Seorang laki-laki tampan keluar dari rumah mewah menuju mobil hitam yang terparkir sempurna didepan rumahnya. Laki-laki itu menatap sekilas jam yang ada ditangannya untuk memastikan jika dia tidak akan telat sampai ke kantornya.
"Ayah..."
Suara anak laki-laki terdengar keras memanggil ayah padanya. Sontak dia menoleh dan memeluk tubuh anak laki-laki itu. Pria tampan berkulit putih, berhidung mancung dengan mata sipit itu, tersenyum menatap ke arah anak kecil yang berada dalam pelukannya.
"Ayah... Kamu mau pergi kemana?" tanya Alif sambil menatap ke arah ayahnya.
"Ayah mau pergi ke kantor, Nak! Kamu di rumah saja bersama Oma dan Opa ya?" ucap Raihan sambil memegang bahu anak laki-lakinya.
"Tidak mau. Aku mau ikut dengan Ayah!" ucap Alif dengan wajah kesal.
"Nak, dengarkan Ayah! Ayah pergi ke kantor untuk bekerja dan Ayah bekerja untuk membahagiakanmu. Jadi kamu harus mengerti ya!" ucap Raihan sambil mengecup kening anak laki-lakinya itu.
Raihan masuk ke dalam mobilnya lalu membuka kaca jendela mobil untuk melambaikan tangan ke arah Alif. Alif yang awalnya kesal karena tidak diajak, seketika melambaikan tangannya juga sambil tersenyum ke arah mobil ayahnya.
Setelah mobil Raihan masuk jalan raya, mobil itu melesat dengan kecepatan tinggi. Ternyata Raihan memburu waktu untuk bertemu dengan kliennya.
Wajah tampan itu terlihat panik sambil sesekali menatap jam yang ada ditangannya. Terlihat dia tidak fokus menyetir karena beberapa kali ponselnya berdering.
"Huh... Aku benar-benar terlambat menghadiri rapat ini!" ucap Raihan memukul kemudinya.
Karena terus memikirkan rapat bersama klien, hampir saja mobil itu menabrak seorang wanita yang sedang menyeberang jalan bersama seorang nenek tua.
"Huaaahhhhhhh..."
Wanita itu berteriak keras, sontak membuat Raihan menghentikan mobilnya dan menginjak rem karena kaget. Raihan segera keluar dari mobil itu mendekat ke arah wanita yang jatuh di depan mobilnya.
"AW... Sakit!" teriak wanita itu saat kakinya digerakkan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Raihan panik.
Wanita itu menoleh ke arah Raihan, wajah cantik yang seketika menghipnotis laki-laki di hadapannya itu.
"Aku tidak apa-apa! Tapi sepertinya kakiku terkilir," ucap wanita itu sambil memegangi kakinya yang sakit.
"Aduh... Bagaimana ya? Sebenarnya aku ingin sekali menolongmu, tapi saat ini aku sedang diburu waktu untuk menghadiri rapat penting! Begini saja, aku beri uang ini untuk kamu berobat! Satu lagi, namaku Raihan. Siapa namamu?" tanya Raihan sambil tersenyum dan menjulurkan tangannya.
"Aku Rena."
Wanita itu tersenyum seraya melepaskan tangannya yang pegang erat oleh Raihan. Raihan yang tersadar telah membuang banyak waktu untuk berkenalan dengan wanita itu, segera masuk ke dalam mobilnya.
"Rena, aku pergi! Maafkan aku, aku akan mencarimu untuk bertanggung jawab!" teriak Raihan sambil melajukan mobilnya meninggalkan wanita itu.
Mobil hitam milik Raihan, berhenti didepan perusahaan besar miliknya. Raihan keluar dari mobil itu lalu memberikan kunci mobil pada satpam untuk memindahkan mobilnya ke parkiran.
"Tolong, pindahkan mobilku!" ucap Raihan sambil berjalan masuk ke dalam kantor dengan beberapa dokumen di tangannya.
Setelah Raihan memasuki ruang rapat itu, semua beralih menatap ke arahnya. Rapat itu pun dimulai, terlihat Raihan begitu piawai menyampaikan materi rapat pagi itu.
Tepuk tangan diberikan para klien, saat Raihan selesai memberikan isi dari rapat yang dia sampaikan. Para klien itu berjabat tangan secara bergantian pada Raihan sambil tersenyum puas.
