Setengah jam berlalu. Principal masuk ruang kerjanya dan mendapati Karenia tertidur pulas di atas sofa. Ia meminta Indri mengambilkan selimut dan guling untuk Karenia. Tak berapa lama, Indri datang membawa selimut dan guling untuk Karenia.
“Selimuti dia, kasihan masih capek kelihatannya!” perintah principal.Indri pun menyelimuti tubuh Karenia dan meletakkan guling di sampingnya.Begitu selimut hinggap di tubuh Karenia secara tidak sadar, ia meraih guling yang berada dekat di tangannya.
Principal tersenyum melihatnya.
“Apakah Mas mau menunggunya hingga bangun sendiri atau saya bangunkan setelah satu jam?”“Biarkan saja dia bangun sendiri. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Oh iya? Bagaimana dengan Abiandra? Apakah sudah didaftarkan untuk perawatan medis di rumah sakit?”“Sudah Mas. Tinggal berangkat saja kata dokter Himawan. Beliau juga telah merawat Abiandra untuk sementara waktu agar Abiandra tidak banyak bergerak.”“Makasih ya? Kalo begitu Kamu ikut menunggui Bu Karenia bersama saya di sini.”“Baik Mas.” Indri pun keluar ruangan untuk mengambil laptopnya, kemudian duduk di kursi dekat sofa. Sementara principal langsung melakukan panggilan telepon.“Assamu’alaikum Pak Salim!” principal menyapa dengan ramah.“Wa’alaikumsalam. Di mana Karenia sekarang?” tanya Salim.Principal mengarahkan kamera handphone ke sofa di mana Karenia masih terlelap dengan tidurnya.“Ingat pesanku ya? Jangan terlalu kaku atau tegas dengan Karenia, dia orangnya keras kepala dan sulit untuk menerima saran dari orang lain.”“Siap, Pak. Ini saya nunggu sampai dia bangun sendiri.”“Terus Abiandra gimana kalo terlalu lama menunggu, apakah tidak semakin parah sakitnya?”“Tenang, Pak. Dokter sekolah sudah merawat sementara agar tidak banyak bergerak dulu.”“Syukurlah kalo begitu. Makasih ya? ““Sama-sama Pak Salim”“Udahan dulu, aku masih ada kerjaan yang harus diselesaikan hari ini. Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikum salam, Pak Salim.”Principal mendesah pelan. Dia jadi teringat dengan semua kebaikan Pak Salim. Ya, pengusaha garmen yang memutuskan mualaf itu telah banyak membantu hidupnya. Mungkin jika tak ada bantuan dari Pak Salim, hidupnya tidak akan senyaman sekarang.Bagaimana mungkin dia yang hanya anak tukang ojek pangkalan bisa menjadi principal di sekolah alam yang besar dan elite ini.
Tak hanya itu, Indri yang merupakan adiknya pun bisa bekerja di sekolah ini karena permintaan Pak Salim juga.
Hampir tiga jam Karenia tertidur dengan nyenyak. Indri menyarankan principal untuk membangunkan saja karena kalau tidak nanti akan masuk waktu sholat dhuhur. “Biarkan saja dia bangun sendiri. Itu akan membuatnya lebih nyaman daripada dibangunkan paksa oleh orang asing yang baru saja dikenalnya di lingkungan baru.”“Tapi, Mas? Abiandra harus masuk rumah sakit sebelum pukul satu. Jika tidak maka akan diisi oleh pasien lain kamarnya.”“Baiklah kalo begitu. Biar dia tidak malu aku akan ke kamar mandi dulu pura-pura membersihkan wajah.”“Baik Mas.”Indri pun mendekatkan diri ke telinga Karenia.“Ibuk … maaf, bangun ya Buk?” Suara pelan Indri di dekat telinga Karenia.Tangan Indri menepuk-nepuk pelan bahu Karenia sambil mengulangi perkataannya. Beberapa saat kemudian Karenia tersadar dari tidurnya. Matanya yang merah mengerjap untuk beberapa saat. Ia lalu bangkit dari tidurnya dan duduk sejenak. Ia singkap selimut dan menjauhkan guling dari tangannya.
