Disebuah kafe yang terletak di persimpangan pusat kota, seorang pria tengah duduk di sudut ruangan. Pandangannya sesekali mengarah ke pintu masuk kafe, tampaknya pria tersebut sedang menunggu seseorang. Suasana kafe lumayan sepi, hanya beberapa pengujung itupun anak sekolahan yang kebetulan nongkrong sambil menikmati wifi gratis.
Pintu kafe terbuka, muncul seorang pria dengan pakaian kaos oblong warna putih dan memakai jaket dengan celana jeans koyak di lutut. Pria itu memakai kacamata hitam serta masker. Pria itu memilih duduk di meja dekat pintu dan memesan air mineral dingin. Namun, bukan pria itu yang dia tunggu.
Setelah pelayan kafe mengantar air mineral pintu kafe kembali terbuka. Seorang gadis langsung masuk dan perhatiannya langsung tertuju ke sudut ruangan kafe sebelah kiri. Gadis yang mengenakan kaos berwarna putih dan celana jeans pensil berwarna b
Terima kasih untuk dukungannya.
Dean seketika melepaskan genggaman tangannya dari tangan Artha. Begitu terkejutnya dia saat melihat wanita yang membawa 3 anak, 1 digendongan dan 2 orang lagi di sebelah kiri dan kanannya. Wanita itu adalah istrinya yang terpaksa dia nikahi delapan tahun lalu akibat kesalahannya.“Artha Saulina Sagala, klo kau mau bersama lakiku urus juga anak-anaknya ini. Jangan hanya mau laki aja anak tau mau. Dan kau Dean jika kau ingin selamat putuskan sekarang juga.” Mitha istri Dean datang melabrak suaminya dan juga menyerahkan bayi dalam gendongan ke pangkuan Artha.“Bukan seperti itu Mak Clara, ini salah paham.” Dean berusaha menjelaskan, sementara bayi dalam pangkuan Artha kini menangis. Artha berusaha menenangkan bukannya diam bayi merah itu semakin meraung-raung. Kedua anak Mitha juga ikut menangis.“Salah paham kau bilang?! Jika tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri mungkin saja aku tak akan percaya. Jelas-jelas ini bukan salah paham lagi, klen duduk bersama sat
Setelah membayar ongkos becak yang mereka tumpangi, Agha, Artha,dan Ucok melangkah masuk ke sebuah hotel bintang lima di kota ini. Atas paksaan Agha akhirnya mereka naik becak ke tempat yang sedang hits akhir-akhir ini, yang rata-rata para pengunjungnya naik mobil. Bukan perkara sulit di jaman millineal ini untuk naik mobil, banyaknya aplikasi oj*k online yang bertebaran dimana-mana memudahkan untuk bepergian tanpa harus terkena panas atau hujan. Tinggal klik dan tentukan lokasi tujuan, motor atau kereta akan langsung ada di depan rumah. Yang jadi masalah sekarang adalah si bule somplak ini yang kepengen naik becak.Agha berkata ingin merasakan sensasi naik becak. Sifat Agha yang sedikit pemaksa membuat Ucok tidak bisa menolak sahabat kentalnya ini. Artha berada diantara mereka berdua karena setelah dari kafe, Agha menarik lengan Artha dengan sedikit kuat agar mengikuti langkahnya. Artha dan Ucok langsung memilih duduk di tempat penumpang. Mau tak mau Agha harus d
Berbagai jenis makan telah tersaji di meja, sepertinya semua menu di resto ini dipesan semuanya oleh Aisyah. Sampai para pelayan resto tak tahu harus meletakkan dimana lagi karena mejanya sudah tak bisa menampung makanan lain sementara masih ada 5 jenis makanan lagi yang harus disajikan. Jadilah dibuat meja tambahan lagi dan siapakah yang akan menghabiskan semua makanan ini. ”Lo dah gila gha? Pesanan sebanyak ini siapa yang akan makan? Sultan sih sultan tapi kira-kira dulu dong kalau mau pesan. Kan mubazir ini makanan jika tak bisa dihabiskan. Kasihan makanannya nanti nangis,” omel Ucok pada Agha. Ucok selalu teringat dengan nasehat ibunya makanan jangan sampai bersisa nanti makanan itu nangis jika tak dimakan. Sementara Agha senyum-senyum sendiri merasa tak bersalah. Dia hanya bingung saja mau pesan apa karena dia tak tahu apa makanan kesukaan Artha. J
