yang membuat mata Rena melotot."Aku akan pergi kali ini! Tapi kamu yang akan datang menemuiku nanti. Lihat saja!" bisik Raihan."Tidak mungkin! Cepat pergi, itu akan lebih baik untukku!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan tertawa menatap wajah Rena, dia menghampiri ayah Rena lalu berpamitan pulang. Rena pura-pura acuh, namun tetap mengikuti langkah kaki Raihan sampai dia masuk ke dalam mobilnya.Raihan menatap ke arah Rena sambil tersenyum, dia melambaikan tangannya dengan mengedipkan sebelah matanya, Rena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Entah kenapa terukir senyum di wajah Rena. Apa Rena sudah mulai jatuh hati pada sang duda?Rena berjalan pelan ke arah jalan raya untuk mencari angkutan umum. Seketika matanya melotot menatap seorang laki-laki turun dari mobil mewah."Hai, kamu sedang apa? Mau ku antar? Apa kamu butuh tumpangan?" tanya laki-laki itu.Rena menatap dengan seksama, siapa laki-laki tampan yang seda
Raihan tersenyum lalu menggendong anak laki-laki kesayangannya itu. Sementara wajah Alif, masih menatap penuh tanya pada ayahnya."Apa yang sedang Ayah lakukan bersama Mama? Kenapa kamu memeluknya seperti itu? Apa kamu takut jika Mama akan pergi seperti ibuku?" tanya si kecil Alif.Raihan diam, dia cukup terkejut mendengar ucapan dari bibir Alif. Mengenang masa lalunya adalah hal paling menyakitkan untuk Raihan. Wanita bernama Dita itu, bukan hanya telah menghancurkan hatinya tapi juga menyiksa hidup Alif.Sejak Alif dilahirkan, Dita dengan tega pergi tanpa pamit meninggalkan Raihan dan Alif yang kala itu masih bayi. Tak ada kabar berita selama kepergiannya. Hanya tersebar kabar jika Dita telah menikah lagi dengan seorang pengusaha sukses dan pindah ke luar negeri.Hal itu benar-benar membuat Raihan terpukul, bahkan hancur, sehancur-hancurnya. Namun berlahan dia sadar, air matanya terlalu berharga untuk menangisi wanita seperti Dita. Dia lebih memikirkan kebahagiaan anaknya dan mengeja
Rena mencuci mukanya di wastafel sambil menahan rasa malu, sementara si kecil Alif tertawa menatap ke arahnya. Rena mengambil handuk kecil yang ada di laci khusus handuk bersih. Dia mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu."Mama, apa kuenya masih lama matangnya?" tanya Alif seraya turun dari kursinya."Masih lama! Bermain saja dulu! Jika sudah matang, aku akan memanggilmu," ucap Rena sambil tersenyum.Alif menurut, dia kembali bermain dengan wajah gembira. Sementara Rena masih berkutat membuat puding untuk Alif."Ayahnya memang duda yang menyebalkan! Tapi anaknya, aku suka! Dia anak baik dan penurut. Terlebih, aku iba mendengar dia yang merindukan sosok ibu dalam hidupnya. Aku sengaja membuat banyak makanan untuknya, agar dia bisa menghabiskan semuanya. Huh, anak yang manis! Tidak seperti ayahnya, duda sombong!" ucap Rena sambil menuangkan puding itu pada wadah.Setelah berkutat beberapa jam, Rena akhirnya selesai dengan semua pekerjaannya. Dia menghidangkan makanan itu di meja
