Sean mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali ia memijat dahinya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, Sean baru menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamarnya melainkan di apartemen Ronald.
Sean perlahan bangkit sembari mendudukkan diri, ia mengambil segelas air putih yang berada di atas nakas di sisi ranjang, lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia merasa tenggorokannya kering dan gatal.
Tak lama Ronald ke luar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Sean sudah terbangun, “Tuan Sean sudah bangun rupanya?” tanyanya menyindir, “mohon maaf sebelumnya, apa Tuan ingat kejadian kemarin malam?”
Dahi Sean mengerut, berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Kedua bahunya bergedik, tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan yang Ronald lontarkan.
“Tuan, lebih baik pecat saya saja sekarang! Atau tenggelamkan saya di danau terdekat!” Ronald menjatuhkan handuk yang sebelumnya ia pakai untuk mengeringkan rambut ke lantai, “Tuan, asal anda tahu. Tuan sudah melakukan tindakan tidak terpuji yaitu menjatuhkan kredibilitas saya sebagai manusia beradab dan bermoral”
Ronald berjalan mondar-mandir, membuat kepala Sean bertambah pening ia memijat dahinya pelan yang masih berdenyut. “Berhenti atau saya patahkan kaki kamu!”
Ronald menghentikan langkahnya, kemudian ia mendudukkan diri dengan merengkuh badannya nyaris seperti bersujud, “Tuan, saya harap anda ingat, kemarin malam anda pingsan di depan kamar sebelah setelah anda kabur dari acara makan malam dengan keluarga Darmawijaya!”
Mendengar pernyataan Ronald, Sean mengerutkan dahinya mencoba mengingat kejadian kemarin malam. Seingatnya dia sedang dalam perjalanan untuk makan malam, tiba-tiba ia berubah pikiran dan berakhir di sebuah private bar milik kenalannya untuk menghilangkan penat, kemudian ia mengirim pesan pada Ronald untuk menjemputnya. Karena Ronald tak kunjung datang ia berinisiatif untuk pergi ke apartemen asisten pribadinya itu dengan taxi. Lalu kemudian …
“Ah, sial! Bereskan masalah ini jangan sampai ada saksi mata.”
Kepalanya semakin sakit saat Sean teringat kembali syarat dari kakeknya apabila ia ingin menjadi pewaris perusahaan, ia dituntut untuk memperbaiki lini perusahaan Wiratama di bagian otomotif yang terancam bangkrut bagaimanapun caranya, ditambah kakeknya meminta syarat lain yang tidak masuk di akal, yaitu untuk segera menikah tahun ini.
Sean mendapat penawaran dari keluarga Darmawijaya untuk menjodohkannya dengan anak perempuan mereka yang bernama Irena. Seharusnya kemarin malam diadakan pertemuan untuk pembicaraan ini, namun di tengah perjalanan Sean memutar balik kendaraan dan berakhir mabuk-mabukan di private bar milik rekannya.
Jika diamati kesepakatan ini adalah hal yang menguntungkan bagi Sean, ia bisa secara sekaligus memenuhi kedua syarat dari sang Kakek, memperbaiki lini bisnis otomotif mereka dengan mengakuisisi Darmawijaya Manufacture dan menikah dengan anak pemilik bisnis tersebut. Namun entah mengapa hatinya merasa janggal, tidak biasanya Sean ragu-ragu seperti ini.
“Baik tuan akan saya laksanakan!” Dengan sigap Ronald membuka laptop dan membuat surat perjanjian. “Lalu apakah anda berkenan untuk membuat pertemuan ulang dengan keluarga Darmawijaya?”
“Atur saja dalam waktu dekat.” Sean tidak mau ambil pusing, ia kembali membaringkan tubuhnya yang terasa lelah.
Tak lama kemudian Ronald telah menyelesaikan surat perjanjiannya, ia berencana untuk menemui Bella saat itu juga. Sebelum Ronald pergi ia menyiapkan segelas air hangat dan sepotong roti untuk Sean yang disimpan di atas nakas.
Setelah Ronald pergi, kini hanya Sean sendiri di dalam kamar. Ia bangkit dan berdiri di sisi balkon, Ia menatap sinar mentari yang menelusup ke sela-sela jendela, saat ini rupanya cuaca sedang cerah. Sean teringat kejadin satu bulan lalu, yang akhir-akhir ini membuatnya sangat stress hingga akhirnya melampiaskannya ke alcohol seperti kejadian hari ini.
