Rena menatap ke arah Raihan dengan wajah memohon, agar Raihan menarik kembali ucapannya. Jelas Rena tidak berani diturunkan di tempat sepi seperti itu. Terlebih karena Rena memiliki phobia terhadap kegelapan.
"Kenapa diam? Turun dari mobilku!" ucap Raihan dengan suara pelan namun cukup membuat Rena gemetar.
Raihan keluar dari mobilnya lalu menurunkan Rena secara paksa.
"Apa harus sekasar ini?" ucap Rena dengan wajah kesal.
"Lalu harus bagaimana? Bukankah kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku? Pulang sana sendiri, lakukan hal sesuka hatimu!" ucap Raihan sambil masuk kembali ke dalam mobilnya.
Mobil Raihan benar-benar melaju kencang meninggalkan Rena sendiri. Dengan kaki yang masih sakit, Rena berjalan pelan melewati jalan raya yang sepi.
"Bagaimana ini? Dia benar-benar meninggalkanku sendiri di sini? Ya Tuhan, aku takut! Didepan jalan raya itu sepertinya gelap sekali. Lampu jalannya sepertinya mati. Aku tidak berani ke sana!" ucap Rena sambil duduk di sebuah kursi jalanan.
Rena mengambil ponsel di sakunya, dia berharap adiknya Hana bisa menjemputnya di tempat itu. Namun wajah Rena seketika kecewa, menatap baterai ponselnya lowbet.
"Ya ampun, kamu mati di saat seperti ini?" gerutu Rena kesal menatap layar ponselnya yang mati.
Dengan sangat terpaksa Rena berjalan pelan menyusuri jalan raya itu. Di malam yang gelap dengan cahaya seadanya, serta hembusan angin yang berhembus kencang, melengkapi penderita yang dialami Rena.
"Huh, jika dia hanya berniat meninggalkan aku di tempat seperti ini, untuk apa dia mengajakku pulang bersamanya?" ucap Rena sambil berjalan pelan.
Kakinya yang sakit, semakin terasa ngilu saat Rena memaksakan untuk terus berjalan. Hingga tiba-tiba tangannya ditarik seseorang dari belakang. Rena menoleh, mendapati dua laki-laki tersenyum menyeringai menatap ke arahnya.
"Lepaskan aku! Siapa kalian!" teriak Rena dengan wajah ketakutan.
"Kamu sendirian? Mau kami temani?" tawa seorang pria dengan mata melotot menatap penuh nafsu ke arah Rena.
Rena yang sadar jika dia berada dalam situasi buruk, segera memutar otak untuk bisa melepaskan diri dari dua pria itu. Rena menatap ke arah kakinya yang sakit, sepertinya tidak mungkin jika dia berlari dengan kondisi kakinya saat ini.
"Cantik, kenapa diam? Apa kau kedinginan? Sini, biar aku memelukmu!" tawa seorang pria lagi.
"Lepaskan aku! Jangan ganggu aku, atau aku akan teriak!" ucap Rena penuh ancaman.
"Kami tidak takut! Berteriak saja sesuka hatimu. Malam ini, kau akan jadi milik kami berdua!" tawa salah satu dari mereka.
"Tolong... Tolong... Tolong..." Rena berteriak keras.
"Percuma sayang! Tidak akan ada yang dengar teriakanmu!" tawa mereka sambil bersiap menyerang Rena.
Dengan kekuatan yang tersisa, Rena mendorong dua laki-laki itu. Dia berlari sebisa mungkin untuk menghindari dua pria gila yang sedang mengejarnya. Kaki yang sakit itu benar-benar semakin terasa sakit karena Rena memaksakan diri untuk berjalan. Alhasil, Rena mengeluarkan air mata menahan rasa sakit di kakinya itu.
Dari kejauhan, Rena menatap seseorang yang menghampirinya. Jelas Rena tahu, jika laki-laki itu adalah Raihan. Rena berjalan sambil meringis, terlihat Raihan berlari ke arah Rena.
"Tolong aku..." ucap Rena.
Mendengar jeritan dari bibir Rena, Raihan langsung memeluk tubuh Rena. Memastikan jika wanita itu tenang kembali.
"Ada apa?" tanya Raihan sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Rena. Ada wajah ketakutan terpancar di wajah Rena. Dia lalu menunjuk ke arah dua laki-laki yang mengejarnya.
