Bella membuka matanya perlahan setelah terdengar suara ketukan dari luar pintu kamarnya yang cukup keras. Tanpa sadar ia tertidur di meja kerjanya. Lehernya agak kaku dan pegal karena posisi tidurnya yang tak nyaman, semalaman suntuk ia begadang untuk menulis hal-hal apa saja yang akan ia lakukan di mulai hari ini.
“Bella! Bella! Cepat buka pintunya sekarang!” Ibu mengetuk pintunya kasar, “Bella! Kamu dengar tidak? Atau mau ibu dobrak sekarang?!”
Bella kemudian bangkit dari kursi dan membuka kunci pintu dengan malas, nyawanya belum terkumpul sempurna dan kantuk masih membayangi kedua bola matanya. Namun saat ia membuka pintunya tanpa aba-aba sang ibu menampar pipi kirinya dengan cukup keras, membuat rasa kantuknya hilang sekejap dan berubah menjadi amarah.
“Dasar anak sialan!” ucap Ibu, “apa yang tadi malam kamu lakulan pada Irena hah?! Dasar anak kurang ajar! Berani-beraninya kamu menjebaknya!”
Bella mengusap-usap pipinya yang memerah dan sedikit bengkak, ia tak percaya dengan apa yang ibunya katakan. “Apa maksud Ibu? Menjebak? Aku tidak mengerti dengan apa yang Ibu katakan!” Bella mengedarkan pandangannya ke bawah mencari sosok wanita jalang yang sudah jelas berkata yang tidak-tidak itu.
Terlihat Irena sedang duduk di ruang tamu sambil menangis, disisinya ada sang Ayah yang sedang mengusap punggungnya mencoba menenangkan Irena, sementara di sisi yang lain terlihat Axel mendampingi. Entah apa yang mereka berdua rencanakan. Sementara itu, dengan tergesa Bella melewati ibunya begitu saja, kemudian ia dengan cepat menuruni anak tangga. Ia menarik lengan Irena dan mencoba menggusurnya keluar.
“Heh jalang! Apa yang kamu bilang pada ayah dan ibu hah?!” sentak Bella, “jawab jujur sialan! Kalian berdua yang justru melakukan kesalahan! Seenaknya saja mengarang dan memutar balikkan fakta!”
Ayah yang merasa tidak terima dengan perlakuan kasar Bella menepis tangannya yang mencengkram lengan Irena dengan kasar hingga memerah. “Cukup Bella! Kamu yang sialan! Ayah sudah mendengar semuanya!”
“Ayah … sudah yah! Aku sudah memaafkan Kak Bella, tolong jangan memarahi Kak Bella seperti itu,” ucap Irena dengan suara lemah, “Aku mengerti perasaan Kak Bella, dia pasti muak padaku adiknya yang tidak berguna ini, adik yang lemah dan menjadi beban untuk kakak.”
Irena tiba-tiba terhuyung, ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, sontak ayah dan Axel membantunya agar tak terjatuh ke lantai. Bella yang melihat itu semakin muak, rasanya ia ingin menenggelamkan mereka semua saat ini.
“Bella! Lihat adikmu dengan hati malaikatnya, dia memaafkan kamu walaupun kondisinya menjadi semakin memburuk. Untung saja ada Axel yang menyelamatkan Irena. Kalau bukan karena adikmu yang memohon-mohon, ayah sudah perkarakan ini ke polisi!”
Bella mengerutkan dahi, “Aku tidak mengerti dengan apa yang kalian bicarakan?! Memangnya apa yang sudah aku lakukan terhadap mereka?! Asal ayah tahu, harusnya ayah yang tegur mereka-“
“Cukup Bella!” potong Ibu, “buktinya sudah jelas, tega-teganya kamu menjebak Irena untuk bertemu laki-laki tidak dikenal. Hampir saja Irena diperkosa! Untung Axel yang sudah curiga dari awal membuntuti kamu, jadi dia bisa menolong Irena tepat waktu!”