“ Aku tertidur lama ya?” tanya Karenia.“Iya, Bu. Hampir tiga jam lebih.”“Mengapa aku dibiarkan tidur selama itu?”“Principal yang memintanya. Kata beliau akan sangat tidak nyaman jika sedang tidur dalam keadaan capek dibangunkan dalam waktu yang singkat.”“Terus dimana principal sekarang?”“Beliau sedang di kamar mandi, baru basuh muka.”Tak berapa lama pintu kamar mandi terbuka. Terlihatlah principal berjalan keluar. Indri bisa melihatnya, tetapi Karenia tidak. Kamar mandi itu membelakangi sofa tempat Karenia duduk. Begitu principal duduk di depan Karenia, Indri langsung ikut duduk di sampingnya.“Mana principalnya?” tanya Karenia penasaran.“Saya Bu. Perkenalkan saya principal di sini. Tadi saya udah mengenalkan nama saya.”“ Bukankah Kamu Bagus yang ngantar aku kemari? Kamu principal merangkap penerima tamu? Kamu ingin mempermainkan aku? Belum tahu siapa aku ya? ” Karenia mulai kesal karena merasa dipermainkan.Harusnya Bagus langsung bilang kalau dia principal dan bukan penerima tamu saat tadi pagi.
“Maaf Bu Karenia. Bukan maksud saya mau mempemainkan Ibu. Tapi emang kebetulan yang jadi penerima tamu sedang ada tugas di luar. Selain itu, saya juga diminta langsung oleh Pak Salim untuk menjamu Ibu dengan baik.”“Ya udah kalo begitu. To the point aja. Ini maunya gimana?”“Saya ingin menceritakan kronologi mengapa Abiandra bisa patah kaki dan tangannya, Ibu.”“Ah, nggak usah sekarang gapapa. Nggak penting itu. Aku ingin segera menemui Abiandra sekarang.”“Baiklah kalo itu permintaan Ibu. Mari saya antarkan ke poli kesehatan sekolah. Abiandra untuk sementara dirawat di sana.”“Jangan bilang harus jalan jauh lagi ya?” ucap Karenia ketus.“Kalo Ibu tidak kuat berjalan lagi, biar saya dorong menggunakan kursi roda, atau mau saya bopong?”“Jangan mulai kurang ajar ya? Saya laporkan ke Pak Salim nanti!” ancam Karenia.Bagus hanya tersenyum dengan wajah sewot Karenia. Ternyata perempuan cantik kalau sedang marah semakin cantik saja di matanya.*******“ Mama!” teriak Abiandra tatkala melihat Karenia datang. Bola matanya berbinar senang.Namun, Karenia hanya tersenyum tipis. Ia mendekati Abiandra dan menjewer telinganya.“Aduh! Sakit Ma! Lepasin!”pinta Abiandra.“Bisa nggak sih normal dikit? Hari-hari hanya bikin onar terus. Mama tuh capek Abi!”“Maaf, Ma. Abi nggak sengaja kok jatuhnya.”Karenia tidak melepaskan telinga Abiandra hingga Indri berusaha membujuk Karenia untuk melepaskannya.“ Abi jatuh tidak sengaja Bu. Abi hanya ingin mengembalikan sarang burung yang jatuh dari pohonnya,” ucap Indri.Karenia justru semakin menarik kencang telinga Abiandra.“Sejak kapan kamu peduli dengan hewan? Kamu anggap itu bagus? Buat apa mengembalikan sarang burung jika akhirnya kamu justru jatuh dan patah tulang?”“Aduh! Sakit Ma! Pak Bagas tolongin Abi dong?” pinta Abi memelas.“Maaf Bu Karenia, tolong lepaskan telinga Abiandra!” Bagus berusaha meminta dengan lembut.Namun Karenia seakan tidak mau melepaskan. Lalu Bagus hendak memegang tangan
