Share

Bab 8

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2023-01-17 21:47:25

"Mas, nanti di Jakarta, kita tinggal bersama orang tua Mas, atau kita ngontrak?" tanyaku.

Saat ini, kami sudah berada di kamar. Kami sama-sama merebahkan diri di ranjang pengantin. Aku tidur berbantalkan lengan kekar Mas Raffi, dengan menghadap ke arahnya. Sedang dia, tidur terlentang dengan mata melihat langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu.

"Kita tinggal di rumah Papa dan Mama. Kamu tidak keberatan, 'kan?"

Aku meneguk ludah dengan kasar.

Jika boleh meminta, aku ingin hidup mengontrak saja. Karena aku takut jika nanti tidak bisa jadi menantu yang baik. Apalagi, katanya orang tua yang hidup di kota, selalu ikut campur sama urusan rumah tangga anaknya. Menurut cerita yang aku baca.

Mudah-mudahan tidak dengan orang tua Mas Raffi.

"Kenapa diam? Keberatan?" tanya Mas Raffi lagi.

"Tidak. Aku hanya sedang membayangkan Kota Jakarta. Aku belum pernah ke sana." Aku menatap Mas Raffi yang juga tengah melihatku.

Kini, ia menggeser tubuhnya hingga berhadapan denganku. Tangannya terulur mengelus rambutku yang tergerai. Napas hangatnya begitu terasa lembut mengenai keningku.

"Besok, akan berangkat jam berapa?" tanyaku lagi.

"Pagi saja, biar santai di jalannya."

Aku mengangguk. Tangan Mas Raffi yang tadi mengelus rambutku, kini beralih ke pinggang. Memelukku dengan sayang, setelah sebelumnya mengecup pucuk kepalaku.

Sekarang, hanya ada helaan napas dan dengkuran halus yang terdengar dari suamiku itu. Ia sudah tertidur, sedangkan aku masih terjaga.

"Tidur yang nyenyak, Mas," ucapku seraya mengusap pipinya. Pipi hitam, yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

Seandainya saja aku punya ilmu seperti Jini Oh Jini, mungkin besok dia akan mendapati wajah mulus tanpa cela. Tapi, kalau dia tidak memiliki tanda lahir seperti ini, mungkinkah dia masih mau dengan wanita kampung sepertiku?

"Tidak, tidak. Lebih baik seperti ini saja, daripada tampan dan sempurna. Nanti malah aku yang menderita."

Seperti orang gila. Aku terus bergumam dan membayangkan yang tidak-tidak.

Sebelah tangan Mas Raffi yang melingkar di pinggangku, aku singkirkan. Dengan pelan, aku turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Niat hati ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil, tapi langkahku terhenti saat melihat pintu kamar Ibu yang terbuka sedikit.

Aku mengintip dan melihat sedang apa wanita hebatku itu. Keningku mengkerut saat melihat pundak Ibu bergetar sembari duduk membelakangi pintu.

"Pak, anak kita sudah menemukan jodohnya. Dia pria baik, insya Allah sholeh, dan bisa menjaga putri kita. Dia memang tidak seperti pria lainnya, ada tanda lahir yang menutupi ketampanan wajahnya. Tapi, bapak jangan khawatir, dia pria yang bertanggung jawab."

Aku menutup mulut, saat melihat Ibu, tengah berbicara pada foto Bapak yang sudah usang. Ia sedang mengadu pada Bapak, lewat sebuah foto yang warnanya sudah memudar.

"Ibu," ucapku mengusap pundaknya.

Ibu menoleh, mata sayunya memerah dan berair.

"Kenapa belum tidur, Ra?" tanyanya.

Aku berjalan beberapa langkah, hingga kini aku berdiri di depan Ibu. Aku merendahkan tubuhku, kemudian duduk dengan memeluk kaki Ibu. Menyimpan kepala ini di pangkuan wanita yang telah melahirkanku itu.