"Kamu benar-benar hebat! Aku menerima kerjasama yang kau tawarkan pada perusahaan milikku!" ucap Pak Bagas sambil tersenyum.
"Terimakasih, Bapak sudah mempercayakan perusahaan Bapak, dengan perusahaan milikku ini! Percayalah, jika perusahaanku akan memberikan keuntungan besar untuk perusahaan kalian," ucap Raihan sambil tersenyum.
"Baiklah. Kamu begitu, kami pamit!" ucap mereka bertiga serempak.
Tiga pengusaha itu keluar dari ruang rapat itu dengan wajah puas, sepertinya mereka begitu percaya Raihan bisa memberikan keuntungan yang besar untuk perusahaan mereka.
Raihan menghela nafas panjang, laki-laki itu kembali duduk di kursinya. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.
"Huh... Selesai sudah, rapat ini!" bisik Raihan sambil menyandarkan kepala di kursinya.
Terlihat Raihan memejamkan matanya, tentu bukan hal yang mudah mengurus perusahaan besar seorang diri. Ayah Raihan sudah memutuskan untuk pensiun dan membiarkan putranya itu mengurus perusahaan besar milik keluarganya sendian.
Sebenernya ayah Raihan yaitu Bahar Kardian, memiliki tiga putra. Yang pertama sudah menikah dan tinggal di luar negeri. Yang kedua fokus menjadi seorang pengacara, dan putra terakhir adalah dirinya.
Awalnya Raihan tidak tertarik dengan bisnis, berhubung ayahnya sudah tua dan sering sakit-sakitan, terpaksa dia mengalah untuk orang tuanya. Meninggalkan cita-citanya sebagai seorang pelukis.
"Ehem... Pak!"
Suara seseorang mengejutkan Raihan. Raihan mengusap wajahnya lalu menoleh ke arah wanita yang memanggilnya.
"Ada apa Sinta?" tanya Raihan dengan ekspresi wajah datar.
"Bapak lelah? Apa mau saya buatkan teh hangat? Atau kopi?" ucap wanita itu sambil tersenyum.
"Tidak. Kembali saja bekerja! Aku akan memanggilmu jika aku butuh sesuatu," ucap Raihan sambil mengambil dokumen yang ada di mejanya.
Wanita itu keluar ruangan Raihan dengan wajah masam. Jelas sekertaris Raihan yang bernama Sinta ini, mengharapkan cintanya disambut oleh Pak bos tampan itu. Namun sayangnya, duda tampan itu masih mempertahankan status dudanya sampai saat ini.
Sementara di dalam ruangan, Raihan membuka laci mejanya. Menatap tajam ke arah sebuah foto yang ada di sana.
"Dita... Kamu lihat sekarang? Aku sudah sukses! Aku sudah memiliki semua yang kamu inginkan. Bukankah ini yang dari dulu kamu mau dariku? Aku meninggalkan pekerjaanku sebagai seorang pelukis dan melanjutkan bisnis ayahku. Wanita... Wanita... Apa kalian semua sama saja? Harta, harta dan harta!" ucap Raihan sambil tersenyum penuh kekesalan.
"Wanita macam apa kamu, Dita? Kau meninggalkanku dan anak kita hanya untuk mencari kebahagiaanmu. Kebahagiaan apa?" ucap Raihan sambil meremas foto di tangannya lalu dibuang ke tempat sampah.
"Wanita sepertimu bahkan tidak pantas untuk diingat! Aku sudah bahagia membesar putraku selama 5 tahun ini. Alif tidak butuh ibu sepertimu! Pergilah dan tidak perlu kembali lagi!" ucap Raihan dengan raut wajah kesal.
Raihan menyandarkan kepalanya kembali ke kursinya, tiba-tiba saja Raihan teringat dengan wanita yang tadi pagi terluka karenanya.
"Rena. Kenapa tiba-tiba aku mengingat wanita itu?" ucap Raihan sambil tersenyum.
"Siapa gadis itu? Kenapa aku ingin sekali mengenalnya lebih jauh?" ucapnya seperti orang salah tingkah saat mengingat wajah gadis itu.
"Ada apa denganku? Gadis itu benar-benar cantik. Apa mungkin aku bisa bertemu lagi dengannya?" ucap Raihan sambil mengusap wajahnya menghilangkan tingkahnya yang aneh karena terus mengingat gadis itu.
