“Elu kan tahu Bang, gue melakukan semua ini hanya untuk Mami, tetapi jika Tari sendiri yang akan mengajukan perceraian tentu gue nggak dianggap sebagai biang masalah.”“Lagian ya dia itu masih mencintai si Ammar anak manja itu, nggak mungkin juga dia suka sama elu, Bang!”“Memang sih dia gadis yang susah ditaklukkan, hampir sama dulu seperti Almira, mendiang istri gue, Jar!”“Elu tahu, jika gue bertemu Tari seakan-akan Almira itu hadir dalam bentuk Tari, elu tahu sendiri kan semua perangai yang ada di Tari itu hampir sama dengan Almira.”“Jadi jika kalian memang akan bercerai, gue yang akan menggantikan posisi elu sebagai suami, gue berarti harus lebih berusaha, sudah waktunya Dimas mempunyai Ibu baru,” jelasnya dengan bersemangat.“Gila ... aku saja belum menikah, eh dia sudah meminta Tari dengan terang-terangkan ke aku?”“Belum ada yang menolak dengan ketampanan aku yang hakiki ini, masa Tari nggak klepek-klepek sama aku sih?” “Hilang dong pamorku di mata Tari?” “Ini nggak bisa di
Seketika Clara terkejut dengan ajakan Om Farid yang mau menemani dirinya untuk menggantikan Fajar.“Duh, bagaimana ya , aku jadi bingung, tetapi kalau dipikir-pikir nggak ada salah kok, aku jalan dengan Om Farid dia kan calon mertuaku juga, dan aku bisa menjalin keakraban dengan dia menjadi menantu kesayangannya.”“Lagian Om Farid masih terlihat tampan seperti Mas Fajar, orang tidak akan menyangka kalau aku jalan dengan calon mertuaku sendiri,” pikirnya dalam hati.“Om nggak sibuk, nggak apa-apa temani Clara atau Om mau izin dulu sama Tante Nia?” pancingnya.“Tante Nia lagi di Makassar, dia ada seminar di sama selama dua Minggu,” jelas Om Farid tersenyum.“Aduh kasihan ya Om, ditinggal sendirian, Okelah kalau Om nggak keberatan, kita jalan sekarang?” tanya Clara lebih bersemangat lagi.“Oke, yuk kita jalan, terserah apa yang ingin kamu beli biar Om yang traktir, anggap saja untuk hadiah pernikahan kamu lah,” ucapnya bahagia.“Terima kasih Om, Clara jadi bahagia banget, memang Om calo
Paginya di meja makan Fajar yang sedang asyik sarapan sembari melihat ke arah ponselnya membuat Om Farid ingin menanyakan sesuatu kepadanya.“Jar hari ini kamu nggak ada ke mana-mana gitu?” tanya Pak Farid saat mereka ada di meja makan.“Fajar rencananya mau makan malam sama Clara, Pi, hari ini kan dia ulang tahun,” jawabnya sembari memakan sarapan rotinya.“Oh ya, sampaikan salam Papi, selamat ulang tahun ya, terus kenapa nggak dirayakan sih, dia kan tunangannya loh?”“Dia nggak mau dirayain Pi, katanya minta sesuatu yang berbeda saja, lagian sebentar lagi Fajar dan Clara kan menikah, kami bisa berbulan madu sepuasnya,” jawabnya santai.“Oh ya Pi, Mami belum pulang ya, kapan sih ini sudah hampir seminggu?” tanyanya disela-sela makan.“Kata Mamimu sih tiga hari lagi, oh ya Jar Papi ada urusan di luar kota selama tiga hari, ada teman Papi di sana katanya mau join sama kita, Cuma yaitu Papi harus berangkat hari ini juga.”“Kok mendadak sih Pi?”“Ya kebetulan dia ada di Indonesia, besok
Pak Farid yang sedikit tertutup dan kaku membuatnya tidak banyak bicara jika mereka bersama-sama, tetapi dibalik sikapnya itu Pak Farid adalah pria yang bertanggung jawab.Sama-sama sibuk menitik karier sehingga untuk menjadi keluarga yang harmonis tidak ada di dalam keluarga mereka.Pak Farid yang bekerja mengembangkan perusahaan milik ayahnya Bu Nia, sehingga semua yang bersangkutan dengan perusahaan dikuasai oleh Pak Farid.Sedangkan Bu Nia lebih memilih berprofesi sebagai dosen di salah satu fakultas ternama. Cita-cita sebagai guru lebih menjiwai daripada bekerja di perusahaan ayahnya sehingga semua tanggung jawab diberikan oleh Pak Farid dan kini Fajar sebagai anak tunggalnya ikut memajukan dan mengembangkan perusahaan.Kini cabang perusahaan pun sudah memiliki banyak anak perusahaan dan berkembang dengan baik.***Selesai salat magrib, Fajar yang sudah tidak sabar ingin bertemu sang pujaan hati dengan segera mengganti pakaiannya yang bersifat formal.Dengan setelan jas hitam dan
