Share

Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....
Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....
Penulis: Pena_yuni

Bab 1

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-12 16:20:08

"Aku tidak bisa menikah denganmu, Ra. Orang tuaku tidak merestui kita."

"Tapi kenapa?" tanyaku pada pria yang telah menanamkan sejuta bunga di taman hatiku.

Namun, saat bunga sudah bermekaran, kini dengan tanpa rasa bersalah, dia menginjak dan membuangnya dengan seenaknya.

"Kamu itu miskin, Raya. Kamu orang susah. Aku tidak akan merestui anakku, untuk menikah denganmu. Kamu hanya akan menyusahkan dia. Menggerogoti uangnya, dan menikmatinya dengan ibumu yang janda itu," ujar seorang wanita yang baru saja datang.

Deru ombak dan derasnya hujan menjadi saksi kepedihanku. Aku terjatuh terhempas pada duri yang sangat tajam.

"Jadi karena ini kamu memutuskan mengakhiri hubungan kita, Ga? Karena aku orang miskin?" tanyaku pada pria yang hanya menunduk tidak berani menatapku.

"Ra—"

"Masih nanya lagi? Kamu, tuh harusnya ngaca di cermin yang gede, bukan melihat dirimu di air yang keruh. Tidak akan nampak kejelekan dan kebusukanmu jika bercermin di air got. Sama-sama kotor! Pikiranmu kotor, mau memoroti uang putraku," ujar Bu Rahmi semakin menyakiti hati. Sedangkan putranya, hanya diam dengan tatapan sendu ke arahku.

Dua tahun aku menunggu kepastian. Dua tahun, aku mendambakan pernikahan. Tapi, akhirnya hanya ada perpisahan yang menyakitkan.

Jika saja aku tahu dari dulu, bahwa orang tua kekasihku tidak memberikan restu, tidak akan aku membuang waktu untuk menunggu kepulangannya. Menunggu dia yang menyelesaikan pendidikan di luar kota.

"Dengar Raya, cari laki-laki yang sepadan denganmu. Putraku tidak pantas berdampingan dengan wanita yang hanya lulusan SMA. Dia itu calon sarjana. Dia akan jadi seorang dokter, dan sudah seharusnya dia menikah dengan dokter juga. Bukan pelayan restoran sepertimu!" ujar Bu Rahmi lagi, seraya menekan dadaku hingga kaki ini mundur beberapa langkah ke belakang.

Wanita yang terus menatapku sinis itu mengapit lengan putranya, lalu membawa Arga pergi meninggalkanku yang diam di tempat.

Seperti orang bodoh, aku hanya berdiri menyaksikan kepergian mereka. Air mataku jatuh dengan deras, sederas air hujan yang turun membasahi bumi.

Ingin rasanya aku meraung dan berteriak sekencang mungkin. Bahagia yang kudambakan, ternyata harus berakhir dengan nestapa.

"Ra. Raya!"

Aku mengerjapkan mata beberapa kali saat panggilan dan sentuhan tangan Ibu membangunkan diri ini dari lamunan masa lalu.

Lamunan tentang dia yang pernah menanamkan luka. Namun, luka itu kini sirna. Berganti dengan bahagia yang tiada tara, karena aku sudah menemukan penggantinya.

"Kenapa, Bu?" tanyaku dengan senyum manis pada Ibu.

"Ibu, mau tanya sekali lagi, Raya. Kamu yakin dengan pilihanmu?"

Wanita yang telah melahirkanku dua puluh lima tahun yang lalu, duduk dengan anggun di depanku. Diambilnya tanganku, ditatapnya mataku dengan begitu lekat.

"In syaa Allah, Bu. Raya, yakin."

Kulihat Ibu mengembuskan napas dengan berat. Pertanyaan itu selalu Ibu tanyakan padaku. Bahkan, sekarang pun. Disaat waktu pernikahanku tinggal menghitung jam.

"Ini untuk yang terakhir kali Ibu bertanya. Kamu yakin, dengan pilihanmu?"

"Sangat yakin, Ibu," jawabku.

