Raihan berdiri mendekat ke arah Rena, dia membisikkan sesuatu yang membuat mata Rena melotot.
"Aku akan pergi kali ini! Tapi kamu yang akan datang menemuiku nanti. Lihat saja!" bisik Raihan.
"Tidak mungkin! Cepat pergi, itu akan lebih baik untukku!" ucap Rena dengan wajah kesal.
Raihan tertawa menatap wajah Rena, dia menghampiri ayah Rena lalu berpamitan pulang. Rena pura-pura acuh, namun tetap mengikuti langkah kaki Raihan sampai dia masuk ke dalam mobilnya.
Raihan menatap ke arah Rena sambil tersenyum, dia melambaikan tangannya dengan mengedipkan sebelah matanya, Rena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Entah kenapa terukir senyum di wajah Rena. Apa Rena sudah mulai jatuh hati pada sang duda?
Rena berjalan pelan ke arah jalan raya untuk mencari angkutan umum. Seketika matanya melotot menatap seorang laki-laki turun dari mobil mewah.
"Hai, kamu sedang apa? Mau ku antar? Apa kamu butuh tumpangan?" tanya laki-laki itu.
Rena menatap dengan seksama, siapa laki-laki tampan yang sedang berbicara dengannya. Rena mengamati kembali wajah laki-laki itu, namun sepertinya dia benar-benar tidak mengenalnya.
"Siapa kamu?" tanya Rena dengan wajah penuh tanya.
"Kenalkan aku Galih. Aku kebetulan lewat dan melihat kamu berdiri di sini. Mau pergi ke mana? Apa mau jika aku mengantarmu?" tanyanya.
"Tidak. Tidak usah! Aku tidak terbiasa bergantung pada orang lain. Apalagi dengan laki-laki yang sama sekali tidak aku kenal," ucap Rena sambil berjalan menuju taksi yang berhenti di hadapannya.
Laki-laki itu tersenyum menatap kepergian Rena yang tidak menghiraukan kehadirannya.
"Menarik!" ucap Galih sambil berjalan masuk ke dalam mobilnya.
Laki-laki itu membawa mobilnya menuju sebuah kantor besar. Dia menatap sebuah foto yang ada di samping kemudinya, foto Raihan dan Alif putranya. Laki-laki itu menatap tajam pada foto yang berada di tangannya.
"Aku akan menghancurkan hidupmu! Bisa-bisanya kamu mengalahkan setiap tender yang diajukan perusahaanku. Aku sudah muak dengan kekalahan! Lihat saja, aku akan merebut wanita yang bernama Rena itu darimu!" ucap Galih lalu masuk ke dalam kantornya.
Sementara di tempat lain, Raihan tengah membuat rencana untuk bisa membuat Rena terikat dengannya. Beberapa kali dia mengukir senyum di bibirnya dengan rencana yang sedang dibuatnya sendiri.
"Lihat saja, Nona anti duda! Kamu yang akan datang ke rumahku kali ini. Kamu yang akan menemuiku dan menjadi baby sitter untukku!" tawa Raihan.
Keesokan harinya, Rena baru bangun dari tidurnya. Menatap jam dinding di kamar menunjukan pukul 06.00 pagi. Tiba-tiba ayah Rena memanggil dengan wajah yang terlihat begitu panik.
"Ada apa ayah?" tanya Rena bingung.
"Ibumu, lihat ibumu!" ucap ayah sambil menarik tangan putrinya.
Rena berjalan menuju kamar orangtuanya, mendapati ibunya tengah berbaring di tempat tidur dengan ditutupi selimut tebal.
"Ibu, ada apa denganmu?" tanya Rena.
"Nak, ibu tidak enak badan!" bisik ibu sambil mempererat pegangan selimutnya.
"Ayo kita ke dokter, Bu!" ajak Rena.
"Tidak, Nak! Ibu tidak apa-apa! Hanya saja..."
"Hanya saja apa, Bu?"
"Tolong gantikan tugas Ibu menjadi pelayan di rumah Tuan Raihan!"
"Apa? Tidak mau!" tolak Rena dengan wajah kesal.
"Nak, tolong Ibu!" pinta Ibu memelas.
"Tapi kenapa harus aku, Bu? Ada Hana, suruh saja dia yang menggantikan tugas Ibu di rumah duda itu!" ucap Rena kesal.