Raihan memegang gagang telepon, lalu menelpon seseorang.
"Tolong cari tahu, wanita cantik bernama Rena. Dia sepertinya tinggal di dekat jalan Cempaka yang tak jauh dari kantorku. Cari tahu tentang dia, lalu berikan informasi segera!" ucap Raihan sambil mematikan sambungan teleponnya.
Siang itu terik matahari menyinari bumi, Rena yang baru pulang kuliah, berjalan dengan kaki terpincang-pincang. Wajahnya terlihat meringis, menahan nyeri yang ada di kakinya."Ya ampun, Nak! Kenapa dengan dirimu? Apa yang terjadi?" teriak ayah Rena penuh rasa khawatir."Tidak apa, ayah! Tadi saat menolong nenek tua menyebrang jalan, ada pengendara mobil ngebut. Aku sedikit terkejut dan jatuh, lalu kakiku terkilir!" ucap Rena menjelaskan."Kenapa tidak hati-hati? Bagaimana jika kamu sampai celaka? Bukankah itu berbahaya?" teriak ibu cemas."Memangnya aku yang salah? Laki-laki itu yang membawa mobil ngebut. Huh... Laki-laki menyebalkan!" ucap Rena kesal."Kau kenal dengannya?" tanya ayah."Siapa? Pengendara ugal-ugalan itu?""Iya. Kau mengenalnya?" tanya ayah penasaran."Tidak. Aku tidak mengenalnya! Tapi dia bilang namanya Raihan," ucap Rena sambil mengusap kakinya yang terkilir."Raihan? Apa jangan-jangan majikan ditempat ibu bekerja!" ucap ayah sambil menoleh ke arah istrinya."Mana
Raihan duduk mendekati Alif yang berada di meja makan. Biasanya di saat Raihan pulang, Alif langsung memeluknya dan bermanja-manja pada ayahnya itu. Namun kali ini berbeda, Alif terlihat fokus menghabiskan kue yang ada di meja makan."Alif, kamu sedang apa?" tanya Raihan sambil mengusap lembut wajah anak laki-lakinya itu."Aku sedang makan kue! Cobalah ayah, kue ini rasanya enak!" bujuk Alif."Tidak, Nak! Kamu kan tahu, jika ayah tidak suka makanan manis!""Tapi ini beda ayah! Kuenya dibuat dengan penuh cinta," tawa Alif masih asyik menyantap kue itu."Nak, kamu sudah pulang?" tanya Mayang sambil duduk di kursi sebelah anak laki-lakinya itu."Iya, Bu!" ucap Raihan singkat."Berarti kamu bisa mengantar Mila ke acara reuninya malam ini?" ucap ibu Mayang dengan senyum senang."Apa? Mila? Tidak, aku tidak mau! Ibu jangan mulai, aku tidak mau dijodohkan!" ucap Raihan sambil berjalan meninggalkan ibunya dan Alif di meja makan.Raihan masuk ke dalam kamar, rasanya mendengar kata-kata perjodo
Rena menatap ke arah Raihan dengan wajah memohon, agar Raihan menarik kembali ucapannya. Jelas Rena tidak berani diturunkan di tempat sepi seperti itu. Terlebih karena Rena memiliki phobia terhadap kegelapan."Kenapa diam? Turun dari mobilku!" ucap Raihan dengan suara pelan namun cukup membuat Rena gemetar.Raihan keluar dari mobilnya lalu menurunkan Rena secara paksa."Apa harus sekasar ini?" ucap Rena dengan wajah kesal."Lalu harus bagaimana? Bukankah kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku? Pulang sana sendiri, lakukan hal sesuka hatimu!" ucap Raihan sambil masuk kembali ke dalam mobilnya.Mobil Raihan benar-benar melaju kencang meninggalkan Rena sendiri. Dengan kaki yang masih sakit, Rena berjalan pelan melewati jalan raya yang sepi."Bagaimana ini? Dia benar-benar meninggalkanku sendiri di sini? Ya Tuhan, aku takut! Didepan jalan raya itu sepertinya gelap sekali. Lampu jalannya sepertinya mati. Aku tidak berani ke sana!" ucap Rena sambil duduk di sebuah kursi jalanan.Rena me
