“Sebenarnya aku sependapat dengan Pak Udin, memang Mbak Lanie sangat tidak suka dijodohkan, mungkin itu juga yang membuatnya ke pikiran dan merasa tak pantas mendampingi Mas Fajar karena kondisi yang sering drop begini, tetapi pasti Tante Arumi yang memaksa menerima perjodohan ini.”“Pantas saja Mbak Lanie menyuruh Tari untuk menggantikan posisi untuk menikah dengan Mas Fajar,” jelas Daffa dengan suara pelan.“Hemmh .. cocok kok,” sahut Udin bersemangat.“Iya, saya juga setuju, idem lah,” timpa Fikri ikutan bersuara.“Nantilah Pak, dibahas, lebih aku telepon Tari dulu, di bawa ke mana sih sama majikan Yang nggak jelas itu?”“Mana saya tahu, Mas?”“Duh tambah ribet ini kalau sampai aku nggak kasih tentang keadaan Mbak Lanie,” ucapnya dalam hati.Daffa pun segera menghubungi Tari, tetapi nada panggilan itu berasal dari kamar Mbak Lanie.Dia pun mencari sumber suara itu yang ternyata ponsel Tari sengaja ditinggal karena masih diisi dayanya.“Pak, ponsel Tari ditinggal, bagaimana dong?
Tari memutar bola mata dengan meladeni perkataan Fajar.“Bang, satu porsi nggak pakai daun seledri sama kacang ya, dan minumnya air putih hangat saja,” ucap Tari.“Oke siap, Neng!”“Pacarnya, ya Mas?”“Cantik banget ternyata, kalian pasangan serasi,” ucap pelayan satunya lagi yang mengantarkan minuman.Seketika Tari tersedak saat mendengar perkataan pelayan itu dan kedua pipinya merona.“Maaf ya Mas, kami ini bukan pasangan kekasih, dia ini calon kakak ipar saya,” jelasnya kepada pelayan itu sedikit kesal.“Ya maaf, Mbak, saya pikir kalian lagi sedang marahan gitu deh,” lanjutnya lagi.“Kalau nggak tahu diam saja, jangan ikut campur urusan orang lain,” sahutnya lagi yang tampak kesal.Tak lama kemudian pesanan bubur mereka datang dan tersaji di meja mereka . Seketika aroma bubur ayam itu membuat Tari tak bisa bisa menahan diri lagi, dia langsung melahapnya dengan cepat walau masih terasa panas.Fajar pun sangat menikmati pemandangan yang tidak biasa melihat seorang gadis makan denga
“Apa maksudnya ini , Mbak?”“Begitu mudah Mbak mengatakannya, tetapi bagaimana ini aku masih mencintai Bang Ammar, tetapi ... ah ... aku juga tidak bisa mengabaikan permintaan Mbak Lanie.”“Baru kali ini dia meminta sesuatu dariku, dan aku ... aku bingung, apa yang haru aku lakukan?” “Namun dia adalah orang yang aku sayangi, Mbak Lanie lah yang selama ini menjadi panutanku, pengganti kedua orang tuaku, dengan tangan kecilnya itu dulu dia memegang erat tanganku agar aku tidak terlepas.”“Begitu banyak pengorbanan yang dilakukan Mbak Lanie di dalam hidupku, apakah aku tidak bisa mewujudkan impiannya sekali saja?” tanyanya dalam hati.“Dan Bang Ammar, ah ... memang aku sangat mencintainya tetapi yang dikatakan Mbak Lanie memang benar dia masih anak manja, dan suka dengan bandnya, berbeda sekali dengan laki-laki yang bersamaku ini, jauh sekali perbedaannya!”“Apa!”“Sadar Tari, dia itu bukan milikmu, ini hanya sementara, lagian mana mungkin juga dia suka sama aku, tomboi seperti ini, tet
“Aku bingung, besok adalah hari pernikahan Mbak Lanie, apakah aku harus menggantikan posisinya?” tanya balik Tari.“Apa kata hatimu Tar?”“Kata hatiku, aku harus menikah dengan Mas Fajar agar tidak ada rasa malu antara keluarga kita, karena undangan sudah di sebar, mereka orang terpandang, apa kata mereka?” ucap Tari sedih.“Kalau begitu lakukanlah Tari, itu juga yang dimau sama mbak Lanie ‘kan?”Tanpa disadari ternyata Bu Nia mendengar obrolan mereka dan tentu saja membuat Tari terkejut dengan datangnya Bu Nia.“Maaf Tante, Tari tidak bermaksud untuk menggantikan posisi Mbak Lanie, Tari hanya ingin mengabulkan permintaan mbak Lanie sebelum sakit!” ucap Tari mencoba menjelaskan kepada Bu Nia.Namun Bu Nia langsung memeluk Tari dengan hangat dan menangis.“Tari, kamu memang anak yang baik, Tante setuju kalau kamu yang akan menggantikan mbakmu,” sahutnya kembali bersemangat.“Maksudnya apakah Tante setuju dengan Tari, apakah Tante nggak masalah dengan Tari?” tanya Tari bingung.“Tidak Sa
