“Terserah mau percaya atau tidak yang penting Mas Fajar sudah menjelaskan masalahnya, jadi hak nya Bang Ammar mau percaya atau tidak," celetuk Tari cemberut.Terus kalau Bang Amar hanya datang untuk ini, ya sudah lebih baik kita putus ke dua kalinya, tuh ada yang nungguin cinta Bang Ammar," ucap Tari spontan.“Siapa?”“Tuh pacaran sama tembok saja!”Tak lama kemudian terdengar dari dalam suara orang ribut-ribut saling teriak.Lalu Lili datang menghampiri mereka dan mengatakan kalau Lanie kesehatannya memburuk dan harus dilarikan ke rumah sakit.Mereka pun langsung bergegas mengantar Lanie ke rumah sakit. Tari menangis sepanjang jalan melihat Lanie sudah tidak sadarkan diri.Wajahnya pucat seketika, membuat Tari semakin merasa bersalah karena tidak mengabulkan permintaan kakaknya.Tari berdoa dalam hati sembari mengantarkan Lanie ke rumah sakit ditemani Fajar dan Ammar.Tanpa sengaja Tari menangis dipelukan Fajar. Fajar pun menyambutnya karena perasaan kasihan.Namun Tari mendengar ira
“Sayang kami pulang dulu."“Assalamu’alaikum."“Wa’alaikumsalam."Setelah kepergian mereka tinggal Tari dan Dafa yang menjaga Lanie di ruang perawatan itu.“Tar, kalau kamu ngantuk tidur saja di sofa biar aku yang jaga Mbak Lanie,” ucap Dafa menganjurkan Tari untuk beristirahat.“Oh ya ke mana tadi si Bang Ammar kok nggak ada?” tanya Tari yang baru sadar tidak ada Ammar dari tadi.“Oh itu tadi ada telepon dari temannya katanya ada latihan band gitu, jadi dia pulang duluan deh!” jelas Dafa.“Hufh dasar tuh anak nggak peka banget sama keadaan!” gerutu Tari cemberut.“Terlalu banget, sudah tahu aku sangat membutuhkannya tetapi dia malah lebih mementingkan band nya itu dari pada aku,” gerutunya kesal.“Kan aku sudah bilang kamu tidak usah sama orang itu, dia itu nggak jelas, nggak peka gitu loh!”“Bagaimana seandainya kamu mau melahirkan tiba-tiba dia mendapat panggilan buat manggung?”“Otomatis kamu langsung ditinggal begitu saja, melahirkan seorang diri, kamu mau?” ledek Dafa sambil men
“Maaf Mbak, sepertinya Mbak Lanie mengalami koma, Mbak,” jawab salah satu Suster itu.“Kami akan kembali bersama dokter dulu Mbak, permisi!”Kedua Suster itu pun pergi meninggalkan kamar Mbak Lanie dan menyisakan Tari yang tertegun dengan perkataan Suster itu.Seketika tubuh kurus itu hampir saja lunglai, tetapi masih bisa disanggah cepat oleh Fajar.Tari yang tidak menyadari kehadiran Fajar di sampingnya telah mengira kalau tadi yang menyanggahnya adalah Daffa.“Daf, aku nggak apa-apa, tolong lepaskan aku,” ucapnya tetapi kepalanya ditenggelamkannya di dada bidang Fajar.“Bagaimana ini Daf, mengapa terjadi dengan Mabuk Lanie?”“Bukannya dia sebentar lagi akan menikah, aku tidak mau menggantikan posisinya seperti apa yang Mbak Lanie minta!”“Pokoknya dia harus cepat sembuh, bagaimana pun caranya!”“Kamu tahu kan aku itu tidak suka dengan Mas Panda, dia itu terlalu tinggi orangnya, nggak omongan apalagi orangnya seperti bicara dengan tiang listrik tahu nggak!”“Untung saja Mamah menjod
“Sebenarnya aku sependapat dengan Pak Udin, memang Mbak Lanie sangat tidak suka dijodohkan, mungkin itu juga yang membuatnya ke pikiran dan merasa tak pantas mendampingi Mas Fajar karena kondisi yang sering drop begini, tetapi pasti Tante Arumi yang memaksa menerima perjodohan ini.”“Pantas saja Mbak Lanie menyuruh Tari untuk menggantikan posisi untuk menikah dengan Mas Fajar,” jelas Daffa dengan suara pelan.“Hemmh .. cocok kok,” sahut Udin bersemangat.“Iya, saya juga setuju, idem lah,” timpa Fikri ikutan bersuara.“Nantilah Pak, dibahas, lebih aku telepon Tari dulu, di bawa ke mana sih sama majikan Yang nggak jelas itu?”“Mana saya tahu, Mas?”“Duh tambah ribet ini kalau sampai aku nggak kasih tentang keadaan Mbak Lanie,” ucapnya dalam hati.Daffa pun segera menghubungi Tari, tetapi nada panggilan itu berasal dari kamar Mbak Lanie.Dia pun mencari sumber suara itu yang ternyata ponsel Tari sengaja ditinggal karena masih diisi dayanya.“Pak, ponsel Tari ditinggal, bagaimana dong?
