Pagi ini Bella memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper, saat ini ia tengah bersiap melakukan perjalanan dinas bersama Sean ke luar pulau untuk mensurvey salah satu lini bisnis yang berkaitan dengan Wiratama Otomotif. Rencananya, keduanya akan menginap di pulau tersebut selama tiga hari sebelum padatnya persiapan pernikahan.Setelah selesai bersiap, Bella pergi menuju area parkir apartemennya di mana Ronald sudah menunggu di dalam mobil. Dengan sigap Ronald membantu memasukkan koper milik Bella ke dalam bagasi, lalu mempersilakannya untuk masuk ke dalam mobil.“Anda sudah siap, Nona?” tanya Ronald, “semoga ini menjadi perjalanan bisnis yang menyenangkan untuk anda.”“Aku harap juga begitu,” balas Bella. “Tuan Ronald, aku ingin bertanya sesuatu. Setelah dua hari lalu pertemuan dengan keluargaku, apa yang terjadi dengan mereka?”“Yah, tak banyak yang terjadi Nona, kami hanya membuat mereka bungkam dan menyetujui pernikahan anda dengan Tuan Sean. Lalu memberi mereka ‘sedikit’
Sean mengirim pesan pada Bella bahwa ia sudah menunggu di lobby, Bella yang sedari tadi mengurung diri di kamar akibat insiden beberapa menit yang lalu masih merasa canggung, namun mau tidak mau ia harus melaksanakan tugasnya sebagai sekretaris Sean.Di perjalanan menuju lobby sekelebat bayangan beberapa saat lalu terngiang. Bagaimana bisa Bella melupakan kejadian itu, melihat bentuk tubuh Sean yang atletis, kulit yang lembab belum kering karena sehabis mandi dan juga rambut klimis yang masih basah milik Sean.“Ah! Sadar Bella! Kamu sudah gila!” Bella menepuk-nepuk pipinya beberapa kali hingga memerah.Sementara di sisi lain tanpa sepengetahuan Bella, Sean pun merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya seorang wanita melihatnya seperti itu. Bagi seorang Sean yang sangat ketat terhadap privasi, tentunya hal itu adalah hal yang memalukan.Sean menarik nafasnya beberapa kali dan akhirnya memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, dengan mengumpulkan nyali Sean pun memberi
Sean berjalan menuju parkiran mobil, dibelakangnya nampak Bella yang mengekorinya namun dengan pandangan muram. Sean yang melihat itu sedikit merasa terganggu.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Sean, “kalau kau tak enak badan kembali saja ke kamar, biar saya pergi sendiri.”Bella menggelengkan kepalanya, “Tidak apa-apa, Tuan. Saya baik-baik saja. Bukankah hari ini merupakan hari yang sangat penting? Saya tidak mau melewatkan hal itu.”Bella menarik nafasnya dalam dan mencoba mengatur suasana hatinya. Bella harus bisa mengendalikan perasaannya, jika tidak maka ia bisa bertindak tidak profesional. Bella tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan kunjungan pada pabrik ini. Konon katanya pabrik yang menjadi pusat pembuatan Wiratama Otomotif ini sudah berdiri bahkan saat Sean belum lahir.Mereka pun berjalan menuju mobil dan masuk ke dalamnya. Tak lama keduanya sudah menancapkan gas dan memecah jalanan kota. Akhirnya mereka telah sampai di tempat tujuan, sebuah pabrik berukuran besa
Sean kembali mengendarai mobilnya membelah jalan, Bella masih terdiam duduk di sisinya. Selang beberapa menit kemudian Bella membuka suara."Tuan, saya tadi sudah mencatat hal-hal penting mengenai pengembangan Wiratama Otomotif, saya rasa kita dapat mempercepat evaluasinya setelah membicarakan lebih lanjut dengan tim," ucap Bella."Sampaikan pada Ronald, biar dia yang menyiapkannya," balas Sean, "lalu jangan lupa adakan rapat dengan pihak pengembangan dari Singapura dalam waktu dekat.""Baik, Tuan."Sean melihat sinyal fuel tangki bensinnya memerah, namun saat hendak melanjutkan ternyata jalanan sedang ditutup karena ada insiden kecelakaan, dengan terpaksa Sean memutar balik stir mobil dan mencari jalan alternatif."Ah, sial!" ucap Sean, "carikan alternatif jalan lain.""Sebentar, Tuan," Bella membuka ponselnya dan mencari jalan via aplikasi maps yang ditujukan pada hotel The Tamago.Tak terasa hari semakin gelap. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam keduanya merasa ada yang ane
