Bella saat ini sedang melihat-lihat apartemen barunya, beruntung ia mendapat unit yang harganya masih bisa ia jangkau dengan fasilitas full furniture yang lumayan baik walaupun tidak terlalu mewah. Ukuran ruangannya memang tidak jauh berbeda dengan kamarnya dulu, tetapi itu bukan masalah, yang terpenting lokasinya saat ini berada di area jalan arteri dekat dengan pusat perkantoran.
Bella merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia berpikir sejenak untuk memulai aksinya saat ini. Cara pertama ialah harus mencari pekerjaan terlebih dahulu, pengalamannya menjadi manajer operasional saat di perusahaan ayahnya dulu mungkin saja bisa membantunya untuk mencari pekerjaan.
Bella teringat masa-masa saat ia bekerja sebelumnya, ia menjadi manajer operasional sementara Irena diberi jabatan sebagai CEO, sungguh tidak adil namun mau bagaimana lagi ia tidak bisa membantah. Di perjalanan karirnya Bella memiliki pekerjaan yang sangat banyak, selain ia menjadi seorang manajer ia juga harus menghandle pekerjaan-pekerjaan Irena karena adiknya itu tidak kompeten.
Irena hanya ongkang-ongkang kaki saja, ia hanya tahu beres atas semua pekerjaan miliknya. Ayahnya beralasan karena tubuh Irena lemah ia tidak boleh kelelahan, padahal yang Bella tahu Irena sudah sembuh sejak ia sekolah menengah, ayah dan ibunya yang selalu tepat waktu dalam merawat penyakit Irena ke dokter seharusnya tahu bahwa adiknya itu sudah dapat hidup normal saat ini. Namun Irena sering berpura-pura lemah agar mendapat simpati, dan hanya Bella yang mengetahui sifat terpendamnya itu.
“Ah, untuk apa aku mengingat lagi mereka, toh mereka pun tidak akan mengingatku! Jangankan khawatir! Kalaupun ingat pasti hanya sebatas babysitter Irena aja,” gumam Bella.
Saat ia sedang asyik berbaring tiba-tiba pintu kamarnya diketuk secara kasar, Bella terperanjat, jangan-jangan itu orangtuanya yang ingin memaksanya pulang. Bella bangkit dari ranjangnya, namun ia belum berani membuka pintu, ia sedang berpikir alasan apa agar ia bisa menolak orangtuanya.
Akhirnya setelah beberapa menit terdiam, Bella pun membuka pintu, namun dahinya mengerut, ia tampak bingung dengan sosok pria yang berada di hadapannya ini, “Maaf, siapa ya?”
Di hadapan Bella saat ini sosok bertubuh tinggi dengan rambut klimis yang disisir ke belakang, rahangnya tajam dan dipenuhi rambut di dagunya disertai dengan badannya tegap. Untuk skala penilaian fisik Bella berani memberi nilai pada pria dihadapannya ini nyaris sempurna.
Pria tersebut diam tak menjawab apapun, namun satu hal yang pasti ada bau alkohol dan parfum beraroma wood dari tubuhnya. Matanya sedikit memerah dan tubuhnya agak sempoyongan. Sekali lagi Bella bertanya pada pria tersebut.
“Halo?” Bella melambaikan tangan di hadapan wajah pria itu, “Mas? Mau cari siapa? Ada perlu apa?”
“Ronald,” gumam pria itu, “mana Ronald?”
Bella mengerutkan dahi, “Maaf sepertinya mas salah unit, tidak ada yang namanya Ronald disini—”
Terdengar suara dentuman keras, pria tersebut tiba-tiba terjatuh seketika di daun pintu. Bella yang panik kemudian bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba ponsel pria tersebut yang tergeletak di lantai saat ia terjatuh berbunyi, tampak panggilan suara dari kontak bernama Ronald. Dengan cepat Bella mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, Tuan Sean? Anda berada di mana?” tanya sosok pria yang diduga bernama Ronald itu.