Rena masih menatap tajam ke arah wajah Raihan yang memeluknya. Dengan geram Rena mengiyakan keinginan Raihan saat itu."Baiklah, Tuan! Kamu menang, kamu bisa menganggap kita sekarang adalah pasangan kekasih. Apa kamu puas? Lepaskan aku!" ucap Rena kesal.Raihan tersenyum sambil melepaskan pelukannya di tubuh Rena. Kini Raihan menggenggam tangan Rena menuju tempat Alif dan ibunya duduk."Ibu lihat, ada yang mukanya bersinar terang? Ada apa? Apa kalian pacaran?" tawa ibu Raihan."Mama dan Ayah genit! Kalian berpelukan di depanku dan Oma tanpa malu!" tawa Alif.Rena menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya Rena malu sekali mendengar kata-kata yang diucapkan Alif padanya. Ingin sembunyi, namun tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya dimana.Alif masih tersenyum ke arah Rena dan ayahnya sambil memasukkan kue bolu ke dalam mulutnya."Jangan begini! Kamu tidak lihat, anakmu menertawakan kita!" ucap Rena menepis tangan Raihan yang memegangi tangannya."Biarkan saja! Aku ingin seluruh dun
Dengan wajah kesal wanita itu menggerutu, saat security membawanya keluar dari rumah Raihan. Dita tidak habis pikir, jika kali ini rencananya gagal untuk menggoda Raihan. Tujuan utama Dita mendekati Raihan adalah untuk mengambil alih semua harta milik Raihan. Dita tidak pernah tulus mendekati Raihan, dia hanya ingin memanfaatkan Alif sebagai jembatan merebut harta milik mantan suaminya itu. Saat security datang untuk mengusir Dita, tiba-tiba Alif datang dan menatap ibunya yang tengah menangis. Dita mendekat ke arah Alif, berharap anaknya bisa memaafkan dia. Tentu tujuannya adalah menjadikan Alif sebagai batu loncatan mendapatkan kekuasaan Raihan.Namun di luar dugaan, Alif bukannya merasa iba malah dia terlihat menikmati hal yang dialami ibunya. Perasaan seorang anak kecil saat melihat ibu kandungnya, tentu akan merasa senang. Tapi ibu kandung Alif ini berbeda, dia tidak mengharapkan Alif dari awal melahirkannya dan Alif tahu itu. Justru Alif menganggap, jika semua hal buruk yang dia
Keesokan harinya, Raihan membuka mata menatap sang istri masih terlelap di dalam tidur. Raihan memainkan jemari tangannya di wajah Rena. Terlihat Rena beberapa kali merasa terganggu dengan hal yang dilakukan Raihan. Dia menggeliat, dan menepis tangan Raihan, tapi Rena masih menutup rapat matanya. "Jangan ganggu aku, aku masih ngantuk!" keluh Rena dengan mata yang enggan terbuka. Raihan tertawa mengecup setiap bagian inci wajah Rena dengan lebih menggoda. Rena dengan wajah kesal membuka matanya. Memandang ke arah suaminya yang terlihat senang menatap ekspresi kesal wajah Rena. "Kamu suka selalu menggangguku, apa tidak punya pekerjaan lain?" ucap Rena kesal. "Kamu lihat dirimu. Ini sudah siang, tapi kamu belum bangun juga. Aku sebagai seorang suami akan berangkat ke kantor, tapi istrinya justru belum bangun dari tempat tidur. Menurutmu apakah ini masuk akal?" ucap Raihan tersenyum senang. "Kenapa harus membangunkanku? Jika kamu butuh air hangat untuk mandi, kamu bisa sediakan sendi
Rena dipaksa oleh Raihan masuk ke dalam mobil. Dia tidak berani menolak saat suaminya mau ngajak dia ke sebuah hotel. Hotel mewah dengan gedung 30 lantai. Rena memandangi gedung mewah itu dengan mengikuti langkah suaminya. Sampai di depan kamar hotel, Rena masuk bersama Raihan. Tanpa ada aba-aba suaminya itu langsung menyerang Rena dengan penuh nafsu. Rena tahu betul, ini adalah salah satu cara Raihan untuk melakukan serangan balik dari istrinya. Hingga Rena hanya bisa menutup matanya melihat kebuasan