“Mamah tenang saja semua sesuai yang Mamah minta, ayuk Mah kita keluar,” sahut Lanie tersenyum.“Loh kok malah keluar sih Lan?” tanya Bu Arumi bingung diikuti suami dan anaknya Lili.“Iya nih Mbak Lanie, seharusnya kita ke atas bukan malah ke luar rumah, memang kita mau ke mana sih Mbak?” tanya Lili bingung.Lanie, Tari dan Dafa beserta dua asistennya pun menggiring mereka keluar dekat perkampungan mereka di jalan setapak.Mereka pun dibuatnya terkejut karena Lanie membawanya ke rumah kontrakan yang cukup luas tetapi tidak seindah di rumah Lanie.“Apa maksudnya ini Lan, kenapa kamu membawa kami ke sini, bukannya kami akan tinggal di rumah mewahmu itu?” tanya Bu Arumi bingung.“Begini Mah, tadi ‘kan Mamah sendiri yang bilang kalau mau berubah dan memberikan kesempatan kedua, betulkan Mah?” tanya balik Tari pura-pura bingung.“Iya, Mamah memang meminta kalian untuk memberikan kesempatan, tetapi buat apa kita ke sini, perkampungan seperti ini, bau, banyak nyamuk lagi!” tukas Bu Arumi yan
“Ya sudahlah Mbak, nggak usah di bahas, lagian kalau memang jodohnya Tari dengan Bang Ammar ya mungkin dipersatukan lagi, kalau nggak ya cari lagi!” celetuknya tersenyum.“Tar, ini seandainya ... seandainya ....”“Apa Mbak, seandainya apa jangan berbelit-belit deh!” gerutu Tari sewot.“Begini Tar, seandainya kita bertukar jodoh bagaimana, kamu dengan Mas Fajar dan Mbak dengan Bang Ammar?” ucap Lanie membuat Tari tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Lanie.“Hahaha ... apaan sih Mbak ini, aneh-aneh saja."“Lagian Mbak ini tinggal menghitung hari."“Pagi ini saja sebentar lagi mereka akan datang ke sini untuk persiapan secara detailnya."“Mbak harus fokus dengan pernikahan ini, jangan berpikir yang lain!”“Iya kamu benar Tar, tidak seharusnya Mbak berpikir seperti itu, maafkan Mbak ya," ucapnya sendu.“Apakah ... apakah Mbak masih menyukai Bang Ammar atau bahkan dalam diamnya Mbak, mencintainya?”“Katakan sejujurnya Mbak, apakah itu benar?” tanya Tari serius.Lanie beranjak dari te
“Sini nak Lanie duduk sama Tante," ucap Bu Nia tersenyum ramah.“Iya, Tante!”“Bagaimana sudah mendingan nggak sakit lagi kan?” tanya Bu Nia.“Alhamdulillah sudah membaik Tan, hanya perlu sedikit istirahat saja,” jawab Lanie pelan.“Oh ya Nia, bagaimana kalau sekarang kita membahas tentang pernikahan mereka, sudah sampai mana ya, soalnya nggak sabar menunggu hari H nya?” tanya Bu Arumi bersemangat.“Kamu jangan khawatir semua sudah selesai, bahkan tinggal fiting baju, aku sudah bawakan beberapa gaun dan kebaya untuk dipakai Lanie, daripada kamu ke sana,” ucap Bu Nia santai.“Wah, terima kasih loh sudah repot-repot bawa ke sini, tapi buat aku ada juga nggak nih masa cuma buat pengantinnya doang?” tanya Bu Arumi bersemangat.“Ada semua kebagian, jangan khawatir semua sudah kami urus, kalian tinggal pakai saja!” jawab Bu Nia ramah.Tak lama kemudian pesanan dari butik pun sampai, dengan membawa beberapa model gaun kekinian tetapi masih ada unsur kebayanya.Karena Lanie memakai jilbab ma
“Terserah mau percaya atau tidak yang penting Mas Fajar sudah menjelaskan masalahnya, jadi hak nya Bang Ammar mau percaya atau tidak," celetuk Tari cemberut.Terus kalau Bang Amar hanya datang untuk ini, ya sudah lebih baik kita putus ke dua kalinya, tuh ada yang nungguin cinta Bang Ammar," ucap Tari spontan.“Siapa?”“Tuh pacaran sama tembok saja!”Tak lama kemudian terdengar dari dalam suara orang ribut-ribut saling teriak.Lalu Lili datang menghampiri mereka dan mengatakan kalau Lanie kesehatannya memburuk dan harus dilarikan ke rumah sakit.Mereka pun langsung bergegas mengantar Lanie ke rumah sakit. Tari menangis sepanjang jalan melihat Lanie sudah tidak sadarkan diri.Wajahnya pucat seketika, membuat Tari semakin merasa bersalah karena tidak mengabulkan permintaan kakaknya.Tari berdoa dalam hati sembari mengantarkan Lanie ke rumah sakit ditemani Fajar dan Ammar.Tanpa sengaja Tari menangis dipelukan Fajar. Fajar pun menyambutnya karena perasaan kasihan.Namun Tari mendengar ira