Sungguh, tidak ada keraguan dalam ucapanku. Aku memang sudah sangat siap menikah. Apa pun dan bagaimanapun keadaan suamiku nanti, aku akan menerimanya. In syaa Allah.

Tidak ada lagi kata dari bibir Ibu, ia mengusap surai hitam milikku yang baru saja disisir.

"Baiklah, Nak. Jika itu pilihanmu, Ibu bisa apa? Hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk putri Ibu," ucapnya bersiap untuk keluar dari kamarku.

"Ibu!" panggilku.

Wanita itu berbalik melihatku.

"Restui pernikahan kami, Bu."

"Tentu, Anakku. Restuku menyertaimu." Ibu menghampiriku, mengecup pucuk kepalaku sangat lama.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Aku sudah siap dengan riasan pengantin khas Sunda. Musik sudah dinyalakan untuk menyambut kedatangan calon pengantin pria beserta rombongan.

Ibu keluar dari kamarku untuk melihat persiapan pernikahan. Aku pun mengekor di belakang dia, lalu pergi ke dapur karena rasa haus membuat kerongkonganku terasa tandus.

"Si Raya, apa gak malu, ya punya pasangan kayak gitu?" ucap wanita yang paling tua diantara dua wanita lainnya.

"Iya, ya. Kalau aku, pasti malu banget. Ogah, nikah sama laki-laki macam calon suaminya si Raya." Naima sepupuku menimpali.

"Lebih baik jomblo, daripada malu seumur hidup."

"Mungkin matanya ketutupan ...," ujar Naima menggantungkan ucapannya saat melihatku ada di antara mereka.

Rasa haus yang tadi mendera, kini sirna. Aku kembali ke depan menghindari ucapan-ucapan yang membuatku merasa tidak nyaman.

Ucapan yang membicarakan fisik suamiku.

Iya, calon suamiku memang tidak seperti pria pada umumnya. Dia berbeda, dia istimewa dengan apa yang dimilikinya.

Setelah dari dapur, aku tidak lagi pergi ke kamar tempatku seharusnya berada. Aku memilih duduk di kursi plastik di bawah jendela seraya menikmati semilir angin dari luar sana.

"Eh, itu pengantinnya," seru seseorang di luar sana.

Aku ingin melihatnya, tapi tidak bisa. Jendela ini ditutupi kain hiasan dekorasi yang tidak bisa aku singkap dari dalam.

"Astaga ... ternyata calonnya si Raya seperti itu? Ih, aku takut lihatnya!"

"Ya Allah ... apa tidak ada pria lain di dunia ini hingga si Raya menjatuhkan pilihan pada pria yang ... Ih, serem!" timpal yang lainnya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Unie Willi
Lebih lengkap disini ya, Thor...???
goodnovel comment avatar
yt prem
yg penting hatinya tulus
goodnovel comment avatar
Gusti Abdul Nasir
kita jangan hanya memandang fisik seseorang.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 2

    Aku meraba dada menikmati denyutan yang semakin terasa nyata. Bukan karena gugup akan melepas status lajang, tapi kata-kata mereka yang melihat dan menilai calon pengantinku. "Astaghfirullah ...," lirihku seraya terus mengusap-usap dada yang berdenyut nyeri ini.Beberapa saat diam di ruang tengah, aku pun kembali ke kamar untuk mendinginkan hati dan pikiran. Aku duduk di pinggir ranjang, tepat di sebelah kipas angin yang terus berputar.Kuintip dari jendela kamarku, orang-orang sudah berkerumun memenuhi halaman rumah. Aku tahu, mereka datang bukan hanya untuk sekedar mendoakan pernikahanku. Tapi, juga penasaran dengan calon suamiku. "Sudah pada datang, matikan musiknya!" Seseorang terdengar berteriak dari arah luar.Itu artinya, rombongan calon suamiku sudah hadir dan akad akan segera dimulai."Apa aku keluar sekarang?" tanyaku pada MC yang tiba-tiba masuk. Ia memperbaiki riasan make-upnya. "Jangan dulu, Neng Geulis. Nanti, kalau dipanggil baru keluar," ucapnya seraya kembali ke lu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 3