Rena masih memeluk erat tubuh Raihan, matanya terpejam dengan keringat yang bercucuran. Raihan menoleh ke arah wajah Rena yang ketakutan, sementara tangan kanannya memegang tangan Rena yang memeluk tubuhnya."Kita sudah sampai di depan mobilku! Apa kamu akan terus memelukku seperti ini?" tawa Raihan.Rena membuka matanya, menatap kearah wajah Raihan yang terlihat tersenyum ke arahnya. Jelas Rena segera melepaskan pelukannya di tubuh Raihan."Maaf!" ucap Rena menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya yang merah, menahan malu."Sudahlah! Ayo masuk!" ucap Raihan sambil membukakan pintu mobilnya.Rena masuk ke dalam mobil itu, begitupun dengan Raihan. Mobil itu melaju melewati keheningan malam. Jam baru menunjukkan pukul 10 malam namun suasana jalanan nampak hening dan sepi.Rena diam-diam menatap ke arah Raihan yang sedang fokus mengemudi. Tentu saja Raihan cepat tanggap, dia tahu jika wanita yang berada di sebelahnya tengah memperhatikannya."Sudah ku bilang, jangan remehkan statusk
Rena menatap kesal pada laki-laki yang berada di hadapannya itu. Tangannya sudah bersiap untuk memberikan pelajaran pada duda tampan yang tersenyum menatapnya saat itu. "Apa yang akan kamu lakukan dengan tanganmu itu? Kamu mau bersiap memukulku ya?" tawa Raihan."Jelas, aku akan memukulmu! Hitung berapa kali kamu mencuri ciuman di bibirku. Sebanyak itu aku akan memukulmu!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan justru tertawa mendengar kata-kata Rena, dia bahkan semakin berani mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena."Mau apa?" tanya Rena dengan mata melotot menatap ke arah Raihan yang berada beberapa inci dari wajahnya."Aku ingin menciummu lebih banyak, aku rela dipukul seribu kali olehmu asal aku mendapatkan kecupan mesra setiap harinya!" bisik Raihan."Huh, dasar laki-laki mesum!" ucap Rena sambil memukul bahu Raihan.Rena berjalan keluar dari kamar, namun Raihan tidak semudah itu melepaskannya. Raihan terus membututi Rena sampai di ruang tamu rumahnya."Mau apalagi? Sudah cukup, p
Mobil Raihan berhenti di depan sekolah Alif. Dengan wajah gembira, Alif membukakan pintu mobil untuk Rena. Dia tersenyum sambil menarik lembut tangan Rena. Tentu Rena benar-benar tidak bisa menolak keinginan Alif."Ayo Mama! Aku ingin segera mengenalkanmu pada kawan-kawanku," ucap Alif sambil tersenyum."Alif, kamu bisa ajak kawan-kawanmu kemari untuk menemui mamamu ya!" ucap Raihan sambil tersenyum ke arah anak laki-lakinya itu.Alif yang masih polos, melakukan hal yang diminta ayahnya. Dia berlari ke dalam gerbang sekolah untuk memanggil kawan-kawannya.Rena masih diam di dalam mobil, wajahnya terlihat kesal menatap ke arah Raihan."Kenapa dengan wajahmu? Apa kamu tidak suka jika Alif memperkenalkan dirimu sebagai calon mamanya?" tanya Raihan sambil tersenyum."Jika tahu jawabannya, untuk apa bertanya!" ucap Rena kesal."Kenapa kamu marah? Harusnya kamu senang, karena anakku mendukung hubungan kita!" tawa Raihan."Hubungan apa? Ayah dan anak sama-sama membuatku gila!" ucap Rena kesa
Raihan berdiri mendekat ke arah Rena, dia membisikkan sesuatu yang membuat mata Rena melotot."Aku akan pergi kali ini! Tapi kamu yang akan datang menemuiku nanti. Lihat saja!" bisik Raihan."Tidak mungkin! Cepat pergi, itu akan lebih baik untukku!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan tertawa menatap wajah Rena, dia menghampiri ayah Rena lalu berpamitan pulang. Rena pura-pura acuh, namun tetap mengikuti langkah kaki Raihan sampai dia masuk ke dalam mobilnya.Raihan menatap ke arah Rena sambil tersenyum, dia melambaikan tangannya dengan mengedipkan sebelah matanya, Rena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Entah kenapa terukir senyum di wajah Rena. Apa Rena sudah mulai jatuh hati pada sang duda?Rena berjalan pelan ke arah jalan raya untuk mencari angkutan umum. Seketika matanya melotot menatap seorang laki-laki turun dari mobil mewah."Hai, kamu sedang apa? Mau ku antar? Apa kamu butuh tumpangan?" tanya laki-laki itu.Rena menatap dengan seksama, siapa laki-laki tampan yang sed