"Aku tidak bisa tidur, Bu. Bagaimana dengan Ibu, kalau aku pergi ikut Mas Raffi?"

Tangan Ibu menyentuh kepalaku, membelainya hingga aku terpejam menikmati sentuhan jari-jari yang sudah mulai keriput itu.

"Jangan pikirkan Ibu, Ibu akan baik-baik saja di sini. Dengar, Nak." Ibu mengangkat kepalaku, menangkup kedua pipi ini hingga aku bersitatap dengannya. "Jadilah pakaian untuk suamimu. Jadilah istri yang baik, nurut pada suami. Dia adalah jalanmu menuju surganya Allah. Ridho Allah, ada pada suamimu," ujar Ibu menjiwil hidungku.

Aku mengangguk seraya menahan air mata yang sudah menggenang. Pertahankanku jebol, saat Ibu menciumi wajahku.

Rasanya aku belum puas membahagiakan Ibu. Bahkan belum bisa memberikan yang terbaik untuknya. Namun, besok aku harus pergi untuk mengabdikan diri pada keluarga suamiku. Meninggalkan Ibu, dalam kesendirian.

"Sudah, jangan menangis. Pergi ke kamarmu sekarang. Suamimu pasti sedang menunggumu," suruh Ibu seraya mengusap air mata yang membasahi pipiku.

"Boleh, aku tidur bersama Ibu, malam ini?"

"Tidak boleh, kamu sudah punya suami. Maka, tidurlah dengannya. Jangan manja," ucapnya lagi.

Aku mengerucutkan bibir. Ibu memang wanita hebat. Di belakangku, ia menangis hingga matanya memerah. Tapi, di depanku, tidak satu tetes air mata pun yang jatuh dari matanya.

Aku semakin kagum dan sayang pada wanitaku ini. Wanita paling tangguh yang aku punya.

"Sebentar." Ibu berdiri dan mengambil sesuatu dari laci meja.

"Ini, bawalah bersamamu."

"Tapi, Bu ...."

"Bawa, Rin. Untuk jaga-jaga sekiranya nanti suamimu sakit dan tidak bisa bekerja, ini akan membantumu."

Sebuah cincin dengan ukiran pita di bagian atasnya itu, Ibu berikan padaku.

"Bu ...."

Ibu mengangguk, sebagai kode agar aku tidak menolak keinginannya.

Meski berat, aku pun mengambil cincin itu dan memakainya. Kebesaran di jariku, tapi nanti akan aku simpan jika sudah sampai di kamar.

*

"Ingat-ingat, sekiranya apa yang ketinggalan," ujar Ibu pada suamiku yang tengah membereskan barang ke dalam mobil, yang akan kami bawa ke Jakarta.

Sedangkan aku, berdiri dengan memeluk tubuh Ibu. Meskipun menyakitkan, tapi perpisahan ini tidak bisa dibatalkan. Aku akan pergi, meninggalkan Ibu seorang diri.

"Sudah, semuanya sudah beres," ucap Mas Raffi.

"Yasudah, berangkat sana. Jangan nangis." Ibu melepaskan tubuhku yang sedari tadi menempel padanya.

Aku dan Mas Raffi menyalami tangan Ibu bergantian. Bukan hanya Ibu, tapi semua saudaraku ikut menyaksikan perpisahan ini. Kecuali, Naima saudara si pahit lidah.

Berbagai nasihat mereka berikan padaku yang intinya harus menjadi istri yang baik. Bagaimanapun kondisi suamiku, sehat atau sakit, aku harus tetap mendampingi.

"Assalamualaikum!" ucapku dan Mas Raffi bersamaan.

Mobil yang dikemudikan Mas Raffi semakin menjauh dari halaman rumah. Dadaku semakin sesak melihat Ibu yang berhenti melambaikan tangan, lalu mengusap wajahnya. Aku tahu, jika Ibu pun sedih berpisah dariku, tapi dia tidak mau menangis di depanku.