Mulut Bella tanpa sadar menganga, ia takjub dengan cerita khayalan yang baru saja ia dengar, “Wow wow wow hebat hebat hahaha!” Bella bertepuk tangan sambil tertawa, “baru kali ini aku mendengar skenario cerita seburuk itu! Aku? Menjebak Irena? Pfft … yang benar saja! Dan kamu Axel, apa? Membuntuti? Melindungi? Bukannya kamu yang meniduri Irena semalam?! Pfft hahaha … maaf aku tidak kuat menahan tawa saking konyolnya cerita ini.”
“Bel stop!” ucap Axel, “aku tahu memang aku tidak sekaya keluarga kamu, tapi bukan berarti kamu bisa merendahkan aku begitu saja! Aku hanya melacak gps kamu karena terasa janggal, kamu tidak datang ke café untuk merayakan anniversary kita. Saat aku cek kamu ke tempat asing, aku membuntutimu karena takut kamu kenapa-napa, tapi kekhawatiran aku ternyata salah! Kamu malah mau mencelakakan Irena!”
“Hahahaha!” Bella memegang perutnya yang keras karena menahan tawa, “sudah aktingnya sudah? Aku tidak menyangka ternyata kamu berbakat juga menjadi seorang aktor ya! Kalau bisnis kamu bangkrut, aku sarankan kamu mengikuti casting sinetron ya! Pasti laku! Hahaha.”
Ayah Bella menghampirinya dan menampar pipi Bella, “Cukup Bella! Dasar memalukan!”
Bella meringis, kali ini darah segar mengalir dari sisi bibirnya. Ia menghentikan tawanya dan berubah menatap seluruh keluarganya tak terkecuali Axel dengan tatapan nyalang. “Ayo tampar! Tampar lagi! Atau bunuh aku sekalian, yah!”
Bella mengambil vas bunga di atas meja yang berada tak jauh darinya, kemudian ia melemparnya dan nyaris mengenai Axel dan Irena. “Dasar sialan kalian berdua! Akan aku ingat perbuatan kalian semua hari ini!”
“Dan ayah, ibu,” lanjut Bella, “mulai saat ini aku akan pergi dari sini! Silakan ayah dan ibu urus sendiri anak penyakitan itu, aku tidak sudi harus menjadi babysitter-nya lagi! Dan satu lagi, untuk kali ini jangan ada yang ikut campur dengan pilihanku! Karena aku sudah benar-benar muak dengan kalian!”
Bella melangkah pergi menuju kamarnya yang ia kunci pintunya rapat-rapat. Ia membaringkan diri di atas ranjang, Bella tidak percaya atas apa yang terjadi. Bisa-bisanya ia difitnah oleh orang yang sudah ia jaga dan tolong. Pantas saja kemarin Irena meminta Bella untuk tidak menemaninya saat akan keluar rumah, biasanya Irena akan memperlakukan Bella seperti pembantu dan menyuruh-nyuruhnya untuk melayaninya. Ternyata, Irena memiliki rencana lain dan menusuknya dari belakang.
Air matanya sudah kering, ia tidak mampu lagi menangis, namun rasa sesak didadanya tak kunjung hilang. Kedua orangtuanya yang sangat pilih kasih, bahkan tunangannya pun kini berbalik mengkhianatinya. Semua gara-gara Irena, entah sejak kapan wanita itu memendam benci padanya, padahal Bella sedari kecil dengan tulus menjaga adiknya itu.
Sambil berbaring ia menatap langit-langit, terlihat ujung atapnya yang tengah usang dan ruangan kamarnya yang sempit. Berbeda jauh dengan kamar adiknya yang lebih luas dan banyak sekali dekorasi-dekorasi lucu. Ya, semenjak Irena lahir kasih sayang orangtuanya semakin berpusat padanya. Irena lahir dengan kasus permasalahan pada jantung, maka dari itu ia terlahir lemah dan tidak bisa kelelahan. Dengan alasan itulah kedua orangtuanya mengamanatkan agar Bella mau menjaga Irena.
