'Aku terpaksa menerima perjodohan ini agar bisa dekat dengan keluargamu dan terus berada di sisi Aoura, bukan karena aku mencintaimu. Tolong bantu aku Liona.'
Satu tetes air mata akhirnya lolos menyusuri pipi Liona saat ucapan Reno kembali terngiang di telinganya. Laki-laki yang sangat dia cintai ternyata mencintai adiknya. Hati Liona hancur. Padahal hari ini adalah hari pernikahannya, tapi Liona tak sanggup untuk melaksanakannya. Dia sudah berusaha menjelaskan pada kedua orang tuanya, tapi mereka seakan tak peduli dan memaksanya tetap melanjutkan pernikahan itu. Bahkan Aoura yang juga mengetahui jika Reno memiliki perasaan terhadapnya, sama sekali tak mau membantunya menjelaskan pada ayah dan ibu. Apakah Aoura sengaja ingin membuatnya menderita? "Liona, kau sudah siap?" Gretta mulai memasuki kamar sang anak. Baru saja Liona selesai di rias. "Wah cantik sekali," ucap Gretta memuji sang putri yang sudah siap dengan gaun pengantin berwarna putih yang tampak sederhana. Tanpa mempedulikan bekas air mata yang membasahi pipi Liona. Liona adalah putri sulung keluarga Atharya. Salah satu keluarga yang juga lumayan berpengaruh di negara itu. Tapi pernikahannya tak dirayakan dengan mewah. Tentu karena Gretta tak mau banyak mengeluarkan uang untuk anak adopsinya itu. "Asisten ku yang akan mengantarkanmu ke aula. Sini biar ibu yang menemanimu sampai mobil." Liora berdiri, mengikuti tanpa protes saat Gretta menuntunnya keluar rumah. Tak ada kebahagiaan, sejak tadi hanya raut wajah suram yang Liona tunjukan. Setelah Liona duduk di jok mobil, Gretta tak langsung menutup pintunya. Dia menatap Liona dengan senyum lebar. "Saat di hadapan banyak orang nanti, tersenyumlah seperti ibu. Kau cantik, kau berhak mendapatkan ini." 'Berhak mendapatkan ini?' Liona tersenyum miris. Dia kasihan dengan dirinya sendiri. Bahkan ibunya tutup mata pada penderitaannya. "Jika aku mengacaukan pernikahannya, kenapa?" Senyum Gretta luntur. Kini sorot matanya berubah tajam penuh peringatan. "Kau tega membuat keluarga yang telah mengadopsimu menahan malu karena ulahmu?" Liona terdiam. Entah kenapa, sejak dulu Gretta selalu mengatakan hal yang seolah-olah membuat Liona merasa bersalah dan harus balas Budi. Padahal dia hanya diadopsi tapi tidak diberi kebahagiaan. "Liona jangan membuat ibu khawatir, dan lakukan yang terbaik demi keluarga!" Gretta mengambil sebuah botol berisi tablet di saku bajunya, lalu dia berikan pada Liona. "Ini adalah vitamin kesehatan, minumlah ini agar tubuhmu terlihat lebih sehat. Kau terlihat banyak pikiran membuat ibu tidak bisa tenang." Gretta memasang wajah khawatir, dia lalu mengusap pucuk kepala sang anak sebelum akhirnya menutup pintu mobil. Mobil yang ditumpangi Liona akhirnya menjauh dari halaman rumah keluarga Atharya. Liona mengambil empat tablet vitamin, dan langsung dia minum. Tak ada pilihan lain, dia harus tetap melaksanakan ini walau begitu semakin menyakitkan. Liona kembali menatap botol vitamin yang diberikan oleh Gretta. Hanya botol putih polos, tak ada nama kandungan vitamin dan sebagainya. Mendadak dada Liona terasa sesak, dia lalu memukulnya pelan. Sepertinya Liona melupakan sesuatu. Dia tau Gretta selalu berpura-pura baik padanya, dan anehnya Liona selalu percaya, bahkan Liona tidak curiga jika tablet yang diberikan padanya bukan vitamin. Melainkan ... racun. "P-pak ..." panggil Liora sekuat tenaga. Dia semakin tak bisa bernafas, bahkan sulit untuk bicara. Tangannya berusaha meraih bahu asisten Gretta yang mengemudikan mobil itu. Tapi ... BRAK Mobil yang ditumpangi Liona terpental dua meter saat sebuah mobil lain menabraknya dari samping dengan keras. Pandangan Liona semakin buram. Dia bisa merasakan sekujur tubuhnya remuk. 