"Hana? Adikmu itu masih terlalu kecil. Sudah, lebih baik kamu saja! Kamu hanya perlu membantu membuat sarapan dan membersihkan rumah itu. Ibu tidak mau berdebat denganmu, Ibu mau istirahat!" ucap ibu Rena sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sementara Rena terpaksa melakukan hal yang diinginkan ibunya. Rena bersiap pergi ke rumah Raihan diantar oleh adiknya, Hana. Sampai di depan gerbang rumah Raihan, Rena mengusap wajahnya menahan kesal di hatinya.
"Kenapa tidak masuk, Kak?" tanya Hana.
"Aku malas jika harus bertemu dengan duda itu!"
"Siapa? Duda tampan itu?" tanya Hana.
"Tampan? Memangnya kamu sudah melihatnya secara langsung?"
"Tidak sih! Tapi ayah dan ibu bilang, duda itu sangat tampan!" ucap Hana sambil tersenyum.
"Sudahlah, aku mau masuk!" ucap Rena sambil masuk ke dalam gerbang rumah itu.
Rena berjalan masuk ke dalam rumah Raihan, dia mengendap-endap seperti maling untuk menghindari pertemuan dengan Raihan.
"Nak, kamu sedang apa?" tanya ibu Raihan sambil tersenyum.
Rena yang kepergok pemilik rumah, segera memperbaiki posisi jalannya yang aneh.
"Nyonya besar, maafkan saya!" ucap Rena sambil tersenyum.
"Mana ibumu?"
"Ibuku sedang sakit Nyonya! Saya kemari untuk menggantikan tugas ibuku!"
"Benarkah? Kebetulan sekali! Saat ini Raihan sedang lari pagi diseputaran komplek. Tolong kamu buatkan dia susu hangat dan roti bakar untuknya!" senyum ibu Raihan.
"Baik, Nyonya!" ucap Rena sambil masuk ke dalam dapur.
Di dalam dapur Rena sudah sibuk dengan tugasnya. Dia membuat roti bakar dan susu hangat untuk Raihan. Tiba-tiba Raihan masuk ke dalam dapur, dia lalu mengambil roti bakar yang dibuat Rena.
"Aku sudah bilang, kamu yang akan datang padaku! Terbukti hari ini kamu ke rumahku dan menyiapkan sarapan untukku. Benar-benar rencana Tuhan yang sangat indah!" tawa Raihan.
"Huh, kamu pikir aku suka melakukan ini untukmu? Aku hanya tidak punya pilihan lain, kondisi memaksaku harus bertemu denganmu!" ucap Rena sambil menatap tajam ke arah Raihan.
Raihan tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena. Tiba-tiba...
CUP ...
Satu kecupan mendarat di bibir Rena. Sepertinya Raihan memang suka membuat Rena mengeluarkan tanduknya. Dia mencium Rena tanpa rasa bersalah.
"Apa yang kamu lakukan?" teriak Rena sambil memukul bagian tubuh Raihan. Hal itu membuat para pelayan lain menatap ke arah mereka.
"Jangan hiraukan kami, kalian bisa lanjutkan pekerjaan kalian!" ucap Raihan sambil tersenyum.
Raihan menarik lembut tangan Rena, matanya menatap tajam ke arah gadis itu. Rena memundurkan tubuhnya hingga membentur dinding. Sementara Raihan mengunci tubuh Rena di dalam pelukannya.
"Kenapa kamu suka melakukan ini padaku?" teriak Rena.
"Karena kamu menggemaskan!"
"Menggemaskan apa! Kamu pikir aku ini boneka?"
"Sudahlah diam! Kenapa kamu terus berteriak seperti itu? Kamu ingin penghuni rumah ini melihat aku menciummu agar mereka segera menikahkan kita berdua? Kalau begitu, maka berteriaklah yang keras! Asal kamu tahu, ayah dan ibuku saat ini sedang mencarikan pendamping hidup untukku. Barangkali jika mereka melihat kita sedekat ini mereka akan langsung menentukan tanggal pernikahan untuk kita!"
"Hah, tidak waras!" ucap Rena kesal.
"Berteriaklah! Aku ingin melihat reaksi keluargaku saat melihatku menyerangmu seperti ini!" tawa Raihan.
Rena membungkam mulutnya, kini dia hanya bisa pasrah dengan hal yang dilakukan Raihan padanya. Melihat Rena tidak bereaksi, Raihan semakin gemas melihatnya.