Mulanya Bella tak masalah untuk menjaga adiknya yang terpaut jarak setahun lebih dengannya itu. Ia menyayangi Irena seperti kakak kepada adik pada umumnya, namun semakin lama rasa tanggung jawab yang diberikan padanya terlalu berlebihan, Bella terpaksa harus telat masuk usia sekolah satu tahun agar ia bisa satu kelas dengan Irena. Ia tak boleh memilih kegiatan kesukaannya, padahal Bella memiliki hobi olahraga. Bella tidak boleh memiliki peringkat belajar lebih tinggi dari Irena, menurut orangtua mereka, Irena adalah yang utama.
“Sekarang aku semakin yakin untuk pergi dari sini!” ucap Bella, “aku harus membuat mereka menyesal, tapi untuk saat ini yang lebih penting adalah pergi dari rumah ini dulu. Biar rencana pembalasanku akan kususun setelahnya.”
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, Irena membawa beberapa pakaian dan juga barang-barang berharga miliknya ke dalam koper. Ia membuka pintu dan tampak ayah dan ibunya sedang berada di meja makan.
“Mau kemana kamu membawa koper segala?” tanya ayahnya
“Aku mau pergi, mulai sekarang aku tidak akan tinggal disini lagi.” Bella menarik kopernya menuju pintu keluar.
Dengan wajah memerah menahan kesal ayahnya memukul meja dan bangkit, “Dasar anak tidak tahu diuntung! Berani-beraninya kamu lari dari tanggung jawab! Coba saja kalau berani pergi, kamu tidak boleh sekalipun masuk ke rumah ini lagi dan jangan harap kamu masih bisa menikmati fasilitas yang ayah berikan! Dan juga jangan harap kamu masih bisa bekerja di perusahaan ayah!”
Bella menghentikan langkahnya, “Semua fasilitas yang ayah maksud sudah aku tinggalkan di dalam kamar, semua barang yang aku bawa ini hasil jerih payah aku dari kerja di perusahaan selama ini. Jadi Ayah tidak usah khawatir, aku juga tidak butuh harta itu!”
“Dan satu lagi, mulai hari ini aku mengundurkan diri dari perusahaan ayah, silakan serahkan semua pekerjaan pada Irena yang tidak kompeten itu!”
Ayah Bella tak mampu berkata lagi, ia berpikir pasti putri sulungnya itu akan kembali lagi ke rumah karena ia menganggap bahwa Bella selama ini hanya bergantung padanya, Ayah Bella tak pernah melihat wanita itu membangkang bahkan meninggalkan rumah, namun satu hal yang ia keliru bahwa Bella saat ini bukanlah anak yang bisa diperlakukan semena-mena lagi.
“Yah, kalau Bella pergi nanti siapa yang bantu jaga Irena?” tanya Ibu seraya memandang kepergian Bella yang saat ini sudah menghilang dari balik pintu.
“Biarkan saja, pasti nanti dia akan kembali lagi. Dia tidak akan tahan hidup sendirian di luar sana, memangnya dia mau tinggal di mana? Dapat uang darimana? Dia hanya pura-pura kabur untuk lari dari masalah dan cari perhatian. Sudah, tidak usah dipikirkan.”
Dari dalam kamar di dekat ruang makan terlihat Irena membuka sedikit celah pintunya, ia sedikit menyeringai tatkala melihat Bella pergi dari rumah. “Rencanaku berhasil, menyingkirkan hama pengganggu di rumah. Mulai sekarang selamat menjadi gelandangan, Arabella!”