"Jangan khawatir, nanti kita akan sering tengok Ibu. Doakan, agar nanti, kita dikasih rejeki banyak, biar Ibu bisa ikut dan tinggal bersama kita," ujar Mas Raffi memberikan selembar tisu.

"Mana bisa, Ibu tidak akan mau meninggalkan rumah peninggalan Bapak."

"Begitukah? Kenapa?"

"Karena Ibu, sangat mencintai Bapak. Bahkan, ia tidak mau menikah lagi dengan alasan ingin bersatu kembali bersama Bapak, di surga nanti." Meski terisak, tapi aku tetep menjelaskan pada Mas Raffi.

"Oh ... cinta sejati. Mudah-mudahan kesetiaan Ibu, menular pada putrinya."

"Emangnya wajahku ada tampang tukang selingkuh?" tanyaku kesal.

"Tidak, tapi tukang palak."

"Palak?"

"Palakor!"

Bugh!

Aku memukul lengan Raffi. Dia justru tertawa mendapatkan serangan dariku.

Comments (19)
goodnovel comment avatar
Walida Rahman Idha
cerita bgus
goodnovel comment avatar
Anita
cerita x menarik dan bagus sekali untuk dibaca
goodnovel comment avatar
Mamatz Nazzo
gimna kelanjutannya kok gak bisa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 9

    "Kita ke penginapan dulu, ya?" Aku hanya mengangguk tanpa bersuara.Jarak antara rumahku ke vila, tidak terlalu jauh. Hanya sekitar lima menit dengan kendaraan, kami sudah sampai di vila tempat Mama dan Papa Mas Raffi menginap."Kamu tunggi di sini, biar aku turun sebentar," ucap Mas Raffi saat kami sampai di depan vila."Apa gak sebaiknya aku turun juga, tidak enak sama Mama dan Papa."Rasanya kurang sopan, jika aku diam di mobil sedangkan suamiku menemui orang tuanya."Yaudah, deh. Yuk, turun!"Mas Raffi membukakan pintu mobil, kemudian aku melangkah ke luar seraya mengedarkan pandangan. Rasanya seperti mimpi aku akan meninggalkan tempat kelahiranku ini. Tempat yang membesarkanku dengan sejuta kenangan di dalamnya. Nanti, aku pasti akan merindukan suasana ini. Daerah pinggir pantai dengan tempat wisata yang begitu indah. "Ma, sudah siap?" Suara Mas Raffi menyadarkanku. Buru-buru aku berjalan menghampiri kedua mertuaku dan menyalaminya. "Sepertinya kamu main kasar, Fi. Mata ist

    Last Updated : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 10

    Sepertinya ada yang salah. Tidak mungkin ini rumahnya mertuaku. Tidak mungkin mereka tinggal di sini. Ini jauh dari ekspektasiku. "Ayo, Ra!" Mas Raffi memegang tanganku.Meski belum yakin dengan apa yang aku lihat, aku pun turun untuk memastikannya sendiri. Penampakan rumah begitu jelas saat aku keluar dari mobil. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Beberapa kali aku beristigfar seraya mengusap wajah berharap bangunan rumah yang ada di depanku, berubah menjadi yang aku bayangkan sebelumnya. Namun, tidak. Masih sama seperti yang pertama aku lihat. "Mas, kamu yakin ini rumahmu? Sepertinya kita salah alamat. Iya, 'kan?" ucapku sembari menahan lengan Mas Raffi.Dia melihatku dengan menyunggingkan senyum manis. Menarik pelan tanganku agar kaki ini melangkah maju."Mas, tunggu dulu. Ini rumah siapa? Rumah Bosmu?" Lagi, untuk ke sekian kalinya aku mempertanyakan rumah ini.Mas Raffi menggeleng. "Ini, rumah kita," jawabnya. Bagaimana aku akan percaya jika rumah di depanku ini adalah rumah su