Rena dan Raihan saling menatap, mereka saling beradu padangan. Jelas tidak dapat dipungkiri jika pesona wajah Raihan membuat Rena terkesima. Sayangnya status dudanya lah yang menjadi pertimbangan untuk Rena mencintai Raihan.
"Ayah sedang apa dengan Mama?" tanya Alif yang memperhatikan mereka berdua.
Rena dan Raihan tampak gugup, dengan cepat Raihan melepaskan pelukannya di tubuh Rena. Tertangkap basah dan diganggu anak kecil seperti apa rasanya? Tentu hal itu membuat Raihan dan Rena malu setengah mati dibuatnya.
Raihan tersenyum lalu menggendong anak laki-laki kesayangannya itu. Sementara wajah Alif, masih menatap penuh tanya pada ayahnya."Apa yang sedang Ayah lakukan bersama Mama? Kenapa kamu memeluknya seperti itu? Apa kamu takut jika Mama akan pergi seperti ibuku?" tanya si kecil Alif.Raihan diam, dia cukup terkejut mendengar ucapan dari bibir Alif. Mengenang masa lalunya adalah hal paling menyakitkan untuk Raihan. Wanita bernama Dita itu, bukan hanya telah menghancurkan hatinya tapi juga menyiksa hidup Alif.Sejak Alif dilahirkan, Dita dengan tega pergi tanpa pamit meninggalkan Raihan dan Alif yang kala itu masih bayi. Tak ada kabar berita selama kepergiannya. Hanya tersebar kabar jika Dita telah menikah lagi dengan seorang pengusaha sukses dan pindah ke luar negeri.Hal itu benar-benar membuat Raihan terpukul, bahkan hancur, sehancur-hancurnya. Namun berlahan dia sadar, air matanya terlalu berharga untuk menangisi wanita seperti Dita. Dia lebih memikirkan kebahagiaan anaknya dan mengeja
Rena mencuci mukanya di wastafel sambil menahan rasa malu, sementara si kecil Alif tertawa menatap ke arahnya. Rena mengambil handuk kecil yang ada di laci khusus handuk bersih. Dia mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu."Mama, apa kuenya masih lama matangnya?" tanya Alif seraya turun dari kursinya."Masih lama! Bermain saja dulu! Jika sudah matang, aku akan memanggilmu," ucap Rena sambil tersenyum.Alif menurut, dia kembali bermain dengan wajah gembira. Sementara Rena masih berkutat membuat puding untuk Alif."Ayahnya memang duda yang menyebalkan! Tapi anaknya, aku suka! Dia anak baik dan penurut. Terlebih, aku iba mendengar dia yang merindukan sosok ibu dalam hidupnya. Aku sengaja membuat banyak makanan untuknya, agar dia bisa menghabiskan semuanya. Huh, anak yang manis! Tidak seperti ayahnya, duda sombong!" ucap Rena sambil menuangkan puding itu pada wadah.Setelah berkutat beberapa jam, Rena akhirnya selesai dengan semua pekerjaannya. Dia menghidangkan makanan itu di meja
Rena masih menatap tajam ke arah wajah Raihan yang memeluknya. Dengan geram Rena mengiyakan keinginan Raihan saat itu."Baiklah, Tuan! Kamu menang, kamu bisa menganggap kita sekarang adalah pasangan kekasih. Apa kamu puas? Lepaskan aku!" ucap Rena kesal.Raihan tersenyum sambil melepaskan pelukannya di tubuh Rena. Kini Raihan menggenggam tangan Rena menuju tempat Alif dan ibunya duduk."Ibu lihat, ada yang mukanya bersinar terang? Ada apa? Apa kalian pacaran?" tawa ibu Raihan."Mama dan Ayah genit! Kalian berpelukan di depanku dan Oma tanpa malu!" tawa Alif.Rena menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya Rena malu sekali mendengar kata-kata yang diucapkan Alif padanya. Ingin sembunyi, namun tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya dimana.Alif masih tersenyum ke arah Rena dan ayahnya sambil memasukkan kue bolu ke dalam mulutnya."Jangan begini! Kamu tidak lihat, anakmu menertawakan kita!" ucap Rena menepis tangan Raihan yang memegangi tangannya."Biarkan saja! Aku ingin seluruh dun