"Tolong aku, aku takut!" ucap Rena sambil bersembunyi di belakang tubuh Raihan.
Ada seutas senyum terpancar dari wajah Raihan, melihat Rena ketakutan dan memeluk tubuhnya erat. Rasanya dia tidak ingin segera mengakhiri semuanya. Raihan masih ingin lebih lama berada dalam pelukan wanita itu.
"Kembalikan gadis itu pada kami!" teriak salah satu penjahat yang mengejar Rena.
"Mengembalikan gadis ini? Heh, jangan mimpi!" teriak Raihan sambil tersenyum sinis.
"Jika kamu bersikeras melindungi gadis itu, maka jangan salahkan kami jika kami menghabisi nyawamu!" teriak penjahat itu.
Rena masih memegang erat baju kemeja Raihan, wajahnya masih terlihat panik. Raihan memegang wajah Rena dengan kedua tangannya, dia menatap kearah Rena dengan senyum dibibirnya.
"Jangan takut! Ada aku disini!" ucap Raihan yang tiba-tiba saja mengecup singkat bibir Rena.
Jelas perbuatan Raihan itu membuat wajah Rena mendadak bersemu merah. Rena bahkan tidak berani menatap kearah wajah Raihan. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan kecupan tak terduga di saat seperti ini.
"Hei, berikan gadis itu! Atau pisau ini akan melukai wajahmu!" teriak penjahat itu.
Raihan melepaskan tangannya dari wajah Rena. Dia menoleh ke arah para penjahat itu dengan senyum meremehkan.
Tentu bukan hal yang sulit untuk Raihan mengalahkan para penjahat amatir itu. Pasalnya, Raihan adalah seorang petarung yang hebat. Dia bahkan dijuluki sebagai pria si otot besi karena tidak pernah kalah dalam pertarungan gulat.
Namun pria tampan itu punya rencana jitu untuk bisa mengikat Rena agar Rena bisa terus bersamanya. Jika dia menang dalam keadaan sehat, tentu yang dia dapat hanya ucapan terima kasih. Berbeda jika dia menang dengan sedikit luka di tubuhnya, otomatis dia bisa minta pertanggung jawaban Rena untuk merawatnya sampai luka itu sembuh.
BRAKK... BRUKK..
Baku hantam itu benar-benar terjadi, beberapa kali Raihan membiarkan si penjahat melukai wajahnya dengan sengaja. Hingga pada akhirnya Raihan mengeluarkan semua kemampuan gulat yang dia miliki. Kedua penjahat itu jatuh tersungkur tak berdaya.
Dengan senyum bangga, Raihan mendekat ke arah Rena. Raihan langsung memeluk tubuh gadis itu yang masih tampak shock.
"Mereka sudah aku kalahkan!" ucap Raihan.
Rena menatap tajam ke arah wajah Raihan, menatap beberapa luka yang ada di wajah pria itu.
"Tapi kamu terluka! Bibirmu berdarah, bagaimana ini? Maafkan aku, ini semua salahku!" ucap Rena sambil menundukkan kepalanya.
"Yang terpenting kamu tidak terluka! Ini hanya luka kecil, aku tidak apa-apa!" ucap Raihan sambil tersenyum.
"Tapi lukamu cukup parah!"
"Jika kamu mau, kamu bisa mengobati lukaku nanti! Sekarang, ayo kita pulang!" ucap Raihan sambil menuntun Rena berjalan ke arah mobilnya yang terparkir cukup jauh.
"Apa aku tidak bisa menunggumu disini saja?" tanya Rena.
"Menunggu di sini? Memangnya kenapa? Apa kakimu masih sakit?"
"Bukan itu! Tapi aku takut! Di depan jalan raya itu, lampu jalannya mati. Tuan, aku punya phobia gelap. Aku benar-benar takut, Tuan!"
"Tidak. Aku tidak mau membuang waktu memutar balik mobilku hanya untuk menjemputmu! Enak saja, memangnya aku tidak punya kerjaan lain?" ucap Raihan membuat Rena tertunduk lemas.
"Tapi aku takut, Tuan!"
"Tenang Rena, aku ada bersamamu! Apa yang kamu takutkan? Peluk saja aku jika kau merasa takut. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu sendirian!" ucap Raihan sambil tersenyum.