“Ibu melamun?” Perkataan Indri membuyarkan lamunan Karenia.“Ah tidak, hanya sedikit memikirkan pekerjaan saja,” ucap spontan Karenia.“Tidak usah dipikirkan dulu Bu! Yang penting sekarang memikirkan kesembuhan Abiandra dulu. Masalah pekerjaan ‘kan ada Pak Salim yang tentu telah meng-handle semuanya.”“Aku akan diangkat CEO dua minggu lagi. Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Begitu Abiandra selesai dioperasi aku akan balik Jakarta.” “Tapi, Bu-““Urusan perawatan Abiandra biar ditangani sekolah. Toh itu sudah menjadi tanggung jawab sekolah ‘kan?”“Iya, Bu,” ucap Indri pelan. Dia seakan belum bisa memahami jalan pikiran Karenia. Seperti tidak ada rasa sayang sama sekali terhadap Abiandra.“Aku mau balik ke sekolah.”Indri tidak bisa melarang kepergian Karenia dari rumah sakit.Begitu pula Bagus. Ia tidak berniat untuk mencegah kepergian Karenia.Karenia telah masuk mobil dan hendak pergi saat tiba-tiba nada panggilan hape-nya bunyi. Karenia malas mengangkat panggilan itu setelah dil
“Jenguk Abiandra, sekarang! Atau Opa akan batalkan penunjukanmu sebagai CEO bulan depan!” titah opa dengan nada suara meninggi.“Fuck that shit!” Ingin rasanya Karenia meneriakkan kata itu persis di dekat telinga lelaki paruh baya itu.Dilemparnya hape ke atas springbed. Terduduk ia di pinggir ranjang dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang berminyak. Perlahan diusap wajah itu beberapa kali, juga dahi dan matanya yang sedikit kering dan perih.Ini kali ketiga dirinya harus membatalkan ngedate-nya dengan Brian, anak direktur perusahaan rekanan bisnis utamanya. Jika acara itu batal, hangus juga investasi puluhan juta di depan mata. Itulah konsekuensi yang harus diterimanya. Setelah sekian lama dan sekian usaha telah diupayakan dengan tim marketing, akhirnya gagal juga proyek kerjasama itu. Memang rejeki sudah ada yang ngatur, ia percaya itu. Namun, kalau berulang begini apa ia harus selalu kalah dengan keadaan terus?Hanya dalam hitungan menit setelah mendapatkan
Karenia membuka pintu. Sesaat dilihatnya dua orang laki-laki berbaju safari menganggukkan kepada kepadanya.“Maaf, Non Nia. Kami diperintahkan untuk mengantar ke Jogja hari ini. Apakah bisa berangkat sekarang?” kata salah satu laki-laki itu dengan sopan.“ Ok, Aku dah siap. Tolong bawakan tas dan koper warna hitam itu!” ucap Karenia sambil berjalan menuju mobil SUV warna metalik yang telah terparkir di tepi jalan depan rumah.Saat hendak masuk mobil, Karenia menoleh ke driver yang bertanya kepadanya.“Non? Adakah tas yang perlu dibawakan lagi?”“Hanya itu saja, Pak. Aku hanya sebentar di Jogja karena agendaku bulan ini sangat padat.”“Baiklah Non.” Driver duduk di depan kemudi.Karenia masuk ke mobil dan duduk di kursi tengah. Driver menunggu aba-aba jalan dari Karenia. Sesaat mereka saling menunggu. Lalu Karenia sadar dengan situasinya.“Jalan, Pak!”Berangkat dari Jakarta ke Jogja menggunakan mobil? Ini adalah pengalaman pertama Karenia. Biasanya ia akan naik pesawat untuk menghema
Hanya sepuluh menit Karenia sudah sampai di tempat transit. Bagus menunjukkan kamar untuk Karenia yang terpisah dari kamar driver.Teman Bagus mengantar driver menuju kamar yang telah disiapkan. Ada pemisahan antara tamu laki-laki dan perempuan. Tempat transit itu terdiri dari empat bangunan. Dua bangunan untuk tamu laki-laki dan dua untuk tamu perempuan. Satu bangunan memiliki sepuluh kamar.Karenia merasa takjub dengan desain interior dalam kamar. Di dinding banyak ditemukan ornamen ukir kayu jati dan lampu-lampu klasik. Fasilitas kamar yang ditempatinya tak kalah dengan hotel bintang tiga.Benar apa yang dikatakan asisten pribadi opanya. Ruang transit yang ada di kawasan sekolah sangat nyaman. Padahal tadi sekilas ia merasa terkecoh dengan tampilan luarnya.Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, Karenia segera menghubungi Bagus melalui telepon yang tersedia di dalam kamar. Tak berapa lama pintu kamar diketuk dari luar.Karenia membuka pintu dan dilihatnya Bagus telah berdiri
“Ibu melamun?” Perkataan Indri membuyarkan lamunan Karenia.“Ah tidak, hanya sedikit memikirkan pekerjaan saja,” ucap spontan Karenia.“Tidak usah dipikirkan dulu Bu! Yang penting sekarang memikirkan kesembuhan Abiandra dulu. Masalah pekerjaan ‘kan ada Pak Salim yang tentu telah meng-handle semuanya.”“Aku akan diangkat CEO dua minggu lagi. Aku tidak ingin berlama-lama di sini. Begitu Abiandra selesai dioperasi aku akan balik Jakarta.” “Tapi, Bu-““Urusan perawatan Abiandra biar ditangani sekolah. Toh itu sudah menjadi tanggung jawab sekolah ‘kan?”“Iya, Bu,” ucap Indri pelan. Dia seakan belum bisa memahami jalan pikiran Karenia. Seperti tidak ada rasa sayang sama sekali terhadap Abiandra.“Aku mau balik ke sekolah.”Indri tidak bisa melarang kepergian Karenia dari rumah sakit.Begitu pula Bagus. Ia tidak berniat untuk mencegah kepergian Karenia.Karenia telah masuk mobil dan hendak pergi saat tiba-tiba nada panggilan hape-nya bunyi. Karenia malas mengangkat panggilan itu setelah dil
“ Mama!” teriak Abiandra tatkala melihat Karenia datang. Bola matanya berbinar senang.Namun, Karenia hanya tersenyum tipis. Ia mendekati Abiandra dan menjewer telinganya.“Aduh! Sakit Ma! Lepasin!”pinta Abiandra.“Bisa nggak sih normal dikit? Hari-hari hanya bikin onar terus. Mama tuh capek Abi!”“Maaf, Ma. Abi nggak sengaja kok jatuhnya.”Karenia tidak melepaskan telinga Abiandra hingga Indri berusaha membujuk Karenia untuk melepaskannya.“ Abi jatuh tidak sengaja Bu. Abi hanya ingin mengembalikan sarang burung yang jatuh dari pohonnya,” ucap Indri.Karenia justru semakin menarik kencang telinga Abiandra.“Sejak kapan kamu peduli dengan hewan? Kamu anggap itu bagus? Buat apa mengembalikan sarang burung jika akhirnya kamu justru jatuh dan patah tulang?”“Aduh! Sakit Ma! Pak Bagas tolongin Abi dong?” pinta Abi memelas.“Maaf Bu Karenia, tolong lepaskan telinga Abiandra!” Bagus berusaha meminta dengan lembut.Namun Karenia seakan tidak mau melepaskan. Lalu Bagus hendak memegang tangan
Setengah jam berlalu. Principal masuk ruang kerjanya dan mendapati Karenia tertidur pulas di atas sofa. Ia meminta Indri mengambilkan selimut dan guling untuk Karenia. Tak berapa lama, Indri datang membawa selimut dan guling untuk Karenia.“Selimuti dia, kasihan masih capek kelihatannya!” perintah principal.Indri pun menyelimuti tubuh Karenia dan meletakkan guling di sampingnya.Begitu selimut hinggap di tubuh Karenia secara tidak sadar, ia meraih guling yang berada dekat di tangannya.Principal tersenyum melihatnya.“Apakah Mas mau menunggunya hingga bangun sendiri atau saya bangunkan setelah satu jam?”“Biarkan saja dia bangun sendiri. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Oh iya? Bagaimana dengan Abiandra? Apakah sudah didaftarkan untuk perawatan medis di rumah sakit?”“Sudah Mas. Tinggal berangkat saja kata dokter Himawan. Beliau juga telah merawat Abiandra untuk sementara waktu agar Abiandra tidak banyak bergerak.”“Makasih ya? Kalo begitu Kamu ikut menunggui Bu Kar
