Saat ini Bella berada di teras kediaman utama Wiratama. Kediaman itu memiliki konsep hunian kontemporer dengan halaman yang cukup luas. Dengan cat yang didominasi warna putih dipadukan dengan material kayu jati untuk pintu dan kusen lainnya. Di depannya terdapat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Thomas yang bernama Rudy.“Silakan masuk Tuan Muda dan Nona,” ucap pria tersebut, “Tuan Besar sedang berada di dalam ruang galeri.”Sean memberikan kode berupa lirikan mata pada Bella untuk mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Sebelumnya saat diperjalanan Sean telah memberikan ultimatum pada Bella agar mereka terlihat seperti dua orang yang memiliki hubungan khusus dan tentunya harus melakukan interaksi yang meyakinkan kakeknya.Bella segera menuruti permintaan Sean dan keduanya pun memasuki ruangan yang kemudian diikuti oleh Rudy dari belakang. Mereka menaiki sebuah tangga menuju lantai dua di mana ruang kerja kakeknya terletak. Thomas, sang kakek hanya tinggal bersama sekr
Sean memarkirkan kendaraannya, saat ini ia sedang berada dalam sebuah restoran yang cukup terkenal di Ibu Kota. Ia melihat arlojinya, saat ini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sean bergegas masuk ke dalam, menyanyakan pada bagian recepcionist untuk pemesanan tempat atas nama Darmawijaya.Rencananya hari ini Sean mengadakan makan malam dengan keluarga Darmawijaya karena pihak mereka yang menghubungi Sean terlebih dahulu pada kemarin sore. Tanpa berpikir panjang Sean menyetujuinya dan bermaksud untuk meminta ijin dalam rangka memberitahu rencananya akan menikahi Bella dalam waktu dekat.Di sisi lain keluarga Darmawijaya sudah berkumpul dan duduk manis di dalam ruangan private restoran tersebut.“Ibu, bagaimana penampilanku?” tanya Irena, “apa aku sudah cantik?”Ratna, Ibu Irena mengacungkan kedua ibu jarinya. “Sempurna, Irena! Tak ada kekurangan satupun. Ibu yakin Tuan Sean akan jatuh cinta pada pandangan pertama padamu! Betul kan, Yah?”Kusuma mengangguk ia tersenyum bangga melih
Pagi ini Bella memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper, saat ini ia tengah bersiap melakukan perjalanan dinas bersama Sean ke luar pulau untuk mensurvey salah satu lini bisnis yang berkaitan dengan Wiratama Otomotif. Rencananya, keduanya akan menginap di pulau tersebut selama tiga hari sebelum padatnya persiapan pernikahan.Setelah selesai bersiap, Bella pergi menuju area parkir apartemennya di mana Ronald sudah menunggu di dalam mobil. Dengan sigap Ronald membantu memasukkan koper milik Bella ke dalam bagasi, lalu mempersilakannya untuk masuk ke dalam mobil.“Anda sudah siap, Nona?” tanya Ronald, “semoga ini menjadi perjalanan bisnis yang menyenangkan untuk anda.”“Aku harap juga begitu,” balas Bella. “Tuan Ronald, aku ingin bertanya sesuatu. Setelah dua hari lalu pertemuan dengan keluargaku, apa yang terjadi dengan mereka?”“Yah, tak banyak yang terjadi Nona, kami hanya membuat mereka bungkam dan menyetujui pernikahan anda dengan Tuan Sean. Lalu memberi mereka ‘sedikit’