    Ya Allah ....Benarkah, jodohku dia? Haruskah aku menikah dengan laki-laki sepertinya? Aku tersenyum tipis, lalu kembali menunduk."Betul, itu calon suamimu?" tanya penghulu lagi.Aku tidak sanggup menjawab. Hanya anggukkan kepala sebagai jawaban. Meskipun sebenarnya aku sudah yakin dengan pilihanku."Baiklah. Kita mulai saja ijab qabulnya."Aku menarik napas dalam. Dalam hati mengucapkan bismillah. Semua aku serahkan pada Yang Maha Kuasa. Meyakinkan diri, jika pernikahanku memang sudah dituliskan di Lauhul Mahfudz.Semua orang terdiam. Mereka sibuk mengabadikan momen ini. Sebenarnya, aku keberatan mereka mengambil gambar pengantinku. Aku takut jika mereka akan menyebarluaskan foto-fotoku dan pengantinku.Aku tidak ingin gambar-gambar itu nantinya akan sampai pada seseorang yang sudah membuatku tidak memiliki kepercayaan diri, dan menaburkan rasa sakit yang teramat sangat.Aku ingin bahagia, aku ingin bangkit dari rasa kecewa, dan hidup damai dengan orang yang kucinta. Aku ingin mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 4

    "Tapi, wajahnya hitam sebelah!"Deg! Ada yang berdenyut kala Aisha mengatakan hal itu. "Hey, jangan bicara seperti itu, Nak. Tidak baik," ujar Teh Arini."Tidak apa-apa, Bu. Jangan dimarahi, saya tidak tersinggung. Apa yang dikatakan anak Ibu, memang benar adanya."Kekagumanku pada pria ber jas putih ini semakin bertambah. Tidak ada raut tidak suka atau marah dari wajah Raffi, saat mengatakan hal tersebut. Ia begitu tenang dan malah tersenyum tulus pada orang tua Aisha."Saya minta maaf," ucap A Yusuf. "Maaf, ya Ra?" Teh Arin melakukan hal yang sama padaku."Tidak apa, Teh. Aku baik-baik saja," jawabku.Melihat kebesaran hati Raffi, membuatku semakin percaya diri. Kini hatiku semakin yakin, jika aku tidak salah memilih pasangan. Meskipun, rupa yang dimiliki dia tidak seperti wajah pria pada umumnya.Bagian sebelah kiri wajah Raffi, hitam. Seperti tanda lahir, tapi sangat besar. Hingga menutup mata, pipi, sampai ke lehernya."Om ini gak jahat, Bu?" tanya Aisha membuka mata dan melih

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 5

    "Mi, udah di sini aja," ucapku saat masuk ke dalam rumah."Lah, katanya mau pipis?""Gak, jadi."Aku memilih masuk ke dalam kamar. Kamar pengantin yang sudah dihias dan diberi wewangian. Aku mengintip dari kaca, apa yang sedang dilakukan orang itu di pelaminanku.Kebetulan, pelaminanku memang berada di luar rumah. Jadi, rumah kosong, hanya ada barang-barang dekor serta perabotan tukang hias saja."Ngintip apaan?" tanya Mimi. Dia ikut masuk dan mengintip juga."Tuh lihat. Dia pasti sedang mencari informasi tentang suamiku," ucapku."Kamu ngundang Nenek Lampir, itu?" Mimi bertanya kembali."Enggak, Mi. Dia sendiri yang datang. Makanya, aku buru-buru masuk ke sini. Malas harus bertemu dengan dia. Melihat matanya yang suka mendelik, nada bicara yang suka ketus, juga kata-katanya yang selalu menyakitkan," ujarku menggerutu.Mimi hanya manggut-manggut. Dia tahu betul kenapa aku tidak menyukai mantan calon mertuaku itu. Jangankan aku yang pernah langsung berhubungan dengan dia. Orang-orang s