“Halo Mas, maaf ini temannya pingsan di unit apartemen saya, sepertinya beliau salah kamar. Ini baiknya bagaimana ya?” ucap Bella sambil menggoyang-goyangkan tubuh pria itu, berusaha membangunkannya.
“Astaga!” pekik Ronald, “maaf sebelumnya merepotkan, boleh saya minta tolong untuk mengamankan beliau dulu di unit milik anda? Saya masih diperjalanan dan tolong beritahu nomor unitnya ya. Ah, dan maaf sekali lagi karena telah merepotkan.”
“Oh, baik kalau begitu tidak masalah, saya di apartemen Pesona Grata tower D unit 416 ya Mas,” ucap Bella. Tak lama panggilan pun terputus, kemudian dengan sekuat tenaga Bella membopong pria bernama Sean itu. Ukuran tubuhnya yang berbeda jauh membuat Bella membopong dengan sempoyongan.
Akhirnya Bella membaringkan tubuh Sean di atas sofa berukuran sedang miliknya, ia yang canggung hanya duduk memperhatikan Sean, berharap pria itu segera siuman. Untungnya tak berselang lama pintu unit kamar Bella diketuk, dengan tergesa ia membuka pintunya.
“Selamat sore, mohon maaf saya yang tadi menelepon, apa betul teman saya yang tidak sadarkan diri berada di sini?” tanya Ronald sopan.
Bella mengangguk pelan, ia sedikit menelisik pria dihadapannya ini. Tubuhnya tinggi namun sepertinya sedikit lebih pendek dibanding Sean, dia memakai kacamata dengan potongan rambut yang disisir ke belakang. Kulitnya lebih gelap dibanding Sean yang kulitnya terlihat putih pucat. Namun ada kesamaan diantara keduanya yaitu sama-sama memakai pakaian rapi berupa tuxedo ala kantoran.
“Betul, silakan masuk mas,” Bella mempersilakan Ronald untuk masuk ke dalam, “Mau minum apa mas? Mohon maaf saya Cuma ada air putih dan teh saja, kebetulan saya baru pindah hari ini jadi belum sempat belanja stok makanan.”
“Ah tidak usah repot-repot, saya langsung saja membawa teman saya. Kebetulan unit saya ada di sebelah, mungkin itu alasannya mengapa teman saya salah masuk kamar. Saya juga baru sadar waktu anda ucapkan alamat lengkap.”
“Ini kartu nama saya mbak,” Ronald kemudian mengeluarkan kartu namanya dari dalam dompet, “ijin memperkenalkan diri nama saya Ronald. Dan ini teman saya atau lebih tepatnya atasan saya bernama Sean. Saya mewakili beliau mohon maaf sebesar-besarnya karena telah mengganggu kenyamanan anda.”
“Ah saya Arabella, panggil saja Bella.” balas Bella, “tidak apa-apa Mas, tapi coba dicek dulu temannya takut terjadi apa-apa, saya tadi tidak berani cek karena takut dianggap lancang, soalnya beliau tadi terjatuh cukup keras di daun pintu.”
Ronald menghampiri Sean yang masih berbaring, “Tidak apa-apa Nona Bella, dia hanya mabuk berat. Badannya tahan banting, aman.” Kemudian Ronald membopong Sean, “kalau begitu saya pamit undur diri. Terima kasih dan mohon maaf sekali lagi.”
“Iya, Mas. Santai saja. Silakan …” Bella mempersilakan Ronald keluar dari kamarnya, ia masih berdiri di daun pintu mengamati arah kedua pria itu yang berjalan di lorong. Ternyata benar, unit mereka bersebelahan, pantas saja pria bernama Sean itu keliru.
Setelah melihat Ronald dan Sean masuk ke dalam unitnya, Bella pun ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri. Saat ia akan mengambil minum terlihat kartu nama yang Ronald berikan, di dalamnya tertulis nama lengkap pemuda berkacamata itu dan juga perusahaan tempat di mana ia bekerja.