suaminya.Raihan mendorong tubuh Rena hingga jatuh di atas tempat tidur. Dress berwarna putih yang Rena pakai tersibak hingga terlihat bagian bawah tubuh Rena. Dengan gerakan cepat Rena menarik dress itu agar menutupi celana dalamnya yang terlihat."Apa yang kamu lihat? Matamu langsung melotot seperti itu, melihat hal seperti ini!" oceh Rena kesal."Kenapa ditutup, nanti juga pasti akan kubuka lagi! Jangan bilang, jika kamu masih malu padaku setelah menikah hampir satu bulan? Apa yang m
Air mata Rena membasahi jas yang dikenakan Raihan. Terlihat kesedihan yang mendalam dari tatapan mata Rena pada Raihan. Isak tangis masih terdengar, membuat Raihan merasa bersalah mengucapkan kata-kata kasar pada istrinya itu. "Maafkan aku! Tidak seharusnya aku meneriakimu seperti tadi. Aku khilaf, maafkan aku!" ucap Raihan mengusap lembut wajah Rena."Kamu jahat! Kamu bisa mengencani banyak wanita tapi kenapa aku tidak? Kamu bisa menempel pada banyak wanita, kenapa aku tidak? Kamu terus mengaturku ini dan itu, tapi pernahkah kamu bercermin untuk menghargaiku sedikit saja? Oh tidak, pria kaya raya sepertimu tidak akan menghargai orang lain. Kamu bisa melakukan apapun, karena kamu punya segalanya dan mampu membeli harga diri orang lain, termasuk harga diri istrimu sendiri!" teriak Rena kesal.Raihan tak bicara, dia menatap istrinya lekat, Raihan merasa sangat bersalah karena membuat istrinya marah padanya saat itu. CUP ...Raihan mengecup bibir Rena, Raihan juga menghapus air mata ya
Rena tersenyum dan akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Raihan padanya. Kini Rena mulai belajar menjadi wakil CEO didampingi oleh sang suami. Rena terlihat bersungguh-sungguh dalam mempelajari setiap hal yang diperintahkan oleh Raihan dan tugasnya sebagai wakil CEO. Tapi saat Rena benar-benar sedang serius, Raihan justru malah menggoda istrinya. Dia terlihat senang memberikan banyak pekerjaan yang bukan pekerjaan Rena sebagai wakil CEO. Rena diminta untuk menulis nama panjang Raihan di kertas seratus lembar. Tak hanya itu Rena diminta untuk memajang foto Reyhan disebelah mejanya. Walaupun terlihat pekerjaannya cukup aneh, tapi Rena berusaha untuk tidak melawan. Dia mengerjakan setiap pekerjaan yang diperintahkan oleh Raihan tanpa perdebatan. Padahal Rena tahu betul jika sang suami saat ini tengah mengerjainya. "Sudah selesai belum, pekerjaan yang barusan aku berikan? Setelah selesai kamu bisa memulai tugas yang lain. Di sini ada beberapa tumpukan dokumen yang harus kamu periksa. H
Raihan tersenyum ke arah Rena, mengecup kening istrinya penuh cinta. Terlihat begitu takut jika kehamilan akan menyiksa sang istri."Jika kamu belum siap, aku bisa menunggu!" ucap Raihan pelan."Kenapa? Tadi kamu yang paling antusias? Sekarang tiba-tiba kamu berubah jadi khawatir seperti itu. Apa yang kamu pikirkan? Tidak mau aku mengandung anakmu? Apa aku tidak layak?" ucap Rena kesal."Hei, tajam sekali mulutmu ini! Aku melakukan itu karena mengkhawatirkan keadaanmu. Aku baru menyadari jika proses memiliki anak butuh perjuangan saat melahirkan. Aku tidak tega jika kamu harus merasakan sakit itu!" "Bodoh sekali! Aku ini wanita. Aku mau punya anak dari rahimku sendiri. Percayalah, aku pasti kuat!" ucap Rena memeluk tubuh Raihan."Benarkah? Kamu sudah siap untuk hal itu?" "Tenang saja, aku sudah siap!" ucap Rena sambil tersenyum.Beberapa hari kemudian, Rena kembali bekerja di kantor Raihan. Dia terlihat serius mengerjakan tugas dari manager Ana tentang desain kantor Amazong. Anggist