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 6

    "Astaghfirullah, Raya. Ada apa? Kenapa ponselnya di lempar?" Mas Raffi yang baru saja masuk, terheran karena aku melemparkan benda pipih itu tepat di kakinya.Aku memalingkan wajah. Enggan terlihat sedang emosi oleh matanya. Kutarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan.Mas Raffi mengambil ponselku. Ia menekan tombol yang berada di samping, lalu layar pun menyala."Sini, Mas. Jangan dilihat!" kataku berusaha merebut benda itu darinya.Mas Raffi mengangkat ponselku ke atas. "Sebentar, aku mau lihat apa yang membuatmu marah," ucapnya."Tidak ada, aku hanya iseng saja."Namun, usahaku untuk mencegahnya gagal. Ia mengerutkan kening, matanya fokus pada layar ponsel yang menyala.Di sampingnya, aku berdiri dengan menggigit jari telunjuk. Aku merasa was-was, takut jika dia sakit hati dengan postingan yang baru saja membuatku naik darah."Ini yang membuatmu marah?" tanyanya seraya memberikan ponsel yang masih menyala.Aku tertegun dalam kebingungan. Sikapnya di luar dugaan. Aku kira, d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 7

    "Mas, ada tamu di depan," ucapku setelah melihat Mas Raffi menyelesaikan salatnya. Ia berbalik melihatku."Siapa?" tanyanya."Gak tahu, nganterin ini." Aku memperlihatkan kunci mobil yang diberikan pria tadi.Mas Raffi membulatkan mulut dengan kepala yang manggut-manggut. "Hm ... apa dia bicara sesuatu padamu?" Suamiku kembali bertanya."Tidak. Hanya bilang nganterin mobil saja, sekarang masih di depan. Lagi ngobrol sama Ibu." Aku duduk di pinggir ranjang.Mas Raffi berdiri. Ia mengelus kepalaku sebentar, lalu keluar dengan buru-buru.Baru juga aku akan bertanya kenapa pria itu memanggilnya 'bapak', tapi Mas Raffi keburu pergi. Padahal, kalau dilihat lebih tua orang tadi di bandingkan suamiku. Aku keluar dari kamar, ingin ikut nimbrung ngobrol bersama mereka. Namun, aku tidak melihat keduanya di ruang depan. Tidak ada tamu, juga tidak ada suamiku di sana.Di mana mereka?Aku melihat ke luar rumah. Mobil yang dibawa orang tadi pun tidak ada. Aku panik, pikiranku langsung buruk. Jang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-13
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 8

    "Mas, nanti di Jakarta, kita tinggal bersama orang tua Mas, atau kita ngontrak?" tanyaku.Saat ini, kami sudah berada di kamar. Kami sama-sama merebahkan diri di ranjang pengantin. Aku tidur berbantalkan lengan kekar Mas Raffi, dengan menghadap ke arahnya. Sedang dia, tidur terlentang dengan mata melihat langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu. "Kita tinggal di rumah Papa dan Mama. Kamu tidak keberatan, 'kan?"Aku meneguk ludah dengan kasar. Jika boleh meminta, aku ingin hidup mengontrak saja. Karena aku takut jika nanti tidak bisa jadi menantu yang baik. Apalagi, katanya orang tua yang hidup di kota, selalu ikut campur sama urusan rumah tangga anaknya. Menurut cerita yang aku baca. Mudah-mudahan tidak dengan orang tua Mas Raffi. "Kenapa diam? Keberatan?" tanya Mas Raffi lagi."Tidak. Aku hanya sedang membayangkan Kota Jakarta. Aku belum pernah ke sana." Aku menatap Mas Raffi yang juga tengah melihatku.Kini, ia menggeser tubuhnya hingga berhadapan denganku. Tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 9