Rena memeluk tangan kiri Raihan, Raihan tersenyum bahagia menerima sikap manis Rena.
"Peluk yang benar! Biar aku ajari kau cara memeluk yang benar," ucap Raihan sambil menarik kedua tangan Rena lalu melingkarkan tangan itu ditubuhnya.
Mata Rena melotot, namun Rena tidak berani melepaskan pelukannya. Dia takut jika nanti Raihan marah dan meninggalkannya sendirian ditempat menyeramkan itu.
Pelan-pelan mereka melewati jalan raya yang gelap itu. Rena semakin mempererat pelukannya, matanya terpejam, dengan keringat dingin membasahi wajahnya.
Rena masih memeluk erat tubuh Raihan, matanya terpejam dengan keringat yang bercucuran. Raihan menoleh ke arah wajah Rena yang ketakutan, sementara tangan kanannya memegang tangan Rena yang memeluk tubuhnya."Kita sudah sampai di depan mobilku! Apa kamu akan terus memelukku seperti ini?" tawa Raihan.Rena membuka matanya, menatap kearah wajah Raihan yang terlihat tersenyum ke arahnya. Jelas Rena segera melepaskan pelukannya di tubuh Raihan."Maaf!" ucap Rena menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya yang merah, menahan malu."Sudahlah! Ayo masuk!" ucap Raihan sambil membukakan pintu mobilnya.Rena masuk ke dalam mobil itu, begitupun dengan Raihan. Mobil itu melaju melewati keheningan malam. Jam baru menunjukkan pukul 10 malam namun suasana jalanan nampak hening dan sepi.Rena diam-diam menatap ke arah Raihan yang sedang fokus mengemudi. Tentu saja Raihan cepat tanggap, dia tahu jika wanita yang berada di sebelahnya tengah memperhatikannya."Sudah ku bilang, jangan remehkan statusk
Rena menatap kesal pada laki-laki yang berada di hadapannya itu. Tangannya sudah bersiap untuk memberikan pelajaran pada duda tampan yang tersenyum menatapnya saat itu. "Apa yang akan kamu lakukan dengan tanganmu itu? Kamu mau bersiap memukulku ya?" tawa Raihan."Jelas, aku akan memukulmu! Hitung berapa kali kamu mencuri ciuman di bibirku. Sebanyak itu aku akan memukulmu!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan justru tertawa mendengar kata-kata Rena, dia bahkan semakin berani mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena."Mau apa?" tanya Rena dengan mata melotot menatap ke arah Raihan yang berada beberapa inci dari wajahnya."Aku ingin menciummu lebih banyak, aku rela dipukul seribu kali olehmu asal aku mendapatkan kecupan mesra setiap harinya!" bisik Raihan."Huh, dasar laki-laki mesum!" ucap Rena sambil memukul bahu Raihan.Rena berjalan keluar dari kamar, namun Raihan tidak semudah itu melepaskannya. Raihan terus membututi Rena sampai di ruang tamu rumahnya."Mau apalagi? Sudah cukup, p
Mobil Raihan berhenti di depan sekolah Alif. Dengan wajah gembira, Alif membukakan pintu mobil untuk Rena. Dia tersenyum sambil menarik lembut tangan Rena. Tentu Rena benar-benar tidak bisa menolak keinginan Alif."Ayo Mama! Aku ingin segera mengenalkanmu pada kawan-kawanku," ucap Alif sambil tersenyum."Alif, kamu bisa ajak kawan-kawanmu kemari untuk menemui mamamu ya!" ucap Raihan sambil tersenyum ke arah anak laki-lakinya itu.Alif yang masih polos, melakukan hal yang diminta ayahnya. Dia berlari ke dalam gerbang sekolah untuk memanggil kawan-kawannya.Rena masih diam di dalam mobil, wajahnya terlihat kesal menatap ke arah Raihan."Kenapa dengan wajahmu? Apa kamu tidak suka jika Alif memperkenalkan dirimu sebagai calon mamanya?" tanya Raihan sambil tersenyum."Jika tahu jawabannya, untuk apa bertanya!" ucap Rena kesal."Kenapa kamu marah? Harusnya kamu senang, karena anakku mendukung hubungan kita!" tawa Raihan."Hubungan apa? Ayah dan anak sama-sama membuatku gila!" ucap Rena kesa