“Tunggu … assistant of CEO Wiratama Group?” gumam Bella, “Sebentar, kalau tidak salah seingatku Wiratama Group sedang mengincar perusahaan ayah untuk diakuisisi sebagai jaminan bayar hutang ayah yang membengkak namun kedua orangtuaku merencanakan perjodohan antara Irena dengan CEO tersebut untuk kesepakatannya.”
“Apa jangan-jangan …” lanjut Bella, “Pria yang pingsan tadi adalah CEO-nya?! Sial, aku dulu tidak dilibatkan dengan rencana ini oleh ayah, mereka membuatku sibuk mengatasi permasalahan distribusi, sekarang aku menyesal karena buta informasi!”
Bella mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dengan tergesa, kemudian ia membuka platform mesin pencari informasi dan mengetik CEO Wiratama Group. Hasilnya seperti yang ia duga, terpampang nama Sean Kamandaru Wiratama dengan wajah persis seperti pria yang pingsan tadi di depan kamarnya.
Saat sedang menggulirkan website profil perusahaan tersebut tanpa sengaja terlihat sebuah fitur lowongan pekerjaan, Bella kemudian menekan fitur tersebut dan di dalamnya terdapat sebuah lowongan untuk posisi sekretaris.”
“Apa aku coba lamar saja ya? Siapa tahu dengan masuk circle Wiratama Group aku bisa aman dari tekanan keluargaku, sebisa mungkin aku harus menggagalkan rencana perjodohan mereka. Gila saja apa Wiratama Group ingin hancur dengan memiliki menantu tidak kompeten seperti Irena? Tidak mungkin.”
Bella kemudian membuka kopernya dan mengambil laptop yang berada di dalam, dengan gesit ia membuat sebuah lamaran pekerjaan dan menyiapkan persyaratan-persyaratannya. “Semoga saja lamaranku diterima, ku mohon Tuhan.”
Untuk pengalaman bekerja Bella termasuk dalam kategori yang cekatan, saat ia masih bekerja di perusahaan ayahnya yang bergerak di industri manufaktur logam dan mesin ia mampu bekerja sama dengan perusahaan rekanan dan dipercayai sebagai supplier mesin peralatan pertanian di beberapa negara. Semua berkat inovasi Bella yang terus memperbarui informasi mengenai teknologi terbaru dan juga kepiawaiannya dalam mengelola operasional.
Berkat Bella juga beberapa waktu yang lalu perusahaan ayahnya nyaris saja terkena penalty terkait perjanjian kontrak yang tidak dicerna dengan baik oleh Irena, untung saja Bella mau turun tangan menghadapi masalah tersebut kepada perusahaan mitra dan mengubah ancaman menjadi peluang.
Darma Manufacture merupakan perusahaan yang dirintis oleh sang kakek, yaitu ayah dari Pak Kusuma Darmawijaya yang merupakan ayah Bella. Di zaman kejayaannya saat masih dikelola oleh sang kakek, Darma Manufacture merupakan perusahaan yang disegani, namun saat kakek Bella meninggal dan kepengurusan digantikan oleh ayahnya, perusahaan mengalami penurunan penjualan tidak seperti dulu.
Kini Bella bertekad untuk mengubah nasib, ia percaya diri karena dimanapun ia berpijak Bella memiliki value dan ia yakin untuk bisa survive bagaimanapun situasi dan kondisinya. Bella akan membuktikan pada keluarganya bahwa ia akan lebih bersinar dan mereka akan menyesal karena telah menyia-nyiakan Bella.