Sean mengirim pesan pada Bella bahwa ia sudah menunggu di lobby, Bella yang sedari tadi mengurung diri di kamar akibat insiden beberapa menit yang lalu masih merasa canggung, namun mau tidak mau ia harus melaksanakan tugasnya sebagai sekretaris Sean.Di perjalanan menuju lobby sekelebat bayangan beberapa saat lalu terngiang. Bagaimana bisa Bella melupakan kejadian itu, melihat bentuk tubuh Sean yang atletis, kulit yang lembab belum kering karena sehabis mandi dan juga rambut klimis yang masih basah milik Sean.“Ah! Sadar Bella! Kamu sudah gila!” Bella menepuk-nepuk pipinya beberapa kali hingga memerah.Sementara di sisi lain tanpa sepengetahuan Bella, Sean pun merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya seorang wanita melihatnya seperti itu. Bagi seorang Sean yang sangat ketat terhadap privasi, tentunya hal itu adalah hal yang memalukan.Sean menarik nafasnya beberapa kali dan akhirnya memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, dengan mengumpulkan nyali Sean pun memberi
Sean berjalan menuju parkiran mobil, dibelakangnya nampak Bella yang mengekorinya namun dengan pandangan muram. Sean yang melihat itu sedikit merasa terganggu.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Sean, “kalau kau tak enak badan kembali saja ke kamar, biar saya pergi sendiri.”Bella menggelengkan kepalanya, “Tidak apa-apa, Tuan. Saya baik-baik saja. Bukankah hari ini merupakan hari yang sangat penting? Saya tidak mau melewatkan hal itu.”Bella menarik nafasnya dalam dan mencoba mengatur suasana hatinya. Bella harus bisa mengendalikan perasaannya, jika tidak maka ia bisa bertindak tidak profesional. Bella tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan kunjungan pada pabrik ini. Konon katanya pabrik yang menjadi pusat pembuatan Wiratama Otomotif ini sudah berdiri bahkan saat Sean belum lahir.Mereka pun berjalan menuju mobil dan masuk ke dalamnya. Tak lama keduanya sudah menancapkan gas dan memecah jalanan kota. Akhirnya mereka telah sampai di tempat tujuan, sebuah pabrik berukuran besa
Sean kembali mengendarai mobilnya membelah jalan, Bella masih terdiam duduk di sisinya. Selang beberapa menit kemudian Bella membuka suara."Tuan, saya tadi sudah mencatat hal-hal penting mengenai pengembangan Wiratama Otomotif, saya rasa kita dapat mempercepat evaluasinya setelah membicarakan lebih lanjut dengan tim," ucap Bella."Sampaikan pada Ronald, biar dia yang menyiapkannya," balas Sean, "lalu jangan lupa adakan rapat dengan pihak pengembangan dari Singapura dalam waktu dekat.""Baik, Tuan."Sean melihat sinyal fuel tangki bensinnya memerah, namun saat hendak melanjutkan ternyata jalanan sedang ditutup karena ada insiden kecelakaan, dengan terpaksa Sean memutar balik stir mobil dan mencari jalan alternatif."Ah, sial!" ucap Sean, "carikan alternatif jalan lain.""Sebentar, Tuan," Bella membuka ponselnya dan mencari jalan via aplikasi maps yang ditujukan pada hotel The Tamago.Tak terasa hari semakin gelap. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam keduanya merasa ada yang ane
Niat hati ingin tidur lebih cepat, namun sial keduanya tampak tak bisa mengatur debaran jantung masing-masing. Bella merasa canggung saat tubuhnya tidur saling berdekatan dengan Sean, ia belum lama mengenal lelaki itu. Ditambah Sean orang yang sangat tertutup dan Bella tak mengetahui apapun tentang Sean selain pamornya yang disebut CEO Tiran.Bella bangkit dari kasur, ia melirik arlojinya yang bertengger di tangan dengan jarum jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Bella bersiap keluar kamar, sepertinya malam ini ia akan begadang saja. Ia merapikan pakaiannya dan berencana untuk menuju teras. Bella ingin menghirup udara segar untuk malam ini.Saat Bella hendak keluar rupanya Sean menarik lengannya, “Kamu mau kemana?”“Saya mau keluar, Tuan. Apa ada yang anda perlukan?” balas Bella.“Tidak,” ucap Sean, “Saya juga akan keluar.”Tiba-tiba Sean berjalan terlebih dahulu menyusul Bella, ia kemudian mendudukkan diri di dalam sebuah gazebo di atas kolam ikan yang berada di sisi kanan l