Rena mencuci mukanya di wastafel sambil menahan rasa malu, sementara si kecil Alif tertawa menatap ke arahnya. Rena mengambil handuk kecil yang ada di laci khusus handuk bersih. Dia mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu."Mama, apa kuenya masih lama matangnya?" tanya Alif seraya turun dari kursinya."Masih lama! Bermain saja dulu! Jika sudah matang, aku akan memanggilmu," ucap Rena sambil tersenyum.Alif menurut, dia kembali bermain dengan wajah gembira. Sementara Rena masih berkutat membuat puding untuk Alif."Ayahnya memang duda yang menyebalkan! Tapi anaknya, aku suka! Dia anak baik dan penurut. Terlebih, aku iba mendengar dia yang merindukan sosok ibu dalam hidupnya. Aku sengaja membuat banyak makanan untuknya, agar dia bisa menghabiskan semuanya. Huh, anak yang manis! Tidak seperti ayahnya, duda sombong!" ucap Rena sambil menuangkan puding itu pada wadah.Setelah berkutat beberapa jam, Rena akhirnya selesai dengan semua pekerjaannya. Dia menghidangkan makanan itu di meja
Rena mencuci mukanya di wastafel sambil menahan rasa malu, sementara si kecil Alif tertawa menatap ke arahnya. Rena mengambil handuk kecil yang ada di laci khusus handuk bersih. Dia mengusap wajahnya yang basah dengan handuk itu."Mama, apa kuenya masih lama matangnya?" tanya Alif seraya turun dari kursinya."Masih lama! Bermain saja dulu! Jika sudah matang, aku akan memanggilmu," ucap Rena sambil tersenyum.Alif menurut, dia kembali bermain dengan wajah gembira. Sementara Rena masih berkutat membuat puding untuk Alif."Ayahnya memang duda yang menyebalkan! Tapi anaknya, aku suka! Dia anak baik dan penurut. Terlebih, aku iba mendengar dia yang merindukan sosok ibu dalam hidupnya. Aku sengaja membuat banyak makanan untuknya, agar dia bisa menghabiskan semuanya. Huh, anak yang manis! Tidak seperti ayahnya, duda sombong!" ucap Rena sambil menuangkan puding itu pada wadah.Setelah berkutat beberapa jam, Rena akhirnya selesai dengan semua pekerjaannya. Dia menghidangkan makanan itu di meja
Raihan berdiri mendekat ke arah Rena, dia membisikkan sesuatu yang membuat mata Rena melotot."Aku akan pergi kali ini! Tapi kamu yang akan datang menemuiku nanti. Lihat saja!" bisik Raihan."Tidak mungkin! Cepat pergi, itu akan lebih baik untukku!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan tertawa menatap wajah Rena, dia menghampiri ayah Rena lalu berpamitan pulang. Rena pura-pura acuh, namun tetap mengikuti langkah kaki Raihan sampai dia masuk ke dalam mobilnya.Raihan menatap ke arah Rena sambil tersenyum, dia melambaikan tangannya dengan mengedipkan sebelah matanya, Rena buru-buru membuang pandangan ke arah lain. Entah kenapa terukir senyum di wajah Rena. Apa Rena sudah mulai jatuh hati pada sang duda?Rena berjalan pelan ke arah jalan raya untuk mencari angkutan umum. Seketika matanya melotot menatap seorang laki-laki turun dari mobil mewah."Hai, kamu sedang apa? Mau ku antar? Apa kamu butuh tumpangan?" tanya laki-laki itu.Rena menatap dengan seksama, siapa laki-laki tampan yang sed