Raihan berdiri mendekat ke arah Rena, dia membisikkan sesuatu yang membuat mata Rena melotot."Aku akan pergi kali ini! Tapi kamu yang akan datang menemuiku nanti. Lihat saja!" bisik Raihan."Tidak mungkin! Cepat pergi, itu akan lebih baik untukku!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan tertawa menatap wajah Rena, dia menghampiri ayah Rena lalu berpamitan pulang. Rena pura-pura acuh, namun tetap mengikuti langkah kaki Raihan sampai dia masuk ke dalam mobilnya.Raihan menatap ke arah Rena sambil tersenyum, dia melambaikan tangannya dengan mengedipkan sebelah matanya, Rena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Entah kenapa terukir senyum di wajah Rena. Apa Rena sudah mulai jatuh hati pada sang duda?Rena berjalan pelan ke arah jalan raya untuk mencari angkutan umum. Seketika matanya melotot menatap seorang laki-laki turun dari mobil mewah."Hai, kamu sedang apa? Mau ku antar? Apa kamu butuh tumpangan?" tanya laki-laki itu.Rena menatap dengan seksama, siapa laki-laki tampan yang seda
Raihan tersenyum lalu menggendong anak laki-laki kesayangannya itu. Sementara wajah Alif, masih menatap penuh tanya pada ayahnya."Apa yang sedang Ayah lakukan bersama Mama? Kenapa kamu memeluknya seperti itu? Apa kamu takut jika Mama akan pergi seperti ibuku?" tanya si kecil Alif.Raihan diam, dia cukup terkejut mendengar ucapan dari bibir Alif. Mengenang masa lalunya adalah hal paling menyakitkan untuk Raihan. Wanita bernama Dita itu, bukan hanya telah menghancurkan hatinya tapi juga menyiksa hidup Alif.Sejak Alif dilahirkan, Dita dengan tega pergi tanpa pamit meninggalkan Raihan dan Alif yang kala itu masih bayi. Tak ada kabar berita selama kepergiannya. Hanya tersebar kabar jika Dita telah menikah lagi dengan seorang pengusaha sukses dan pindah ke luar negeri.Hal itu benar-benar membuat Raihan terpukul, bahkan hancur, sehancur-hancurnya. Namun berlahan dia sadar, air matanya terlalu berharga untuk menangisi wanita seperti Dita. Dia lebih memikirkan kebahagiaan anaknya dan mengeja
Rena mencuci mukanya di wastafel sambil menahan rasa malu, sementara si kecil Alif tertawa menatap ke arahnya. Rena mengambil handuk kecil yang ada di laci khusus handuk bersih. Dia mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu."Mama, apa kuenya masih lama matangnya?" tanya Alif seraya turun dari kursinya."Masih lama! Bermain saja dulu! Jika sudah matang, aku akan memanggilmu," ucap Rena sambil tersenyum.Alif menurut, dia kembali bermain dengan wajah gembira. Sementara Rena masih berkutat membuat puding untuk Alif."Ayahnya memang duda yang menyebalkan! Tapi anaknya, aku suka! Dia anak baik dan penurut. Terlebih, aku iba mendengar dia yang merindukan sosok ibu dalam hidupnya. Aku sengaja membuat banyak makanan untuknya, agar dia bisa menghabiskan semuanya. Huh, anak yang manis! Tidak seperti ayahnya, duda sombong!" ucap Rena sambil menuangkan puding itu pada wadah.Setelah berkutat beberapa jam, Rena akhirnya selesai dengan semua pekerjaannya. Dia menghidangkan makanan itu di meja