'Apa aku akan mati?' Mungkin itu jauh lebih baik. Bahkan Gretta sudah memberinya racun, tapi Tuhan semakin mempercepatnya dengan kecelakaan ini. Pandangannya semakin gelap. Di tengah rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya, dua sudut bibir Liona justru berusaha terangkat. Dia ingin terlihat tersenyum seperti apa yang Gretta minta tadi. 'Ayah, Ibu, dan ... Aoura. Kalian juga pasti akan bahagia mendengar berita kematian ku nanti.' Entah sampai saat ini Liona bingung. Dia masih bertanya-tanya, kenapa keluarga itu harus mengadopsinya jika hanya untuk memberi luka? Apa salah Liona? Kenapa dia haru merasakan penderitaan itu? "Jika mereka melukaimu, seharusnya kau balas sakiti mereka. Jangan biarkan mereka tertawa puas melihat kau terinjak." Mata Liona seketika terbuka lebar. Siapa yang berbicara barusan? Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. "Syukurlah anda sudah sadar." Liona mengernyit bingung. Dimana dirinya saat ini? Kepalanya mendadak berdenyut sakit saat berusaha mengingat kejadian yang baru saja menimpanya. "Untunglah anda segera dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami kecelakaan dan meminum racun, jika terlambat sedetik saja mungkin kami tidak bisa menyelamatkan nyawa anda," ucap laki-laki memakai jas dokter yang berdiri di samping tempat Liona terbaring. Benar, Liona mengingatnya. Kecelakaan dan Gretta yang memberinya racun. "Tolong jangan lakukan bunuh diri lagi ya dengan meminum racun. Anda sudah melewati koma satu bulan karena kejadian itu." Mata Liona membulat, jadi dia dituduh bunuh diri? Padahal yang memberinya racun adalah Gretta. Dan yang lebih membuat Liona tak bisa berpikir lagi adalah ... dia telah melewati koma satu bulan? *** "Ayah ibu, aku ingin pernikahanku dengan Sehan dipercepat!" Langkah Liona terhenti tepat saat dia nyaris menghampiri keluarganya yang tengah berkumpul di ruang tengah. Tak ada yang tau bahwa Liona sudah keluar dari rumah sakit. Dia sengaja mencegah pihak rumah sakit memberitahu walinya, Liona hanya ingin memberi kejutan untuk keluarganya bahwa dia sudah sembuh. Liona hanya mengukir senyum tipis mendengar permintaan Aoura. Benarkah adiknya akan menikah? "Sabarlah dulu sayang, kita harus bertemu keluarga Wiratama lebih dulu untuk membahas hal ini," ucap Gretta menenangkan Aoura. Liona yang melihatnya tentu iri. Sejak dulu dia memang iri dengan Aoura, tapi Liona berusaha menahan diri untuk tak cemburu. Aoura selalu diberi kasih sayang dan cinta, tapi tidak untuk Liona. "Jika kau bertemu dengan Sehan, katakan padanya jika ayah dan ibu ingin menemui keluarganya." Aoura mengerutkan bibirnya kesal. "Sehan sangat sibuk, dia beberapa kali menolakku untuk bertemu. Dan dia sering tak menghiraukan pesan yang ku kirim." "Sepertinya ibu bisa membantumu bertemu dengan Sehan besok," ucap Gretta yang pasti selalu mempunyai cara agar Aoura bahagia. Liona terdiam sesaat. 'Jika mereka melukaimu, seharusnya kau balas sakiti mereka.' Ucapan itu kembali terngiang di telinganya. Walau Liona tidak melihatnya langsung, tapi dia yakin jika yang mengatakan itu adalah dokter yang menanganinya tadi. "Sepertinya aku akan membatalkan menyapa mereka hari ini. Akan lebih mengejutkan jika aku muncul di waktu yang tepat." *** Langkah Liona terhenti saat pandangannya menatap laki-laki memakai setelah jas berwarna hitam tengah duduk di salah satu kursi pengunjung, tak jauh darinya. Dia sengaja datang ke hotel Wiratama hanya untuk mencari keberadaan laki-laki itu. Liona kembali menatap foto laki-laki bernama Sehan yang dia dapat di internet barusan. Dia harap, tak akan salah orang. Dengan langkah mantap, Liona akhirnya menghampiri. "Selamat pagi Tuan Sehan Wiratama, bolehkan aku duduk di sini untuk mengobrol denganmu?" Sorot dingin milik laki-laki itu kini mengarah pada Liona. Liona mengukir senyum menyapa. "Liona?" Senyum di bibir Liona seketika luntur. Dia cukup terkejut saat laki-laki di depannya menyebut namanya. 