    Last Updated : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 11

    Setelah berkenalan dengan anak-anak Papa dan Mama, beserta anak istrinya, kini aku disuruh istirahat. Perjalanan jauh membuat kepalaku sakit dan tubuhku terasa pegal. Aku masuk ke dalam kamar. Lagi, aku dibuat takjub dengan ruangan pribadi suamiku ini. Kamarnya luas sekali dengan kasur besar yang di atasnya sudah ditaburi bunga mawar merah. "Happy wedding My Brother!" Aku membaca tulisan yang menempel pada dinding dengan hiasan bunga-bunga cantik."Ini pasti dari saudara Mas Raffi," ucapku mengambil satu kelopak bunga mawar, dan menciumnya."Wangi," ucapku lagi. "Suka dengan kamarnya?" "Eh." Aku sedikit kaget saat kedua tangan Mas Raffi melingkar di pinggangku. Dagunya menempel di pundak dengan pipi yang menyentuh pipiku.Jangan tanyakan di mana jantungku, dia sedang jingkrak-jingkrak di atas ranjang. Eh."Nanti, kamu boleh mengubah kamar ini dengan selera kamu. Bebas, mau dengan tema apa, warna apa, dan barang-barang yang seperti apa." Mas Raffi berucap seraya mengeratkan peluk

    Last Updated : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 12

    Hatiku terusik setelah membaca tulisan pada kertas putih tadi. Siapa sekiranya yang memberikan kado dengan tulisan tersebut?Menantu Mama dan Papa ada empat, lima denganku. Menantu laki-laki, atau menantu perempuan yang memberikan hadiah ini untukku?Huft! Baru juga datang, aku sudah mendapatkan ancaman. Mungkin benar kata orang-orang. Kalau si miskin, tidak akan berteman dengan si kaya. Apalah aku yang hanya orang kampung yang kebetulan dinikahi orang kota? Tidak seperti mereka yang sudah terlahir dari keluarga kaya raya."Kenapa, Ra? Kadonya jelek?" tanya Mas Raffi.Ia menghampiri dan duduk di sampingku. Menatap kado yang tadi sudah aku buka. Buru-buru aku meremas kertas tadi dan memasukkannya ke dalam saku rok. Mas Raffi tidak boleh tahu tentang ini. Aku tidak mau nanti dia akan salah paham dan bertengkar dengan saudaranya."Bagus, bagus banget malah. Aku suka," ucapku memperlihatkan senyum termanisku."Wah, lagi buka-buka kado, ya?" Mama datang dan langsung ikut nimbrung dengan

    Last Updated : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 13

    Untuk ke sekian kalinya, aku kaget luar biasa. Jadi, Mas Raffi adalah anak dari seorang dokter? Kalau Papa dokter, besar kemungkinan jika suamiku pun sama. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Mas Raffi, harus mengatakan semuanya padaku. Bicara jujur, tentang keluarganya. Buru-buru aku pergi meninggalkan Bibi menuju kamarku dan Mas Raffi. Membuka pintu dengan cepat, dan langsung duduk di depan Mas Raffi yang tengah fokus pada ponsel."Ada apa? Kenapa wajah kamu panik kayak gitu? Apa ada yang terjadi di bawah?" tanyanya menelisik setiap inti wajahku."Mas, tolong jangan buat aku seperti orang bodoh di rumah ini. Tadi, ada orang yang mengantarkan jas putih ke sini. Aku bengong, Mas. Aku gak tahu, kalau Papa itu seorang dokter. Coba, kalau tadi Bibi tidak datang, mungkin aku sudah mengusir wanita tadi dengan mengatakan salah alamat. Ayo, dong Mas. Jujur sama aku, aku tuh bingung dengan semua ini!" Mas Raffi menyimpan ponselnya. Ia memegang tanganku seraya menggeser tubuhnya menjadi l

