Hari ini seharusnya menjadi momen bahagia bagi seorang Arabella, karena hari ini bertepatan dengan perayaan anniversarry ke dua tahun hubungannya dengan Axel, tunangannya. Namun sejak pagi Axel tak ada menghubunginya sekalipun, bahkan pria itu tak membalas satu pun panggilan yang Bella tujukan padanya. Merasa khawatir, Bella bergegas untuk mengunjungi apartemen Axel untuk memastikan kondisi pria tersebut.
Selang beberapa puluh menit kemudian tibalah Bella di apartemen Axel menggunakan taxi online, ia memiliki card cadangan untuk unit apartemen tunangannya tersebut. Saat ia sudah berada di dekat pintu, sayup-sayup terdengar suara tak lazim dari dalam kamar. Bella merapatkan telinganya pada daun pintu dan benar saja, terdengar lenguhan antara sepasang pria dan Wanita yang suaranya ia hafal betul.“Axel …” gumam Bella, “tidak mungkin!”Bella mengeluarkan card untuk membuka pintu, dengan sekali dorongan ia membanting pintu dan betapa mengejutkannya, Bella melihat Axel dengan Irena yang merupakan adiknya sedang berada di atas ranjang tanpa sehelai benangpun. Keduanya tampak terkejut melihat Bella yang datang tiba-tiba.“B-Bella …” ucap Axel dengan gugup, “Kenapa kamu bisa ada disini?” Axel menarik handuk yang kebetulan tergeletak di atas lantai lalu menutupi tubuh bagian bawahnya. Sementara Irena menutupi tubuhnya dengan selimut dan sesekali menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari.“Harusnya aku yang bertanya pada kalian! Mengapa wanita jalang itu ada di atas ranjangmu tanpa sehelai benangpun!” Bella menahan amarah, ingin rasanya ia mencabik kedua makhluk menjijikan dihadapannya sekarang. “Axel, aku pikir selama ini kamu betul-betul setia. Aku pikir setelah pengorbanan yang aku beri untukmu sampai jadi sukses seperti ini sudah cukup menjadi alasan bahwa kamu hanya milik aku seorang. Tapi nyatanya? Kamu pengkhianat!”“Dan kamu Irena …,” lanjut Bella, “aku tidak sudi memanggilmu dengan sebutan adik lagi! Setelah aku banyak mengalah padamu karena tubuh kamu lemah, semua yang kuinginkan aku berikan untukmu, apa kurang?! Sampai tunanganku pun kamu ambil jalang?!”Irena bangkit berusaha mendekati Bella. Namun saat ia baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba Irena menjatuhkan tubuhnya seolah-olah kepalanya pusing, “Aduh kepalaku,” ucap Irena sambil memijat pelipisnya dengan wajah memelas.Dengan sigap Axel merengkuh Irena dan mendudukannya di atas Kasur, “Bel! Jaga ucapanmu! Jangan bicara seperti itu kepada Irena! Kamu tahu ‘kan adik kamu ini lemah, jangan kamu maki-maki dia seperti itu!”Bella membuang muka, ia merasa jijik dengan tindakan Axel. Padahal saat ini ia sedang menjadi korban tapi tak ada sedikitpun dari mereka berdua menampilkan wajah menyesal. Bahkan sampai saat ini pun Axel masih membela Irena yang sudah jelas ratu drama. Ayah, Ibu sampai tunangannya semua berpihak pada adiknya itu.Jika diingat-ingat kembali, sejujurnya Bella sering memergoki Axel dan Irena berinteraksi terlalu dekat walau tidak seintim sekarang, namun apabila Bella menceritakan itu pada ayah dan ibunya mereka selalu memaklumi dengan dalih bahwa Irena tidak punya teman karena tubuhnya yang lemah jadi wajar saja jika ia ingin dekat dengan siapapun, bahkan ibunya dengan berani memarahi Bella agar jangan menuduh adiknya itu berlebihan.Bella yang menyadari hal itu kini tidak bisa mengalah lagi. Ia kini ingin memperjuangkan kebahagiaannya dan lepas dari belenggu memuakkan ini. Dengan mantap Bella sudah memutuskan apa yang akan ia lakukan.“Nih ambil! Mulai sekarang pertunangan kita batal!” Bella melemparkan cincin pertunangannya ke depan muka Axel. Ia tak ingin melanjutkan hubungan dengan pria yang tak setia, apalagi bekas pakai adiknya sendiri.Dengan langkah cepat Bella meninggalkan apartemen Axel dan mulai menaiki taxi online yang sudah ia pesan saat menuruni lift. Di dalam mobil ia tak henti menangis, bagaimana tidak, Alex pria yang ia cintai dan menjadi harapan satu-satunya baginya untuk memulai hidup baru, kini harus hancur seketika. Rasanya, Bella mengutuk takdir yang harus ia terima, bahwa tidak ada seorang pun yang menyayanginya.Bella teringat pertemuan pertamanya dengan Alex dua tahun silam, mereka berdua berada di sebuah coffeshop, pada saat itu Alex tidak sengaja menumpahkan kopinya dan mengenai lengan Bella, untuk menebus kesalahannya Alex meminta nomor Bella dan akhirnya mereka melanjutkan hubungan menjadi sepasang kekasih. Bella yang belum pernah berpacaran sebelumnya merasa bahwa Alex adalah pria yang tepat, ia baik, lembut, dan selalu menghibur Bella saat sedang berada dalam masalah di keluarganya.Alex mengetahui situasi Bella yang harus selalu menjaga adiknya, Irena. Bella bahkan tidak memiliki kekasih sebelumnya karena dilarang oleh Ayahnya, beliau khawatir jika Bella memiliki kekasih akan melupakan kewajibannya untuk menjaga Irena. Namun karena Bella sudah menginjak usia dewasa, ditambah ia juga merasa yakin pada Alex akhirnya mereka mau tidak mau menyetujuinya, walaupun pada awalnya ayah dan ibu Bella menentang keras.Keluarga Bella menyetujui Alex dengan syarat jika mereka menikah, orangtuanya tidak akan mengeluarkan sepeserpun biaya pernikahan. Karena bagi mereka, Bella boleh menikah apabila Irena sudah menikah. Sebelum itu terjadi, jangan harap Bella bisa dituruti kemauannya.Alex merupakan seorang perintis usaha di bidang teknologi, ia mendirikan startup yang berfokus pada SEO, digital marketing, research dan data analyst dan lain-lain. Alex bukan dari kalangan orangtua berada, ia memiliki keterbatasan biaya dalam memulai usahanya, Bella rela merogoh uang tabungannya yang ia kumpulkan dengan susah payah dan memberikannya pada Alex sebagai modal untuk permulaan. Ternyata usahanya berkembang pesat, dibantu dengan Bella kini Alex memiliki perusahaan menengah yang mumpuni.Namun, usaha Bella dalam menopang Alex menemaninya dari nol justru berbalik menjadi petaka. Ia tidak menyangka bahwa Alex dengan berani mengkhianatinya. Di sisi lain, Bella sudah terlalu muak dengan belenggu memuakkan yang diberikan orang terdekatanya, ia harus mencari cara bagaimana agar ia mampu keluar dari bayang-bayang keluarganya dan mantan tunangannya itu. Karena ia juga layak bahagia.Bella berjalan dengan gontai menaiki tangga, terlihat Ayah dan Ibunya yang sudah pulang dan kini tengah berada di ruang tamu.“Darimana kamu, Bella? Di mana Irena?” tanya Ayah Bella.Bella hanya melirik sekilas kemudian mengabaikan pertanyaan ayahnya, ia bergegas naik ke kamarnya.“Hei! Bella!” sentak Ibu, “kalau orangtua bertanya itu jawab dengan sopan! Punya telinga tidak kamu?!”Bella tetap tidak menggubris dan akhirnya memasuki kamar, ia menutup pintu lalu menguncinya. Untuk malam ini ia ingin menjadi anak pembangkang yang tidak ingin menjawab ayah dan ibunya ataupun mengabaikan adiknya. Ia sudah terlalu lelah menjadi orang bodoh yang selalu menoleransi perbuatan orang disekitarnya dan menganggap suatu saat penderitaannya akan berakhir.Ini bukan di negeri dongeng, itu semua hanya bayang semu, tidak ada lagi kisah cinta ala cinderella yang ia bayangkan bersama Axel. Ia harus berubah demi kebahagiaannya.“Pokoknya bagaimanapun caranya aku harus keluar dari rumah ini!” ucap Bella dengan tegas. Kali ini ia benar-benar harus mengubah nasib, ia tidak mau menjadi bayang-bayang adiknya lagi apalagi atas fakta yang terjadi hari ini.“Oke, pertama-tama aku harus menyusun rencana terlebih dulu untuk pergi dari sini,” Bella berfikir, tahap pertama ialah harus mencari tempat tinggal.Bella membuka ponsel dan mencari sebuah apartemen yang biayanya cukup terjangkau untuknya. Walau Ayah dan Ibunya berperilaku kejam padanya, namun mereka tetap menghidupi Bella dengan lumayan layak khususnya dalam hal materi, walaupun tidak seroyal seperti perlakuan pada Irena. Ditambah Bella yang bekerja di perusahaan ayahnya juga mendapat sallary yang cukup dan ia sering menyimpan uang-uangnya tersebut untuk ditabung.Bella yang rajin menabung merasa tidak sia-sia dengan tindakannya itu, setelah ia mendapatkan unit incarannya, ia kembali mengecek saldo di rekeningnya. Ia memiliki saldo yang cukup untuk hidup selama tiga bulan ke depan sudah termasuk biaya sewa. Bella sudah memantapkan hatinya, mulai saat ini ia akan hidup mandiri, lepas dari tekanan di dalam hidupnya.Bella membuka matanya perlahan setelah terdengar suara ketukan dari luar pintu kamarnya yang cukup keras. Tanpa sadar ia tertidur di meja kerjanya. Lehernya agak kaku dan pegal karena posisi tidurnya yang tak nyaman, semalaman suntuk ia begadang untuk menulis hal-hal apa saja yang akan ia lakukan di mulai hari ini.“Bella! Bella! Cepat buka pintunya sekarang!” Ibu mengetuk pintunya kasar, “Bella! Kamu dengar tidak? Atau mau ibu dobrak sekarang?!”Bella kemudian bangkit dari kursi dan membuka kunci pintu dengan malas, nyawanya belum terkumpul sempurna dan kantuk masih membayangi kedua bola matanya. Namun saat ia membuka pintunya tanpa aba-aba sang ibu menampar pipi kirinya dengan cukup keras, membuat rasa kantuknya hilang sekejap dan berubah menjadi amarah.“Dasar anak sialan!” ucap Ibu, “apa yang tadi malam kamu lakulan pada Irena hah?! Dasar anak kurang ajar! Berani-beraninya kamu menjebaknya!”Bella mengusap-usap pipinya yang memerah dan sedikit bengkak, ia tak percaya dengan apa ya
Bella saat ini sedang melihat-lihat apartemen barunya, beruntung ia mendapat unit yang harganya masih bisa ia jangkau dengan fasilitas full furniture yang lumayan baik walaupun tidak terlalu mewah. Ukuran ruangannya memang tidak jauh berbeda dengan kamarnya dulu, tetapi itu bukan masalah, yang terpenting lokasinya saat ini berada di area jalan arteri dekat dengan pusat perkantoran. Bella merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia berpikir sejenak untuk memulai aksinya saat ini. Cara pertama ialah harus mencari pekerjaan terlebih dahulu, pengalamannya menjadi manajer operasional saat di perusahaan ayahnya dulu mungkin saja bisa membantunya untuk mencari pekerjaan. Bella teringat masa-masa saat ia bekerja sebelumnya, ia menjadi manajer operasional sementara Irena diberi jabatan sebagai CEO, sungguh tidak adil namun mau bagaimana lagi ia tidak bisa membantah. Di perjalanan karirnya Bella memiliki pekerjaan yang sangat banyak, selain ia menjadi seorang manajer ia juga harus menghandle peker
Sean mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali ia memijat dahinya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, Sean baru menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamarnya melainkan di apartemen Ronald. Sean perlahan bangkit sembari mendudukkan diri, ia mengambil segelas air putih yang berada di atas nakas di sisi ranjang, lalu meminumnya dalam sekali teguk. Ia merasa tenggorokannya kering dan gatal. Tak lama Ronald ke luar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Sean sudah terbangun, “Tuan Sean sudah bangun rupanya?” tanyanya menyindir, “mohon maaf sebelumnya, apa Tuan ingat kejadian kemarin malam?” Dahi Sean mengerut, berusaha mengingat-ingat kejadian beberapa jam lalu. Kedua bahunya bergedik, tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan yang Ronald lontarkan. “Tuan, lebih baik pecat saya saja sekarang! Atau tenggelamkan saya di danau terdekat!” Ronald menjatuhkan handuk yang sebelumnya ia pakai untuk mengeringkan rambut ke lantai, “Tuan, asal anda tahu. Tuan sudah melaku
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Bella sesekali mengerjapkan matanya dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Jujur saja ini hari pertamanya tinggal di luar selain rumahnya sendiri, walaupun tempat tersebut tidak layak disebut rumah oleh Bella. Sambil menggeliat Bella mengucek kedua matanya dan bangkit ke arah cermin yang terletak di dekat pintu toilet. Suara ketukan dari luar tampak masih menggema, nampaknya orang dibalik pintu sangat perlu sekali terhadap Bella. “Ya, tunggu sebentar,” Bella sedikit berteriak dan merapikan penampilannya yang masih menggunakan satu set piyama. “Duh, apartemen elit, bel sulit,” rutuk Bella, pasalnya tempo lalu Bella diberitahu jika bel unitnya sedang dalam proses perbaikan, sebab sudah lama tidak ditinggali. Karena permintaan Bella untuk menempati apartemen tersebut cukup tergesa, jadi ada beberapa hal yang belum diurus secara maksimal, hal itu pula yang membuat harganya cukup miring. Bella membuka pintunya lalu terdiam sesaat,
Sudah tiga hari sejak Bella bertemu dengan Ronald, namun hingga hari ini ia belum mendapat panggilan satu pun. “Ah, sial! Padahal ini Langkah awal untuk memulai rencanaku. Tapi aku harus memiliki rencana lain jika memang Wiratama tidak menerimaku disana. Lagipula aku terlalu gegabah memberinya penawaran seperti itu tanpa adanya surat tertulis dalam perjanjian.”Pucuk dicinta ulam pun tiba, Bella mendapat pesan dari sebuah nomor yang menyatakan bahwa dirinya lolos seleksi untuk menjadi sekretaris di Wiratama Group. Di dalamnya tertera pesan agar besok pagi Bella melakukan proses wawancara. Kegirangan, Bella menari-nari di atas ranjang dan sesekali melompat-lompat bak anak kecil yang dibelikan mainan olah ayahnya.“Akhirnya! One step closer, Bel!”Di tempat yang berbeda, Sean sedang menganalisis hasil riset timnya untuk menyelidiki perkembangan perusahaan Darmawijaya, saat ia sedang fokus tiba-tiba ada yang mengetuk dari luar pintu ruang kerjanya.“Tuan Sean, permisi saya Rudy, asisten
Bella sudah hadir di kantor pada pukul tujuh dengan pakaian rapi, hari ini ia menggunakan outfit kemeja berwarna peach dan rok pendek asymmetric berwarna satu tone lebih tua dari atasannya. Rambutnya ia ikat setengah ke belakang dan tak lupa ia berdandan dengan makeup minimalist namun fresh. Ia sengaja datang satu jam lebih pagi. Karena menurut salah seorang manajer HRD kemarin, Sean merupakan orang yang disiplin waktu dan gila kerja, ia juga mendapat bocoran bahwa Sean sering hadir lebih dulu, jadi ia tidak ingin datang terlambat. Bella menduduki ruang kerja sekretaris yang berada tepat di depan ruangan Sean, ia menyalakan komputer dan mencari beberapa file yang mungkin saja ditinggalkan sekertaris sebelumnya. Namun nihil, ternyata komputer tersebut tampak bersih, hanya ada tumpukan berkas-berkas yang ada di atas mejanya kini. Bella membuka berkas-berkas itu, di dalamnya terdapat beberapa kegiatan Sean untuk satu bulan ke depan yang masih belum tersusun, kemudian catatan mengenai d
Kontrak pernikahan telah dibuat, saat ini Bella tengah berada di dalam ruangan Sean untuk membahas hal tersebut. Bella sedang menganalisa berkas perjanjian itu dengan seksama, di dalamnya memuat beberapa pasal perjanjian dan juga sanksi penalty apabila salah seorang melanggar.Bella menandatangani kontrak tersebut, ia merasa tidak keberatan pasalnya hal-hal yang ia takutkan ternyata dibahas dalam pasal, namun untungnya hal itu merupakan larangan yang Sean sematkan seperti hanya boleh melakukan skinship apabila situasi terdesak, tidak ada hubungan badan, tidak mencampuri privasi satu sama lain, menjaga nama baik pasangan, dan kontrak pernikahan hanya berlangsung selama dua tahun.“Saya menyetujuinya, namun apa boleh saya menambahkan satu persyaratan lagi?” tanya Bella, “kalau boleh saya ingin pernikahan kita disembunyikan dari publik, hanya orang terdekat saja yang mengetahuinya, bagaimana?”“Oke, lagipula saya tidak berniat memamerkanmu ke khalayak ramai,” balas Sean.Bella memutar bo
Saat ini Bella berada di teras kediaman utama Wiratama. Kediaman itu memiliki konsep hunian kontemporer dengan halaman yang cukup luas. Dengan cat yang didominasi warna putih dipadukan dengan material kayu jati untuk pintu dan kusen lainnya. Di depannya terdapat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Thomas yang bernama Rudy.“Silakan masuk Tuan Muda dan Nona,” ucap pria tersebut, “Tuan Besar sedang berada di dalam ruang galeri.”Sean memberikan kode berupa lirikan mata pada Bella untuk mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Sebelumnya saat diperjalanan Sean telah memberikan ultimatum pada Bella agar mereka terlihat seperti dua orang yang memiliki hubungan khusus dan tentunya harus melakukan interaksi yang meyakinkan kakeknya.Bella segera menuruti permintaan Sean dan keduanya pun memasuki ruangan yang kemudian diikuti oleh Rudy dari belakang. Mereka menaiki sebuah tangga menuju lantai dua di mana ruang kerja kakeknya terletak. Thomas, sang kakek hanya tinggal bersama sekr