Tari memutar bola mata dengan meladeni perkataan Fajar.“Bang, satu porsi nggak pakai daun seledri sama kacang ya, dan minumnya air putih hangat saja,” ucap Tari.“Oke siap, Neng!”“Pacarnya, ya Mas?”“Cantik banget ternyata, kalian pasangan serasi,” ucap pelayan satunya lagi yang mengantarkan minuman.Seketika Tari tersedak saat mendengar perkataan pelayan itu dan kedua pipinya merona.“Maaf ya Mas, kami ini bukan pasangan kekasih, dia ini calon kakak ipar saya,” jelasnya kepada pelayan itu sedikit kesal.“Ya maaf, Mbak, saya pikir kalian lagi sedang marahan gitu deh,” lanjutnya lagi.“Kalau nggak tahu diam saja, jangan ikut campur urusan orang lain,” sahutnya lagi yang tampak kesal.Tak lama kemudian pesanan bubur mereka datang dan tersaji di meja mereka . Seketika aroma bubur ayam itu membuat Tari tak bisa bisa menahan diri lagi, dia langsung melahapnya dengan cepat walau masih terasa panas.Fajar pun sangat menikmati pemandangan yang tidak biasa melihat seorang gadis makan denga
“Apa maksudnya ini , Mbak?”“Begitu mudah Mbak mengatakannya, tetapi bagaimana ini aku masih mencintai Bang Ammar, tetapi ... ah ... aku juga tidak bisa mengabaikan permintaan Mbak Lanie.”“Baru kali ini dia meminta sesuatu dariku, dan aku ... aku bingung, apa yang haru aku lakukan?” “Namun dia adalah orang yang aku sayangi, Mbak Lanie lah yang selama ini menjadi panutanku, pengganti kedua orang tuaku, dengan tangan kecilnya itu dulu dia memegang erat tanganku agar aku tidak terlepas.”“Begitu banyak pengorbanan yang dilakukan Mbak Lanie di dalam hidupku, apakah aku tidak bisa mewujudkan impiannya sekali saja?” tanyanya dalam hati.“Dan Bang Ammar, ah ... memang aku sangat mencintainya tetapi yang dikatakan Mbak Lanie memang benar dia masih anak manja, dan suka dengan bandnya, berbeda sekali dengan laki-laki yang bersamaku ini, jauh sekali perbedaannya!”“Apa!”“Sadar Tari, dia itu bukan milikmu, ini hanya sementara, lagian mana mungkin juga dia suka sama aku, tomboi seperti ini, tet
“Aku bingung, besok adalah hari pernikahan Mbak Lanie, apakah aku harus menggantikan posisinya?” tanya balik Tari.“Apa kata hatimu Tar?”“Kata hatiku, aku harus menikah dengan Mas Fajar agar tidak ada rasa malu antara keluarga kita, karena undangan sudah di sebar, mereka orang terpandang, apa kata mereka?” ucap Tari sedih.“Kalau begitu lakukanlah Tari, itu juga yang dimau sama mbak Lanie ‘kan?”Tanpa disadari ternyata Bu Nia mendengar obrolan mereka dan tentu saja membuat Tari terkejut dengan datangnya Bu Nia.“Maaf Tante, Tari tidak bermaksud untuk menggantikan posisi Mbak Lanie, Tari hanya ingin mengabulkan permintaan mbak Lanie sebelum sakit!” ucap Tari mencoba menjelaskan kepada Bu Nia.Namun Bu Nia langsung memeluk Tari dengan hangat dan menangis.“Tari, kamu memang anak yang baik, Tante setuju kalau kamu yang akan menggantikan mbakmu,” sahutnya kembali bersemangat.“Maksudnya apakah Tante setuju dengan Tari, apakah Tante nggak masalah dengan Tari?” tanya Tari bingung.“Tidak Sa
Tari duduk di samping Lanie yang masih terbaring, lalu memegang tangan kakaknya dan menciumnya.“Mbak, sudah enam hari Mbak masih seperti ini, apakah Mbak Lanie marah sama Tari ya, sehingga Mbak nggak mau bangun melihat Tari?”“Tari sudah mengambil keputusan untuk menikah dengan Mas Fajar seperti yang Mbak inginkan, pokoknya setelah kami menikah Tari mohon Mbak bangun ya?” Tari masih menunggu Lanie dengan harapan agar bisa bangun dan sehat seperti dulu, dia pun tak ingin beranjak dari tempat duduknya.Namun, Daffa selalu menguatkan dirinya untuk tidak berputus asa, dan dia harus mengingatkan kepada Tari untuk pergi bersama Bu Nia untuk mencari baju pengantin yang pas dengan tubuh Lanie.Sudah tidak ada waktu lagi, karena besok pagi jam delapan pagi ijab kabul akan dilaksanakan.Semua serba mendadak, tetapi keluarga besar Bu Nia sudah mengetahui sebelumnya kalau pengantinnya akan digantikan oleh adiknya. Mereka pun tidak banyak komentar, karena sejatinya Bu Nia dan Fajar adalah kelua