Rena masih menatap tajam ke arah wajah Raihan yang memeluknya. Dengan geram Rena mengiyakan keinginan Raihan saat itu."Baiklah, Tuan! Kamu menang, kamu bisa menganggap kita sekarang adalah pasangan kekasih. Apa kamu puas? Lepaskan aku!" ucap Rena kesal.Raihan tersenyum sambil melepaskan pelukannya di tubuh Rena. Kini Raihan menggenggam tangan Rena menuju tempat Alif dan ibunya duduk."Ibu lihat, ada yang mukanya bersinar terang? Ada apa? Apa kalian pacaran?" tawa ibu Raihan."Mama dan Ayah genit! Kalian berpelukan di depanku dan Oma tanpa malu!" tawa Alif.Rena menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya Rena malu sekali mendengar kata-kata yang diucapkan Alif padanya. Ingin sembunyi, namun tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya dimana.Alif masih tersenyum ke arah Rena dan ayahnya sambil memasukkan kue bolu ke dalam mulutnya."Jangan begini! Kamu tidak lihat, anakmu menertawakan kita!" ucap Rena menepis tangan Raihan yang memegangi tangannya."Biarkan saja! Aku ingin seluruh dun
Rena menatap tajam wajah Raihan yang masih menatapnya. Tiba-tiba Rena menginjak kaki majikannya itu."Aww... Kau ini apa-apaan?" teriak Raihan sambil mengusap kakinya yang diinjak Rena."Hukuman untuk duda nakal sepertimu!" ucap Rena sambil mencuci mukanya lagi. Rena mengambil handuk kecil lalu mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu. Raihan masih menggerutu sambil menatap wajah Rena."Benar-benar wanita tangguh! Saking tangguhnya, aku bahkan tidak bisa menaklukkan hatinya. Bagaimana cara agar aku bisa mendapatkan hatinya?" gumam Raihan putus asa.Rena melepas kunciran rambutnya, membiarkan rambutnya terurai. Rena mengganti bajunya dengan baju yang dia bawa di tasnya."Ternyata kamu mau tampil cantik ya, saat jalan-jalan bersamaku?" tawa Raihan menatap Rena yang baru keluar dari kamar mandi."Huh, ternyata selain kamu duda sombong, kamu juga duda tidak tahu malu! Siapa yang bilang aku berdandan untukmu? Lihat jam berapa sekarang? Ini sudah jam dua siang. Waktu kerjaku dua jam
Dengan wajah kesal wanita itu menggerutu, saat security membawanya keluar dari rumah Raihan. Dita tidak habis pikir, jika kali ini rencananya gagal untuk menggoda Raihan. Tujuan utama Dita mendekati Raihan adalah untuk mengambil alih semua harta milik Raihan. Dita tidak pernah tulus mendekati Raihan, dia hanya ingin memanfaatkan Alif sebagai jembatan merebut harta milik mantan suaminya itu. Saat security datang untuk mengusir Dita, tiba-tiba Alif datang dan menatap ibunya yang tengah menangis. Dita mendekat ke arah Alif, berharap anaknya bisa memaafkan dia. Tentu tujuannya adalah menjadikan Alif sebagai batu loncatan mendapatkan kekuasaan Raihan.Namun di luar dugaan, Alif bukannya merasa iba malah dia terlihat menikmati hal yang dialami ibunya. Perasaan seorang anak kecil saat melihat ibu kandungnya, tentu akan merasa senang. Tapi ibu kandung Alif ini berbeda, dia tidak mengharapkan Alif dari awal melahirkannya dan Alif tahu itu. Justru Alif menganggap, jika semua hal buruk yang dia
Keesokan harinya, Raihan membuka mata menatap sang istri masih terlelap di dalam tidur. Raihan memainkan jemari tangannya di wajah Rena. Terlihat Rena beberapa kali merasa terganggu dengan hal yang dilakukan Raihan. Dia menggeliat, dan menepis tangan Raihan, tapi Rena masih menutup rapat matanya. "Jangan ganggu aku, aku masih ngantuk!" keluh Rena dengan mata yang enggan terbuka. Raihan tertawa mengecup setiap bagian inci wajah Rena dengan lebih menggoda. Rena dengan wajah kesal membuka matanya. Memandang ke arah suaminya yang terlihat senang menatap ekspresi kesal wajah Rena. "Kamu suka selalu menggangguku, apa tidak punya pekerjaan lain?" ucap Rena kesal. "Kamu lihat dirimu. Ini sudah siang, tapi kamu belum bangun juga. Aku sebagai seorang suami akan berangkat ke kantor, tapi istrinya justru belum bangun dari tempat tidur. Menurutmu apakah ini masuk akal?" ucap Raihan tersenyum senang. "Kenapa harus membangunkanku? Jika kamu butuh air hangat untuk mandi, kamu bisa sediakan sendi