Kejadian satu bulan lalu terjadi saat ia akan berangkat menuju kantor, tiba-tiba asisten kakeknya mengetuk pintu apartemennya. Ia diberi pesan untuk menghadap ke kediaman utama Wiratama. Mau tidak mau Sean harus menurutinya.
Kediaman utama Wiratama merupakan tempat tinggal kakeknya. Thomas Wiratama yang namanya sudah malang melintang dalam dunia bisnis. Wiratama Group menguasai berbagai macam sektor industri menengah atas. Ia nyaris memonopoli industri manufaktur yang ada di Indonesia, di mulai dari farmasi, departemen store, keuangan dan asuransi, otomotif dan bahkan saat ini sedang merambah elektronik.
Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak kecil hubungan Sean dan kakeknya tidak akur. Semua itu terjadi semenjak kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ayah, ibu dan kakak laki-lakinya juga seorang supir lima belas tahun silam. Keluarganya meninggal di saat mereka pergi membeli hadiah untuk merayakan ulang tahun Sean yang jatuh pada keesokan harinya, menurut Thomas, Sean adalah penyebab kematian anak sulungnya, menantu kesayangan dan juga cucu pewarisnya.
Ayah Sean pada saat itu merupakan wakil direksi dari Wiratama Group, sementara ibu Sean dipercaya untuk mengelola departemen store, dan kakak laki-laki Sean digadang-gadang akan menjadi penerus keduanya. Hanya Sean yang selamat karena ia tidak ikut membeli hadiah, membuatnya menjadi bulan-bulanan.
Kakeknya tidak pernah menganggap kehadiran Sean, jika ia ingin diakui sebagai penerusnya Thomas selalu memberi persyaratan-persyaratan yang tidak masuk akal. Dimulai dari Sean yang harus selalu menjadi juara umum di sekolahnya tak peduli apapun, harus menguasai segala bidang pelajaran. Tidak boleh ada cacat atau skandal apapun dalam kehidupannya.
Saat berkuliah di luar negeri, ia dituntut mendapat nilai yang sempurna dan Sean berhasil membuktikannya pada sang kakek, namun hal itu tetap tak merubah posisinya di mata Thomas. Sejujurnya Sean hanya ingin diakui, tidak peduli dengan jabatan, namun jika menjadi penerus dan mampu bersaing dengan sepupunya adalah syarat mutlak untuk diakui, Sean akan melakukannya.
Selang beberapa menit kemudian Sean sampai di kediaman utama Wiratama, menurut asisten kakeknya, beliau berada di dalam ruang kerja dan mempersilakannya untuk masuk.
“Selamat Pagi, Tuan.” ucap Sean, saat ini Sean sudah berada di dalam ruang kerja milik kakeknya. Tidak ada sapaan hangat antara kakek dan cucu pada umumnya, keduanya saling menganggap satu sama lain sebatas simbiosis mutualisme dalam kepentingan perusahaan.
“Tidak perlu banyak basa-basi, segera perbaiki lini industri otomotif. Saya lihat saat ini kita tertinggal jauh dalam industri itu,” ucap Thomas yang sedang duduk di meja kerjanya membelakangi Sean, ia bahkan tak menoleh sedikitpun untuk berbicara pada Sean.
“Baik, Tuan.” Sean membalasnya dingin, seperti biasa kakeknya masih saja enggan melihat wajahnya jika menurutnya tidak terlalu penting.
“Dan satu lagi, segera menikah. Saya tidak mau ada rumor miring mengenai kamu yang dianggap memiliki penyimpangan seksual, bahkan ada rumor bodoh bahwa kau memiliki hubungan khusus dengan Ronald,” ucap Thomas, “camkan, ini perintah! Jangan berani membangkang jika kamu masih ingin menjadi bagian dari Wiratama.”
“Baik, Tu—”
“Tahun ini, harus tahun ini tidak lebih dari tiga bulan lagi! Siapapun wanitanya tidak masalah!” potong Thomas, “sekarang kamu boleh keluar.”
Sean membungkukkan badannya, “Baik, saya pamit undur diri dan semoga rahmat dan kebaikan Tuhan selalu menyertai Tuan.”
Sean melangkahkan kaki jenjangnya dengan cepat agar segera meninggalkan kediaman utama Wiratama, ia mengendurkan dasi yang ia rasa terlalu mencekik lehernya, wajahnya memerah menahan rasa kesal yang ia bendung selama beberapa menit yang terasa bagai neraka.
“Sial! Pernikahan?!” umpat Sean, “ini hanya akal-akalan kakek saja agar aku enyah dari Wiratama! Argh!”
