Liona semakin mengeratkan pelukannya. Dia sudah terbangun dari alam mimpinya, namun entah kenapa matanya masih berat untuk dibuka.
Tempat yang hangat, dan empuk membuatnya ingin kembali tertidur. Dia mencium aroma maskulin yang membuatnya begitu tenang dan nyaman, namun beberapa detik kemudian Liona tersadar. Mata perempuan itu terbuka lebar, mendapati seorang laki-laki yang juga sedang terlelap di sampingnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, ternyata sejak tadi Liona memeluk tubuh laki-laki tersebut. Dia seketika terduduk. Berusaha mengingat kejadian tadi malam bersama Sehan. "Apa kami telah melakukannya?" Dengan segera, Liona memeriksa keadaan sekujur tubuhnya yang masih berbalut selimut tebal. Pakaiannya masih terpasang lengkap, walau sudah sedikit berantakan. Dia kemudian menoleh, kembali menatap Sehan yang masih tertidur pulas. Wajah laki-laki itu terlihat tenang, sedikitpun tak menunjukan rasa bersalah. "Dia tidak mungkin melakukan itu pada ku kan?" Liona masih penasaran, dan juga takut. Sayang sekali dia tidak bisa mengingat apapun. Setelah meneguk alkohol tadi malam, Liona langsung kehilangan kesadarannya. Pandangannya mendadak terarah pada dua kancing kemeja Sehan yang terbuka. Seketika dia langsung memalingkan wajahnya, dan memukul kepalanya untuk menyadarkan diri. "Sebaiknya aku segera pergi dari sini." Liona mulai beranjak pergi. Namun sebelum itu dia meninggalkan sebuah catatan untuk memberitahu Sehan bahwa dirinya pulang lebih dulu, dan akan menghubungi Sehan kembali nantinya. Sesampai di depan rumah. Liona langsung merapikan penampilannya kembali. Dia menarik nafas dalam, dan mengukir senyum lebar sebelum akhirnya memasuki rumah keluarganya. Dia tak sabar untuk menyapa orang-orang di rumah itu. "Liona!" Langkah Liona terhenti tepat di ruang tengah. Di sana sudah ada Darwin, Gretta, dan juga Aoura. Sepertinya mereka telah menantikan kedatangan Liona. Tentu saja, Aoura pasti sudah menceritakan semuanya pada Darwin dan Gretta tentang apa yang terjadi di hotel kemarin. "Kau sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Darwin, masih berusaha menahan amarahnya. "Kalian pasti tidak pernah mengunjungi ku selama aku koma, sampai tidak mengetahui jika keadaanku sudah membaik." Gretta memutar matanya malas. Tentu saja, mengunjungi Liona di rumah sakit hanya membuang waktunya. Dia kini berdiri dari duduknya. Tak mau basa-basi seperti Darwin. Gretta langsung membentak Liona, "berani sekali kau menemui Sehan tanpa sepengetahuan kami!" Liona mengukur senyum sinis. Ini yang dia tunggu-tunggu. "Menemui siapapun yang ku mau, aku rasa itu adalah hakku dan tak perlu meminta persetujuan siapapun karena aku sudah dewasa -" PLAK Gretta menampar Liona cukup keras, hingga membuat Liona terhuyung ke belakang dan nyaris ambruk. "Kau tau, Sehan adalah laki-laki yang dijodohkan dengan Aoura. Berani sekali kau mendekatinya!" "Sehan saja tidak melarangku untuk mendekatinya, kenapa kau harus marah?" Gretta mengernyit tak terima. Tidak seperti biasanya, Liona berani berbicara dengan lantang padanya. Membuat Gretta semakin geram dengan anak adopsinya itu. "Liona, pernikahanmu dan Reno dibatalkan karena kau masuk rumah sakit. Jika sekarang keadaanmu sudah membaik, urus pernikahanmu kembali!" Gretta mengukir senyum puas setelah mendengar ucapan sang suami. Sedangkan Liona hanya menggeleng tak habis pikir. "Kenapa kalian terus bersikap seperti ini padaku? Apa aku tidak berhak memilih siapa yang harus aku nikahi?" "Kak Liona!" Kini Aoura berdiri. Dia meneteskan air mata, menunjukan kesedihannya pada semua orang. "Bukankah dulu kau sendiri yang mengatakan sangat mencintai kak Reno? Dan tiba-tiba kau menuduhnya mencintaiku, setelah itu kau mendekati Sehan. Apa kau ingin menghancurkan ku?" Benar. Bukan hanya Aoura yang ingin Liona hancurkan. Tapi