    "Kita ke penginapan dulu, ya?" Aku hanya mengangguk tanpa bersuara.Jarak antara rumahku ke vila, tidak terlalu jauh. Hanya sekitar lima menit dengan kendaraan, kami sudah sampai di vila tempat Mama dan Papa Mas Raffi menginap."Kamu tunggi di sini, biar aku turun sebentar," ucap Mas Raffi saat kami sampai di depan vila."Apa gak sebaiknya aku turun juga, tidak enak sama Mama dan Papa."Rasanya kurang sopan, jika aku diam di mobil sedangkan suamiku menemui orang tuanya."Yaudah, deh. Yuk, turun!"Mas Raffi membukakan pintu mobil, kemudian aku melangkah ke luar seraya mengedarkan pandangan. Rasanya seperti mimpi aku akan meninggalkan tempat kelahiranku ini. Tempat yang membesarkanku dengan sejuta kenangan di dalamnya. Nanti, aku pasti akan merindukan suasana ini. Daerah pinggir pantai dengan tempat wisata yang begitu indah. "Ma, sudah siap?" Suara Mas Raffi menyadarkanku. Buru-buru aku berjalan menghampiri kedua mertuaku dan menyalaminya. "Sepertinya kamu main kasar, Fi. Mata ist

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17

Bab terbaru

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   EXTRA PART SEASON 2

    "Raihanum." Aku menyebut nama dari bayi perempuan yang sedang menggeliat di tempat tidurnya. Bibirku tersenyum manis menatap sepasang mata yang mulai melihat dunia. "Selamat pagi, Sayang ...." Aku mengusap pelan pipinya dengan jari telunjukku. Dia menggoyangkan kepalanya seolah merasa terganggu dengan sentuhan lembutku. Bibirnya bergerak seperti mengemut sesuatu. Dan aku semakin gemas melihat itu. "Hey, princess Papa sudah bangun ternyata?" Aku menoleh pada Mas Raffi yang baru saja datang, dan langsung menghampiriku. Bukan. Bukan aku yang dia datangi, melainkan putri kecilnya. "Sepertinya dia haus, Sayang," ujarnya lagi. "Iya. Dia cari sesuatu.""Kasihlah. Kasihan dia."Aku pun mengambil bayi perempuan berusia empat puluh hari itu. Kini, dia menggeliat dalam gendongan, lalu kepalanya ke kanan dan kiri mencari sarapan paginya. Aku membuka kancing piyamaku, kemudian memberikan asupan gizi untuk putriku tercinta. "Persiapan di bawah gimana, Mas?" Aku melihat pada Mas Raffi. "

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 273 Ending Season 2 Kebahagiaan yang Sempurna

    "Sayang ... udah belum?" "Belum!" Aku berteriak menjawab pertanyaan Mas Raffi. Saat ini aku tengah mondar-mandir di kamar mandi seraya memegang testpack. Sudah lima belas menit aku di dalam sini, tapi benda kecil itu belum menyentuh urinku. Rasanya campur aduk antara takut tidak sesuai dengan ekspektasi, juga penasaran yang luar biasa. "Sayang, ayo, dong! Masa dari tadi belum terus!" Mas Raffi kembali berujar. "Iya, bentar, Mas!"Dengan tangan yang bergetar, aku memasukkan testpack ke dalam urin yang sudah aku tampung dalam wadah. Setelah beberapa detik menunggu, aku mengangkatnya dengan mata terpejam. Sebelah mata aku buka sedikit, mencari garis yang menjadi penentu aku hamil atau tidaknya. Samar-samar aku melihat garis itu, hingga akhirnya mata kubuka lebar-lebar untuk memastikan penglihatanku tidaklah salah. "Dua?" gumamku, kemudian bibir tersenyum. Aku menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca. Ini memang bukan kehamilan pertama, tapi rasanya masih sama seperti waktu tah

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 272 Telat

    "Pagi, Sayang ...."Sepasang tangan melingkar di pinggang, disusul dengan kecupan kecil di pipi. Aku yang tengah berkutat dengan alat masak, membalas sapaan Mas Raffi dengan usapan pelan di lengannya. Hal seperti ini bukan terjadi sekarang, tapi setiap pagi datang. Sikap Mas Raffi selalu hangat dan tambah romantis sejak kami tinggal di rumah ini. Itu mengapa, aku memperkejakan asisten rumah tangga yang pulang pergi. Aku tidak ingin melewatkan keromantisan ini karena ada orang lain di istana kami. "Sudah aku siapkan teh di atas meja. Mas duduk, sebentar lagi gorengan yang aku buat akan matang," ujarku. "Emh ... enggak mau. Aku mau tetap meluk kamu sampai gorengan itu pindah ke meja makan." Mas Raffi berucap manja. "Nanti kamu kecipratan minyak, Mas.""Biarin. Jangankan minyak, percikan api asmara dari luar pun bisa aku padamkan demi kamu.""Hah, gimana-gimana?" Aku menoleh, mencari wajah Mas Raffi yang menyusup di tengkuk leherku. Dia tidak berani mengangkat kepala. Malah semaki