Bella saat ini sedang melihat-lihat apartemen barunya, beruntung ia mendapat unit yang harganya masih bisa ia jangkau dengan fasilitas full furniture yang lumayan baik walaupun tidak terlalu mewah. Ukuran ruangannya memang tidak jauh berbeda dengan kamarnya dulu, tetapi itu bukan masalah, yang terpenting lokasinya saat ini berada di area jalan arteri dekat dengan pusat perkantoran. Bella merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia berpikir sejenak untuk memulai aksinya saat ini. Cara pertama ialah harus mencari pekerjaan terlebih dahulu, pengalamannya menjadi manajer operasional saat di perusahaan ayahnya dulu mungkin saja bisa membantunya untuk mencari pekerjaan. Bella teringat masa-masa saat ia bekerja sebelumnya, ia menjadi manajer operasional sementara Irena diberi jabatan sebagai CEO, sungguh tidak adil namun mau bagaimana lagi ia tidak bisa membantah. Di perjalanan karirnya Bella memiliki pekerjaan yang sangat banyak, selain ia menjadi seorang manajer ia juga harus menghandle peker
Sean mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali ia memijat dahinya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, Sean baru menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamarnya melainkan di apartemen Ronald. Sean perlahan bangkit sembari mendudukkan diri, ia mengambil segelas air putih yang berada di atas nakas di sisi ranjang, lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia merasa tenggorokannya kering dan gatal. Tak lama Ronald ke luar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Sean sudah terbangun, “Tuan Sean sudah bangun rupanya?” tanyanya menyindir, “mohon maaf sebelumnya, apa Tuan ingat kejadian kemarin malam?” Dahi Sean mengerut, berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Kedua bahunya bergedik, tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan yang Ronald lontarkan. “Tuan, lebih baik pecat saya saja sekarang! Atau tenggelamkan saya di danau terdekat!” Ronald menjatuhkan handuk yang sebelumnya ia pakai untuk mengeringkan rambut ke lantai, “Tuan, asal anda tahu. Tuan sudah melaku
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Bella sesekali mengerjapkan matanya dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Jujur saja ini hari pertamanya tinggal di luar selain rumahnya sendiri, walaupun tempat tersebut tidak layak disebut rumah oleh Bella. Sambil menggeliat Bella mengucek kedua matanya dan bangkit ke arah cermin yang terletak di dekat pintu toilet. Suara ketukan dari luar tampak masih menggema, nampaknya orang dibalik pintu sangat perlu sekali terhadap Bella. “Ya, tunggu sebentar,” Bella sedikit berteriak dan merapikan penampilannya yang masih menggunakan satu set piyama. “Duh, apartemen elit, bel sulit,” rutuk Bella, pasalnya tempo lalu Bella diberitahu jika bel unitnya sedang dalam proses perbaikan, sebab sudah lama tidak ditinggali. Karena permintaan Bella untuk menempati apartemen tersebut cukup tergesa, jadi ada beberapa hal yang belum diurus secara maksimal, hal itu pula yang membuat harganya cukup miring. Bella membuka pintunya lalu terdiam sesaat,
Sudah tiga hari sejak Bella bertemu dengan Ronald, namun hingga hari ini ia belum mendapat panggilan satu pun. “Ah, sial! Padahal ini Langkah awal untuk memulai rencanaku. Tapi aku harus memiliki rencana lain jika memang Wiratama tidak menerimaku disana. Lagipula aku terlalu gegabah memberinya penawaran seperti itu tanpa adanya surat tertulis dalam perjanjian.”Pucuk dicinta ulam pun tiba, Bella mendapat pesan dari sebuah nomor yang menyatakan bahwa dirinya lolos seleksi untuk menjadi sekretaris di Wiratama Group. Di dalamnya tertera pesan agar besok pagi Bella melakukan proses wawancara. Kegirangan, Bella menari-nari di atas ranjang dan sesekali melompat-lompat bak anak kecil yang dibelikan mainan olah ayahnya.“Akhirnya! One step closer, Bel!”Di tempat yang berbeda, Sean sedang menganalisis hasil riset timnya untuk menyelidiki perkembangan perusahaan Darmawijaya, saat ia sedang fokus tiba-tiba ada yang mengetuk dari luar pintu ruang kerjanya.“Tuan Sean, permisi saya Rudy, asisten