Sean mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali ia memijat dahinya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, Sean baru menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamarnya melainkan di apartemen Ronald. Sean perlahan bangkit sembari mendudukkan diri, ia mengambil segelas air putih yang berada di atas nakas di sisi ranjang, lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia merasa tenggorokannya kering dan gatal. Tak lama Ronald ke luar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Sean sudah terbangun, “Tuan Sean sudah bangun rupanya?” tanyanya menyindir, “mohon maaf sebelumnya, apa Tuan ingat kejadian kemarin malam?” Dahi Sean mengerut, berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Kedua bahunya bergedik, tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan yang Ronald lontarkan. “Tuan, lebih baik pecat saya saja sekarang! Atau tenggelamkan saya di danau terdekat!” Ronald menjatuhkan handuk yang sebelumnya ia pakai untuk mengeringkan rambut ke lantai, “Tuan, asal anda tahu. Tuan sudah melaku
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Bella sesekali mengerjapkan matanya dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Jujur saja ini hari pertamanya tinggal di luar selain rumahnya sendiri, walaupun tempat tersebut tidak layak disebut rumah oleh Bella. Sambil menggeliat Bella mengucek kedua matanya dan bangkit ke arah cermin yang terletak di dekat pintu toilet. Suara ketukan dari luar tampak masih menggema, nampaknya orang dibalik pintu sangat perlu sekali terhadap Bella. “Ya, tunggu sebentar,” Bella sedikit berteriak dan merapikan penampilannya yang masih menggunakan satu set piyama. “Duh, apartemen elit, bel sulit,” rutuk Bella, pasalnya tempo lalu Bella diberitahu jika bel unitnya sedang dalam proses perbaikan, sebab sudah lama tidak ditinggali. Karena permintaan Bella untuk menempati apartemen tersebut cukup tergesa, jadi ada beberapa hal yang belum diurus secara maksimal, hal itu pula yang membuat harganya cukup miring. Bella membuka pintunya lalu terdiam sesaat,
Sudah tiga hari sejak Bella bertemu dengan Ronald, namun hingga hari ini ia belum mendapat panggilan satu pun. “Ah, sial! Padahal ini Langkah awal untuk memulai rencanaku. Tapi aku harus memiliki rencana lain jika memang Wiratama tidak menerimaku disana. Lagipula aku terlalu gegabah memberinya penawaran seperti itu tanpa adanya surat tertulis dalam perjanjian.”Pucuk dicinta ulam pun tiba, Bella mendapat pesan dari sebuah nomor yang menyatakan bahwa dirinya lolos seleksi untuk menjadi sekretaris di Wiratama Group. Di dalamnya tertera pesan agar besok pagi Bella melakukan proses wawancara. Kegirangan, Bella menari-nari di atas ranjang dan sesekali melompat-lompat bak anak kecil yang dibelikan mainan olah ayahnya.“Akhirnya! One step closer, Bel!”Di tempat yang berbeda, Sean sedang menganalisis hasil riset timnya untuk menyelidiki perkembangan perusahaan Darmawijaya, saat ia sedang fokus tiba-tiba ada yang mengetuk dari luar pintu ruang kerjanya.“Tuan Sean, permisi saya Rudy, asisten