Setelah dua jam lebih akhirnya Bella dan Sean tiba di The Tamago hotel. Sebelumnya, Sean telah menghubungi pihak hotel untuk menjemputnya dan Bella, juga menderek mobilnya yang mogok. Setelah kejadian tadi malam nampak kecanggungan kembali pada keduanya.Setelah bersiap selama beberapa saat di kamar hotel, keduanya bersiap menuju bandara untuk kembali ke ibu kota. Nampak keduanya masih terdiam dan hanya berbicara sepatah dua patah kata saja untuk kepentingan perusahaan, selebihnya tak ada yang mereka bahas. Bella merasa aneh, ia sangka hubungannya dengan Sean sudah selangkah lebih dekat. Namun nyatanya pria itu tak memedulikan kejadian tadi malam. Bella pun berusaha mengabaikan perasaannya yang entah mengapa terasa berbeda saat melihat Sean.Sesampainya di ibu kota, mereka kembali ke kediaman masing-masing. Namun saat Bella baru saja sampai di apartemennya tiba-tiba terdengar bunyi bel dari luar pintunya. Setelah membuka pintu tampak Ronald berada di luar ruangan. “Nona Bella, anda h
Malam hari sebelumnya Sean termenung di dalam kamar tidurnya, setelah menghabiskan makan malam yang tak menyenangkan bersama Viona, ia masih terngiang-ngiang atas ucapan wanita itu.“Sebetulnya, seberapa dalam rahasia yang wanita itu ketahui? Siapa dia?!” rutuk Sean kesal. Ia dihadapkan pada situasi kebingungan, masalah yang bertubi-tubi ditambah pekerjaan yang menumpuk dan project-project dalam waktu dekat membuat kepalanya terasa akan pecah. Di dalam keheningan malam, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Sean terperanjat, dengan cepat ia mencari ponselnya yang ia buang ke sembarang arah di atas kasur tadi. Sean berharap bahwa itu adalah panggilan dari Bella, namun nihil, ternyata itu adalah panggilan telepon dari kakeknya, Thomas.“Sean! Bagaimana persiapan hari jadi perusahaan? Jangan sampai gagal! Karena kakek akan mengundang media-media ternama dan juga para pejabat pemerintahan,” ucap Thomas dari balik telepon.Sean memijat pelipisnya yang nampak pe
Tanpa terasa hari pun berlalu, Bella belum memutuskan untuk kembali ke mansion, ia masih bermalam di apartemennya. Disamping itu, ia juga sibuk menyelidiki Viona bersama Ronald setelah selesai bekerja. Mulanya Bella merasa khawatir ia takut Sean akan curiga padanya dan menyusul atau bahkan mengancamnya. Namun setelah Sean mencoba melakukan panggilan padanya kemarin, tak ada lagi kabar darinya. Bahkan Sean tak masuk hari ini, Bella yang masuk kerja seperti biasanya merasa terkejut dengan ketidakhadiran Sean yang sudah tersohor Tiran dalam pekerjaan.Bella beberapa kali memberikan report pekerjaan, mengirim jadwal dan sebagainya kepada email Sean namun suaminya itu tak membalas pesannya sama sekali. “Ada apa dengannya? Dia sungguh aneh sekali. Bahkan dia tidak menanyaiku lagi tentang alasan mengapa aku tidak kembali ke mansion, apakah karena sosok Viona itu?”“Ah sudahlah! Aku harus fokus pada acara besok yaitu perayaan hari jadi Wiratama. Persiapan sudah 90%, tinggal aku memantau ke lo