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 271 Dipanggil Teteh

    "Gini aja, deh, Fi. Daripada kamu jual perhiasan Raya, mendingan kamu pinjem uang aja dari Mama." Aku yang tadi sudah berpikiran buruk, merasa lebih tenang saat mendengar suara Mama. Ternyata yang masuk tadi bukan Reyhan, melainkan Mama dan Mas Raffi yang membahas perhiasan. Oh, ya ampun. Mas Raffi ketahuan Mama akan menjual perhiasan? Aku berjalan mendekati mereka yang berada di ruang tamu. Pandanganku mengarah pada Mas Raffi yang memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Aku mengangguk kecil, lalu meraih tangan Mama dan menciumnya. "Rayyan mana, Ra?" tanya Mama tanpa melepaskan tanganku. "Lagi main di ruang tengah, Mah.""Kalau gitu, kamu duduk di sini, Mama mau bicara dengan kalian."Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu aku pun duduk di samping Mama. Begitu pun Mas Raffi. Kami mengapit Mama yang berada di tengah-tengah. "Fi, Ra, kalian ini masih punya orang tua. Ada Mama dan Papa, yang masih bisa bantu kalian. Bukan Mama mau sombong, soal uang, insya

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 270 Menjual Perhiasan

    "Semalam aku kaget banget, loh saat Mas Bayu membekap mulutku. Aku kira itu Reyhan."Aku menyeruput jus alpukat seraya memperhatikan Rayyan yang bermain. "Tadi malam, saat aku menyuruh kamu tidur, emang sudah merasakan ketidakberesan di rumah kita. Yang kata aku melihat kucing di kosan, itu sebenarnya yang aku lihat emang manusia.""Kok, gak bilang ke aku?" tanyaku. Saat ini, aku dan Mas Raffi masih membahas kejadian semalam yang membuat tubuh ini bergetar ketakutan. Kami duduk lesehan di teras depan seraya mengasuh Rayyan yang bermain di halaman. "Aku tidak mau kamu takut, Ra. Makanya aku menyuruh kamu tidur cepat. Dan setelah kami tidur, aku langsung menelepon polisi untuk datang secara diam-diam. Dan Bayu juga.""Terus, saat aku bangun dan ke lantai bawah, kamu kan tidak ada. Itu ke mana?" Aku masih bertanya karena penasaran. "Aku di luar. Secara tidak langsung, aku menggiring Reyhan masuk ke kamar tamu lewat jendela. Dan Bayu, saat itu sudah ada di dalam rumah ini. Dia aku su

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 269 Penangkapan Reyhan

    "Mas Bayu ngapain di sini?" tanyaku, saat dia melepaskan tangannya dari bibirku. "Aku diminta Raffi datang ke sini. Dan kamu tahu, yang ada di kamar itu siapa? Si Reyhan. Dia nyusup masuk ke rumahmu lewat jendela kamar yang tidak dikunci.""Apa?" Rasa terkejutku bertambah berkali lipat. Jika saja tadi aku masuk ke sana, habislah riwayatku. Reyhan pasti akan dengan mudah melakukan perbuatan jahatnya padaku. Suara gagang pintu yang diputar dari dalam kamar tamu, membuatku dan Bayu menoleh. Semakin lama, suara di sana semakin keras. Karena mungkin Reyhan sudah menyadari jika dia masuk perangkap. "Mas Raffi, mana?" tanyaku, karena tak kulihat keberadaan suamiku. "Dia di luar.""Sendirian?" tanyaku lagi. "Temenin, Mas. Aku takut Reyhan menyerang Mas Raffi. Dia belum pulih." Aku panik. Bayu hendak melangkah menjauh dariku, tapi dia urungkan saat ada bayangan yang berjalan mendekat ke arah kami. Tidak lama kemudian, lampu pun menyala membuat ruangan yang gelap menjadi terang. Aku lan

