Suasana hening mendominasi malam ini, hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar. Tak ada yang memulai pembicaraan, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Agha dan Artha tengah duduk di depan perapian. Artha membalik sesuatu di dalam bara api dan menambah kayu bakar ke dalam tungku. Priuk besar yang berisi air telah mendidih, sudah cukuplah air itu untuk persediaan minum dua hari ini.
“A-pa… .” Agha
“Ka-mu… .” Artha
Keduanya berbicara secara bersamaan memecah keheningan malam.
“Ladies first,” ujar Agha kemudian dengan senyum menawan.
Sepertinya pria di sampingnya ini sangat menghormati perempuan terbukti saat dirinya terlebih dahulu mempersilahkan Artha untuk berbicara. Apa yang ada dipikiran Artha buyar seketika. Kalimat yang telah dirangkainya hilang terbawa angin malam.
“Ada perlu apa kamu ke desa ini?” Akirnya setelah beberapa detik berlalu Artha bisa menyuarakan kalimatnya. Tapi itu sudah benarkah? Padahal saat makan malam
terima kasih sudah mau baca. dukung dan rate *5. mauliate godang
Setelah Nagundanya ̶̶̶ Lisa melahirkan Artha memutuskan untuk ke rumah bapaknya yang berada di jalan kapten muslim. Sesampainya di rumah keadaan sepi, Artha mengambil kunci di bawah pot bunga dimana kunci rumah biasanya diletakkan. Sudah bertahun-tahun berlalu kebiasaan penghuni rumah ini masih sama. Artha memasukkan anak kunci ke handle pintu dan pintu rumah pun terbuka. Suasana rumah masih sama, tak ada yang berubah letak dan susunan perabot rumahpun nyaris sama. Hanya pohon mangga di depan rumah yang sudah ditebang mungkin sudah tua atau sengaja ditebang. Tak ingin menunggu lama Artha masuk ke kamarnya, setahunya kamar itu ditempati oleh adik bungsunya. Dia ingin mandi karena seharian dalam perjalanan membuat seluruh tubuhnya lengket dan berencana ingin mandi sebelum mengistirahatkan diri sejenak. Artha memindai jam dipergelangan tangannya, masih ada waktu untuk memejamkan mata sebelum para penghuni rumah pulang. Biasanya pukul 5 sore adik-adiknya akan
Mentari telah muncul dari peraduannya, memunculkan sinar hangat yang menyilaukan mata. Agha masih berbaring dan bergelung dengan selimut di tempat tidur. Semalaman dia tidak bisa tidur, pikirannya berkelana menginat kembali percakapan antara dirinya dengan calon lae (abang ipar). Karena dari pembicaraan mereka berdua, Rajata calon laenya sangat mendukung hubungan yang akan mereka jalin. “Hei bro, ada yang ingin aku bicarakan denganmu secara empat mata.” Agha menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada orang lain selain dirinya. Agha menunjuk dirinya sendiri mengisyaratkan lawan bicaranya apakah dia yang diajak untuk berbicara. “Iya kamu, siapa lagi yang ada di sini,” kata Rajata dengan tegas menunjukkan sikap militernya. Ketika mereka sudah duduk Rajata pun mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, “kamu merokok?” tanyanya kemudian mengangsurkan rokok ke hadapan Agha. Agha hanya menggeleng. “Tidak lae,” jawabnya singkat. ‘Dia sudah
Disebuah kafe yang terletak di persimpangan pusat kota, seorang pria tengah duduk di sudut ruangan. Pandangannya sesekali mengarah ke pintu masuk kafe, tampaknya pria tersebut sedang menunggu seseorang. Suasana kafe lumayan sepi, hanya beberapa pengujung itupun anak sekolahan yang kebetulan nongkrong sambil menikmati wifi gratis. Pintu kafe terbuka, muncul seorang pria dengan pakaian kaos oblong warna putih dan memakai jaket dengan celana jeans koyak di lutut. Pria itu memakai kacamata hitam serta masker. Pria itu memilih duduk di meja dekat pintu dan memesan air mineral dingin. Namun, bukan pria itu yang dia tunggu. Setelah pelayan kafe mengantar air mineral pintu kafe kembali terbuka. Seorang gadis langsung masuk dan perhatiannya langsung tertuju ke sudut ruangan kafe sebelah kiri. Gadis yang mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans pensil berwarna b