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Bella sesekali mengerjapkan matanya dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Jujur saja ini hari pertamanya tinggal di luar selain rumahnya sendiri, walaupun tempat tersebut tidak layak disebut rumah oleh Bella. Sambil menggeliat Bella mengucek kedua matanya dan bangkit ke arah cermin yang terletak di dekat pintu toilet. Suara ketukan dari luar tampak masih menggema, nampaknya orang dibalik pintu sangat perlu sekali terhadap Bella. “Ya, tunggu sebentar,” Bella sedikit berteriak dan merapikan penampilannya yang masih menggunakan satu set piyama. “Duh, apartemen elit, bel sulit,” rutuk Bella, pasalnya tempo lalu Bella diberitahu jika bel unitnya sedang dalam proses perbaikan, sebab sudah lama tidak ditinggali. Karena permintaan Bella untuk menempati apartemen tersebut cukup tergesa, jadi ada beberapa hal yang belum diurus secara maksimal, hal itu pula yang membuat harganya cukup miring. Bella membuka pintunya lalu terdiam sesaat,
Sudah tiga hari sejak Bella bertemu dengan Ronald, namun hingga hari ini ia belum mendapat panggilan satu pun. “Ah, sial! Padahal ini Langkah awal untuk memulai rencanaku. Tapi aku harus memiliki rencana lain jika memang Wiratama tidak menerimaku disana. Lagipula aku terlalu gegabah memberinya penawaran seperti itu tanpa adanya surat tertulis dalam perjanjian.”Pucuk dicinta ulam pun tiba, Bella mendapat pesan dari sebuah nomor yang menyatakan bahwa dirinya lolos seleksi untuk menjadi sekretaris di Wiratama Group. Di dalamnya tertera pesan agar besok pagi Bella melakukan proses wawancara. Kegirangan, Bella menari-nari di atas ranjang dan sesekali melompat-lompat bak anak kecil yang dibelikan mainan olah ayahnya.“Akhirnya! One step closer, Bel!”Di tempat yang berbeda, Sean sedang menganalisis hasil riset timnya untuk menyelidiki perkembangan perusahaan Darmawijaya, saat ia sedang fokus tiba-tiba ada yang mengetuk dari luar pintu ruang kerjanya.“Tuan Sean, permisi saya Rudy, asisten
Bella sudah hadir di kantor pada pukul tujuh dengan pakaian rapi, hari ini ia menggunakan outfit kemeja berwarna peach dan rok pendek asymmetric berwarna satu tone lebih tua dari atasannya. Rambutnya ia ikat setengah ke belakang dan tak lupa ia berdandan dengan makeup minimalist namun fresh. Ia sengaja datang satu jam lebih pagi. Karena menurut salah seorang manajer HRD kemarin, Sean merupakan orang yang disiplin waktu dan gila kerja, ia juga mendapat bocoran bahwa Sean sering hadir lebih dulu, jadi ia tidak ingin datang terlambat. Bella menduduki ruang kerja sekretaris yang berada tepat di depan ruangan Sean, ia menyalakan komputer dan mencari beberapa file yang mungkin saja ditinggalkan sekertaris sebelumnya. Namun nihil, ternyata komputer tersebut tampak bersih, hanya ada tumpukan berkas-berkas yang ada di atas mejanya kini. Bella membuka berkas-berkas itu, di dalamnya terdapat beberapa kegiatan Sean untuk satu bulan ke depan yang masih belum tersusun, kemudian catatan mengenai d
Kontrak pernikahan telah dibuat, saat ini Bella tengah berada di dalam ruangan Sean untuk membahas hal tersebut. Bella sedang menganalisa berkas perjanjian itu dengan seksama, di dalamnya memuat beberapa pasal perjanjian dan juga sanksi penalty apabila salah seorang melanggar.Bella menandatangani kontrak tersebut, ia merasa tidak keberatan pasalnya hal-hal yang ia takutkan ternyata dibahas dalam pasal, namun untungnya hal itu merupakan larangan yang Sean sematkan seperti hanya boleh melakukan skinship apabila situasi terdesak, tidak ada hubungan badan, tidak mencampuri privasi satu sama lain, menjaga nama baik pasangan, dan kontrak pernikahan hanya berlangsung selama dua tahun.“Saya menyetujuinya, namun apa boleh saya menambahkan satu persyaratan lagi?” tanya Bella, “kalau boleh saya ingin pernikahan kita disembunyikan dari publik, hanya orang terdekat saja yang mengetahuinya, bagaimana?”“Oke, lagipula saya tidak berniat memamerkanmu ke khalayak ramai,” balas Sean.Bella memutar bo