juga ayah dan ibunya. Semua orang yang telah menyakitinya, Liona ingin mereka juga merasakan penderitaan yang sama dengan dirinya. "Ayah tidak ingin berita ini sampai terdengar di luar sana, adik dan kakak merebutkan satu laki-laki yang sama. Itu hanya membuat ayah malu!" Darwin berdiri. Dia kembali menatap Liona dengan tegas. "Liona, pernikahanmu dan Reno harus dilaksanakan!" "Kenapa semuanya menutup mata? Aku sudah tidur dengan Sehan, apa aku tetap tidak boleh menikahinya?" Hening. Aoura terduduk kembali di sofa. Tubuhnya lemas seketika setelah mendengar ucapan Liona barusan. "Tidak mungkin!" Aoura terisak keras. "Aoura!" Gretta langsung menghampiri putri bungsunya karena khawatir. Dia segera menenangkan. "Aoura, Sehan tetap akan menikah denganmu. Jangan menangis ya." Namun bukannya berhenti, Aoura justru semakin terisak. "Satpam!" panggil Gretta. Para satpam di rumah itu menghadap. Gretta kembali memerintah, "kurung dia di gudang bawah tanah!" Mata Liona membulat. Ingatannya seketika kembali pada beberapa tahun lalu. Saat dia masih kecil dan selalu mendapat tuduhan dari Aoura. Gretta juga sering mengurungnya di gudang bawah tanah. Liona nyaris ambruk, namun dua satpam langsung memegang tangannya. Dia menggeleng, memberontak saat satpam itu mulai menyeretnya menuju tempat yang sangat menakutkan bagi Liona. Namun Liona tak berhasil. Dada Liona seketika sesak, bayangan menakutkan dari masa lalunya kembali terlintas di kepalanya setelah memasuki ruang sempit dan gelap itu. "Ibu lepaskan!" Liona terjatuh. Dia memegang dadanya yang semakin sesak. "Aku takut." Tempat itu ... adalah luka yang paling menyakitkan bagi Liona. *** Sehan duduk di sofa, menghadap kedua orang tua dan neneknya. Setelah sekian lama, akhirnya dia pulang juga ke kediaman keluarga Wiratama. Itu pun juga karena terpaksa, jika bukan telepon penting dari sang nenek yang memintanya untuk datang. "Aku sedang sibuk," ucapnya sebelum para orang tua di sana memulai pembicaraan. Joana menghela nafas pelan melihat sifat cucunya yang masih saja sama. "Keluarga Atharya ingin mempercepat pernikahanmu dengan Aoura," ucap Bram langsung pada intinya. Dia tau anak bungsunya itu tidak suka berbasa-basi. Sehan berpikir sejenak. Sepertinya itu kesempatan yang bagus untuk membicarakan semuanya. "Kenapa Aoura tidak membatalkan perjodohan ini setelah melihat aku bersama perempuan lain?" "Apa maksudmu Sehan?" tanya Sandra mewakili sang suami dan ibu mertuanya yang tampak terkejut karena perkataan Sehan. "Aoura tau jika aku sudah tidur dengan kakak perempuannya." Bram, Sandra, dan juga Joana serempak tersentak kaget dengan pernyataan Sehan barusan. Tampa rasa bersalah, Sehan mengatakannya dengan begitu santai. "Maaf pa, ma, nek. Aku ingin menikahi Liona, bukan Aoura," imbuhnya dengan tegas. "Mama tidak suka!" Sorot dingin Sehan kini menatap Sandra. "Kamu tau, kakak perempuan Aoura adalah -" "Anak adopsi," potong Sehan. Dia kemudian menghela nafas kasar. "Apa itu salah?" "Apa kamu yakin?" kini Joana yang bertanya untuk memastikan pada sang cucu. Namun belum sempat Sehan menjawab, ponselnya mendadak berdering. Sebuah nomor tak dikenal menelponnya, Sehan sempat berpikir sesaat. Dia ingat, Liona mengatakan akan menghubunginya kembali. Semua orang di sana diam, memperhatikan Sehan yang mulai menjawab panggilannya. "Halo, dengan Sehan Wiratama di sini." 'Sehan, ini Liona. Tolong aku ...' Sehan terdiam. 'Tolong ...' Suara Liona di seberang sana semakin melemah. Sehan langsung berdiri, tanpa mengatakan sepatah kata apa pun pada tiga orang di depannya laki-laki itu melangkah pergi begitu saja. Joana kembali menghela nafas pelan. "Anak itu dilahirkan dan dibesarkan di rumah ini, tapi setelah dewasa ... belum sampai satu jam berada di sini saja sudah kembali pergi." Sandra tak menghiraukan ucapan ibu mertuanya barusan. Sorot matanya masih menatap kepergian sang anak, dia masih bertanya-tanya. 'Kenapa Sehan memilih kakaknya Aoura?'Di sudut ruang sempit dan gelap itu, Liona terus meringkuk sambil terisak. Tubuhnya sejak tadi gemetar hebat. Tak ada yang peduli dengan keadaannya saat ini. Apa kesalahan yang dia lakukan sampai semua orang di rumah itu tega melakukan ini padanya?"Liona."Pintu terbuka, membuat cahaya dari luar masuk ke ruangan itu. Air mata Liona terhenti, dia mendongak dan mendapati laki-laki bertubuh jangkung itu berdiri di hadapannya. Liona sempat bertanya-tanya, benarkah itu ... "Sehan?"Laki-laki itu berjongkok di hadapan Liona. Menatap kondisi Liona yang begitu memprihatinkan. Tangannya kemudian terulur, menghapus air mata yang membasahi pipi perempuan tersebut."Ayo kita keluar dari sini."Sehan nyaris memegang pergelangan tangan Liona, untuk membantunya berdiri. Namun perempuan itu justru langsung memeluknya. Membuat Sehan seketika tertegun."Aku takut." Liona kembali terisak. Kini Sehan bisa merasakan tubuh Liona yang gemetar menahan takut. "Tenanglah," bisik Sehan sambil membalas peluk
Sehan membuka pintu rumahnya, mempersilakan Liona untuk masuk lebih dulu. Perempuan itu sempat ragu, tapi tidak mungkin juga dia sekarang kembali ke rumahnya.Terpaksa Liona akhirnya menuruti perintah Sehan.Laki-laki itu langsung membawanya ke ruang makan, dan meminta Liona untuk duduk di sana sebentar. "Tunggulah."Liona menurut. Pandangannya terus membuntuti Sehan yang mulai berjalan ke arah dapur. Kebetulan dapur di rumah itu terhubung langsung dengan ruang makan, jadi Liona bisa memperhatikan apa yang dilakukan laki-laki itu.Cukup lama, akhirnya Sehan kembali dengan dua piring nasi goreng yang baru dia masak. Lalu dia hidangkan ke atas meja. "Saat aku memasak tadi, kau melihatnya kan? Tidak ada racun yang aku masukkan, jadi kau bisa memakannya sekarang."Liona menatap sepiring nasi goreng yang dihidangkan Sehan untuknya. Dia mulai memegang sendok di hadapannya. Liona percaya pada Sehan, tapi entah kenapa saat ingin menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Lagi-lagi tangannya gemeta
"Bawa Sehan kembali ke keluarga Wiratama, dan juga buat dia kembali bergabung dengan Wiratama company."Liona cukup terkejut dengan persyaratan yang diminta Sandra barusan. Apakah selama ini hubungan Sehan dan keluarganya juga tidak baik, sampai laki-laki itu meninggalkan keluarganya dan memilih hidup sendiri?Liona menoleh, menatap Sehan yang kini mengemudikan mobil di sampingnya. Saat ini mereka dalam perjalanan menuju ke kediaman keluarga Wiratama.Seperti apa yang Sehan katakan, laki-laki itu akan memperkenalkan Liona pada keluarganya.Liona sendiri tidak mengatakan apa pun pada Sehan bahwa Sandra datang ke rumahnya pagi tadi. Itu juga atas permintaan Sandra yang melarang Liona memberitahu laki-laki itu.Setelah mereka sampai, kedatangan Liona dan Sehan di sambut oleh para pelayan di rumah itu. Sepanjang jalan menuju ruang keluarga, Liona terus memperhatikan sekitarnya dengan takjub. Ini pertama kali Liona merasa dirinya sea
Sesuai permintaan Sehan, walau mereka belum menikah tapi Liona sudah membawa beberapa barang-barangnya ke rumah laki-laki itu. Dia baru saja turun dari taksi, dengan membawa satu koper dan tas berukuran besar. Sehan yang sejak tadi sudah menunggu kedatangan Liona, langsung membukakan pintu. "Apa tidak masalah aku memindahkan barang-barangku ke sini sebelum kita menikah?""Memangnya siapa yang akan melarang? Ini rumahku."Sehan masuk ke dalam lebih dulu, tanpa membantu Liona menyeret koper besarnya. Perempuan itu kemudian duduk di ruang tengah untuk menghilangkan rasa lelahnya. Sehan lalu meletakkan sebuah undangan pernikahan di depan Liona. "Apa ini?" "Undangan pernikahan kita. Aku sudah menentukan tanggalnya, jadi saat keluarga kita bertemu nanti kita hanya perlu menunjukan undangan ini. Mereka pasti setuju-setuju saja. Lagi pula siapa yang berani membantah keinginanku?" Liona
Setelah pertemuannya dengan Reno malam itu, Liona jadi sering melamun. Bahkan perempuan itu membatalkan rencananya untuk menemui sang kakek. Hingga hari pernikahan tiba. Keluarga Wiratama dan Atharya juga sudah saling bertemu. Walau Gretta selalu mencari cara untuk membuat Liona terlihat buruk di mata keluarga Sehan, namun pada akhirnya pernikahan tetap dilaksanakan. Hari ini, dengan balutan dress berwarna putih yang mewah. Juga veil dan mahkota berlian yang Liona gunakan, membuatnya tampak lebih cantik dan anggun. Liona sudah selesai dirias. Kini dia duduk di ruang tunggu pengantin sendirian."Liona."Sorot mata yang tadinya terus menatap kosong, kini mengarah pada sosok perempuan yang baru saja memasuki ruangan itu. Tangan Liona seketika mengepal erat. Gretta mulai berjalan menghampirinya dengan senyum mengejek."Kau sangat cantik, ini kedua kalinya aku melihatmu memakai gaun pengantin." Gretta mengamati
Pagi harinya, setelah bangun dari tidur Liona langsung keluar dari kamar. Dia berniat untuk mengambil air minum di dapur, namun justru mendapati Sehan sedang memasak."Sudah bangun?" tanya Sehan tanpa mengalihkan pandangannya. Liona tersenyum, lalu mengangguk. "Sepertinya aku bangun kesiangan." Perempuan itu kemudian duduk di salah satu kursi makan.Kebetulan masakan Sehan sudah matang. Laki-laki itu langsung menghidangkan bubur ayam yang dia buat barusan ke atas meja. "Seharusnya memasak adalah tugasku," ucap Liona yang sadar akan hal itu. Sehan tak menghiraukan, dia mencicipi makanan yang ada di piring Liona."Apa kau tidur nyenyak?" Sehan kini duduk di seberang meja Liona, dia lalu menikmati makanan yang ada pada piringnya.Liona mengangguk. "Tadi aku tidur lewat tengah malam.""Kenapa?"Liona diam sesaat, lalu berdiri dari duduknya. "Tunggu sebentar."Sehan menatapnya bingung. Perempuan itu kembal
Rahang Sehan mulai mengeras, dia melepaskan cekalannya pada pergelangan sang istri dan berpindah mencengkram kerah kemeja Galen. Membuat semua perhatian orang-orang di sana kini tertuju pada mereka. Sehan menarik paksa Galen untuk berdiri, tak peduli sang kakak kesusahan karena kaki kirinya cidera. Dalam hitungan detik, Sehan mendaratkan pukulan tepat di pipi Galen. Membuat Galen seketika ambruk tersungkur menabrak meja lainnya.Seluruh pengunjung di restoran itu berteriak histeris, mereka ikut merasakan takut setelah melihat apa yang Sehan lakukan pada Galen.Sedangkan Liona hanya membelalak tak percaya. Dia ingin menolong Galen, tapi melihat Sehan seperti itu membuatnya juga takut. "Kau ingin mencelakaiku di depan banyak orang lagi? Padahal kaki kiriku sudah tak berfungsi, apa kau tidak puas melihatku seperti ini?" Mata Sehan menusuk tajam ke arah Galen, dia kembali melangkah mendekati sang kakak sambil berucap penuh peneka
"Dua puluh tahun lalu, di acara ulang tahun Sehan yang ke delapan tahun.""Entah apa yang terjadi, Sehan telah mendorong Galen hingga Galen jatuh dari tangga.""Galen mengalami cidera, dan menyebabkan kaki kirinya cacat untuk selamanya.""Semenjak itu, keluarga bahkan orang-orang mulai membenci Sehan. Kenapa Sehan harus melakukan itu pada Galen tanpa alasan?""Sehan menjadi lebih pendiam, dan tidak mau berbaur dengan banyak orang. Hingga usianya menginjak dewasa, Sehan memilih keluar dari rumah Wiratama dan memulai hidupnya sendiri.""Ulang tahun yang biasanya didambakan oleh banyak anak, bagi Sehan ulang tahunya justru membuat kenangan buruk dan merubah kehidupannya.""Mulai saat itu orang-orang membenci Sehan. Bahkan kak Bram juga tampak sangat kecewa pada Sehan. Yang tidak berani marah pada Sehan hanya kak Sandra dan aku."Berlin tersenyum sedih, mengingat kejadian itu. Saat itu umurnya juga telah memasuki usia remaja