Rena menatap tajam wajah Raihan yang masih menatapnya. Tiba-tiba Rena menginjak kaki majikannya itu."Aww... Kau ini apa-apaan?" teriak Raihan sambil mengusap kakinya yang diinjak Rena."Hukuman untuk duda nakal sepertimu!" ucap Rena sambil mencuci mukanya lagi. Rena mengambil handuk kecil lalu mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu. Raihan masih menggerutu sambil menatap wajah Rena."Benar-benar wanita tangguh! Saking tangguhnya, aku bahkan tidak bisa menaklukkan hatinya. Bagaimana cara agar aku bisa mendapatkan hatinya?" gumam Raihan putus asa.Rena melepas kunciran rambutnya, membiarkan rambutnya terurai. Rena mengganti bajunya dengan baju yang dia bawa di tasnya."Ternyata kamu mau tampil cantik ya, saat jalan-jalan bersamaku?" tawa Raihan menatap Rena yang baru keluar dari kamar mandi."Huh, ternyata selain kamu duda sombong, kamu juga duda tidak tahu malu! Siapa yang bilang aku berdandan untukmu? Lihat jam berapa sekarang? Ini sudah jam dua siang. Waktu kerjaku dua jam
Rena menatap ke arah Alif yang berdiri tak jauh dari tempat Rena dan Raihan berdiri. Rena tersenyum sambil berjongkok di hadapan Alif."Sayang, Kak Rena pamit dulu ya! Kak Rena harus kuliah hari ini," ucap Rena sambil tersenyum."Tidak mau. Aku ingin ikut bersamamu juga!" teriak Alif dengan wajah sedih. "St... Alif tidak boleh begitu! Mama Rena harus kuliah agar dia bisa menggapai cita-citanya. Alif pulang dengan Ayah ya! Besok Mama akan kembali ke rumah kita, dan Alif bisa bermain lagi bersama Mama Rena," ucap Raihan sambil tersenyum."Benarkah? Kamu akan kembali ke rumahku besok?" tanya Alif bertanya penuh harap.Rena hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Raihan dan Alif berjalan menuju mobil mereka. Sementara Rena berjalan menuju ojek online yang sudah dia pesan. Alif masih terus memikirkan Rena, wajahnya berubah sedih saat Rena pergi meninggalkannya."Kenapa dengan wajah putra Ayah ini? Apa kamu sedih kehilangan mama barumu?" tanya Raihan sambil tersenyum."Kenapa Mama
Mobil mewah milik Raihan berhenti tepat di depan rumahnya. Raihan segera membuka pintu mobilnya dan turun sambil membukakan pintu mobil untuk Rena.Dengan wajah kesal, Rena turun dari mobil itu. Matanya melotot, siap untuk memaki sang duda untuk meluapkan kekesalannya."Kamu kenapa membawaku kemari? Apa kata orang rumah jika melihat aku bersamamu sepanjang hari? Kamu ingin mereka menikahkan kita? Pasti itu maumu, iya kan?" ucap Rena kesal."Aku tidak ingin bertengkar denganmu! Aku membawamu kemari karena Alif, tolong bantu aku. Alif ingin tidur bersamamu dan mendengarkan kamu bercerita tentang dongeng sebelum dia tidur," ucap Raihan."Ya sudah. Tapi hanya untuk hari ini saja!" balas Rena dengan wajah kesal."Iya. Untuk malam ini saja!" tawa Raihan.Rena dan Raihan masuk ke dalam rumah mewah dan megah milik keluarga Raihan. Saat masuk ke dalam rumah, Alif langsung menyambut Rena dengan pelukan hangatnya."Mama, kamu benar-benar datang!" ucap Alif dengan rasa bahagia."Iya. Ayahmu bilan