Bella sudah hadir di kantor pada pukul tujuh dengan pakaian rapi, hari ini ia menggunakan outfit kemeja berwarna peach dan rok pendek asymmetric berwarna satu tone lebih tua dari atasannya. Rambutnya ia ikat setengah ke belakang dan tak lupa ia berdandan dengan makeup minimalist namun fresh. Ia sengaja datang satu jam lebih pagi. Karena menurut salah seorang manajer HRD kemarin, Sean merupakan orang yang disiplin waktu dan gila kerja, ia juga mendapat bocoran bahwa Sean sering hadir lebih dulu, jadi ia tidak ingin datang terlambat. Bella menduduki ruang kerja sekretaris yang berada tepat di depan ruangan Sean, ia menyalakan komputer dan mencari beberapa file yang mungkin saja ditinggalkan sekertaris sebelumnya. Namun nihil, ternyata komputer tersebut tampak bersih, hanya ada tumpukan berkas-berkas yang ada di atas mejanya kini. Bella membuka berkas-berkas itu, di dalamnya terdapat beberapa kegiatan Sean untuk satu bulan ke depan yang masih belum tersusun, kemudian catatan mengenai d
Kontrak pernikahan telah dibuat, saat ini Bella tengah berada di dalam ruangan Sean untuk membahas hal tersebut. Bella sedang menganalisa berkas perjanjian itu dengan seksama, di dalamnya memuat beberapa pasal perjanjian dan juga sanksi penalty apabila salah seorang melanggar.Bella menandatangani kontrak tersebut, ia merasa tidak keberatan pasalnya hal-hal yang ia takutkan ternyata dibahas dalam pasal, namun untungnya hal itu merupakan larangan yang Sean sematkan seperti hanya boleh melakukan skinship apabila situasi terdesak, tidak ada hubungan badan, tidak mencampuri privasi satu sama lain, menjaga nama baik pasangan, dan kontrak pernikahan hanya berlangsung selama dua tahun.“Saya menyetujuinya, namun apa boleh saya menambahkan satu persyaratan lagi?” tanya Bella, “kalau boleh saya ingin pernikahan kita disembunyikan dari publik, hanya orang terdekat saja yang mengetahuinya, bagaimana?”“Oke, lagipula saya tidak berniat memamerkanmu ke khalayak ramai,” balas Sean.Bella memutar bo
Saat ini Bella berada di teras kediaman utama Wiratama. Kediaman itu memiliki konsep hunian kontemporer dengan halaman yang cukup luas. Dengan cat yang didominasi warna putih dipadukan dengan material kayu jati untuk pintu dan kusen lainnya. Di depannya terdapat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Thomas yang bernama Rudy.“Silakan masuk Tuan Muda dan Nona,” ucap pria tersebut, “Tuan Besar sedang berada di dalam ruang galeri.”Sean memberikan kode berupa lirikan mata pada Bella untuk mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Sebelumnya saat diperjalanan Sean telah memberikan ultimatum pada Bella agar mereka terlihat seperti dua orang yang memiliki hubungan khusus dan tentunya harus melakukan interaksi yang meyakinkan kakeknya.Bella segera menuruti permintaan Sean dan keduanya pun memasuki ruangan yang kemudian diikuti oleh Rudy dari belakang. Mereka menaiki sebuah tangga menuju lantai dua di mana ruang kerja kakeknya terletak. Thomas, sang kakek hanya tinggal bersama sekr
Sean memarkirkan kendaraannya, saat ini ia sedang berada dalam sebuah restoran yang cukup terkenal di Ibu Kota. Ia melihat arlojinya, saat ini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sean bergegas masuk ke dalam, menyanyakan pada bagian recepcionist untuk pemesanan tempat atas nama Darmawijaya.Rencananya hari ini Sean mengadakan makan malam dengan keluarga Darmawijaya karena pihak mereka yang menghubungi Sean terlebih dahulu pada kemarin sore. Tanpa berpikir panjang Sean menyetujuinya dan bermaksud untuk meminta ijin dalam rangka memberitahu rencananya akan menikahi Bella dalam waktu dekat.Di sisi lain keluarga Darmawijaya sudah berkumpul dan duduk manis di dalam ruangan private restoran tersebut.“Ibu, bagaimana penampilanku?” tanya Irena, “apa aku sudah cantik?”Ratna, Ibu Irena mengacungkan kedua ibu jarinya. “Sempurna, Irena! Tak ada kekurangan satupun. Ibu yakin Tuan Sean akan jatuh cinta pada pandangan pertama padamu! Betul kan, Yah?”Kusuma mengangguk ia tersenyum bangga melih