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 268 Keluargaku Dalam Bahaya

    "Mas, kenapa liatin aku terus?" Mama dan Papa, serta semua kakak Mas Raffi sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sekarang, tinggallah kami berdua, dan Rayyan yang sudah tidur. Hari memang sudah malam. Perabot pemberian kakak-kakak Mas Raffi pun, sudah disimpan ke tempat yang semestinya. Dibantu kakak dan kakak iparku tentunya. Saat ini, aku dan Mas Raffi tengah duduk berdua di lantai dua rumah kami. Aku dan dia sedang menikmati malam, melihat bintang dan bulan yang bersinar bersamaan. Gorden kaca sengaja dibuka agar langit terlihat jelas. Di depan kami, dua cangkir teh menjadi pelengkap kebersamaanku dengan Mas Raffi. "Malu, ih diliatin terus," kataku lagi, memalingkan wajah ke arah lampu hias berbentuk hati yang berada di sudut ruangan. Mas Raffi menyentuh daguku. Menariknya sangat pelan, agar tatapanku kembali padanya. "Karena aku kagum pada kecantikan istriku ini. Makanya, aku pandang terus.""Ih, gombal, deh," ujarku. Padahal dalam hati, aku bahagia mendapatkan pujian dari

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 267 Sedang Miskin-miskinnya

    "Saat di hotel waktu itu, sebenarnya Mbak percaya jika kamu tidak melakukan apa-apa dengan Reyhan. Kalau kamu selingkuh dengan Reyhan, untuk apa kamu meminta Mbak datang? Iya, kan?"Aku mengangguk saat Mbak Kinara menjeda ucapannya. Saat ini, hanya ada aku dan dia. Kami duduk berhadapan di meja makan, setelah tadi Mbak Nara memintaku bicara berdua. "Saat kamu pergi dari hotel itu, sebenarnya Mbak masih ada di sana. Mbak menemui Reyhan setelah melihatmu benar-benar keluar dan pergi. Aku meminta Reyhan mengatakan apa yang terjadi antara kami dengannya, versi dia. Meskipun aku tidak percaya pada Reyhan, tapi aku tetap mendengarkan dan merekam pengakuannya. Kamu tahu kenapa?" Mbak Kinara melempar tanya. Aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau menduga-duga dan mengatakan yang tidak ada dalam pikiran."Aku cemburu padamu, Ra. Aku iri melihat kedekatan kamu dengan Mama, juga perhatian Mama pada Rayyan.""Ya Allah, Mbak ...." Aku menatap sendu pada Mbak Kinara yang menunduk. "Maafkan Mbak

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 266 Kedatangan Kakak Mas Raffi

    "Ini untuk kami, Mah?" tanyaku pada Mama, yang tengah membereskan sayuran serta buah segar ke dalam kulkas. Tidak hanya itu, Mama juga membeli bermacam bumbu dapur, juga perlengkapan lainnya. "Iya, Ra. Kalau untuk Mama, tidak mungkin dikeluarkan dari mobil. Ini semua untuk kalian. Mama juga beli vitamin penambah nafsu makan untuk kamu. Tapi, Raffi enggak boleh minum vitamin ini, ya? Dia punya vitamin sendiri dari dokternya," ujar Mama. Aku mengiyakan. Meskipun malu karena keluar dari kamar dalam keadaan rambut yang basah, aku tetap menemui ibu mertua yang tengah berbenah di dapur. Sedangkan Mas Raffi, dia masih di kamar. Sedang berpakaian setelah pada akhir tadi kami mandi bersama. Untunglah, kedua mertuaku paham situasi. Dari mereka tidak ada yang mengetuk pintu kamar sejak kedatangannya. Keduanya kompak membawa bermain Rayyan agar tidak mencari keberadaan orang tuanya. Ck, malu ... aku malu. Tapi, mau gimana lagi? Semuanya gara-gara ... ah, masa iya aku harus menyalahkan Mas

DMCA.com Protection Status