Keesokan harinya, Rena membuka matanya, menatap dia berada didalam pelukan tubuh Raihan. Matanya langsung melotot, mencari keberadaan Alif. "Kenapa aku bisa berada didalam pelukan duda ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa?" keluh Rena dalam hati.Rena mencoba melepaskan pelukan Raihan di tubuhnya, namun tidak bisa terlepas. Dengan keberanian yang dia kumpulkan, akhirnya dia berusaha membangunkan Raihan."Tuan, Tuan duda..." ucapnya sambil menggoncang tubuh Raihan."HM..." Hanya suara itu yang terdengar dari bibir Raihan. Rena benar-benar kehabisan akal, ternyata pria di hadapannya ini sulit dibangunkan."Tuan, Tuan duda!" ucap Rena semakin keras."Apa?" ucapnya tanpa membuka matanya."Lepaskan pelukan tubuhmu, aku merasa sesak sekali!" ucap Rena berusaha melepaskan diri."Pelukan? Aku masih mau memelukmu lebih lama. Tenanglah sedikit!" ucap Raihan pelan, masih enggan membuka matanya.Dengan kesal Rena meronta-ronta dari pelukan Raihan. Rena terus mengoceh kesal dengan duda di hadap
Rena mengambil nampan sarapan yang dia siapkan untuk Raihan. Dia menyimpan nampan itu di dapur dengan wajah sedih. Tiba-tiba seorang pelayan wanita menatap ke arahnya sambil tersenyum."Kenapa dibawa kembali makanannya? Apa Tuan Raihan menolak makanan ini?" tanyanya.Rena tak menjawab, hanya mengangguk berlahan. Dia masih mematung, hingga Raihan datang ke dapur dan mengambil air dari lemari es.Saat itu Rena menatap setiap pergerakan yang dilakukan Raihan. Tapi kali ini berbeda, tidak ada lagi pria menyebalkan yang mengganggunya. Tidak ada Raihan yang memberikan perhatian dan cinta gilanya terhadap Rena.Raihan menoleh, namun eskpresi wajahnya datar. Tanpa berkata apa-apa pria itu keluar dari dapur dan mengacuhkan Rena. Saat itu ada hati Rena yang tak rela diabaikan oleh Raihan. Sikap angkuh Raihan membuat dia kehilangan pria yang selama ini mencintainya dengan tulus."Kenapa? Ada apa dengan kamu, dan Tuan? Kamu menolak cintanya ya? Wah, kamu cari masalah! Kamu harusnya bahagia, Tuan
Raihan tersenyum ke arah Rena, mengecup kening istrinya penuh cinta. Terlihat begitu takut jika kehamilan akan menyiksa sang istri."Jika kamu belum siap, aku bisa menunggu!" ucap Raihan pelan."Kenapa? Tadi kamu yang paling antusias? Sekarang tiba-tiba kamu berubah jadi khawatir seperti itu. Apa yang kamu pikirkan? Tidak mau aku mengandung anakmu? Apa aku tidak layak?" ucap Rena kesal."Hei, tajam sekali mulutmu ini! Aku melakukan itu karena mengkhawatirkan keadaanmu. Aku baru menyadari jika proses memiliki anak butuh perjuangan saat melahirkan. Aku tidak tega jika kamu harus merasakan sakit itu!" "Bodoh sekali! Aku ini wanita. Aku mau punya anak dari rahimku sendiri. Percayalah, aku pasti kuat!" ucap Rena memeluk tubuh Raihan."Benarkah? Kamu sudah siap untuk hal itu?" "Tenang saja, aku sudah siap!" ucap Rena sambil tersenyum.Beberapa hari kemudian, Rena kembali bekerja di kantor Raihan. Dia terlihat serius mengerjakan tugas dari manager Ana tentang desain kantor Amazong. Anggist
Rena meminta banyak hal malam ini, dan mendapatkan semuanya dari kerja keras suaminya. Entah kenapa Rena merasa bangga, menikmati hidup ala kadarnya seperti ini. Yang terpenting di saat hidup tak menjadi seorang sultan, Rena merasa jauh dicintai dan merasa percaya diri mendampingi Raihan. Satu-satunya ketakutan Rena selama ini adalah status Raihan sebagai orang terkaya yang mencolok."Kelihatannya kamu sangat menikmati makan ini ya? Apa kamu suka melihat suamimu jadi pedagang rendahan?" ucap Raihan kesal."Hahaha... Bukan begitu, tapi aku lebih tenang saat kamu bukan siapa-siapa. Terakhir kali, aku dan Amor berdebat karena dirimu. Hari ini, aku dan Sinta juga berdebat karenamu. Sejujurnya aku tidak suka dengan statusmu sebagai sultan. Tidak bisakah kita hidup sebagai rakyat biasa saja?" ucap Rena menyandarkan kepalanya di bahu Raihan."Kamu istriku yang konyol! Saat banyak wanita mendekatiku karena uang, kamu justru malah ingin aku meninggalkan semuanya. Tapi itulah yang membuat aku