    Last Updated : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 14

    "Astaghfirullahaladzim," lirihku seraya berjongkok memungut pecahan gelas yang berserakan."Ya Allah, Mbak. Sini, biar Bibi bantuin." "Kamu gak apa-apa, Ra? Ada yang luka?" Mas Raffi ikut berjongkok melihat kedua tangan dan kakiku yang tertutup rok plisket. Aku hanya mampu menggeleng. Mendongak sekilas, melihat pria yang berdiri memperhatikanku."Ke kamar aja, ya?" ujar Mas Raffi lagi.Kali ini aku mengangguk, meninggalkan mereka di ruang tamu dan naik ke lantai dua.Sesempit inikah Kota Jakarta, hingga aku harus bertemu dengan orang di masa lalu? Orang yang aku hindari untuk dilihat. Pria yang menjadi alasan aku menerima pinangan Mas Raffi. Agar aku bisa pergi jauh dari tempat di mana ada kenanganku dan dia didalamnya. Kujatuhkan bokong pada ujung ranjang. Meremas seprai dengan sangat kuat. "Kenapa harus bertemu lagi." Aku berujar seraya mengeratkan gigi.***"Ra, nanti kalau aku sudah jadi dokter, aku akan menikahi kamu. Mengajakmu ke kota, untuk menemani aku bekerja di sana. Ka

    Last Updated : 2023-01-20
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 15

    "Fi, Mama minta tolong, nanti kamu ambilkan seragam kita di butik Tante Andin, ya. Mama harus lihat katering. Takutnya nanti ada yang tidak sesuai selera kita.""Iya, Ma. Boleh," jawab Mas Raffi singkat.Saat ini kami sedang berada di meja makan. Sarapan pagi, sebelum melakukan aktivitas di luar rumah."Oh iya, itu di ruang tamu ada jas hujan, siapa yang nganterin?" tanya Papa. "Arga. Semalam dia datang ke sini."Dadaku tiba-tiba terasa sesak saat mendengar nama Arga disebut. Wajah Mas Raffi pun tiba-tiba kembali datar seperti semalam."Oh ... anak itu. Padahal, Papa sudah bilang tidak usah dikembalikan, masih aja tetap dibalikin." Papa kembali bersuara."Arga yang mana, sih, Pah? Kok, Mama kayak baru dengar nama itu?""Anak baru, Mah. Dokter magang. Dia mau pulang malam-malam, hujan. Papa kasih jas hujan yang selalu ada di mobil. Udah Papa ikhlasin, eh malah tetep dibalikin."Kulirik Mas Raffi semakin menunduk. Saat ia akan melihat ke arahku, buru-buru aku menunduk dengan menyuapkan

    Last Updated : 2023-01-20
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 16

    "Mas, ibu-ibu tadi tidak bilang apa-apa, 'kan?" tanyaku pada Mas Raffi.Saat ini, aku dan suamiku sudah berada di dalam mobil setelah tadi mengambil baju dari butik Tante Andin."Ibu-ibu yang mana?" tanya Aldi."Yang pake gamis bling-bling itu, lho.""Oh, Mamanya Arga? Tidak, dia tidak bilang apa-apa. Kenapa, gitu?" Aku terdiam dengan meneguk ludah. "Dari mana, Mas tahu kalau itu Mamanya Arga?" "Saat kita nikah, dia memperkenalkan diri sebagai mantan calon mertua dari pengantinku. Tapi, saat itu aku tidak tahu Arga itu yang mana. Semalam, aku baru tahu. Ternyata, dia ganteng, ya?" ujarnya seraya melirikku sekilas. Kemudian, dia kembali fokus pada jalanan yang mulai ramai.Aku jadi menyesal telah bertanya soal Mamanya Arga pada Mas Raffi. Takut jika kejadian tadi pagi terulang lagi."Kenapa diam? Inget mantan?" "Enak aja. Aku inget air mawarku yang tinggal sedikit. Padahal, ya sewaktu aku bawa dari rumah Ibu, isinya masih banyak sekali. Masih penuh, tapi pas tadi aku lihat, sedikit