Rena dipaksa oleh Raihan masuk ke dalam mobil. Dia tidak berani menolak saat suaminya mau ngajak dia ke sebuah hotel. Hotel mewah dengan gedung 30 lantai. Rena memandangi gedung mewah itu dengan mengikuti langkah suaminya. Sampai di depan kamar hotel, Rena masuk bersama Raihan. Tanpa ada aba-aba suaminya itu langsung menyerang Rena dengan penuh nafsu. Rena tahu betul, ini adalah salah satu cara Raihan untuk melakukan serangan balik dari istrinya. Hingga Rena hanya bisa menutup matanya melihat kebuasan suaminya.Raihan mendorong tubuh Rena hingga jatuh di atas tempat tidur. Dress berwarna putih yang Rena pakai tersibak hingga terlihat bagian bawah tubuh Rena. Dengan gerakan cepat Rena menarik dress itu agar menutupi celana dalamnya yang terlihat."Apa yang kamu lihat? Matamu langsung melotot seperti itu, melihat hal seperti ini!" oceh Rena kesal."Kenapa ditutup, nanti juga pasti akan kubuka lagi! Jangan bilang, jika kamu masih malu padaku setelah menikah hampir satu bulan? Apa yang m
Air mata Rena membasahi jas yang dikenakan Raihan. Terlihat kesedihan yang mendalam dari tatapan mata Rena pada Raihan. Isak tangis masih terdengar, membuat Raihan merasa bersalah mengucapkan kata-kata kasar pada istrinya itu. "Maafkan aku! Tidak seharusnya aku meneriakimu seperti tadi. Aku khilaf, maafkan aku!" ucap Raihan mengusap lembut wajah Rena."Kamu jahat! Kamu bisa mengencani banyak wanita tapi kenapa aku tidak? Kamu bisa menempel pada banyak wanita, kenapa aku tidak? Kamu terus mengaturku ini dan itu, tapi pernahkah kamu bercermin untuk menghargaiku sedikit saja? Oh tidak, pria kaya raya sepertimu tidak akan menghargai orang lain. Kamu bisa melakukan apapun, karena kamu punya segalanya dan mampu membeli harga diri orang lain, termasuk harga diri istrimu sendiri!" teriak Rena kesal.Raihan tak bicara, dia menatap istrinya lekat, Raihan merasa sangat bersalah karena membuat istrinya marah padanya saat itu. CUP ...Raihan mengecup bibir Rena, Raihan juga menghapus air mata ya
Rena tersenyum dan akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Raihan padanya. Kini Rena mulai belajar menjadi wakil CEO didampingi oleh sang suami. Rena terlihat bersungguh-sungguh dalam mempelajari setiap hal yang diperintahkan oleh Raihan dan tugasnya sebagai wakil CEO. Tapi saat Rena benar-benar sedang serius, Raihan justru malah menggoda istrinya. Dia terlihat senang memberikan banyak pekerjaan yang bukan pekerjaan Rena sebagai wakil CEO. Rena diminta untuk menulis nama panjang Raihan di kertas seratus lembar. Tak hanya itu Rena diminta untuk memajang foto Reyhan disebelah mejanya. Walaupun terlihat pekerjaannya cukup aneh, tapi Rena berusaha untuk tidak melawan. Dia mengerjakan setiap pekerjaan yang diperintahkan oleh Raihan tanpa perdebatan. Padahal Rena tahu betul jika sang suami saat ini tengah mengerjainya. "Sudah selesai belum, pekerjaan yang barusan aku berikan? Setelah selesai kamu bisa memulai tugas yang lain. Di sini ada beberapa tumpukan dokumen yang harus kamu periksa. H