Pagi ini Bella memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper, saat ini ia tengah bersiap melakukan perjalanan dinas bersama Sean ke luar pulau untuk mensurvey salah satu lini bisnis yang berkaitan dengan Wiratama Otomotif. Rencananya, keduanya akan menginap di pulau tersebut selama tiga hari sebelum padatnya persiapan pernikahan.Setelah selesai bersiap, Bella pergi menuju area parkir apartemennya di mana Ronald sudah menunggu di dalam mobil. Dengan sigap Ronald membantu memasukkan koper milik Bella ke dalam bagasi, lalu mempersilakannya untuk masuk ke dalam mobil.“Anda sudah siap, Nona?” tanya Ronald, “semoga ini menjadi perjalanan bisnis yang menyenangkan untuk anda.”“Aku harap juga begitu,” balas Bella. “Tuan Ronald, aku ingin bertanya sesuatu. Setelah dua hari lalu pertemuan dengan keluargaku, apa yang terjadi dengan mereka?”“Yah, tak banyak yang terjadi Nona, kami hanya membuat mereka bungkam dan menyetujui pernikahan anda dengan Tuan Sean. Lalu memberi mereka ‘sedikit’
Malam hari sebelumnya Sean termenung di dalam kamar tidurnya, setelah menghabiskan makan malam yang tak menyenangkan bersama Viona, ia masih terngiang-ngiang atas ucapan wanita itu.“Sebetulnya, seberapa dalam rahasia yang wanita itu ketahui? Siapa dia?!” rutuk Sean kesal. Ia dihadapkan pada situasi kebingungan, masalah yang bertubi-tubi ditambah pekerjaan yang menumpuk dan project-project dalam waktu dekat membuat kepalanya terasa akan pecah. Di dalam keheningan malam, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Sean terperanjat, dengan cepat ia mencari ponselnya yang ia buang ke sembarang arah di atas kasur tadi. Sean berharap bahwa itu adalah panggilan dari Bella, namun nihil, ternyata itu adalah panggilan telepon dari kakeknya, Thomas.“Sean! Bagaimana persiapan hari jadi perusahaan? Jangan sampai gagal! Karena kakek akan mengundang media-media ternama dan juga para pejabat pemerintahan,” ucap Thomas dari balik telepon.Sean memijat pelipisnya yang nampak pe
Tanpa terasa hari pun berlalu, Bella belum memutuskan untuk kembali ke mansion, ia masih bermalam di apartemennya. Disamping itu, ia juga sibuk menyelidiki Viona bersama Ronald setelah selesai bekerja. Mulanya Bella merasa khawatir ia takut Sean akan curiga padanya dan menyusul atau bahkan mengancamnya. Namun setelah Sean mencoba melakukan panggilan padanya kemarin, tak ada lagi kabar darinya. Bahkan Sean tak masuk hari ini, Bella yang masuk kerja seperti biasanya merasa terkejut dengan ketidakhadiran Sean yang sudah tersohor Tiran dalam pekerjaan.Bella beberapa kali memberikan report pekerjaan, mengirim jadwal dan sebagainya kepada email Sean namun suaminya itu tak membalas pesannya sama sekali. “Ada apa dengannya? Dia sungguh aneh sekali. Bahkan dia tidak menanyaiku lagi tentang alasan mengapa aku tidak kembali ke mansion, apakah karena sosok Viona itu?”“Ah sudahlah! Aku harus fokus pada acara besok yaitu perayaan hari jadi Wiratama. Persiapan sudah 90%, tinggal aku memantau ke lo