    Last Updated : 2023-01-20

Latest chapter

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   EXTRA PART SEASON 2

    "Raihanum." Aku menyebut nama dari bayi perempuan yang sedang menggeliat di tempat tidurnya. Bibirku tersenyum manis menatap sepasang mata yang mulai melihat dunia. "Selamat pagi, Sayang ...." Aku mengusap pelan pipinya dengan jari telunjukku. Dia menggoyangkan kepalanya seolah merasa terganggu dengan sentuhan lembutku. Bibirnya bergerak seperti mengemut sesuatu. Dan aku semakin gemas melihat itu. "Hey, princess Papa sudah bangun ternyata?" Aku menoleh pada Mas Raffi yang baru saja datang, dan langsung menghampiriku. Bukan. Bukan aku yang dia datangi, melainkan putri kecilnya. "Sepertinya dia haus, Sayang," ujarnya lagi. "Iya. Dia cari sesuatu.""Kasihlah. Kasihan dia."Aku pun mengambil bayi perempuan berusia empat puluh hari itu. Kini, dia menggeliat dalam gendongan, lalu kepalanya ke kanan dan kiri mencari sarapan paginya. Aku membuka kancing piyamaku, kemudian memberikan asupan gizi untuk putriku tercinta. "Persiapan di bawah gimana, Mas?" Aku melihat pada Mas Raffi. "

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 273 Ending Season 2 Kebahagiaan yang Sempurna

    "Sayang ... udah belum?" "Belum!" Aku berteriak menjawab pertanyaan Mas Raffi. Saat ini aku tengah mondar-mandir di kamar mandi seraya memegang testpack. Sudah lima belas menit aku di dalam sini, tapi benda kecil itu belum menyentuh urinku. Rasanya campur aduk antara takut tidak sesuai dengan ekspektasi, juga penasaran yang luar biasa. "Sayang, ayo, dong! Masa dari tadi belum terus!" Mas Raffi kembali berujar. "Iya, bentar, Mas!"Dengan tangan yang bergetar, aku memasukkan testpack ke dalam urin yang sudah aku tampung dalam wadah. Setelah beberapa detik menunggu, aku mengangkatnya dengan mata terpejam. Sebelah mata aku buka sedikit, mencari garis yang menjadi penentu aku hamil atau tidaknya. Samar-samar aku melihat garis itu, hingga akhirnya mata kubuka lebar-lebar untuk memastikan penglihatanku tidaklah salah. "Dua?" gumamku, kemudian bibir tersenyum. Aku menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca. Ini memang bukan kehamilan pertama, tapi rasanya masih sama seperti waktu tah

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 272 Telat

    "Pagi, Sayang ...."Sepasang tangan melingkar di pinggang, disusul dengan kecupan kecil di pipi. Aku yang tengah berkutat dengan alat masak, membalas sapaan Mas Raffi dengan usapan pelan di lengannya. Hal seperti ini bukan terjadi sekarang, tapi setiap pagi datang. Sikap Mas Raffi selalu hangat dan tambah romantis sejak kami tinggal di rumah ini. Itu mengapa, aku memperkejakan asisten rumah tangga yang pulang pergi. Aku tidak ingin melewatkan keromantisan ini karena ada orang lain di istana kami. "Sudah aku siapkan teh di atas meja. Mas duduk, sebentar lagi gorengan yang aku buat akan matang," ujarku. "Emh ... enggak mau. Aku mau tetap meluk kamu sampai gorengan itu pindah ke meja makan." Mas Raffi berucap manja. "Nanti kamu kecipratan minyak, Mas.""Biarin. Jangankan minyak, percikan api asmara dari luar pun bisa aku padamkan demi kamu.""Hah, gimana-gimana?" Aku menoleh, mencari wajah Mas Raffi yang menyusup di tengkuk leherku. Dia tidak berani mengangkat kepala. Malah semaki