Raihan tersenyum ke arah Rena, mengecup kening istrinya penuh cinta. Terlihat begitu takut jika kehamilan akan menyiksa sang istri."Jika kamu belum siap, aku bisa menunggu!" ucap Raihan pelan."Kenapa? Tadi kamu yang paling antusias? Sekarang tiba-tiba kamu berubah jadi khawatir seperti itu. Apa yang kamu pikirkan? Tidak mau aku mengandung anakmu? Apa aku tidak layak?" ucap Rena kesal."Hei, tajam sekali mulutmu ini! Aku melakukan itu karena mengkhawatirkan keadaanmu. Aku baru menyadari jika proses memiliki anak butuh perjuangan saat melahirkan. Aku tidak tega jika kamu harus merasakan sakit itu!" "Bodoh sekali! Aku ini wanita. Aku mau punya anak dari rahimku sendiri. Percayalah, aku pasti kuat!" ucap Rena memeluk tubuh Raihan."Benarkah? Kamu sudah siap untuk hal itu?" "Tenang saja, aku sudah siap!" ucap Rena sambil tersenyum.Beberapa hari kemudian, Rena kembali bekerja di kantor Raihan. Dia terlihat serius mengerjakan tugas dari manager Ana tentang desain kantor Amazong. Anggist
Rena meminta banyak hal malam ini, dan mendapatkan semuanya dari kerja keras suaminya. Entah kenapa Rena merasa bangga, menikmati hidup ala kadarnya seperti ini. Yang terpenting di saat hidup tak menjadi seorang sultan, Rena merasa jauh dicintai dan merasa percaya diri mendampingi Raihan. Satu-satunya ketakutan Rena selama ini adalah status Raihan sebagai orang terkaya yang mencolok."Kelihatannya kamu sangat menikmati makan ini ya? Apa kamu suka melihat suamimu jadi pedagang rendahan?" ucap Raihan kesal."Hahaha... Bukan begitu, tapi aku lebih tenang saat kamu bukan siapa-siapa. Terakhir kali, aku dan Amor berdebat karena dirimu. Hari ini, aku dan Sinta juga berdebat karenamu. Sejujurnya aku tidak suka dengan statusmu sebagai sultan. Tidak bisakah kita hidup sebagai rakyat biasa saja?" ucap Rena menyandarkan kepalanya di bahu Raihan."Kamu istriku yang konyol! Saat banyak wanita mendekatiku karena uang, kamu justru malah ingin aku meninggalkan semuanya. Tapi itulah yang membuat aku
Raihan mengunci pintu kamar hotel dengan senyum menggoda. Terlihat jelas keromantisan yang akan terjadi pada Rena dan Raihan saat itu. Hanya dengan sedikit sentuhan, Raihan mampu membuat Rena tak berdaya melawannya.Tubuh mungil Rena membuat Raihan beberapa kali menelan ludahnya. Merasakan nafsunya memuncak hingga ke ubun-ubun. Dalam sekejap, pakaian yang dikenakan Rena lepas dari tubuhnya. Raihan tersenyum menyeringai, menatap tubuh polos itu membuat dia langsung menyerang Rena tanpa aba-aba. Rena hanya mengerang, sesekali tangannya mencengkram kuat punggung Raihan yang berada di atas tubuhnya.Tak lama setelah selesai melakukan aktivitas kegemaran Raihan, Rena terlelap tidur. Raihan dengan bangga memeluk istrinya dan mengusap lembut pucuk kepala Rena. Terlihat wajah bahagia terpancar dari bibir Raihan."Jika kamu benar-benar berhasil mengandung anakku, aku akan semakin menyayangimu. Hal yang paling indah yang kumiliki, adalah menjadikan kamu pasangan hidupku dan ibu untuk putraku, A
Rena kembali masuk ke dalam kamar hotel itu, menahan kesal menghadapi tingkah sekertaris suaminya. Secara terang-terangan dia ingin menjebak Raihan, tentu saja Rena merasa sangat kesal.Raihan tersenyum menatap ke arah Rena, dari atas tempat tidur. Dia masih terlihat lemah setelah menghabiskan waktu untuk bertarung dengan Rena. "Kenapa sayangku? Kenapa dengan ekspresi wajahmu yang menggemaskan itu? Apa kamu sedang marah?" tanya Raihan."Tentu saja aku marah. Sekertarismu bermasalah, sejak datang menemuiku dia terus mengancamku. Cih, dia pikir dia bisa mengancamku? Aku istrimu, aku lebih berhak atas kamu daripada wanita itu'kan?" ucap Rena kesal."Iya sayang, kamu lebih berhak atas aku dibanding siapapun! Jika kamu cemburu seperti ini, aku merasa sangat bahagia. Ayo kita buat adik untuk Alif!" bisik Raihan sambil mengedipkan sebelah matanya."Huh, apa-apaan! Ingin punya anak? Bisakah kamu jaga dirimu dulu agar tidak digoda wanita lain? Bagaimana jika saat aku sedang hamil, kamu digoda