Saat ini Bella berada di teras kediaman utama Wiratama. Kediaman itu memiliki konsep hunian kontemporer dengan halaman yang cukup luas. Dengan cat yang didominasi warna putih dipadukan dengan material kayu jati untuk pintu dan kusen lainnya. Di depannya terdapat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Thomas yang bernama Rudy.“Silakan masuk Tuan Muda dan Nona,” ucap pria tersebut, “Tuan Besar sedang berada di dalam ruang galeri.”Sean memberikan kode berupa lirikan mata pada Bella untuk mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Sebelumnya saat diperjalanan Sean telah memberikan ultimatum pada Bella agar mereka terlihat seperti dua orang yang memiliki hubungan khusus dan tentunya harus melakukan interaksi yang meyakinkan kakeknya.Bella segera menuruti permintaan Sean dan keduanya pun memasuki ruangan yang kemudian diikuti oleh Rudy dari belakang. Mereka menaiki sebuah tangga menuju lantai dua di mana ruang kerja kakeknya terletak. Thomas, sang kakek hanya tinggal bersama sekr
Sean memarkirkan kendaraannya, saat ini ia sedang berada dalam sebuah restoran yang cukup terkenal di Ibu Kota. Ia melihat arlojinya, saat ini sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sean bergegas masuk ke dalam, menyanyakan pada bagian recepcionist untuk pemesanan tempat atas nama Darmawijaya.Rencananya hari ini Sean mengadakan makan malam dengan keluarga Darmawijaya karena pihak mereka yang menghubungi Sean terlebih dahulu pada kemarin sore. Tanpa berpikir panjang Sean menyetujuinya dan bermaksud untuk meminta ijin dalam rangka memberitahu rencananya akan menikahi Bella dalam waktu dekat.Di sisi lain keluarga Darmawijaya sudah berkumpul dan duduk manis di dalam ruangan private restoran tersebut.“Ibu, bagaimana penampilanku?” tanya Irena, “apa aku sudah cantik?”Ratna, Ibu Irena mengacungkan kedua ibu jarinya. “Sempurna, Irena! Tak ada kekurangan satupun. Ibu yakin Tuan Sean akan jatuh cinta pada pandangan pertama padamu! Betul kan, Yah?”Kusuma mengangguk ia tersenyum bangga melih
Pagi ini Bella memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper, saat ini ia tengah bersiap melakukan perjalanan dinas bersama Sean ke luar pulau untuk mensurvey salah satu lini bisnis yang berkaitan dengan Wiratama Otomotif. Rencananya, keduanya akan menginap di pulau tersebut selama tiga hari sebelum padatnya persiapan pernikahan.Setelah selesai bersiap, Bella pergi menuju area parkir apartemennya di mana Ronald sudah menunggu di dalam mobil. Dengan sigap Ronald membantu memasukkan koper milik Bella ke dalam bagasi, lalu mempersilakannya untuk masuk ke dalam mobil.“Anda sudah siap, Nona?” tanya Ronald, “semoga ini menjadi perjalanan bisnis yang menyenangkan untuk anda.”“Aku harap juga begitu,” balas Bella. “Tuan Ronald, aku ingin bertanya sesuatu. Setelah dua hari lalu pertemuan dengan keluargaku, apa yang terjadi dengan mereka?”“Yah, tak banyak yang terjadi Nona, kami hanya membuat mereka bungkam dan menyetujui pernikahan anda dengan Tuan Sean. Lalu memberi mereka ‘sedikit’
Sean mengirim pesan pada Bella bahwa ia sudah menunggu di lobby, Bella yang sedari tadi mengurung diri di kamar akibat insiden beberapa menit yang lalu masih merasa canggung, namun mau tidak mau ia harus melaksanakan tugasnya sebagai sekretaris Sean.Di perjalanan menuju lobby sekelebat bayangan beberapa saat lalu terngiang. Bagaimana bisa Bella melupakan kejadian itu, melihat bentuk tubuh Sean yang atletis, kulit yang lembab belum kering karena sehabis mandi dan juga rambut klimis yang masih basah milik Sean.“Ah! Sadar Bella! Kamu sudah gila!” Bella menepuk-nepuk pipinya beberapa kali hingga memerah.Sementara di sisi lain tanpa sepengetahuan Bella, Sean pun merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya seorang wanita melihatnya seperti itu. Bagi seorang Sean yang sangat ketat terhadap privasi, tentunya hal itu adalah hal yang memalukan.Sean menarik nafasnya beberapa kali dan akhirnya memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, dengan mengumpulkan nyali Sean pun memberi