'Ini pertama kalinya aku bertemu dengan dia, tapi kenapa dia terlihat seperti sudah mengenalku?'"Kamu sudah tau namaku?"Netra berwana gelap itu kembali mengarah pada jendela kaca hotel yang menampilkan pemandangan di luar sana. Dia lalu menghela nafas pelan dan menjawab, "kau kakak dari perempuan yang akan dijodohkan denganku."Liona kemudian duduk di kursi seberang meja Sehan. "Benar, tapi aku bukan kakak kandungnya.""Lalu?""Aku diadopsi saat -""Apa itu penting untukku?"Liona merapatkan bibirnya rapat. Dia menatap Sehan sesaat. Laki-laki itu tampan dan juga terlihat begitu dingin. 'Dia pasti bukan tipe orang yang suka berbasa-basi.'"Kalau begitu aku akan mengatakan langsung padamu tujuanku saat ini menemuimu. Aku ingin memintamu memilih menikahiku dibandingkan Aoura."Liona meremas kedua tangannya yang mulai dingin. Dia mendadak gugup, laki-laki itu menatapnya tanpa ekspresi. Tak terlihat terkejut atau marah, bagaimana Liona bisa menebaknya?Tak ada jawaban. Liona penasaran, "apa kamu bersedia?""Apa bedanya memilihmu atau adikmu? Bukankah pernikahan ini hanya untuk menye
Liona semakin mengeratkan pelukannya. Dia sudah terbangun dari alam mimpinya, namun entah kenapa matanya masih berat untuk dibuka. Tempat yang hangat, dan empuk membuatnya ingin kembali tertidur. Dia mencium aroma maskulin yang membuatnya begitu tenang dan nyaman, namun beberapa detik kemudian Liona tersadar.Mata perempuan itu terbuka lebar, mendapati seorang laki-laki yang juga sedang terlelap di sampingnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, ternyata sejak tadi Liona memeluk tubuh laki-laki tersebut. Dia seketika terduduk. Berusaha mengingat kejadian tadi malam bersama Sehan. "Apa kami telah melakukannya?"Dengan segera, Liona memeriksa keadaan sekujur tubuhnya yang masih berbalut selimut tebal. Pakaiannya masih terpasang lengkap, walau sudah sedikit berantakan. Dia kemudian menoleh, kembali menatap Sehan yang masih tertidur pulas. Wajah laki-laki itu terlihat tenang, sedikitpun tak menunjukan rasa bersalah. "Dia tidak mungkin melakukan itu pada ku kan?"Liona masih penasaran, dan
Di sudut ruang sempit dan gelap itu, Liona terus meringkuk sambil terisak. Tubuhnya sejak tadi gemetar hebat. Tak ada yang peduli dengan keadaannya saat ini. Apa kesalahan yang dia lakukan sampai semua orang di rumah itu tega melakukan ini padanya?"Liona."Pintu terbuka, membuat cahaya dari luar masuk ke ruangan itu. Air mata Liona terhenti, dia mendongak dan mendapati laki-laki bertubuh jangkung itu berdiri di hadapannya. Liona sempat bertanya-tanya, benarkah itu ... "Sehan?"Laki-laki itu berjongkok di hadapan Liona. Menatap kondisi Liona yang begitu memprihatinkan. Tangannya kemudian terulur, menghapus air mata yang membasahi pipi perempuan tersebut."Ayo kita keluar dari sini."Sehan nyaris memegang pergelangan tangan Liona, untuk membantunya berdiri. Namun perempuan itu justru langsung memeluknya. Membuat Sehan seketika tertegun."Aku takut." Liona kembali terisak. Kini Sehan bisa merasakan tubuh Liona yang gemetar menahan takut. "Tenanglah," bisik Sehan sambil membalas peluk
Sehan membuka pintu rumahnya, mempersilakan Liona untuk masuk lebih dulu. Perempuan itu sempat ragu, tapi tidak mungkin juga dia sekarang kembali ke rumahnya.Terpaksa Liona akhirnya menuruti perintah Sehan.Laki-laki itu langsung membawanya ke ruang makan, dan meminta Liona untuk duduk di sana sebentar. "Tunggulah."Liona menurut. Pandangannya terus membuntuti Sehan yang mulai berjalan ke arah dapur. Kebetulan dapur di rumah itu terhubung langsung dengan ruang makan, jadi Liona bisa memperhatikan apa yang dilakukan laki-laki itu.Cukup lama, akhirnya Sehan kembali dengan dua piring nasi goreng yang baru dia masak. Lalu dia hidangkan ke atas meja. "Saat aku memasak tadi, kau melihatnya kan? Tidak ada racun yang aku masukkan, jadi kau bisa memakannya sekarang."Liona menatap sepiring nasi goreng yang dihidangkan Sehan untuknya. Dia mulai memegang sendok di hadapannya. Liona percaya pada Sehan, tapi entah kenapa saat ingin menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Lagi-lagi tangannya gemeta
"Bawa Sehan kembali ke keluarga Wiratama, dan juga buat dia kembali bergabung dengan Wiratama company."Liona cukup terkejut dengan persyaratan yang diminta Sandra barusan. Apakah selama ini hubungan Sehan dan keluarganya juga tidak baik, sampai laki-laki itu meninggalkan keluarganya dan memilih hidup sendiri?Liona menoleh, menatap Sehan yang kini mengemudikan mobil di sampingnya. Saat ini mereka dalam perjalanan menuju ke kediaman keluarga Wiratama.Seperti apa yang Sehan katakan, laki-laki itu akan memperkenalkan Liona pada keluarganya.Liona sendiri tidak mengatakan apa pun pada Sehan bahwa Sandra datang ke rumahnya pagi tadi. Itu juga atas permintaan Sandra yang melarang Liona memberitahu laki-laki itu.Setelah mereka sampai, kedatangan Liona dan Sehan di sambut oleh para pelayan di rumah itu. Sepanjang jalan menuju ruang keluarga, Liona terus memperhatikan sekitarnya dengan takjub. Ini pertama kali Liona merasa dirinya sea
Sesuai permintaan Sehan, walau mereka belum menikah tapi Liona sudah membawa beberapa barang-barangnya ke rumah laki-laki itu. Dia baru saja turun dari taksi, dengan membawa satu koper dan tas berukuran besar. Sehan yang sejak tadi sudah menunggu kedatangan Liona, langsung membukakan pintu. "Apa tidak masalah aku memindahkan barang-barangku ke sini sebelum kita menikah?""Memangnya siapa yang akan melarang? Ini rumahku."Sehan masuk ke dalam lebih dulu, tanpa membantu Liona menyeret koper besarnya. Perempuan itu kemudian duduk di ruang tengah untuk menghilangkan rasa lelahnya. Sehan lalu meletakkan sebuah undangan pernikahan di depan Liona. "Apa ini?" "Undangan pernikahan kita. Aku sudah menentukan tanggalnya, jadi saat keluarga kita bertemu nanti kita hanya perlu menunjukan undangan ini. Mereka pasti setuju-setuju saja. Lagi pula siapa yang berani membantah keinginanku?" Liona
Setelah pertemuannya dengan Reno malam itu, Liona jadi sering melamun. Bahkan perempuan itu membatalkan rencananya untuk menemui sang kakek. Hingga hari pernikahan tiba. Keluarga Wiratama dan Atharya juga sudah saling bertemu. Walau Gretta selalu mencari cara untuk membuat Liona terlihat buruk di mata keluarga Sehan, namun pada akhirnya pernikahan tetap dilaksanakan. Hari ini, dengan balutan dress berwarna putih yang mewah. Juga veil dan mahkota berlian yang Liona gunakan, membuatnya tampak lebih cantik dan anggun. Liona sudah selesai dirias. Kini dia duduk di ruang tunggu pengantin sendirian."Liona."Sorot mata yang tadinya terus menatap kosong, kini mengarah pada sosok perempuan yang baru saja memasuki ruangan itu. Tangan Liona seketika mengepal erat. Gretta mulai berjalan menghampirinya dengan senyum mengejek."Kau sangat cantik, ini kedua kalinya aku melihatmu memakai gaun pengantin." Gretta mengamati
Pagi harinya, setelah bangun dari tidur Liona langsung keluar dari kamar. Dia berniat untuk mengambil air minum di dapur, namun justru mendapati Sehan sedang memasak."Sudah bangun?" tanya Sehan tanpa mengalihkan pandangannya. Liona tersenyum, lalu mengangguk. "Sepertinya aku bangun kesiangan." Perempuan itu kemudian duduk di salah satu kursi makan.Kebetulan masakan Sehan sudah matang. Laki-laki itu langsung menghidangkan bubur ayam yang dia buat barusan ke atas meja. "Seharusnya memasak adalah tugasku," ucap Liona yang sadar akan hal itu. Sehan tak menghiraukan, dia mencicipi makanan yang ada di piring Liona."Apa kau tidur nyenyak?" Sehan kini duduk di seberang meja Liona, dia lalu menikmati makanan yang ada pada piringnya.Liona mengangguk. "Tadi aku tidur lewat tengah malam.""Kenapa?"Liona diam sesaat, lalu berdiri dari duduknya. "Tunggu sebentar."Sehan menatapnya bingung. Perempuan itu kembal