Ronald membuka buku catatan usang itu, di dalamnya terlihat goresan tinta yang sudah setengah memudar. Ia memicingkan matanya kala mengeja sebuah nama yang sudah ia hafal betul, Mardie Setya. Di pojok kanan bawah terdapat goresan garis yang menampilkan sebuah tanda tangan. “Tunggu, bukankah ini tanda tangan Ayah?! Mengapa?!”Ronald membaca satu demi satu halaman pada buku itu, terlihat lokasi, tanggal dan tahun tertera di ujung kanan atas. Sementara di bawahnya terlihat catatan-catatan kecil mengenai kegiatan yang dilakukan. Mulanya Ronald hanya membacanya sekilas, namun tepat pada halaman ke sepuluh tertulis tanggal 11 Agustus tahun 2008, isi dari catatan itu mulai terasa aneh. Terlihat tulisan tangan yang sedikit berantakan seperti ditulis secara terburu-buru dan juga isi catatan yang memuat kata-kata keji, penuh umpatan dan juga dendam. Mardie menulis bahwa ia merasa sakit hati pada Chandra dan berniat memberi majikannya itu pelajaran. Kemudian satu minggu selanjutnya dalam catata
Irwan menengadah, tak terlihat raut cemas dalam wajahnya. “Kau tak tahu apa-apa, bocah! Kau tak akan pernah tahu! Hahaha!”“Kau!” Ronald menendang kursi tersebut, membuat Irwan terjengkang. “Jangan pernah macam-macam dengan Wiratama! Atau kau akan menanggung akibatnya!”“Aku tak peduli! Hahaha!” Irwan membelalakkan matanya, raut wajahnya berubah menakutkan. Urat-urat wajahnya menegang dan tawanya menggelegar ke seluruh penjuru rumah yang kosong tanpa perabotan apapun di dalamnya. “Kau! Mau membunuhku? Aku tak takut! Wiratama? Aku tak takut pada mereka! Aku tak punya apapun yang tersisa! Ambillah! Kau ambil saja nyawaku sekalian!” pekik Irwan.Ronald mengeram, ia mengepalkan tangannya hingga buku kukunya memutih. “Baiklah, jika kau tak mau membuka suara, apa aku harus menaruhkan anak dan istrimu juga?!”“Anak istriku?” ucap Irwan, “Kau sepertinya hanya orang bodoh yang tak tahu apa-apa! Istri dan anakku yang telah meninggalkanku, mereka sudah mati tiga hari yang lalu, bodoh! Hahaha! Ka
Ronald terdiam selama beberapa saat, ia menundukkan kepalanya dan menatap lantai. Jujur saja, ia tak berani memandang wajah Sean yang diselimuti amarah dan kekecewaan yang besar itu. Bagaimana tidak, Sean yang masih memiliki secercah harapan untuk Ronald kini telah sirna.“Apa alasanmu melakukan itu, Ronald?” tukas Sean, “Berani-beraninya kamu mengkhianatiku! Menusukku dari belakang!”“Bukan begitu, Sean! Tolong dengarkan dulu penjelasanku!” ucap Ronald, “sebelumnya maafkan aku yang telah menutupi semuanya darimu, jujur itu memang salahku. Namun, aku tak bermaksud selamanya menutupi fakta ini darimu. Aku hanya melakukan penyelidikan mandiri, aku ingin mengungkap faktanya!”“Fakta? Mungkin maksudmu adalah menutupi semua kesalahan ayahmu, bukan begitu?!” Sean berjalan menuju ke samping jendela, ia menatap kendaraan yang sedang berlalu lalang di jalanan yang ramai.Sementara di sisi lain Ronald tak menjawab, karena apa yang dikatakan Sean betul, bahwa Ronald menutupi fakta bahwa ayahnya
Detik demi detik terlewati, tanpa sadar sudah beberapa belas menit sosok dua anak manusia yang masih saling menutup mulutnya rapat-rapat saling memandang. Namun ada yang berbeda dari tatapan tersebut, si Pria menatap wanita dihadapannya dengan tatapan benci sementara si Wanita justru menatap si Pria dengan menggoda.Viona mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, menatap lekat-lekat ruangan besar yang hanya diisi satu orang saja. Kemudian ia kembali menatap Sean, tiba-tiba pikiran liarnya bergejolak. “Bagaimana ya rasanya jika aku bisa memiliki Sean seutuhnya? Wajahnya … tubuhnya … kekayaannya! Ah, membayangkannya saja sungguh menyenangkan!” ucap Viona dengan lantang. “Lihatlah! Putra mahkota Wiratama yang disegani semua orang! Aku dapat melihat celahnya, sesungguhnya ia hanyalah bocah kecil yang penuh luka dan kesepian. Uh malangnya!” Viona duduk di sofa di dalam ruangan Sean, sementara pria itu berdiri di dekat jendela, masih menatap Viona dengan tajam seolah macan yang akan menerka