Hanya sepuluh menit Karenia sudah sampai di tempat transit. Bagus menunjukkan kamar untuk Karenia yang terpisah dari kamar driver.Teman Bagus mengantar driver menuju kamar yang telah disiapkan. Ada pemisahan antara tamu laki-laki dan perempuan. Tempat transit itu terdiri dari empat bangunan. Dua bangunan untuk tamu laki-laki dan dua untuk tamu perempuan. Satu bangunan memiliki sepuluh kamar.Karenia merasa takjub dengan desain interior dalam kamar. Di dinding banyak ditemukan ornamen ukir kayu jati dan lampu-lampu klasik. Fasilitas kamar yang ditempatinya tak kalah dengan hotel bintang tiga.Benar apa yang dikatakan asisten pribadi opanya. Ruang transit yang ada di kawasan sekolah sangat nyaman. Padahal tadi sekilas ia merasa terkecoh dengan tampilan luarnya.Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, Karenia segera menghubungi Bagus melalui telepon yang tersedia di dalam kamar. Tak berapa lama pintu kamar diketuk dari luar.Karenia membuka pintu dan dilihatnya Bagus telah berdiri
Karenia membuka pintu. Sesaat dilihatnya dua orang laki-laki berbaju safari menganggukkan kepada kepadanya.“Maaf, Non Nia. Kami diperintahkan untuk mengantar ke Jogja hari ini. Apakah bisa berangkat sekarang?” kata salah satu laki-laki itu dengan sopan.“ Ok, Aku dah siap. Tolong bawakan tas dan koper warna hitam itu!” ucap Karenia sambil berjalan menuju mobil SUV warna metalik yang telah terparkir di tepi jalan depan rumah.Saat hendak masuk mobil, Karenia menoleh ke driver yang bertanya kepadanya.“Non? Adakah tas yang perlu dibawakan lagi?”“Hanya itu saja, Pak. Aku hanya sebentar di Jogja karena agendaku bulan ini sangat padat.”“Baiklah Non.” Driver duduk di depan kemudi.Karenia masuk ke mobil dan duduk di kursi tengah. Driver menunggu aba-aba jalan dari Karenia. Sesaat mereka saling menunggu. Lalu Karenia sadar dengan situasinya.“Jalan, Pak!”Berangkat dari Jakarta ke Jogja menggunakan mobil? Ini adalah pengalaman pertama Karenia. Biasanya ia akan naik pesawat untuk menghema
“Jenguk Abiandra, sekarang! Atau Opa akan batalkan penunjukanmu sebagai CEO bulan depan!” titah opa dengan nada suara meninggi.“Fuck that shit!” Ingin rasanya Karenia meneriakkan kata itu persis di dekat telinga lelaki paruh baya itu.Dilemparnya hape ke atas springbed. Terduduk ia di pinggir ranjang dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang berminyak. Perlahan diusap wajah itu beberapa kali, juga dahi dan matanya yang sedikit kering dan perih.Ini kali ketiga dirinya harus membatalkan ngedate-nya dengan Brian, anak direktur perusahaan rekanan bisnis utamanya. Jika acara itu batal, hangus juga investasi puluhan juta di depan mata. Itulah konsekuensi yang harus diterimanya. Setelah sekian lama dan sekian usaha telah diupayakan dengan tim marketing, akhirnya gagal juga proyek kerjasama itu. Memang rejeki sudah ada yang ngatur, ia percaya itu. Namun, kalau berulang begini apa ia harus selalu kalah dengan keadaan terus?Hanya dalam hitungan menit setelah mendapatkan