“Papi!” Teriak Fajar saat melihat Pak Farid dan Clara lagi sedang bermesraan tanpa melekat sehelai benang pun di tubuh mereka.“Apa yang kalian lakukan?”“Bukannya Papi bilang mau pergi ke luar kota dan ... pergi ke sini luar kotanya, hah!” teriak Fajar menahan emosinya.Pak Farid lalu bergegas memakai pakaiannya, begitu juga dengan Clara yang masih menutupi tubuh mulusnya dengan selimut tebal.“Dengar Fajar ini tidak seperti yang kamu bayangkan, kami hanya ...“Hanya apa Pi, begini kelakuan Papi selama ini, hah!” Fajar tidak bisa lagi berkata-kata dia lalu membanting perabot yang ada di kamar itu, lalu melempar sebuah asbak rokok itu ke cermin hias milik Clara, sehingga hancur berserakan.“Kurang ajar kalian, berani sekali kalian kepada saya, dan kamu tua Bangka, ternyata kamu tidak cinta dengan Mami saya!”“Fajar tolong dengarkan Papi dulu, dan jangan beritahukan kalau Papi telah membuat kesalahan, Papi nggak mau pisah dengan Mami!” Pak Farid memasang wajah mengiba dan berlutut di
“Berarti Allah masih sayang sama Bos, itu menunjukkan kalau Non Clara bukan jodohnya Bos.”“Untungnya terbongkar sekarang, coba kalau kalian sudah menikah, lebih panjang lagi urusannya, iya kan?”“Iya Bos itu maksud saya, Allah pasti sudah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk Bos, yakinlah Bos!”“Entahlah!”“Dan kamu dengar sendiri kan Mami menyetujui mereka menikah, dan tinggal bersama? Lebih baik saya keluar dari rumah itu, saya sangat membenci kedua orang itu!” tegasnya lagi.“Bos Fajar ... Bu Nia itu dosen loh, pemikiran beliau berbeda dengan kita, beliau pasti mempunyai suatu rencana yang cantik untuk mereka.”“Memang ada di zaman sekarang mau berbagi suami, nggak ada Bos?”“Kalau saya boleh kasih pendapat Bu Nia sedang merencanakan sesuatu yang akan membuat mereka gigit jari Bos, percaya sama saya Bos,” jelas Udin bersemangat.“Yang dikatakan Udin benar sekali,” tiba-tiba Bu Nia sudah datang menghampiri mereka.“Maaf Nyonya kami nggak bermaksud ikut campur dengan urusan keluarga
“Kamu pikir pria yang kamu nikahi ini banyak uang, jangan mimpi kamu,” bentaknya.Apa maksud kamu, Fajar?” tanya Clara bingung.“Clara—Clara, kamu kasihan sekali, dengarkan baik-baik pria yang kamu nikahi ini sebenarnya orang tidak mempunyai apa-apa atau lebih tepatnya miskin!“Dan kamu tidak berhak untuk tinggal di rumah ini, dasar nggak tahu malu kalian!” bentaknya dengan kasar.“Apa maksudmu, aku tidak mengerti apa yang ingin kamu sampaikan? “tanya Clara semakin penasaran.“Tidak ada apa-apa Sayang, Ayuk kita ke kamar saja, pasti kamu capek banget,” jawab Pak Farid dengan buru-buru.“Tidak Mas, aku ingin tahu apa yang Fajar katakan.” Clara tampak antusias ingin mendengarkan apa yang dikatakan oleh mantan tunangannya itu.“Nggak usah, nanti saja,” jawab ya Mas sangat lelah mau istirahat dulu.“Mas, tetapi ... Ayuk kita pergi dari sini, kamu pasti lelah nanti saja bicaranya.” Pak Farid menarik paksa istri barunya agar meninggalkan mereka berdua.Bu Nia hanya diam sambil membaca maja
“Kamu tenang saja, Sayang, semua akan baik-baik saja.”“Mami akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, selalu bahagia, Nak.”“Mami sangat sayang sama Fajar, dan maafkan Mami sedikit memaksa kamu untuk menikah walaupun sebenarnya kamu masih enggan, tetapi percayalah Sayang, Mami yakin Tari adalah pasangan kamu yang tepat.”“Filling seorang ibu tidak akan salah untuk kebahagiaan anaknya,” jelasnya kepada Fajar.“Apakah Mami bahagia?” tanya Fajar sembari memegang tangan Bu Nia.“Mami sangat bahagia, Sayang dan kamu?”“Jika Mami bahagia dengan pernikahan ini, Fajar ikut bahagia lagian Tari itu nggak terlalu jelek untuk bisa berdampingan dengan Fajar kok,” kilahnya.“Fajar jangan ngomong seperti itu dong, Tari itu gadis yang cantik dan baik kok,” sanggah Bu Nia.“Mi, Rambutnya itu loh potongannya seperti laik-laki, bisa di konde nggak itu rambut, nanti malu-maluin, Mami kan tahu Fajar itu suka rambutnya yang panjang hitam, tebal nah ini rambutnya nggak ada, nanti malah saingan lagi F
“Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan
“Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa
“Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti
“Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad