Karenia membuka pintu. Sesaat dilihatnya dua orang laki-laki berbaju safari menganggukkan kepada kepadanya.
“Maaf, Non Nia. Kami diperintahkan untuk mengantar ke Jogja hari ini. Apakah bisa berangkat sekarang?” kata salah satu laki-laki itu dengan sopan.“ Ok, Aku dah siap. Tolong bawakan tas dan koper warna hitam itu!” ucap Karenia sambil berjalan menuju mobil SUV warna metalik yang telah terparkir di tepi jalan depan rumah.Saat hendak masuk mobil, Karenia menoleh ke driver yang bertanya kepadanya.“Non? Adakah tas yang perlu dibawakan lagi?”“Hanya itu saja, Pak. Aku hanya sebentar di Jogja karena agendaku bulan ini sangat padat.”“Baiklah Non.” Driver duduk di depan kemudi.Karenia masuk ke mobil dan duduk di kursi tengah. Driver menunggu aba-aba jalan dari Karenia. Sesaat mereka saling menunggu. Lalu Karenia sadar dengan situasinya.
“Jalan, Pak!”Berangkat dari Jakarta ke Jogja menggunakan mobil? Ini adalah pengalaman pertama Karenia. Biasanya ia akan naik pesawat untuk menghemat waktu. Namun, kali ini ia tidak bisa membantah permintaan Opanya yang sulit menerima penolakan jika telah berkehendak. Andai naik pesawat mungkin dirinya akan lebih nyaman karena tidak terlalu lama duduk di jok mobil yang membuat pantatnya panas.Meskipun di dalam mobil terasa senyap dan minim getaran dari permukaan jalan yang tidak rata, Karenia tetap merasa dongkol. Apa boleh buat, dia harus berjuang untuk bisa tidur walau pikirannya kacau dan penuh rencana dendam pembalasan kepada pihak sekolah anaknya.*******Perjalanan dari Jakarta ke Jogja hanya transit tiga kali untuk mengisi bensin dan beristirahat untuk mengganjal perut. Butuh waktu sembilan jam untuk sampai di kota Jogja. Melelahkan dan membuat tubuh Karenia terasa pegal-dan letih.
Begitu sampai di Jogja, Karenia mau langsung nginep ke hotel dulu untuk menghilangkan capek badannya. Sengaja ia tidak langsung menuju rumah sakit tempat di mana Abiandra dirawat.Setelah brosing hotel yang ada di Jogja, Karenia meminta driver mengantarkan hotel yang telah dipilihnya. Namun sayang, niatnya tidak kesampaian karena dicegah oleh pengawal suruhan opanya. “Mengapa tidak boleh ke hotel, Pak?” tanya Karenia ketus.“Maaf Non. Tuan Abiandra sekarang sedang menunggu di sekolah dan tidak mau dirawat ke rumah sakit sebelum ketemu dengan Non Nia,” jawab driver setelah menurunkan laju mobil.“Sial, anak kurang kerjaan saja!“ Karenia pun tidak mau berdebat lagi. “Maaf Non, di dalam kawasan kompleks sekolah disediakan asrama. Fasilitasnya senyaman hotel . Bebas menginap sesukanya. Jangan khawatir Non!”“Kayak kamu udah pernah ke sana saja!”“Maaf Non, saya sudah tiga kali ke sana” Karenia terdiam mendengar jawaban pengawal pribadi opanya. Andai ia hanya berdua dengan driver saja, mungkin Karenia bisa berbuat bebas apa saja. Namun, dengan pengawal pribadi opanya, Karenia tidak mau melawan karena akan fatal akibatnya.Setelah dua jam perjalanan dari batas masuk jalan provinsi akhirnya mereka sampai di sekolah alam. Mobil itu langsung masuk ke pintu gerbang sekolah yang terbuka lebar.Ternyata di dalam kawasan sekolah ada tiga satpam yang langsung mengarahkan mobil menuju ruang transit tamu.
Karenia tersenyum kecut. Rupanya asrama transit tak lebih seperti hotel kelas melati. Hanya bangunan sederhana terbuat dari bambu dan beberapa ornamen kayu di beberapa sudut bangunan.Begitu turun dari mobil, Karenia langsung disambut beberapa orang dengan senyuman ramah. Salah satu orang menyapanya.“Selamat datang Ibu Karenia. Saya Bagas, petugas yang akan melayani segala keperluan Ibu. Oh, iya. Bagaimana perjalanannya?”“Lancar, tapi membosankan,” ucap Karenia ketus.“Oh, begitu. Semoga selama tinggal di kawasan sekolah kami, Ibu Karenia tidak bosan. Mari silakan ikuti saya ke ruang makan!”Karenia ingin menolak ajakan itu. Namun ketika diliriknya jam tangan telah menunjukkan angka tujuh diurungkan niatnya. Ia telah terbiasa makan pagi tepat waktu jam enam. Berarti kini terlambat satu jam dan itu membuat perutnya sedikit keroncongan. Pengawal pribadi dan driver mengikuti dari belakang. Koper dan dua tas jinjing milik Karenia juga koper milik driver telah diambil oleh petugas dan diletakkan di ruang transit yang sudah disiapkan.Cukup lumayan juga Karenia harus berjalan menuju tempat makan. Ada sekitar lima ratus meter ia harus berjalan. Begitu sampai di dalam ruang makan, telah tersedia aneka menu makanan tradisional khas Jogja. Ada gudeg, bakmi jowo dan soto. Jajanan pasar beraneka macam juga ada.Namun semua itu tidak menarik nafsu makan Karenia. Lain halnya dengan dua orang yang menemaninya. Mereka berdua terlihat langsung asyik menyantap makanan dengan porsi yang banyak.
Karenia mendekati pramusaji yang berdiri dekat meja makan.“Maaf, Mbak. Bolehkah aku minta segelas susu dan sepotong roti tawar?” pinta Karenia.“Oh, Baik. Segera akan saya buatkan Bu.”Perempuan pramusaji itu lantas masuk ke dapur. Tidak lebih dari sepuluh menit, susu dan roti tawar yang diminta Karenia sudah diantarkan ke meja.
“Mana!” ucap Karenia tak sabar.Pramusaji itu hanya tersenyum mendengar perkataan Karenia yang ketus. Lalu mengatupkan kedua telapak tangan di depan dadanya sambil kepalanya mengangguk pelan.Terlihat Bagas dan dua orang temannya masuk ruang makan dan berdiri menunggu hingga semuanya telah selesai makan dan minum. Ketika Karenia hendak berdiri, Bagas langsung bergegas mendekatinya.“Bu, saya sarankan untuk ke ruang transit dulu. Nanti jika sudah sedikit hilang penatnya, Ibu bisa meminta saya untuk bertemu kepala sekolah.”“Iya, rasanya kaki ini sudah capek untuk jalan lagi, Mas.”“Oh, iya. Sudah saya sediakan mobil khusus pengantar tamu Ibu.”“Baguslah kalo begitu.” Tanpa sungkan lagi Karenia langsung menuju mobil khusus yang sudah menunggu di depan pintu ruang makan.Mobil itu berdaya listrik, mirip mobil yang digunakan untuk mengantar atlet golf yang harus berpindah tempat untuk melakukan permainan berikutnya.Hanya sepuluh menit Karenia sudah sampai di tempat transit. Bagus menunjukkan kamar untuk Karenia yang terpisah dari kamar driver.Teman Bagus mengantar driver menuju kamar yang telah disiapkan. Ada pemisahan antara tamu laki-laki dan perempuan. Tempat transit itu terdiri dari empat bangunan. Dua bangunan untuk tamu laki-laki dan dua untuk tamu perempuan. Satu bangunan memiliki sepuluh kamar.Karenia merasa takjub dengan desain interior dalam kamar. Di dinding banyak ditemukan ornamen ukir kayu jati dan lampu-lampu klasik. Fasilitas kamar yang ditempatinya tak kalah dengan hotel bintang tiga.Benar apa yang dikatakan asisten pribadi opanya. Ruang transit yang ada di kawasan sekolah sangat nyaman. Padahal tadi sekilas ia merasa terkecoh dengan tampilan luarnya.Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, Karenia segera menghubungi Bagus melalui telepon yang tersedia di dalam kamar. Tak berapa lama pintu kamar diketuk dari luar.Karenia membuka pintu dan dilihatnya Bagus telah berdiri
Setengah jam berlalu. Principal masuk ruang kerjanya dan mendapati Karenia tertidur pulas di atas sofa. Ia meminta Indri mengambilkan selimut dan guling untuk Karenia. Tak berapa lama, Indri datang membawa selimut dan guling untuk Karenia.“Selimuti dia, kasihan masih capek kelihatannya!” perintah principal.Indri pun menyelimuti tubuh Karenia dan meletakkan guling di sampingnya.Begitu selimut hinggap di tubuh Karenia secara tidak sadar, ia meraih guling yang berada dekat di tangannya.Principal tersenyum melihatnya.“Apakah Mas mau menunggunya hingga bangun sendiri atau saya bangunkan setelah satu jam?”“Biarkan saja dia bangun sendiri. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Oh iya? Bagaimana dengan Abiandra? Apakah sudah didaftarkan untuk perawatan medis di rumah sakit?”“Sudah Mas. Tinggal berangkat saja kata dokter Himawan. Beliau juga telah merawat Abiandra untuk sementara waktu agar Abiandra tidak banyak bergerak.”“Makasih ya? Kalo begitu Kamu ikut menunggui Bu Kar
“ Mama!” teriak Abiandra tatkala melihat Karenia datang. Bola matanya berbinar senang.Namun, Karenia hanya tersenyum tipis. Ia mendekati Abiandra dan menjewer telinganya.“Aduh! Sakit Ma! Lepasin!”pinta Abiandra.“Bisa nggak sih normal dikit? Hari-hari hanya bikin onar terus. Mama tuh capek Abi!”“Maaf, Ma. Abi nggak sengaja kok jatuhnya.”Karenia tidak melepaskan telinga Abiandra hingga Indri berusaha membujuk Karenia untuk melepaskannya.“ Abi jatuh tidak sengaja Bu. Abi hanya ingin mengembalikan sarang burung yang jatuh dari pohonnya,” ucap Indri.Karenia justru semakin menarik kencang telinga Abiandra.“Sejak kapan kamu peduli dengan hewan? Kamu anggap itu bagus? Buat apa mengembalikan sarang burung jika akhirnya kamu justru jatuh dan patah tulang?”“Aduh! Sakit Ma! Pak Bagas tolongin Abi dong?” pinta Abi memelas.“Maaf Bu Karenia, tolong lepaskan telinga Abiandra!” Bagus berusaha meminta dengan lembut.Namun Karenia seakan tidak mau melepaskan. Lalu Bagus hendak memegang tangan
“Ibu melamun?” Perkataan Indri membuyarkan lamunan Karenia.“Ah tidak, hanya sedikit memikirkan pekerjaan saja,” ucap spontan Karenia.“Tidak usah dipikirkan dulu Bu! Yang penting sekarang memikirkan kesembuhan Abiandra dulu. Masalah pekerjaan ‘kan ada Pak Salim yang tentu telah meng-handle semuanya.”“Aku akan diangkat CEO dua minggu lagi. Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Begitu Abiandra selesai dioperasi aku akan balik Jakarta.” “Tapi, Bu-““Urusan perawatan Abiandra biar ditangani sekolah. Toh itu sudah menjadi tanggung jawab sekolah ‘kan?”“Iya, Bu,” ucap Indri pelan. Dia seakan belum bisa memahami jalan pikiran Karenia. Seperti tidak ada rasa sayang sama sekali terhadap Abiandra.“Aku mau balik ke sekolah.”Indri tidak bisa melarang kepergian Karenia dari rumah sakit.Begitu pula Bagus. Ia tidak berniat untuk mencegah kepergian Karenia.Karenia telah masuk mobil dan hendak pergi saat tiba-tiba nada panggilan hape-nya bunyi. Karenia malas mengangkat panggilan itu setelah dil
“Jenguk Abiandra, sekarang! Atau Opa akan batalkan penunjukanmu sebagai CEO bulan depan!” titah opa dengan nada suara meninggi.“Fuck that shit!” Ingin rasanya Karenia meneriakkan kata itu persis di dekat telinga lelaki paruh baya itu.Dilemparnya hape ke atas springbed. Terduduk ia di pinggir ranjang dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang berminyak. Perlahan diusap wajah itu beberapa kali, juga dahi dan matanya yang sedikit kering dan perih.Ini kali ketiga dirinya harus membatalkan ngedate-nya dengan Brian, anak direktur perusahaan rekanan bisnis utamanya. Jika acara itu batal, hangus juga investasi puluhan juta di depan mata. Itulah konsekuensi yang harus diterimanya. Setelah sekian lama dan sekian usaha telah diupayakan dengan tim marketing, akhirnya gagal juga proyek kerjasama itu. Memang rejeki sudah ada yang ngatur, ia percaya itu. Namun, kalau berulang begini apa ia harus selalu kalah dengan keadaan terus?Hanya dalam hitungan menit setelah mendapatkan
“Ibu melamun?” Perkataan Indri membuyarkan lamunan Karenia.“Ah tidak, hanya sedikit memikirkan pekerjaan saja,” ucap spontan Karenia.“Tidak usah dipikirkan dulu Bu! Yang penting sekarang memikirkan kesembuhan Abiandra dulu. Masalah pekerjaan ‘kan ada Pak Salim yang tentu telah meng-handle semuanya.”“Aku akan diangkat CEO dua minggu lagi. Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Begitu Abiandra selesai dioperasi aku akan balik Jakarta.” “Tapi, Bu-““Urusan perawatan Abiandra biar ditangani sekolah. Toh itu sudah menjadi tanggung jawab sekolah ‘kan?”“Iya, Bu,” ucap Indri pelan. Dia seakan belum bisa memahami jalan pikiran Karenia. Seperti tidak ada rasa sayang sama sekali terhadap Abiandra.“Aku mau balik ke sekolah.”Indri tidak bisa melarang kepergian Karenia dari rumah sakit.Begitu pula Bagus. Ia tidak berniat untuk mencegah kepergian Karenia.Karenia telah masuk mobil dan hendak pergi saat tiba-tiba nada panggilan hape-nya bunyi. Karenia malas mengangkat panggilan itu setelah dil
“ Mama!” teriak Abiandra tatkala melihat Karenia datang. Bola matanya berbinar senang.Namun, Karenia hanya tersenyum tipis. Ia mendekati Abiandra dan menjewer telinganya.“Aduh! Sakit Ma! Lepasin!”pinta Abiandra.“Bisa nggak sih normal dikit? Hari-hari hanya bikin onar terus. Mama tuh capek Abi!”“Maaf, Ma. Abi nggak sengaja kok jatuhnya.”Karenia tidak melepaskan telinga Abiandra hingga Indri berusaha membujuk Karenia untuk melepaskannya.“ Abi jatuh tidak sengaja Bu. Abi hanya ingin mengembalikan sarang burung yang jatuh dari pohonnya,” ucap Indri.Karenia justru semakin menarik kencang telinga Abiandra.“Sejak kapan kamu peduli dengan hewan? Kamu anggap itu bagus? Buat apa mengembalikan sarang burung jika akhirnya kamu justru jatuh dan patah tulang?”“Aduh! Sakit Ma! Pak Bagas tolongin Abi dong?” pinta Abi memelas.“Maaf Bu Karenia, tolong lepaskan telinga Abiandra!” Bagus berusaha meminta dengan lembut.Namun Karenia seakan tidak mau melepaskan. Lalu Bagus hendak memegang tangan
Setengah jam berlalu. Principal masuk ruang kerjanya dan mendapati Karenia tertidur pulas di atas sofa. Ia meminta Indri mengambilkan selimut dan guling untuk Karenia. Tak berapa lama, Indri datang membawa selimut dan guling untuk Karenia.“Selimuti dia, kasihan masih capek kelihatannya!” perintah principal.Indri pun menyelimuti tubuh Karenia dan meletakkan guling di sampingnya.Begitu selimut hinggap di tubuh Karenia secara tidak sadar, ia meraih guling yang berada dekat di tangannya.Principal tersenyum melihatnya.“Apakah Mas mau menunggunya hingga bangun sendiri atau saya bangunkan setelah satu jam?”“Biarkan saja dia bangun sendiri. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Oh iya? Bagaimana dengan Abiandra? Apakah sudah didaftarkan untuk perawatan medis di rumah sakit?”“Sudah Mas. Tinggal berangkat saja kata dokter Himawan. Beliau juga telah merawat Abiandra untuk sementara waktu agar Abiandra tidak banyak bergerak.”“Makasih ya? Kalo begitu Kamu ikut menunggui Bu Kar
Hanya sepuluh menit Karenia sudah sampai di tempat transit. Bagus menunjukkan kamar untuk Karenia yang terpisah dari kamar driver.Teman Bagus mengantar driver menuju kamar yang telah disiapkan. Ada pemisahan antara tamu laki-laki dan perempuan. Tempat transit itu terdiri dari empat bangunan. Dua bangunan untuk tamu laki-laki dan dua untuk tamu perempuan. Satu bangunan memiliki sepuluh kamar.Karenia merasa takjub dengan desain interior dalam kamar. Di dinding banyak ditemukan ornamen ukir kayu jati dan lampu-lampu klasik. Fasilitas kamar yang ditempatinya tak kalah dengan hotel bintang tiga.Benar apa yang dikatakan asisten pribadi opanya. Ruang transit yang ada di kawasan sekolah sangat nyaman. Padahal tadi sekilas ia merasa terkecoh dengan tampilan luarnya.Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, Karenia segera menghubungi Bagus melalui telepon yang tersedia di dalam kamar. Tak berapa lama pintu kamar diketuk dari luar.Karenia membuka pintu dan dilihatnya Bagus telah berdiri
Karenia membuka pintu. Sesaat dilihatnya dua orang laki-laki berbaju safari menganggukkan kepada kepadanya.“Maaf, Non Nia. Kami diperintahkan untuk mengantar ke Jogja hari ini. Apakah bisa berangkat sekarang?” kata salah satu laki-laki itu dengan sopan.“ Ok, Aku dah siap. Tolong bawakan tas dan koper warna hitam itu!” ucap Karenia sambil berjalan menuju mobil SUV warna metalik yang telah terparkir di tepi jalan depan rumah.Saat hendak masuk mobil, Karenia menoleh ke driver yang bertanya kepadanya.“Non? Adakah tas yang perlu dibawakan lagi?”“Hanya itu saja, Pak. Aku hanya sebentar di Jogja karena agendaku bulan ini sangat padat.”“Baiklah Non.” Driver duduk di depan kemudi.Karenia masuk ke mobil dan duduk di kursi tengah. Driver menunggu aba-aba jalan dari Karenia. Sesaat mereka saling menunggu. Lalu Karenia sadar dengan situasinya.“Jalan, Pak!”Berangkat dari Jakarta ke Jogja menggunakan mobil? Ini adalah pengalaman pertama Karenia. Biasanya ia akan naik pesawat untuk menghema
“Jenguk Abiandra, sekarang! Atau Opa akan batalkan penunjukanmu sebagai CEO bulan depan!” titah opa dengan nada suara meninggi.“Fuck that shit!” Ingin rasanya Karenia meneriakkan kata itu persis di dekat telinga lelaki paruh baya itu.Dilemparnya hape ke atas springbed. Terduduk ia di pinggir ranjang dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang berminyak. Perlahan diusap wajah itu beberapa kali, juga dahi dan matanya yang sedikit kering dan perih.Ini kali ketiga dirinya harus membatalkan ngedate-nya dengan Brian, anak direktur perusahaan rekanan bisnis utamanya. Jika acara itu batal, hangus juga investasi puluhan juta di depan mata. Itulah konsekuensi yang harus diterimanya. Setelah sekian lama dan sekian usaha telah diupayakan dengan tim marketing, akhirnya gagal juga proyek kerjasama itu. Memang rejeki sudah ada yang ngatur, ia percaya itu. Namun, kalau berulang begini apa ia harus selalu kalah dengan keadaan terus?Hanya dalam hitungan menit setelah mendapatkan