“Sayang kami pulang dulu."“Assalamu’alaikum."“Wa’alaikumsalam."Setelah kepergian mereka tinggal Tari dan Dafa yang menjaga Lanie di ruang perawatan itu.“Tar, kalau kamu ngantuk tidur saja di sofa biar aku yang jaga Mbak Lanie,” ucap Dafa menganjurkan Tari untuk beristirahat.“Oh ya ke mana tadi si Bang Ammar kok nggak ada?” tanya Tari yang baru sadar tidak ada Ammar dari tadi.“Oh itu tadi ada telepon dari temannya katanya ada latihan band gitu, jadi dia pulang duluan deh!” jelas Dafa.“Hufh dasar tuh anak nggak peka banget sama keadaan!” gerutu Tari cemberut.“Terlalu banget, sudah tahu aku sangat membutuhkannya tetapi dia malah lebih mementingkan band nya itu dari pada aku,” gerutunya kesal.“Kan aku sudah bilang kamu tidak usah sama orang itu, dia itu nggak jelas, nggak peka gitu loh!”“Bagaimana seandainya kamu mau melahirkan tiba-tiba dia mendapat panggilan buat manggung?”“Otomatis kamu langsung ditinggal begitu saja, melahirkan seorang diri, kamu mau?” ledek Dafa sambil men
“Maaf Mbak, sepertinya Mbak Lanie mengalami koma, Mbak,” jawab salah satu Suster itu.“Kami akan kembali bersama dokter dulu Mbak, permisi!”Kedua Suster itu pun pergi meninggalkan kamar Mbak Lanie dan menyisakan Tari yang tertegun dengan perkataan Suster itu.Seketika tubuh kurus itu hampir saja lunglai, tetapi masih bisa disanggah cepat oleh Fajar.Tari yang tidak menyadari kehadiran Fajar di sampingnya telah mengira kalau tadi yang menyanggahnya adalah Daffa.“Daf, aku nggak apa-apa, tolong lepaskan aku,” ucapnya tetapi kepalanya ditenggelamkannya di dada bidang Fajar.“Bagaimana ini Daf, mengapa terjadi dengan Mabuk Lanie?”“Bukannya dia sebentar lagi akan menikah, aku tidak mau menggantikan posisinya seperti apa yang Mbak Lanie minta!”“Pokoknya dia harus cepat sembuh, bagaimana pun caranya!”“Kamu tahu kan aku itu tidak suka dengan Mas Panda, dia itu terlalu tinggi orangnya, nggak omongan apalagi orangnya seperti bicara dengan tiang listrik tahu nggak!”“Untung saja Mamah menjod
“Sebenarnya aku sependapat dengan Pak Udin, memang Mbak Lanie sangat tidak suka dijodohkan, mungkin itu juga yang membuatnya ke pikiran dan merasa tak pantas mendampingi Mas Fajar karena kondisi yang sering drop begini, tetapi pasti Tante Arumi yang memaksa menerima perjodohan ini.”“Pantas saja Mbak Lanie menyuruh Tari untuk menggantikan posisi untuk menikah dengan Mas Fajar,” jelas Daffa dengan suara pelan.“Hemmh .. cocok kok,” sahut Udin bersemangat.“Iya, saya juga setuju, idem lah,” timpa Fikri ikutan bersuara.“Nantilah Pak, dibahas, lebih aku telepon Tari dulu, di bawa ke mana sih sama majikan Yang nggak jelas itu?”“Mana saya tahu, Mas?”“Duh tambah ribet ini kalau sampai aku nggak kasih tentang keadaan Mbak Lanie,” ucapnya dalam hati.Daffa pun segera menghubungi Tari, tetapi nada panggilan itu berasal dari kamar Mbak Lanie.Dia pun mencari sumber suara itu yang ternyata ponsel Tari sengaja ditinggal karena masih diisi dayanya.“Pak, ponsel Tari ditinggal, bagaimana dong?
Tari memutar bola mata dengan meladeni perkataan Fajar.“Bang, satu porsi nggak pakai daun seledri sama kacang ya, dan minumnya air putih hangat saja,” ucap Tari.“Oke siap, Neng!”“Pacarnya, ya Mas?”“Cantik banget ternyata, kalian pasangan serasi,” ucap pelayan satunya lagi yang mengantarkan minuman.Seketika Tari tersedak saat mendengar perkataan pelayan itu dan kedua pipinya merona.“Maaf ya Mas, kami ini bukan pasangan kekasih, dia ini calon kakak ipar saya,” jelasnya kepada pelayan itu sedikit kesal.“Ya maaf, Mbak, saya pikir kalian lagi sedang marahan gitu deh,” lanjutnya lagi.“Kalau nggak tahu diam saja, jangan ikut campur urusan orang lain,” sahutnya lagi yang tampak kesal.Tak lama kemudian pesanan bubur mereka datang dan tersaji di meja mereka . Seketika aroma bubur ayam itu membuat Tari tak bisa bisa menahan diri lagi, dia langsung melahapnya dengan cepat walau masih terasa panas.Fajar pun sangat menikmati pemandangan yang tidak biasa melihat seorang gadis makan denga