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 271 Dipanggil Teteh

    "Gini aja, deh, Fi. Daripada kamu jual perhiasan Raya, mendingan kamu pinjem uang aja dari Mama." Aku yang tadi sudah berpikiran buruk, merasa lebih tenang saat mendengar suara Mama. Ternyata yang masuk tadi bukan Reyhan, melainkan Mama dan Mas Raffi yang membahas perhiasan. Oh, ya ampun. Mas Raffi ketahuan Mama akan menjual perhiasan? Aku berjalan mendekati mereka yang berada di ruang tamu. Pandanganku mengarah pada Mas Raffi yang memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Aku mengangguk kecil, lalu meraih tangan Mama dan menciumnya. "Rayyan mana, Ra?" tanya Mama tanpa melepaskan tanganku. "Lagi main di ruang tengah, Mah.""Kalau gitu, kamu duduk di sini, Mama mau bicara dengan kalian."Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu aku pun duduk di samping Mama. Begitu pun Mas Raffi. Kami mengapit Mama yang berada di tengah-tengah. "Fi, Ra, kalian ini masih punya orang tua. Ada Mama dan Papa, yang masih bisa bantu kalian. Bukan Mama mau sombong, soal uang, insya

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 270 Menjual Perhiasan

    "Semalam aku kaget banget, loh saat Mas Bayu membekap mulutku. Aku kira itu Reyhan."Aku menyeruput jus alpukat seraya memperhatikan Rayyan yang bermain. "Tadi malam, saat aku menyuruh kamu tidur, emang sudah merasakan ketidakberesan di rumah kita. Yang kata aku melihat kucing di kosan, itu sebenarnya yang aku lihat emang manusia.""Kok, gak bilang ke aku?" tanyaku. Saat ini, aku dan Mas Raffi masih membahas kejadian semalam yang membuat tubuh ini bergetar ketakutan. Kami duduk lesehan di teras depan seraya mengasuh Rayyan yang bermain di halaman. "Aku tidak mau kamu takut, Ra. Makanya aku menyuruh kamu tidur cepat. Dan setelah kami tidur, aku langsung menelepon polisi untuk datang secara diam-diam. Dan Bayu juga.""Terus, saat aku bangun dan ke lantai bawah, kamu kan tidak ada. Itu ke mana?" Aku masih bertanya karena penasaran. "Aku di luar. Secara tidak langsung, aku menggiring Reyhan masuk ke kamar tamu lewat jendela. Dan Bayu, saat itu sudah ada di dalam rumah ini. Dia aku su

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 269 Penangkapan Reyhan

    "Mas Bayu ngapain di sini?" tanyaku, saat dia melepaskan tangannya dari bibirku. "Aku diminta Raffi datang ke sini. Dan kamu tahu, yang ada di kamar itu siapa? Si Reyhan. Dia nyusup masuk ke rumahmu lewat jendela kamar yang tidak dikunci.""Apa?" Rasa terkejutku bertambah berkali lipat. Jika saja tadi aku masuk ke sana, habislah riwayatku. Reyhan pasti akan dengan mudah melakukan perbuatan jahatnya padaku. Suara gagang pintu yang diputar dari dalam kamar tamu, membuatku dan Bayu menoleh. Semakin lama, suara di sana semakin keras. Karena mungkin Reyhan sudah menyadari jika dia masuk perangkap. "Mas Raffi, mana?" tanyaku, karena tak kulihat keberadaan suamiku. "Dia di luar.""Sendirian?" tanyaku lagi. "Temenin, Mas. Aku takut Reyhan menyerang Mas Raffi. Dia belum pulih." Aku panik. Bayu hendak melangkah menjauh dariku, tapi dia urungkan saat ada bayangan yang berjalan mendekat ke arah kami. Tidak lama kemudian, lampu pun menyala membuat ruangan yang gelap menjadi terang. Aku lan

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 268 Keluargaku Dalam Bahaya