Ronald membuka buku catatan usang itu, di dalamnya terlihat goresan tinta yang sudah setengah memudar. Ia memicingkan matanya kala mengeja sebuah nama yang sudah ia hafal betul, Mardie Setya. Di pojok kanan bawah terdapat goresan garis yang menampilkan sebuah tanda tangan. “Tunggu, bukankah ini tanda tangan Ayah?! Mengapa?!”Ronald membaca satu demi satu halaman pada buku itu, terlihat lokasi, tanggal dan tahun tertera di ujung kanan atas. Sementara di bawahnya terlihat catatan-catatan kecil mengenai kegiatan yang dilakukan. Mulanya Ronald hanya membacanya sekilas, namun tepat pada halaman ke sepuluh tertulis tanggal 11 Agustus tahun 2008, isi dari catatan itu mulai terasa aneh. Terlihat tulisan tangan yang sedikit berantakan seperti ditulis secara terburu-buru dan juga isi catatan yang memuat kata-kata keji, penuh umpatan dan juga dendam. Mardie menulis bahwa ia merasa sakit hati pada Chandra dan berniat memberi majikannya itu pelajaran. Kemudian satu minggu selanjutnya dalam catata
Irwan menengadah, tak terlihat raut cemas dalam wajahnya. “Kau tak tahu apa-apa, bocah! Kau tak akan pernah tahu! Hahaha!”“Kau!” Ronald menendang kursi tersebut, membuat Irwan terjengkang. “Jangan pernah macam-macam dengan Wiratama! Atau kau akan menanggung akibatnya!”“Aku tak peduli! Hahaha!” Irwan membelalakkan matanya, raut wajahnya berubah menakutkan. Urat-urat wajahnya menegang dan tawanya menggelegar ke seluruh penjuru rumah yang kosong tanpa perabotan apapun di dalamnya. “Kau! Mau membunuhku? Aku tak takut! Wiratama? Aku tak takut pada mereka! Aku tak punya apapun yang tersisa! Ambillah! Kau ambil saja nyawaku sekalian!” pekik Irwan.Ronald mengeram, ia mengepalkan tangannya hingga buku kukunya memutih. “Baiklah, jika kau tak mau membuka suara, apa aku harus menaruhkan anak dan istrimu juga?!”“Anak istriku?” ucap Irwan, “Kau sepertinya hanya orang bodoh yang tak tahu apa-apa! Istri dan anakku yang telah meninggalkanku, mereka sudah mati tiga hari yang lalu, bodoh! Hahaha! Ka
Ronald terdiam selama beberapa saat, ia menundukkan kepalanya dan menatap lantai. Jujur saja, ia tak berani memandang wajah Sean yang diselimuti amarah dan kekecewaan yang besar itu. Bagaimana tidak, Sean yang masih memiliki secercah harapan untuk Ronald kini telah sirna.“Apa alasanmu melakukan itu, Ronald?” tukas Sean, “Berani-beraninya kamu mengkhianatiku! Menusukku dari belakang!”“Bukan begitu, Sean! Tolong dengarkan dulu penjelasanku!” ucap Ronald, “sebelumnya maafkan aku yang telah menutupi semuanya darimu, jujur itu memang salahku. Namun, aku tak bermaksud selamanya menutupi fakta ini darimu. Aku hanya melakukan penyelidikan mandiri, aku ingin mengungkap faktanya!”“Fakta? Mungkin maksudmu adalah menutupi semua kesalahan ayahmu, bukan begitu?!” Sean berjalan menuju ke samping jendela, ia menatap kendaraan yang sedang berlalu lalang di jalanan yang ramai.Sementara di sisi lain Ronald tak menjawab, karena apa yang dikatakan Sean betul, bahwa Ronald menutupi fakta bahwa ayahnya
Detik demi detik terlewati, tanpa sadar sudah beberapa belas menit sosok dua anak manusia yang masih saling menutup mulutnya rapat-rapat saling memandang. Namun ada yang berbeda dari tatapan tersebut, si Pria menatap wanita dihadapannya dengan tatapan benci sementara si Wanita justru menatap si Pria dengan menggoda.Viona mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, menatap lekat-lekat ruangan besar yang hanya diisi satu orang saja. Kemudian ia kembali menatap Sean, tiba-tiba pikiran liarnya bergejolak. “Bagaimana ya rasanya jika aku bisa memiliki Sean seutuhnya? Wajahnya … tubuhnya … kekayaannya! Ah, membayangkannya saja sungguh menyenangkan!” ucap Viona dengan lantang. “Lihatlah! Putra mahkota Wiratama yang disegani semua orang! Aku dapat melihat celahnya, sesungguhnya ia hanyalah bocah kecil yang penuh luka dan kesepian. Uh malangnya!” Viona duduk di sofa di dalam ruangan Sean, sementara pria itu berdiri di dekat jendela, masih menatap Viona dengan tajam seolah macan yang akan menerka
