“Aku bingung, besok adalah hari pernikahan Mbak Lanie, apakah aku harus menggantikan posisinya?” tanya balik Tari.“Apa kata hatimu Tar?”“Kata hatiku, aku harus menikah dengan Mas Fajar agar tidak ada rasa malu antara keluarga kita, karena undangan sudah di sebar, mereka orang terpandang, apa kata mereka?” ucap Tari sedih.“Kalau begitu lakukanlah Tari, itu juga yang dimau sama mbak Lanie ‘kan?”Tanpa disadari ternyata Bu Nia mendengar obrolan mereka dan tentu saja membuat Tari terkejut dengan datangnya Bu Nia.“Maaf Tante, Tari tidak bermaksud untuk menggantikan posisi Mbak Lanie, Tari hanya ingin mengabulkan permintaan mbak Lanie sebelum sakit!” ucap Tari mencoba menjelaskan kepada Bu Nia.Namun Bu Nia langsung memeluk Tari dengan hangat dan menangis.“Tari, kamu memang anak yang baik, Tante setuju kalau kamu yang akan menggantikan mbakmu,” sahutnya kembali bersemangat.“Maksudnya apakah Tante setuju dengan Tari, apakah Tante nggak masalah dengan Tari?” tanya Tari bingung.“Tidak Sa
Tari duduk di samping Lanie yang masih terbaring, lalu memegang tangan kakaknya dan menciumnya.“Mbak, sudah enam hari Mbak masih seperti ini, apakah Mbak Lanie marah sama Tari ya, sehingga Mbak nggak mau bangun melihat Tari?”“Tari sudah mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Fajar seperti yang Mbak inginkan, pokoknya setelah kami menikah Tari mohon Mbak bangun ya?” Tari masih menunggu Lanie dengan harapan agar bisa bangun dan sehat seperti dulu, dia pun tak ingin beranjak dari tempat duduknya.Namun, Daffa selalu menguatkan dirinya untuk tidak berputus asa, dan dia harus mengingatkan kepada Tari untuk pergi bersama Bu Nia untuk mencari baju pengantin yang pas dengan tubuh Lanie.Sudah tidak ada waktu lagi, karena besok pagi jam delapan pagi ijab kabul akan dilaksanakan.Semua serba mendadak, tetapi keluarga besar Bu Nia sudah mengetahui sebelumnya kalau pengantinnya akan digantikan oleh adiknya. Mereka pun tidak banyak komentar, karena sejatinya Bu Nia dan Fajar adalah kelua
“Elu kan tahu Bang, gue melakukan semua ini hanya untuk Mami, tetapi jika Tari sendiri yang akan mengajukan perceraian tentu gue nggak dianggap sebagai biang masalah.”“Lagian ya dia itu masih mencintai si Ammar anak manja itu, nggak mungkin juga dia suka sama elu, Bang!”“Memang sih dia gadis yang susah ditaklukkan, hampir sama dulu seperti Almira, mendiang istri gue, Jar!”“Elu tahu, jika gue bertemu Tari seakan-akan Almira itu hadir dalam bentuk Tari, elu tahu sendiri kan semua perangai yang ada di Tari itu hampir sama dengan Almira.”“Jadi jika kalian memang akan bercerai, gue yang akan menggantikan posisi elu sebagai suami, gue berarti harus lebih berusaha, sudah waktunya Dimas mempunyai Ibu baru,” jelasnya dengan bersemangat.“Gila ... aku saja belum menikah, eh dia sudah meminta Tari dengan terang-terangkan ke aku?”“Belum ada yang menolak dengan ketampanan aku yang hakiki ini, masa Tari nggak klepek-klepek sama aku sih?” “Hilang dong pamorku di mata Tari?” “Ini nggak bisa di
Seketika Clara terkejut dengan ajakan Om Farid yang mau menemani dirinya untuk menggantikan Fajar.“Duh, bagaimana ya , aku jadi bingung, tetapi kalau dipikir-pikir nggak ada salah kok, aku jalan dengan Om Farid dia kan calon mertuaku juga, dan aku bisa menjalin keakraban dengan dia menjadi menantu kesayangannya.”“Lagian Om Farid masih terlihat tampan seperti Mas Fajar, orang tidak akan menyangka kalau aku jalan dengan calon mertuaku sendiri,” pikirnya dalam hati.“Om nggak sibuk, nggak apa-apa temani Clara atau Om mau izin dulu sama Tante Nia?” pancingnya.“Tante Nia lagi di Makassar, dia ada seminar di sama selama dua Minggu,” jelas Om Farid tersenyum.“Aduh kasihan ya Om, ditinggal sendirian, Okelah kalau Om nggak keberatan, kita jalan sekarang?” tanya Clara lebih bersemangat lagi.“Oke, yuk kita jalan, terserah apa yang ingin kamu beli biar Om yang traktir, anggap saja untuk hadiah pernikahan kamu lah,” ucapnya bahagia.“Terima kasih Om, Clara jadi bahagia banget, memang Om calo