Mobil Raihan berhenti di depan sekolah Alif. Dengan wajah gembira, Alif membukakan pintu mobil untuk Rena. Dia tersenyum sambil menarik lembut tangan Rena. Tentu Rena benar-benar tidak bisa menolak keinginan Alif."Ayo Mama! Aku ingin segera mengenalkanmu pada kawan-kawanku," ucap Alif sambil tersenyum."Alif, kamu bisa ajak kawan-kawanmu kemari untuk menemui mamamu ya!" ucap Raihan sambil tersenyum ke arah anak laki-lakinya itu.Alif yang masih polos, melakukan hal yang diminta ayahnya. Dia berlari ke dalam gerbang sekolah untuk memanggil kawan-kawannya.Rena masih diam di dalam mobil, wajahnya terlihat kesal menatap ke arah Raihan."Kenapa dengan wajahmu? Apa kamu tidak suka jika Alif memperkenalkan dirimu sebagai calon mamanya?" tanya Raihan sambil tersenyum."Jika tahu jawabannya, untuk apa bertanya!" ucap Rena kesal."Kenapa kamu marah? Harusnya kamu senang, karena anakku mendukung hubungan kita!" tawa Raihan."Hubungan apa? Ayah dan anak sama-sama membuatku gila!" ucap Rena kesa
Rena menatap kesal pada laki-laki yang berada di hadapannya itu. Tangannya sudah bersiap untuk memberikan pelajaran pada duda tampan yang tersenyum menatapnya saat itu. "Apa yang akan kamu lakukan dengan tanganmu itu? Kamu mau bersiap memukulku ya?" tawa Raihan."Jelas, aku akan memukulmu! Hitung berapa kali kamu mencuri ciuman di bibirku. Sebanyak itu aku akan memukulmu!" ucap Rena dengan wajah kesal.Raihan justru tertawa mendengar kata-kata Rena, dia bahkan semakin berani mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rena."Mau apa?" tanya Rena dengan mata melotot menatap ke arah Raihan yang berada beberapa inci dari wajahnya."Aku ingin menciummu lebih banyak, aku rela dipukul seribu kali olehmu asal aku mendapatkan kecupan mesra setiap harinya!" bisik Raihan."Huh, dasar laki-laki mesum!" ucap Rena sambil memukul bahu Raihan.Rena berjalan keluar dari kamar, namun Raihan tidak semudah itu melepaskannya. Raihan terus membututi Rena sampai di ruang tamu rumahnya."Mau apalagi? Sudah cukup, p
Rena masih memeluk erat tubuh Raihan, matanya terpejam dengan keringat yang bercucuran. Raihan menoleh ke arah wajah Rena yang ketakutan, sementara tangan kanannya memegang tangan Rena yang memeluk tubuhnya."Kita sudah sampai di depan mobilku! Apa kamu akan terus memelukku seperti ini?" tawa Raihan.Rena membuka matanya, menatap kearah wajah Raihan yang terlihat tersenyum ke arahnya. Jelas Rena segera melepaskan pelukannya di tubuh Raihan."Maaf!" ucap Rena menundukkan kepalanya menyembunyikan wajahnya yang merah, menahan malu."Sudahlah! Ayo masuk!" ucap Raihan sambil membukakan pintu mobilnya.Rena masuk ke dalam mobil itu, begitupun dengan Raihan. Mobil itu melaju melewati keheningan malam. Jam baru menunjukkan pukul 10 malam namun suasana jalanan nampak hening dan sepi.Rena diam-diam menatap ke arah Raihan yang sedang fokus mengemudi. Tentu saja Raihan cepat tanggap, dia tahu jika wanita yang berada di sebelahnya tengah memperhatikannya."Sudah ku bilang, jangan remehkan statusk
Rena menatap ke arah Raihan dengan wajah memohon, agar Raihan menarik kembali ucapannya. Jelas Rena tidak berani diturunkan di tempat sepi seperti itu. Terlebih karena Rena memiliki phobia terhadap kegelapan."Kenapa diam? Turun dari mobilku!" ucap Raihan dengan suara pelan namun cukup membuat Rena gemetar.Raihan keluar dari mobilnya lalu menurunkan Rena secara paksa."Apa harus sekasar ini?" ucap Rena dengan wajah kesal."Lalu harus bagaimana? Bukankah kamu merasa tidak nyaman berada di dekatku? Pulang sana sendiri, lakukan hal sesuka hatimu!" ucap Raihan sambil masuk kembali ke dalam mobilnya.Mobil Raihan benar-benar melaju kencang meninggalkan Rena sendiri. Dengan kaki yang masih sakit, Rena berjalan pelan melewati jalan raya yang sepi."Bagaimana ini? Dia benar-benar meninggalkanku sendiri di sini? Ya Tuhan, aku takut! Didepan jalan raya itu sepertinya gelap sekali. Lampu jalannya sepertinya mati. Aku tidak berani ke sana!" ucap Rena sambil duduk di sebuah kursi jalanan.Rena me