Raihan mengunci pintu kamar hotel dengan senyum menggoda. Terlihat jelas keromantisan yang akan terjadi pada Rena dan Raihan saat itu. Hanya dengan sedikit sentuhan, Raihan mampu membuat Rena tak berdaya melawannya.Tubuh mungil Rena membuat Raihan beberapa kali menelan ludahnya. Merasakan nafsunya memuncak hingga ke ubun-ubun. Dalam sekejap, pakaian yang dikenakan Rena lepas dari tubuhnya. Raihan tersenyum menyeringai, menatap tubuh polos itu membuat dia langsung menyerang Rena tanpa aba-aba. Rena hanya mengerang, sesekali tangannya mencengkram kuat punggung Raihan yang berada di atas tubuhnya.Tak lama setelah selesai melakukan aktivitas kegemaran Raihan, Rena terlelap tidur. Raihan dengan bangga memeluk istrinya dan mengusap lembut pucuk kepala Rena. Terlihat wajah bahagia terpancar dari bibir Raihan."Jika kamu benar-benar berhasil mengandung anakku, aku akan semakin menyayangimu. Hal yang paling indah yang kumiliki, adalah menjadikan kamu pasangan hidupku dan ibu untuk putraku, A
Rena kembali masuk ke dalam kamar hotel itu, menahan kesal menghadapi tingkah sekertaris suaminya. Secara terang-terangan dia ingin menjebak Raihan, tentu saja Rena merasa sangat kesal.Raihan tersenyum menatap ke arah Rena, dari atas tempat tidur. Dia masih terlihat lemah setelah menghabiskan waktu untuk bertarung dengan Rena. "Kenapa sayangku? Kenapa dengan ekspresi wajahmu yang menggemaskan itu? Apa kamu sedang marah?" tanya Raihan."Tentu saja aku marah. Sekertarismu bermasalah, sejak datang menemuiku dia terus mengancamku. Cih, dia pikir dia bisa mengancamku? Aku istrimu, aku lebih berhak atas kamu daripada wanita itu'kan?" ucap Rena kesal."Iya sayang, kamu lebih berhak atas aku dibanding siapapun! Jika kamu cemburu seperti ini, aku merasa sangat bahagia. Ayo kita buat adik untuk Alif!" bisik Raihan sambil mengedipkan sebelah matanya."Huh, apa-apaan! Ingin punya anak? Bisakah kamu jaga dirimu dulu agar tidak digoda wanita lain? Bagaimana jika saat aku sedang hamil, kamu digoda
Rena menoleh ke arah sekertaris Raihan yang berada di belakangnya. Merasa bisa menggagalkan rencana sekertaris itu untuk menjebak suaminya. Terlihat Sinta mengerutkan keningnya, menatap kesal ke arah Rena yang berada di dalam pelukan Raihan saat itu. "Kurang ajar! Kenapa wanita bodoh itu harus ikut ke luar kota segala? Jika ini terjadi, maka dia akan mengganggu rencanaku untuk mendapatkan hati Tuan Raihan!" gumam Sinta sambil meremas kesal tangannya sendiri.Rena dan Raihan duduk di kursi belakang mobil, sementara Sinta duduk di depan, disebelah supir pribadi Raihan. Sesekali mata sekertaris itu menatap ke arah Rena dan Raihan melalui kaca spion mobil. Rena yang sadar gerak-geriknya sedang diperhatikan, dengan sengaja memeluk mesra suaminya. Dia bisa melihat sekertaris itu terlihat kesal, ajang untuk memanas-manasi hati Sinta berjalan dengan sukses."Sayang, kenapa tiba-tiba kamu manja seperti ini? Apa yang terjadi padamu?" tanya Raihan seolah tahu ada hal yang tak biasa terjadi pad