Paginya di meja makan Fajar yang sedang asyik sarapan sembari melihat ke arah ponselnya membuat Om Farid ingin menanyakan sesuatu kepadanya.“Jar hari ini kamu nggak ada ke mana-mana gitu?” tanya Pak Farid saat mereka ada di meja makan.“Fajar rencananya mau makan malam sama Clara, Pi, hari ini kan dia ulang tahun,” jawabnya sembari memakan sarapan rotinya.“Oh ya, sampaikan salam Papi, selamat ulang tahun ya, terus kenapa nggak dirayakan sih, dia kan tunangannya loh?”“Dia nggak mau dirayain Pi, katanya minta sesuatu yang berbeda saja, lagian sebentar lagi Fajar dan Clara kan menikah, kami bisa berbulan madu sepuasnya,” jawabnya santai.“Oh ya Pi, Mami belum pulang ya, kapan sih ini sudah hampir seminggu?” tanyanya disela-sela makan.“Kata Mamimu sih tiga hari lagi, oh ya Jar Papi ada urusan di luar kota selama tiga hari, ada teman Papi di sana katanya mau join sama kita, Cuma yaitu Papi harus berangkat hari ini juga.”“Kok mendadak sih Pi?”“Ya kebetulan dia ada di Indonesia, besok
Pak Farid yang sedikit tertutup dan kaku membuatnya tidak banyak bicara jika mereka bersama-sama, tetapi dibalik sikapnya itu Pak Farid adalah pria yang bertanggung jawab.Sama-sama sibuk menitik karier sehingga untuk menjadi keluarga yang harmonis tidak ada di dalam keluarga mereka.Pak Farid yang bekerja mengembangkan perusahaan milik ayahnya Bu Nia, sehingga semua yang bersangkutan dengan perusahaan dikuasai oleh Pak Farid.Sedangkan Bu Nia lebih memilih berprofesi sebagai dosen di salah satu fakultas ternama. Cita-cita sebagai guru lebih menjiwai daripada bekerja di perusahaan ayahnya sehingga semua tanggung jawab diberikan oleh Pak Farid dan kini Fajar sebagai anak tunggalnya ikut memajukan dan mengembangkan perusahaan.Kini cabang perusahaan pun sudah memiliki banyak anak perusahaan dan berkembang dengan baik.***Selesai salat magrib, Fajar yang sudah tidak sabar ingin bertemu sang pujaan hati dengan segera mengganti pakaiannya yang bersifat formal.Dengan setelan jas hitam dan
“Papi!” Teriak Fajar saat melihat Pak Farid dan Clara lagi sedang bermesraan tanpa melekat sehelai benang pun di tubuh mereka.“Apa yang kalian lakukan?”“Bukannya Papi bilang mau pergi ke luar kota dan ... pergi ke sini luar kotanya, hah!” teriak Fajar menahan emosinya.Pak Farid lalu bergegas memakai pakaiannya, begitu juga dengan Clara yang masih menutupi tubuh mulusnya dengan selimut tebal.“Dengar Fajar ini tidak seperti yang kamu bayangkan, kami hanya ...“Hanya apa Pi, begini kelakuan Papi selama ini, hah!” Fajar tidak bisa lagi berkata-kata dia lalu membanting perabot yang ada di kamar itu, lalu melempar sebuah asbak rokok itu ke cermin hias milik Clara, sehingga hancur berserakan.“Kurang ajar kalian, berani sekali kalian kepada saya, dan kamu tua Bangka, ternyata kamu tidak cinta dengan Mami saya!”“Fajar tolong dengarkan Papi dulu, dan jangan beritahukan kalau Papi telah membuat kesalahan, Papi nggak mau pisah dengan Mami!” Pak Farid memasang wajah mengiba dan berlutut di
“Berarti Allah masih sayang sama Bos, itu menunjukkan kalau Non Clara bukan jodohnya Bos.”“Untungnya terbongkar sekarang, coba kalau kalian sudah menikah, lebih panjang lagi urusannya, iya kan?”“Iya Bos itu maksud saya, Allah pasti sudah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk Bos, yakinlah Bos!”“Entahlah!”“Dan kamu dengar sendiri kan Mami menyetujui mereka menikah, dan tinggal bersama? Lebih baik saya keluar dari rumah itu, saya sangat membenci kedua orang itu!” tegasnya lagi.“Bos Fajar ... Bu Nia itu dosen loh, pemikiran beliau berbeda dengan kita, beliau pasti mempunyai suatu rencana yang cantik untuk mereka.”“Memang ada di zaman sekarang mau berbagi suami, nggak ada Bos?”“Kalau saya boleh kasih pendapat Bu Nia sedang merencanakan sesuatu yang akan membuat mereka gigit jari Bos, percaya sama saya Bos,” jelas Udin bersemangat.“Yang dikatakan Udin benar sekali,” tiba-tiba Bu Nia sudah datang menghampiri mereka.“Maaf Nyonya kami nggak bermaksud ikut campur dengan urusan keluarga