Dean seketika melepaskan genggaman tangannya dari tangan Artha. Begitu terkejutnya dia saat melihat wanita yang membawa 3 anak, 1 digendongan dan 2 orang lagi di sebelah kiri dan kanannya. Wanita itu adalah istrinya yang terpaksa dia nikahi delapan tahun lalu akibat kesalahannya.“Artha Saulina Sagala, klo kau mau bersama lakiku urus juga anak-anaknya ini. Jangan hanya mau laki aja anak tau mau. Dan kau Dean jika kau ingin selamat putuskan sekarang juga.” Mitha istri Dean datang melabrak suaminya dan juga menyerahkan bayi dalam gendongan ke pangkuan Artha.“Bukan seperti itu Mak Clara, ini salah paham.” Dean berusaha menjelaskan, sementara bayi dalam pangkuan Artha kini menangis. Artha berusaha menenangkan bukannya diam bayi merah itu semakin meraung-raung. Kedua anak Mitha juga ikut menangis.“Salah paham kau bilang?! Jika tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri mungkin saja aku tak akan percaya. Jelas-jelas ini bukan salah paham lagi, klen duduk bersama sat
Setelah membayar ongkos becak yang mereka tumpangi, Agha, Artha,dan Ucok melangkah masuk ke sebuah hotel bintang lima di kota ini. Atas paksaan Agha akhirnya mereka naik becak ke tempat yang sedang hits akhir-akhir ini, yang rata-rata para pengunjungnya naik mobil. Bukan perkara sulit di jaman millineal ini untuk naik mobil, banyaknya aplikasi oj*k online yang bertebaran dimana-mana memudahkan untuk bepergian tanpa harus terkena panas atau hujan. Tinggal klik dan tentukan lokasi tujuan, motor atau kereta akan langsung ada di depan rumah. Yang jadi masalah sekarang adalah si bule somplak ini yang kepengen naik becak.Agha berkata ingin merasakan sensasi naik becak. Sifat Agha yang sedikit pemaksa membuat Ucok tidak bisa menolak sahabat kentalnya ini. Artha berada diantara mereka berdua karena setelah dari kafe, Agha menarik lengan Artha dengan sedikit kuat agar mengikuti langkahnya. Artha dan Ucok langsung memilih duduk di tempat penumpang. Mau tak mau Agha harus d
Berbagai jenis makan telah tersaji di meja, sepertinya semua menu di resto ini dipesan semuanya oleh Aisyah. Sampai para pelayan resto tak tahu harus meletakkan dimana lagi karena mejanya sudah tak bisa menampung makanan lain sementara masih ada 5 jenis makanan lagi yang harus disajikan. Jadilah dibuat meja tambahan lagi dan siapakah yang akan menghabiskan semua makanan ini. ”Lo dah gila gha? Pesanan sebanyak ini siapa yang akan makan? Sultan sih sultan tapi kira-kira dulu dong kalau mau pesan. Kan mubazir ini makanan jika tak bisa dihabiskan. Kasihan makanannya nanti nangis,” omel Ucok pada Agha. Ucok selalu teringat dengan nasehat ibunya makanan jangan sampai bersisa nanti makanan itu nangis jika tak dimakan. Sementara Agha senyum-senyum sendiri merasa tak bersalah. Dia hanya bingung saja mau pesan apa karena dia tak tahu apa makanan kesukaan Artha. J
Bab 19: Pasar PetisahArtha belum yakin dengan perasaannya saat ini. Awal bertemu dengan Agha saat di bandara sebulan silam ia sudah merasakan getaran dalam dada. Apalagi saat berdekatan jatungnya berdetak lima kali lebih cepat memompa darah ke seluruh tubuhnya. Saat tak sengaja kulit mereka bersentuhan seolah ada aliran listrik dalam tubuhnya.Bahkan seminggu sudah berlalu sejak kejadian di Edge Restaurant debaran jantungnya masih secepat kilat jika ia membayangkan betapa romantis perlakuan yang didapat dari seorang bule somplak seperti Agha. Ia menatap cincin pemberian Agha yang terletak di atas meja ruang tamu“Apa yang kau lakukan Artha?” Suara bariton mengagetkannya. Buru-buru ia mengambil cincin yang ada di atas meja dan memasukkannya ke kantong celana.“Televisi menyala, kau sedang menonton atau malah televisi yang menonton kau?” lanjut pensiunan polisi itu. Ia menghempaskan pinggulnya di sofa dekat Artha duduk.“Tidak ada aca
Ajakan Aisyah “ARTHA?!” teriak Ai. Artha menutup telinganya mendengar begitu kerasnya teriakan yang terlontar dari mulut Ai. “Kau mau beli apa? Daster,CD,BH? Ayo masuk! Duduk sini, apa kabar kau?” tanya Ai, mengangsurkan kursi plastik pada Artha dan ia pun duduk menghadap Artha. “Satu-satu nanyanya. Yang mana dulu yang harus aku jawab”, ucap Artha setelah duduk di kursi plastik yang diberikan Ai. Ai memanggil salah satu karyawannya dan memberikan selembar uang berwarna biru untuk membeli minuman dingin. Cuaca sangat panas hari ini perlu yang dingin-dingin untuk menyegarkan tenggorakan. Kering juga ternyata tenggorakan setelah teriak-teriak memanggil calon pembeli. Padahal hanya sebentar saja, bagaimana dengan karyawannya yang seharian bahkan setiap hari mereka berteriak mem