    "Mas, kenapa liatin aku terus?" Mama dan Papa, serta semua kakak Mas Raffi sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sekarang, tinggallah kami berdua, dan Rayyan yang sudah tidur. Hari memang sudah malam. Perabot pemberian kakak-kakak Mas Raffi pun, sudah disimpan ke tempat yang semestinya. Dibantu kakak dan kakak iparku tentunya. Saat ini, aku dan Mas Raffi tengah duduk berdua di lantai dua rumah kami. Aku dan dia sedang menikmati malam, melihat bintang dan bulan yang bersinar bersamaan. Gorden kaca sengaja dibuka agar langit terlihat jelas. Di depan kami, dua cangkir teh menjadi pelengkap kebersamaanku dengan Mas Raffi. "Malu, ih diliatin terus," kataku lagi, memalingkan wajah ke arah lampu hias berbentuk hati yang berada di sudut ruangan. Mas Raffi menyentuh daguku. Menariknya sangat pelan, agar tatapanku kembali padanya. "Karena aku kagum pada kecantikan istriku ini. Makanya, aku pandang terus.""Ih, gombal, deh," ujarku. Padahal dalam hati, aku bahagia mendapatkan pujian dari

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 267 Sedang Miskin-miskinnya

    "Saat di hotel waktu itu, sebenarnya Mbak percaya jika kamu tidak melakukan apa-apa dengan Reyhan. Kalau kamu selingkuh dengan Reyhan, untuk apa kamu meminta Mbak datang? Iya, kan?"Aku mengangguk saat Mbak Kinara menjeda ucapannya. Saat ini, hanya ada aku dan dia. Kami duduk berhadapan di meja makan, setelah tadi Mbak Nara memintaku bicara berdua. "Saat kamu pergi dari hotel itu, sebenarnya Mbak masih ada di sana. Mbak menemui Reyhan setelah melihatmu benar-benar keluar dan pergi. Aku meminta Reyhan mengatakan apa yang terjadi antara kami dengannya, versi dia. Meskipun aku tidak percaya pada Reyhan, tapi aku tetap mendengarkan dan merekam pengakuannya. Kamu tahu kenapa?" Mbak Kinara melempar tanya. Aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau menduga-duga dan mengatakan yang tidak ada dalam pikiran."Aku cemburu padamu, Ra. Aku iri melihat kedekatan kamu dengan Mama, juga perhatian Mama pada Rayyan.""Ya Allah, Mbak ...." Aku menatap sendu pada Mbak Kinara yang menunduk. "Maafkan Mbak

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 266 Kedatangan Kakak Mas Raffi

    "Ini untuk kami, Mah?" tanyaku pada Mama, yang tengah membereskan sayuran serta buah segar ke dalam kulkas. Tidak hanya itu, Mama juga membeli bermacam bumbu dapur, juga perlengkapan lainnya. "Iya, Ra. Kalau untuk Mama, tidak mungkin dikeluarkan dari mobil. Ini semua untuk kalian. Mama juga beli vitamin penambah nafsu makan untuk kamu. Tapi, Raffi enggak boleh minum vitamin ini, ya? Dia punya vitamin sendiri dari dokternya," ujar Mama. Aku mengiyakan. Meskipun malu karena keluar dari kamar dalam keadaan rambut yang basah, aku tetap menemui ibu mertua yang tengah berbenah di dapur. Sedangkan Mas Raffi, dia masih di kamar. Sedang berpakaian setelah pada akhir tadi kami mandi bersama. Untunglah, kedua mertuaku paham situasi. Dari mereka tidak ada yang mengetuk pintu kamar sejak kedatangannya. Keduanya kompak membawa bermain Rayyan agar tidak mencari keberadaan orang tuanya. Ck, malu ... aku malu. Tapi, mau gimana lagi? Semuanya gara-gara ... ah, masa iya aku harus menyalahkan Mas

DMCA.com Protection Status