Bab 19: Pasar PetisahArtha belum yakin dengan perasaannya saat ini. Awal bertemu dengan Agha saat di bandara sebulan silam ia sudah merasakan getaran dalam dada. Apalagi saat berdekatan jatungnya berdetak lima kali lebih cepat memompa darah ke seluruh tubuhnya. Saat tak sengaja kulit mereka bersentuhan seolah ada aliran listrik dalam tubuhnya.Bahkan seminggu sudah berlalu sejak kejadian di Edge Restaurant debaran jantungnya masih secepat kilat jika ia membayangkan betapa romantis perlakuan yang didapat dari seorang bule somplak seperti Agha. Ia menatap cincin pemberian Agha yang terletak di atas meja ruang tamu“Apa yang kau lakukan Artha?” Suara bariton mengagetkannya. Buru-buru ia mengambil cincin yang ada di atas meja dan memasukkannya ke kantong celana.“Televisi menyala, kau sedang menonton atau malah televisi yang menonton kau?” lanjut pensiunan polisi itu. Ia menghempaskan pinggulnya di sofa dekat Artha duduk.“Tidak ada aca
Ajakan Aisyah “ARTHA?!” teriak Ai. Artha menutup telinganya mendengar begitu kerasnya teriakan yang terlontar dari mulut Ai. “Kau mau beli apa? Daster,CD,BH? Ayo masuk! Duduk sini, apa kabar kau?” tanya Ai, mengangsurkan kursi plastik pada Artha dan ia pun duduk menghadap Artha. “Satu-satu nanyanya. Yang mana dulu yang harus aku jawab”, ucap Artha setelah duduk di kursi plastik yang diberikan Ai. Ai memanggil salah satu karyawannya dan memberikan selembar uang berwarna biru untuk membeli minuman dingin. Cuaca sangat panas hari ini perlu yang dingin-dingin untuk menyegarkan tenggorakan. Kering juga ternyata tenggorakan setelah teriak-teriak memanggil calon pembeli. Padahal hanya sebentar saja, bagaimana dengan karyawannya yang seharian bahkan setiap hari mereka berteriak mem
BerastagiJika kota Jakarta punya Bogor maka kota Medan punya Berastagi.Sebagai salah satu kota terdingin di Indonesia, suhu di Berastagi jika siang hari rata-rata 19 derajat celcius. Hal ini dikarenakan Berastagi diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Jadi, jika ingin berwisata ke tempat ini gunakan baju hangat dan tebal.Selain sebagai tempat wisata Berastagi juga penghasil sayur dan buah-buahan terbesar di Sumatera Utara. Bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia.Jarak Medan ke Berastagi adalah sekitar 66 km. Jika dengan menggunakan mobil perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 jam 9 menit itupun jika tidak terjadi kecelakaan atau adanya mobil atau truk yang mogok.***Ai menjemput Artha tepat jam 07.00 WIB. Di dalam mobil sudah ada empat orang termasuk Ai sebagai pengemudi. Saat sampai di halte ia membunyikan klakson tanda ia sudah berada dekat halte, ia melihat Artha masih serius
Gegara seat belt “Kenapa susah sekali dipasang seat belt ini.” Gerutu Artha di dalam mobil Agha. Mereka berada dalam mobil yang sama, berulang kali ia mencoba memasang seat beltnya mencocokan pengunci dengan lubangnya. Namun, selalu gagal. “Padahal tadi pagi di mobil Ai sangat mudah aku pasang,” Artha masih tetap menggerutu, mengamati bentuk seat belt di jok mobil yang ia duduki. Ia kesal dengan sabuk pengaman itu yang tak kunjung bisa dikunci dengan benar. “Kalau tidak bisa, minta tolong,” kata Agha mendekatkan tubuh guna membantu Artha memasang seat belt dengan benar. Saat itu juga Artha menjauhkan tubuh menahan deru nafas yang bergelora. Wangi parfum maskulin men
Butik Aisyah hampir dibobol Setelah selesai makan malam Ai memutuskan untuk masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua. Besok subuh ia harus segera kembali ke Medan. Samar-samar ia mendengar tawa orang yang berada di belakang villa, mereka sedang membakar jagung. Ia lebih memilih untuk mengistirahatkan diri ketimbang ikut menikmati jagung bakar, meski itu adalah idenya untuk menghabiskan malam ini. Nyatanya ia lebih memilih masuk kamar. Ia telah selesai membersihkan wajah dan menggosok gigi, bersiap untuk naik ke kasur king sizenya. Dering handphone di atas nakas yang sedang di charge menghentikan aksinya. Ia pun mengambil handphone yang bunyinya semakin nyaring untuk ia angkat. Ternyata kakak sepupunya yang sedang menelepon. Ia pun mendekatkan handphone ke telinga.