Rena meminta banyak hal malam ini, dan mendapatkan semuanya dari kerja keras suaminya. Entah kenapa Rena merasa bangga, menikmati hidup ala kadarnya seperti ini. Yang terpenting di saat hidup tak menjadi seorang sultan, Rena merasa jauh dicintai dan merasa percaya diri mendampingi Raihan. Satu-satunya ketakutan Rena selama ini adalah status Raihan sebagai orang terkaya yang mencolok."Kelihatannya kamu sangat menikmati makan ini ya? Apa kamu suka melihat suamimu jadi pedagang rendahan?" ucap Raihan kesal."Hahaha... Bukan begitu, tapi aku lebih tenang saat kamu bukan siapa-siapa. Terakhir kali, aku dan Amor berdebat karena dirimu. Hari ini, aku dan Sinta juga berdebat karenamu. Sejujurnya aku tidak suka dengan statusmu sebagai sultan. Tidak bisakah kita hidup sebagai rakyat biasa saja?" ucap Rena menyandarkan kepalanya di bahu Raihan."Kamu istriku yang konyol! Saat banyak wanita mendekatiku karena uang, kamu justru malah ingin aku meninggalkan semuanya. Tapi itulah yang membuat aku
Raihan mengunci pintu kamar hotel dengan senyum menggoda. Terlihat jelas keromantisan yang akan terjadi pada Rena dan Raihan saat itu. Hanya dengan sedikit sentuhan, Raihan mampu membuat Rena tak berdaya melawannya.Tubuh mungil Rena membuat Raihan beberapa kali menelan ludahnya. Merasakan nafsunya memuncak hingga ke ubun-ubun. Dalam sekejap, pakaian yang dikenakan Rena lepas dari tubuhnya. Raihan tersenyum menyeringai, menatap tubuh polos itu membuat dia langsung menyerang Rena tanpa aba-aba. Rena hanya mengerang, sesekali tangannya mencengkram kuat punggung Raihan yang berada di atas tubuhnya.Tak lama setelah selesai melakukan aktivitas kegemaran Raihan, Rena terlelap tidur. Raihan dengan bangga memeluk istrinya dan mengusap lembut pucuk kepala Rena. Terlihat wajah bahagia terpancar dari bibir Raihan."Jika kamu benar-benar berhasil mengandung anakku, aku akan semakin menyayangimu. Hal yang paling indah yang kumiliki, adalah menjadikan kamu pasangan hidupku dan ibu untuk putraku, A
Rena kembali masuk ke dalam kamar hotel itu, menahan kesal menghadapi tingkah sekertaris suaminya. Secara terang-terangan dia ingin menjebak Raihan, tentu saja Rena merasa sangat kesal.Raihan tersenyum menatap ke arah Rena, dari atas tempat tidur. Dia masih terlihat lemah setelah menghabiskan waktu untuk bertarung dengan Rena. "Kenapa sayangku? Kenapa dengan ekspresi wajahmu yang menggemaskan itu? Apa kamu sedang marah?" tanya Raihan."Tentu saja aku marah. Sekertarismu bermasalah, sejak datang menemuiku dia terus mengancamku. Cih, dia pikir dia bisa mengancamku? Aku istrimu, aku lebih berhak atas kamu daripada wanita itu'kan?" ucap Rena kesal."Iya sayang, kamu lebih berhak atas aku dibanding siapapun! Jika kamu cemburu seperti ini, aku merasa sangat bahagia. Ayo kita buat adik untuk Alif!" bisik Raihan sambil mengedipkan sebelah matanya."Huh, apa-apaan! Ingin punya anak? Bisakah kamu jaga dirimu dulu agar tidak digoda wanita lain? Bagaimana jika saat aku sedang hamil, kamu digoda