Niat hati ingin tidur lebih cepat, namun sial keduanya tampak tak bisa mengatur debaran jantung masing-masing. Bella merasa canggung saat tubuhnya tidur saling berdekatan dengan Sean, ia belum lama mengenal lelaki itu. Ditambah Sean orang yang sangat tertutup dan Bella tak mengetahui apapun tentang Sean selain pamornya yang disebut CEO Tiran.Bella bangkit dari kasur, ia melirik arlojinya yang bertengger di tangan dengan jarum jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Bella bersiap keluar kamar, sepertinya malam ini ia akan begadang saja. Ia merapikan pakaiannya dan berencana untuk menuju teras. Bella ingin menghirup udara segar untuk malam ini.Saat Bella hendak keluar rupanya Sean menarik lengannya, “Kamu mau kemana?”“Saya mau keluar, Tuan. Apa ada yang anda perlukan?” balas Bella.“Tidak,” ucap Sean, “Saya juga akan keluar.”Tiba-tiba Sean berjalan terlebih dahulu menyusul Bella, ia kemudian mendudukkan diri di dalam sebuah gazebo di atas kolam ikan yang berada di sisi kanan l
Setelah dua jam lebih akhirnya Bella dan Sean tiba di The Tamago hotel. Sebelumnya, Sean telah menghubungi pihak hotel untuk menjemputnya dan Bella, juga menderek mobilnya yang mogok. Setelah kejadian tadi malam nampak kecanggungan kembali pada keduanya.Setelah bersiap selama beberapa saat di kamar hotel, keduanya bersiap menuju bandara untuk kembali ke ibu kota. Nampak keduanya masih terdiam dan hanya berbicara sepatah dua patah kata saja untuk kepentingan perusahaan, selebihnya tak ada yang mereka bahas. Bella merasa aneh, ia sangka hubungannya dengan Sean sudah selangkah lebih dekat. Namun nyatanya pria itu tak memedulikan kejadian tadi malam. Bella pun berusaha mengabaikan perasaannya yang entah mengapa terasa berbeda saat melihat Sean.Sesampainya di ibu kota, mereka kembali ke kediaman masing-masing. Namun saat Bella baru saja sampai di apartemennya tiba-tiba terdengar bunyi bel dari luar pintunya. Setelah membuka pintu tampak Ronald berada di luar ruangan. “Nona Bella, anda h
Irena mendudukkan diri di samping Bella, ia tersenyum manis menatap Sean berharap pria itu akan bersikap ramah padanya, namun nihil, Sean justru mengabaikan Irena dan menatap tajam ke arah pamannya, Ardie, yang nampak antusias melihat situasi ini.“Selamat malam semuanya, maaf mengganggu acara makan malam kalian,” ucap Irena, “Jangan terlalu hiraukan saya, karena saya hanya memenuhi janji pada Om Ardie.”Ardie memberikan instruksi pada Irena untuk menduduki kursi yang sedang Bella duduki, “silakan duduk disitu Nona Irena, maaf Nona Bella apa anda bisa berpindah ke kursi sebelah? Saya merasa bersalah pada Nona Irena, maka dari itu untuk malam ini saya tidak ingin mengecewakan tamu saya, apakah tidak masalah?”Bella berdecak kesal, ia melirik ke arah Irena yang tampak menyeringai ke arahnya. Bella tak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Dari dulu hingga sekarang mengapa selalu ia yang harus mengalah pada Irena? Namun saat Bella akan berpindah ke kursi disampingnya, tiba-tiba Sean m
Pagi ini seperti biasa Bella sudah hadir di kantor, ia merapikan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Sean hari ini. Di sisi lain tampak Sean sudah berada di ruangan, kelihatannya ia tak pulang tadi malam pasca kejadian makan malam kemarin di kediaman utama Wiratama.Bella mengetuk pintu ruangan Sean, “Tuan, saya masuk.”Bella memasuki ruangan Sean, ia memberikan tumpukan berkas di atas meja kerja. Saat Bella akan pamit undur diri tiba-tiba seseorang memasuki ruangan.“Selamat pagi, Sean!” ucap sesosok wanita dengan penampilan sexy sambil membawa tentengan makanan.Wanita tersebut memakai rok mini dengan model A line setengah paha, lalu atasannya berupa blouse dengan bahan chiffon dipadu blazer dengan warna senada dengan rok yang dikenakan.“Irena?” tanya Bella, “Mau apa kau kesi—”“Sean! Lihatlah aku sudah membawakan sesuatu untukmu!” pekik Irena dengan nada menggoda, ia menaruh tentengan makanan itu di atas meja, menyingkirkan berkas-berkas yang sebelumnya menumpuk disana.