Tari duduk di samping Lanie yang masih terbaring, lalu memegang tangan kakaknya dan menciumnya.“Mbak, sudah enam hari Mbak masih seperti ini, apakah Mbak Lanie marah sama Tari ya, sehingga Mbak nggak mau bangun melihat Tari?”“Tari sudah mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Fajar seperti yang Mbak inginkan, pokoknya setelah kami menikah Tari mohon Mbak bangun ya?” Tari masih menunggu Lanie dengan harapan agar bisa bangun dan sehat seperti dulu, dia pun tak ingin beranjak dari tempat duduknya.Namun, Daffa selalu menguatkan dirinya untuk tidak berputus asa, dan dia harus mengingatkan kepada Tari untuk pergi bersama Bu Nia untuk mencari baju pengantin yang pas dengan tubuh Lanie.Sudah tidak ada waktu lagi, karena besok pagi jam delapan pagi ijab kabul akan dilaksanakan.Semua serba mendadak, tetapi keluarga besar Bu Nia sudah mengetahui sebelumnya kalau pengantinnya akan digantikan oleh adiknya. Mereka pun tidak banyak komentar, karena sejatinya Bu Nia dan Fajar adalah kelua
“Elu kan tahu Bang, gue melakukan semua ini hanya untuk Mami, tetapi jika Tari sendiri yang akan mengajukan perceraian tentu gue nggak dianggap sebagai biang masalah.”“Lagian ya dia itu masih mencintai si Ammar anak manja itu, nggak mungkin juga dia suka sama elu, Bang!”“Memang sih dia gadis yang susah ditaklukkan, hampir sama dulu seperti Almira, mendiang istri gue, Jar!”“Elu tahu, jika gue bertemu Tari seakan-akan Almira itu hadir dalam bentuk Tari, elu tahu sendiri kan semua perangai yang ada di Tari itu hampir sama dengan Almira.”“Jadi jika kalian memang akan bercerai, gue yang akan menggantikan posisi elu sebagai suami, gue berarti harus lebih berusaha, sudah waktunya Dimas mempunyai Ibu baru,” jelasnya dengan bersemangat.“Gila ... aku saja belum menikah, eh dia sudah meminta Tari dengan terang-terangkan ke aku?”“Belum ada yang menolak dengan ketampanan aku yang hakiki ini, masa Tari nggak klepek-klepek sama aku sih?” “Hilang dong pamorku di mata Tari?” “Ini nggak bisa di
Seketika Clara terkejut dengan ajakan Om Farid yang mau menemani dirinya untuk menggantikan Fajar.“Duh, bagaimana ya , aku jadi bingung, tetapi kalau dipikir-pikir nggak ada salah kok, aku jalan dengan Om Farid dia kan calon mertuaku juga, dan aku bisa menjalin keakraban dengan dia menjadi menantu kesayangannya.”“Lagian Om Farid masih terlihat tampan seperti Mas Fajar, orang tidak akan menyangka kalau aku jalan dengan calon mertuaku sendiri,” pikirnya dalam hati.“Om nggak sibuk, nggak apa-apa temani Clara atau Om mau izin dulu sama Tante Nia?” pancingnya.“Tante Nia lagi di Makassar, dia ada seminar di sama selama dua Minggu,” jelas Om Farid tersenyum.“Aduh kasihan ya Om, ditinggal sendirian, Okelah kalau Om nggak keberatan, kita jalan sekarang?” tanya Clara lebih bersemangat lagi.“Oke, yuk kita jalan, terserah apa yang ingin kamu beli biar Om yang traktir, anggap saja untuk hadiah pernikahan kamu lah,” ucapnya bahagia.“Terima kasih Om, Clara jadi bahagia banget, memang Om calo
Paginya di meja makan Fajar yang sedang asyik sarapan sembari melihat ke arah ponselnya membuat Om Farid ingin menanyakan sesuatu kepadanya.“Jar hari ini kamu nggak ada ke mana-mana gitu?” tanya Pak Farid saat mereka ada di meja makan.“Fajar rencananya mau makan malam sama Clara, Pi, hari ini kan dia ulang tahun,” jawabnya sembari memakan sarapan rotinya.“Oh ya, sampaikan salam Papi, selamat ulang tahun ya, terus kenapa nggak dirayakan sih, dia kan tunangannya loh?”“Dia nggak mau dirayain Pi, katanya minta sesuatu yang berbeda saja, lagian sebentar lagi Fajar dan Clara kan menikah, kami bisa berbulan madu sepuasnya,” jawabnya santai.“Oh ya Pi, Mami belum pulang ya, kapan sih ini sudah hampir seminggu?” tanyanya disela-sela makan.“Kata Mamimu sih tiga hari lagi, oh ya Jar Papi ada urusan di luar kota selama tiga hari, ada teman Papi di sana katanya mau join sama kita, Cuma yaitu Papi harus berangkat hari ini juga.”“Kok mendadak sih Pi?”“Ya kebetulan dia ada di Indonesia, besok
“Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan
“Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa
“Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti
“Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad