Hari ini, Sehan berada di Wiratama group. Sudah sangat lama dirinya tak mengunjungi perusahaan itu, terakhir bersama Liona dan justru membuatnya dan Galen berdebat.
Seperti biasa, awal Sehan memasuki gedung besar itu para karyawan di sana menyapanya dengan ramah. Sehan tanya perlu balas tersenyum dan mengangguk, menghormati sapaan mereka."Sehan."Langkah Sehan terhenti, tepat saat dirinya berada di lorong koridor menuju ruang presdir Wiratama group. Sehan menoleh, laki-laki dengan bantuan tongkat berjalan ke arahnya."Kau datang ke sini?" tanya Galen berbasa-basi pada sang adik, sambil tersenyum samar. "Sudah lama tidak bertemu semenjak -""Aku tidak ingin membahas hal lain selain tentang perusahaan ini," ucap Sehan memotong kalimat Galen. "Aku ingin mendengar penjelasannya tentang perkembangan perusahaan ini."Galen mengangguk paham. Sampai sekarang dia belum tau, apakah Sehan sudah percaya bahwa dirinya benar berubah?Setelah menemui Reno tadi siang, Sehan langsung pergi ke interior harmony karena ada pekerjaan penting yang harus diurus. Hingga pukul tujuh malam, dia akhirnya bisa pulang.Sesampainya di rumah, dia melihat Liona tengah berada di dapur. Perempuan itu masih sibuk dengan pekerjaan dapur. Sehan kemudian menghampiri."Memasak apa?"Liona terperanjat kaget. Dia lalu menghela nafas kesal, sambil melanjutkan masakannya yang belum matang kembali."Kenapa kau selalu mengagetkanku?"Sehan hanya tersenyum. Dia lalu memeluk sang istri dari belakang dengan mesra. Sesekali memberikan kecupan singkat di bahu perempuan itu. "Karena tadi kamu mengatakan akan pulang malam, jadi aku juga baru memasak sekarang. Jika memasak sejak tadi, pasti makanannya akan dingin," jelas Liona.Sehan mengangguk paham. Namun kemudian protes tak terima, "itu artinya kamu juga harus makan terlambat karena menungguku pulang? Aku tidak setuju jika s
Pagi hari itu, sebuah mobil putih berhenti di depan kontrakan sederhana.Sehan yang tadinya mengemudikan mobil tersebut, kini menoleh ke samping. Liona masih duduk di sana, tak berniat untuk tergesa-gesa keluar dari mobil."Kau yakin?" tanya Sehan memastikan. Liona mengangguk yakin. Memang mereka datang ke tempat itu atas permintaan Liona. Liona ingin melihat langsung, bagaimana kondisi Aoura saat ini. Mungkin setelah melihat Gretta menderita, dan melihat Aoura juga ikut menderita, Liona akan semakin puas. "Aku sudah mengirimkan pesan untuk kak Galen, agar dia memberikan libur untuk Reno hari. Aku juga sudah meminta kak Galen, agar tidak memberitahu Reno jika aku yang mengajukan libur untuknya. Dia juga tidak tau jika kita akan datang ke sini."Liona mengangguk paham. Dia lalu tersenyum. "Terimakasih Sehan. Kamu tidak perlu memberitahunya, justru akan terlihat sangat menyenangkan jika Reno dan Aoura sama-sama terkejut dengan kedatangan
Rahangnya mulai mengeras. Kedua tangannya mengepal erat, menahan amarah. Jawaban Liona barusan, berhasil membuat emosi Aoura kembali membuncah.Dia berjalan mendekat, dan menatap Liona tajam."Coba katakan sekali lagi!"Liona berdiri, diikuti Sehan. Dengan penuh penekanan Liona kembali mengulang kalimatnya, kali ini dengan lebih jelas. "Aku puas melihatmu seperti ini. Aku puas melihatmu hancur bersama ibumu. Aku puas -"Kalimat Liona terhenti, dia terpejam saat Aoura mulai melayangkan tangannya. Namun dengan cepat Sehan menahannya, tak membiarkan Aoura dengan mudahnya menampar Liona.Mata Liona kembali terbuka, dia kembali menatap Aoura. Matanya mendelik cukup kaget, dia baru tau ternyata Sehan menahan Aoura. "Kau berani melukai Liona, ku pastikan hidupmu akan menderita jauh lebih dari ini!" ancam Sehan tak main-main.Aoura melepaskan tangannya dari cengkraman Sehan dengan kasar. Hatinya sakit, dia rela memaki Gretta ka
Lima bulan kemudian ...Pintu kamar terbuka, seorang laki-laki yang sudah berpakaian rapi keluar dari kamar. Dia mengukir senyum manis saat melihat sang istri duduk di ruang tengah sambil memakan semangkuk buah-buahan yang sudah dipotong. Dia lalu berjalan menghampiri, dan duduk di sampingnya sang istri. "Kamu mau berangkat kerja?" tanya Liona penasaran saat sadar kini Sehan sudah tampak lebih rapi. Tidak seperti saat sarapan tadi.Sehan mengangguk membenarkan. "Interior harmony mendapat proyek baru. Kemungkinan proyek itu akan mulai dilaksanakan bulan depan. Tapi aku ingin semakin mempercepatnya, agar tidak bersamaan di hari kamu melahirkan nantinya."Liona memperhatikan tangan Sehan yang mulai mengusap perutnya yang sudah membesar. Liona mengangguk paham, lalu tersenyum. "Aku hanya bisa mendoakan, semoga proyeknya lancar.""Terimakasih sayangku," ucap Sehan sambil mengacak rambut Liona dengan gemas. Pandangan Sehan kini mengarah pada s
Setelah sang suami berangkat bekerja, Liona mulai siap-siap dan juga memutuskan untuk keluar rumah. Dia sudah meminta ijin sebelumnya kepada Sehan, hari ini dia bersama Darwin akan mengunjungi perusahaan Atharya. Hingga sampai di rumah sang ayah, Liona masuk begitu saja ke dalam rumah tersebut. Dia melihat ayahnya sedang duduk di ruang tengah sambil menikmati secangkir kopi. Liona mengukir senyum lebar dan mulai menghampiri."Ayah."Pandangan Darwin kini mengarah ke asal suara. Dia balas tersenyum hangat saat melihat kedatangan sang putri. "Liona, pagi sekali kamu datang. Ayah belum bersiap-siap."Liona mulai duduk di sofa seberang meja sang ayah. Dia lalu menjawab, "tidak apa-apa ayah. Liona sengaja datang lebih pagi ke sini supaya bisa istirahat dulu di rumah ayah, lagi pula di rumah Liona juga bosan sendirian. Sehan sudah berangkat kerja lebih dulu."Darwin mengangguk paham. Dia kemudian menatap putrinya yang mulai mengusap
Ke esok harinya.Sebuah ponsel yang berada di atas meja, berdering sangat nyaring. Membuat perempuan yang masih terlelap di atas kasurnya mulai terusik. Kelopak matanya akhirnya terbuka, namun nyawanya belum sepenuhnya terkumpul.Tangan Liona mulai terulur, berusaha meraih ponsel di atas meja tersebut. Namun belum sempat seseorang justru mengambilnya lebih dulu. Liona mengernyit, lalu mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di samping kasurnya. "Halo ma," jawab Sehan setelah menempelkan ponselnya ke telinga. Liona berkedip sesekali, lalu kembali memperhatikan wajah sang suami sambil menunggu nyawanya terkumpul semua."Sehan belum berangkat kerja. Sehan masih menunggu Liona bangun, dia masih tidur." Sehan melirik sang istri yang masih berbalut selimut tebal di atas kasur tersebut.Mendengar ucapan Sehan, mata Liona membulat tak terima. Dia mulai beringsut duduk. Jika Sandra tau kebiasaan buruk menant
Sehan terus mengemudikan mobilnya menyusuri jalanan pagi itu yang mulai ramai.Mendadak ponselnya berdering, awalnya Sehan mengira jika yang meneleponnya tersebut adalah Sandra lagi. Namun dugaannya salah, panggilan tersebut dari pihak kepolisian. Membuat Sehan jadi penasaran. Dia kemudian segera mengangkat telepon tersebut sambil memperhatikan jalanan."Halo," jawab Sehan setelah menempelkan ponselnya ke telinga. Dia kemudian diam sesaat, membiarkan seseorang di dalam telepon tersebut berbicara. Tak lama, setelah mendengar penjelasan lawan bicaranya. Mata Sehan seketika membulat, jantungnya mendadak berdebar cemas. "Apa? Gretta kabur dari penjara?"Pikiran Sehan mendadak kembali teringat pada sang istri. Tentu dia tidak akan bisa tenang membiarkan Liona berada di rumah sendiri, mengingat ucapan Gretta terakhir kali saat bertemu dengannya. 'Ingat ucapanku ini, suatu saat nanti aku akan berhasil membuatmu menangis di depan tubu
Perlahan kelopak mata Liona terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Tubuh Liona terasa kaku dan berat, bahkan dia merasa perutnya sedikit kram. Liona kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Hanya ruangan kosong yang sangat berdebu. Sesekali Liona terbatuk, saat debu masuk ke tenggorokannya.Tentu saja Liona masih ingat, siapa yang telah membawanya ke tempat itu. "Sehan ..." panggil Liona lirih, nyaris terdengar seperti bisikan. Dia berharap Sehan bisa mendengarnya, walaupun itu tidak mungkin. Bahkan Liona yakin, Sehan tidak tau dimana keberadaannya saat ini. "Perutku ..."Liona menatap perut buncitnya sesaat, dia sangat takut Gretta akan melakukan hal macam-macam pada janin di perutnya. Saat ini Liona duduk di kursi kayu, dengan kedua tangannya diikat kebelakang. Kakinya pun juga diikat ke kaki kursi, membuat Liona sedikitpun tak bisa bergerak. 'Aku harus per
Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.