Raihan duduk mendekati Alif yang berada di meja makan. Biasanya di saat Raihan pulang, Alif langsung memeluknya dan bermanja-manja pada ayahnya itu. Namun kali ini berbeda, Alif terlihat fokus menghabiskan kue yang ada di meja makan."Alif, kamu sedang apa?" tanya Raihan sambil mengusap lembut wajah anak laki-lakinya itu."Aku sedang makan kue! Cobalah ayah, kue ini rasanya enak!" bujuk Alif."Tidak, Nak! Kamu kan tahu, jika ayah tidak suka makanan manis!""Tapi ini beda ayah! Kuenya dibuat dengan penuh cinta," tawa Alif masih asyik menyantap kue itu."Nak, kamu sudah pulang?" tanya Mayang sambil duduk di kursi sebelah anak laki-lakinya itu."Iya, Bu!" ucap Raihan singkat."Berarti kamu bisa mengantar Mila ke acara reuninya malam ini?" ucap ibu Mayang dengan senyum senang."Apa? Mila? Tidak, aku tidak mau! Ibu jangan mulai, aku tidak mau dijodohkan!" ucap Raihan sambil berjalan meninggalkan ibunya dan Alif di meja makan.Raihan masuk ke dalam kamar, rasanya mendengar kata-kata perjodo
Siang itu terik matahari menyinari bumi, Rena yang baru pulang kuliah, berjalan dengan kaki terpincang-pincang. Wajahnya terlihat meringis, menahan nyeri yang ada di kakinya."Ya ampun, Nak! Kenapa dengan dirimu? Apa yang terjadi?" teriak ayah Rena penuh rasa khawatir."Tidak apa, ayah! Tadi saat menolong nenek tua menyebrang jalan, ada pengendara mobil ngebut. Aku sedikit terkejut dan jatuh, lalu kakiku terkilir!" ucap Rena menjelaskan."Kenapa tidak hati-hati? Bagaimana jika kamu sampai celaka? Bukankah itu berbahaya?" teriak ibu cemas."Memangnya aku yang salah? Laki-laki itu yang membawa mobil ngebut. Huh... Laki-laki menyebalkan!" ucap Rena kesal."Kau kenal dengannya?" tanya ayah."Siapa? Pengendara ugal-ugalan itu?""Iya. Kau mengenalnya?" tanya ayah penasaran."Tidak. Aku tidak mengenalnya! Tapi dia bilang namanya Raihan," ucap Rena sambil mengusap kakinya yang terkilir."Raihan? Apa jangan-jangan majikan ditempat ibu bekerja!" ucap ayah sambil menoleh ke arah istrinya."Mana
Seorang laki-laki tampan keluar dari rumah mewah menuju mobil hitam yang terparkir sempurna didepan rumahnya. Laki-laki itu menatap sekilas jam yang ada ditangannya untuk memastikan jika dia tidak akan telat sampai ke kantornya."Ayah..."Suara anak laki-laki terdengar keras memanggil ayah padanya. Sontak dia menoleh dan memeluk tubuh anak laki-laki itu. Pria tampan berkulit putih, berhidung mancung dengan mata sipit itu, tersenyum menatap ke arah anak kecil yang berada dalam pelukannya."Ayah... Kamu mau pergi kemana?" tanya Alif sambil menatap ke arah ayahnya."Ayah mau pergi ke kantor, Nak! Kamu di rumah saja bersama Oma dan Opa ya?" ucap Raihan sambil memegang bahu anak laki-lakinya."Tidak mau. Aku mau ikut dengan Ayah!" ucap Alif dengan wajah kesal."Nak, dengarkan Ayah! Ayah pergi ke kantor untuk bekerja dan Ayah bekerja untuk membahagiakanmu. Jadi kamu harus mengerti ya!" ucap Raihan sambil mengecup kening anak laki-lakinya itu.Raihan masuk ke dalam mobilnya lalu membuka kaca