Beberapa saat lalu, ketika Bella sedang fokus memperbaiki pekerjaanya. Dari arah berlawanan terlihat Tristan yang sedang menuju ke arahnya. Mulanya, Tristan berencana untuk mencari Ronald, namun ternyata malah Bella yang dijumpainya.Tristan berjalan perlahan, namun Bella yang sedang fokus tak mengindahkan satu-satunya sosok yang berada didepannya walau agak jauh saat ini. Bahkan mungkin jika ada pencuri pun Bella tak menyadarinya karena sedang fokus mengejar deadline.“Bulan madu? Berlibur? Apa itu? Hanya omong kosong! Buktinya saat ini aku sudah kembali bekerja rodi!” rutuk Bella, yang samar-samar terdengar oleh Tristan dari kejauhan.“Ya, walaupun gajinya besar. Namun rasanya badanku seperti remuk! Ditambah aku tak bisa tidur karena kamarku direbut oleh wanita sialan itu! Bisa-bisanya dalam dua hari ini pekerjaannya hanya makan dan tidur saja. Bahkan aku yang istrinya pun bekerja dengan keras seperti ini! Sebenarnya apa sih hubungan mereka berdua?!” Bella tak sadar saat ini Trista
Hari ini merupakan hari pertama pertemuan global untuk project Wiratama Otomotif. Mereka akan membahas mengenai project yang akan berlangsung sebentar lagi. Saat ini persiapan sudah nyaris rampung, Sean sengaja mengumpulkan mereka untuk memastikan kesiapan di berbagai lini.Dalam meeting kali ini banyak petinggi yang datang, termasuk Thomas, Ardie dan juga Arsen. Mereka telah memulai meeting sejak pukul delapan pagi. Bella tak kalah sibuknya, karena ini merupakan project pertamanya, khususnya dia melibatkan perusahaan milik ayahnya dan tentunya ia bertanggung jawab atas kelancaran project ini.Mereka akan meluncurkan mobil listrik agar masyarakat dapat memilih kendaraan ramah lingkungan. Walau masih belum menjamur di pasaran, mereka yakin akan mampu menjualnya dengan baik. Bella telah mengatur strategi untuk pemasaran, disesuaikan dengan campaign ramah lingkungan, ia menyasar para influencer yang aware dengan hal-hal tersebut. Juga fitur-fitur yang menarik dari mobil ini tentunya mena
Sean dan Bella berjalan dengan tergesa menuju ke arah pintu depan, terlihat disana Viona membawa satu koper yang disimpan disisinya. Pakaiannya tampak lusuh namun cukup terbuka, membuat yang melihatnya nampak tak nyaman.“Ada apa kau kemari?” tanya Sean. “Cepat pergi dari sini! Penjaga! Bawa dia keluar!”Kedua penjaga yang berada di sisi pintu pun memegang lengan Viona, mereka menarik lengan wanita itu agar segera meninggalkan mansion secepatnya.“Lepaskan!” Viona melepaskan pegangan tangan kedua penjaga, ia berjalan mendekat ke arah Sean, “Kau yakin akan mengusirku? Bagaimana jika aku tahu mengenai kebenaran kecelakaan belasan tahun lalu?”“Sial!” sentak Sean, ia menyeret lengan Viona untuk masuk ke dalam mansion meninggalkan Bella yang masih mematung memandang kejadian dihadapannya barusan. “Jaga ucapanmu!”“Aku tak berjanji! Asal kau menuruti semua keinginanku, maka aku akan memberitahu segalanya padamu dan menjaga semua rahasia yang ada!” Viona melepaskan cengkraman tangan Sean, k