Rena terkejut, dia dengan wajah bahagia menerima rangkaian bunga yang diberikan Raihan. Saat Raihan memberikan kotak perhiasan, Rena membuka kotak itu dengan gugup. Ternyata sebuah kalung canting dengan batu permata merah diberikan Raihan untuk Rena. Rena mengembangkan senyumnya, memeluk mesra suami yang ada di hadapannya."Terima kasih sayang," ucap Rena masih menenggelamkan wajahnya di tubuh Raihan."Apa kamu suka?" "Sangat suka, terima kasih!" ucap Rena mempererat pelukannya.Wanita-wanita sosialita yang ada diacara itu, menatap iri pada Rena. Tidak ada yang mengira jika Tuan Raihan yang dikenal arogan, cuek, dan pekerja keras itu, mampu memberikan kejutan manis untuk istrinya. Bisik-bisik itu membuat Rena enggan melepaskan pelukannya di tubuh sang suami."Sayang, lepaskan pelukanmu dulu! Aku mau pakaikan kalung ini untukmu," ucap Raihan sambil mengambil kalung dan memasangkan kalung itu di leher Rena.Semua orang bersorak-sorai menatap ke arah Rena dan Raihan. Senyum terukir inda
Septina dan Erlina menatap ke arah Rena dengan senyum bersinar di wajah mereka. Seolah tidak percaya jika sahabat mereka tidak bohong tentang status pernikahannya dengan CEO pemilik perusahaan. "Rena, aku tidak mengira jika kamu benar-benar istri rahasia Tuan Raihan. Kenapa kamu menyembunyikan statusmu sebagai istri Tuan Raihan?" ucap Erlina sambil tersenyum. "Aku sudah bilang waktu itu, tapi kalian tidak percaya. Aku mau bilang apa, jika kalian tidak percaya padaku!" ucap Rena mulai memetik dokumen di tangannya. "Maafkan kami karena kami sempat tidak percaya dengan ucapanmu. Wajarlah kami meragukanmu, kamu bahkan tidak terlihat seperti seorang nyona besar. Kamu bahkan masih masih menjadi desainer rendahan setelah hubunganmu dan Tuan Raihan terkuak di media sosial. Apa yang kamu pikirkan?" ucap Septina bingung. "Memangnya hal mengasyikkan apa yang bisa dilakukan sebagai istri CEO kaya?" tanya Rena. "Apa kamu bertanya hal seperti ini pada kami? Tentu saja kami akan menghabiskan u
Setelah selesai melakukan hubungan percintaannya bersama Rena, Raihan terkapar lemas di samping Rena berbaring. Dia mengecupi setiap bagian wajah istrinya penuh kasih sayang. Rena menundukkan kepalanya, walaupun sudah sering melakukan hal itu bersama suaminya, namun dia masih tidak bisa menyembunyikan rasa malunya."Kenapa sayang? Setelah kamu menggodaku, dan membuatku sepuas ini, wajahmu terlihat tidak bahagia? Apa kamu masih marah padaku?" bisik Raihan."Tidak. Tidak ada yang harus membuatku marah! Kamu suamiku, kamu berhak melakukan apapun padaku termasuk memberitahukan hubungan kita pada dunia. Aku yang minta maaf, selama ini aku bersikeras menyembunyikan hubungan kita. Maafkan aku!" bisik Rena merasa bersalah."Tidak apa-apa. Mulai sekarang, kamu tidak perlu berpura-pura tidak mengenalku. Aku adalah suamimu dan kamu adalah istriku. Kedepannya aku ingin kita tetap bersama-sama, dengan begitu tidak akan ada orang yang bisa mengganggu dan menghancurkan hubungan kita," ucap Raihan me
Mendengar penuturan Raihan, Rena hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia tidak mampu menatap ke arah Amor ataupun Galih. Namun Raihan tak gentar, membongkar semua rahasia tentang pernikahannya dengan Rena."Apa? Jadi wanita ini istrimu? Desainer rendahan? Apakah tidak ada wanita lain yang lebih baik dari dia? Kamu menolak cintaku hanya untuk wanita seperti ini?" teriak Amor tidak percaya."Rena adalah wanita yang aku cintai. Aku harap kedepannya jika kamu masih ingin tetap kuanggap teman, tolong bicara yang sopan pada istriku. Siapapun orang yang menyakiti istriku, aku akan membalasnya dengan harga yang setimpal!" ancam Raihan kesal."Lalu, bagaimana dengan proyekku? Aku butuh desainnya segera!" sambung Galih dengan senyum sinisnya."Aku akan menyuruh seseorang untuk menggantikan istriku. Aku tidak akan membiarkan istriku berhubungan dengan pria manapun, apalagi denganmu! Ayo kita pulang!" ucap Raihan menarik lembut tangan Rena masuk ke dalam mobil."Raihan, tidak bisa begini padaku! Ma