Bella sudah hadir di kantor pada pukul tujuh dengan pakaian rapi, hari ini ia menggunakan outfit kemeja berwarna peach dan rok pendek asymmetric berwarna satu tone lebih tua dari atasannya. Rambutnya ia ikat setengah ke belakang dan tak lupa ia berdandan dengan makeup minimalist namun fresh. Ia sengaja datang satu jam lebih pagi. Karena menurut salah seorang manajer HRD kemarin, Sean merupakan orang yang disiplin waktu dan gila kerja, ia juga mendapat bocoran bahwa Sean sering hadir lebih dulu, jadi ia tidak ingin datang terlambat. Bella menduduki ruang kerja sekretaris yang berada tepat di depan ruangan Sean, ia menyalakan komputer dan mencari beberapa file yang mungkin saja ditinggalkan sekertaris sebelumnya. Namun nihil, ternyata komputer tersebut tampak bersih, hanya ada tumpukan berkas-berkas yang ada di atas mejanya kini. Bella membuka berkas-berkas itu, di dalamnya terdapat beberapa kegiatan Sean untuk satu bulan ke depan yang masih belum tersusun, kemudian catatan mengenai d
Kontrak pernikahan telah dibuat, saat ini Bella tengah berada di dalam ruangan Sean untuk membahas hal tersebut. Bella sedang menganalisa berkas perjanjian itu dengan seksama, di dalamnya memuat beberapa pasal perjanjian dan juga sanksi penalty apabila salah seorang melanggar.Bella menandatangani kontrak tersebut, ia merasa tidak keberatan pasalnya hal-hal yang ia takutkan ternyata dibahas dalam pasal, namun untungnya hal itu merupakan larangan yang Sean sematkan seperti hanya boleh melakukan skinship apabila situasi terdesak, tidak ada hubungan badan, tidak mencampuri privasi satu sama lain, menjaga nama baik pasangan, dan kontrak pernikahan hanya berlangsung selama dua tahun.“Saya menyetujuinya, namun apa boleh saya menambahkan satu persyaratan lagi?” tanya Bella, “kalau boleh saya ingin pernikahan kita disembunyikan dari publik, hanya orang terdekat saja yang mengetahuinya, bagaimana?”“Oke, lagipula saya tidak berniat memamerkanmu ke khalayak ramai,” balas Sean.Bella memutar bo
Saat ini Bella berada di teras kediaman utama Wiratama. Kediaman itu memiliki konsep hunian kontemporer dengan halaman yang cukup luas. Dengan cat yang didominasi warna putih dipadukan dengan material kayu jati untuk pintu dan kusen lainnya. Di depannya terdapat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Thomas yang bernama Rudy.“Silakan masuk Tuan Muda dan Nona,” ucap pria tersebut, “Tuan Besar sedang berada di dalam ruang galeri.”Sean memberikan kode berupa lirikan mata pada Bella untuk mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Sebelumnya saat diperjalanan Sean telah memberikan ultimatum pada Bella agar mereka terlihat seperti dua orang yang memiliki hubungan khusus dan tentunya harus melakukan interaksi yang meyakinkan kakeknya.Bella segera menuruti permintaan Sean dan keduanya pun memasuki ruangan yang kemudian diikuti oleh Rudy dari belakang. Mereka menaiki sebuah tangga menuju lantai dua di mana ruang kerja kakeknya terletak. Thomas, sang kakek hanya tinggal bersama sekr
Sean memarkirkan kendaraannya, saat ini ia sedang berada dalam sebuah restoran yang cukup terkenal di Ibu Kota. Ia melihat arlojinya, saat ini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sean bergegas masuk ke dalam, menyanyakan pada bagian recepcionist untuk pemesanan tempat atas nama Darmawijaya.Rencananya hari ini Sean mengadakan makan malam dengan keluarga Darmawijaya karena pihak mereka yang menghubungi Sean terlebih dahulu pada kemarin sore. Tanpa berpikir panjang Sean menyetujuinya dan bermaksud untuk meminta ijin dalam rangka memberitahu rencananya akan menikahi Bella dalam waktu dekat.Di sisi lain keluarga Darmawijaya sudah berkumpul dan duduk manis di dalam ruangan private restoran tersebut.“Ibu, bagaimana penampilanku?” tanya Irena, “apa aku sudah cantik?”Ratna, Ibu Irena mengacungkan kedua ibu jarinya. “Sempurna, Irena! Tak ada kekurangan satupun. Ibu yakin Tuan Sean akan jatuh cinta pada pandangan pertama padamu! Betul kan, Yah?”Kusuma mengangguk ia tersenyum bangga melih