Beberapa saat lalu, ketika Bella sedang fokus memperbaiki pekerjaanya. Dari arah berlawanan terlihat Tristan yang sedang menuju ke arahnya. Mulanya, Tristan berencana untuk mencari Ronald, namun ternyata malah Bella yang dijumpainya.Tristan berjalan perlahan, namun Bella yang sedang fokus tak mengindahkan satu-satunya sosok yang berada didepannya walau agak jauh saat ini. Bahkan mungkin jika ada pencuri pun Bella tak menyadarinya karena sedang fokus mengejar deadline.“Bulan madu? Berlibur? Apa itu? Hanya omong kosong! Buktinya saat ini aku sudah kembali bekerja rodi!” rutuk Bella, yang samar-samar terdengar oleh Tristan dari kejauhan.“Ya, walaupun gajinya besar. Namun rasanya badanku seperti remuk! Ditambah aku tak bisa tidur karena kamarku direbut oleh wanita sialan itu! Bisa-bisanya dalam dua hari ini pekerjaannya hanya makan dan tidur saja. Bahkan aku yang istrinya pun bekerja dengan keras seperti ini! Sebenarnya apa sih hubungan mereka berdua?!” Bella tak sadar saat ini Trista
Hari ini merupakan hari pertama pertemuan global untuk project Wiratama Otomotif. Mereka akan membahas mengenai project yang akan berlangsung sebentar lagi. Saat ini persiapan sudah nyaris rampung, Sean sengaja mengumpulkan mereka untuk memastikan kesiapan di berbagai lini.Dalam meeting kali ini banyak petinggi yang datang, termasuk Thomas, Ardie dan juga Arsen. Mereka telah memulai meeting sejak pukul delapan pagi. Bella tak kalah sibuknya, karena ini merupakan project pertamanya, khususnya dia melibatkan perusahaan milik ayahnya dan tentunya ia bertanggung jawab atas kelancaran project ini.Mereka akan meluncurkan mobil listrik agar masyarakat dapat memilih kendaraan ramah lingkungan. Walau masih belum menjamur di pasaran, mereka yakin akan mampu menjualnya dengan baik. Bella telah mengatur strategi untuk pemasaran, disesuaikan dengan campaign ramah lingkungan, ia menyasar para influencer yang aware dengan hal-hal tersebut. Juga fitur-fitur yang menarik dari mobil ini tentunya mena
Sean dan Bella berjalan dengan tergesa menuju ke arah pintu depan, terlihat disana Viona membawa satu koper yang disimpan disisinya. Pakaiannya tampak lusuh namun cukup terbuka, membuat yang melihatnya nampak tak nyaman.“Ada apa kau kemari?” tanya Sean. “Cepat pergi dari sini! Penjaga! Bawa dia keluar!”Kedua penjaga yang berada di sisi pintu pun memegang lengan Viona, mereka menarik lengan wanita itu agar segera meninggalkan mansion secepatnya.“Lepaskan!” Viona melepaskan pegangan tangan kedua penjaga, ia berjalan mendekat ke arah Sean, “Kau yakin akan mengusirku? Bagaimana jika aku tahu mengenai kebenaran kecelakaan belasan tahun lalu?”“Sial!” sentak Sean, ia menyeret lengan Viona untuk masuk ke dalam mansion meninggalkan Bella yang masih mematung memandang kejadian dihadapannya barusan. “Jaga ucapanmu!”“Aku tak berjanji! Asal kau menuruti semua keinginanku, maka aku akan memberitahu segalanya padamu dan menjaga semua rahasia yang ada!” Viona melepaskan cengkraman tangan Sean, k