"Capek, Bang?" Rajata menyandarkan punggungnya pada kursi sofa, "iya," jawab Rajata dengan mata terpejam. "Sebentar, biar aku ambilkan minum." Artha bangkit, tapi dengan cepat Rajata mencegahnya, "tidak usah, Dek. Nanti, abang saja yang ambil." "Akhirnya kasusnya selesai. Setelah memakan waktu hampir 2 bulan. Tika dipenjara selama 3 tahun," guman Rajata masih dengan mata terpejam. Akibat kasus penculikan yang dilakukan Tika, gadis berambut gelombang itu mendekam di penjara. Karena setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Rajata itu terlalu ringan, seharusnya Tika mendekam selamanya di penjara. Mengingat bagaimana ia merencanakan penculikan pada Artha, sedangkan untuk Tina, kembaran Tika memilih kabur begitu tau Ti
"Menikahlah denganku!"Suara bariton mengejutkan Aisyah. Semua kunci yang dipegang olehnya terjatuh. Saat ini ia sedang ingin menutup pintu ruko tempat butiknya berada. Namun, karena suara bariton mengagetkannya, pintu tak bisa ia tutup.Aisyah semakin terlonjak kaget ketika membalikkan badan. Di hadapannya berdiri seorang pria yang masih lengkap mengenakan seragam berwarna coklat.Pria itu melangkah mendekat untuk membantu menutup pintu butik milik Aisyah."Mau apa kamu?" tanya Aisyah dengan gugup."Aku hanya ingin membantu menutup butikmu."Pria itu memunguti kunci yang berserakan di lantai. "Yan
"Kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?"Saat ini Agha sedang berada dalam sebuah kamar hotel bersama Artha. Beberapa jam lagi adalah pemberkatan pernikahan mereka. Masih ada waktu untuk menunda pernikahan sebelum pemberkatan dimulai.Para MUA pilihan mamak sudah selesai merias dan membantu Artha memakai gaun. Agha meminta mereka semua meninggalkan dirinya dan Artha. Kini, tinggal ia dan Artha yang tinggal di kamar hotel itu. Agha ingin membujuk Artha sekali lagi untuk menunda pernikahan mereka. Namun, Artha tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan pernikahan.Kondisi Artha belum sepenuhnya pulih. Fisik Artha masih lemah dan ia sedikit mengalami trauma akibat penculikan yang dialaminya. Luka dibagian kaki akibat ikatan yang terlalu kuat belum sepenuhnya p
Bab 87"Mamak di rumah aja, gak usah ikut!" Rendra melarang mamak untuk ikut pergi bersama mereka ketika mengekori langkahnya."Kenapa?" Mamak ingin ikut, ia yakin Artha berada di rumah kosong itu."Aku sama Bang Agha saja yang ke rumah itu. Bapak juga gak usah ikut, siapa tahu ada kabar terbaru dari bang Rajata tentang kak Artha," ucap Rendra dengan lembut."Tulang dan Nantulang sebaiknya istirahat saja di rumah. Kalau ada kabar terbaru kabari kami secepatnya. Setelah menemukan jam itu, kami akan pulang."Agha ikut membujuk kedua orang tua Artha agar tak ikut bersama mereka.Akhirnya kedua orang t
Bab 86."Siapa kira-kira?" tatapan mata bapak sangat tajam seolah ingin menghunus jantung Agha."Mak!"Seruan Rendra membuat Agha urung menjawab pertanyaan bapak."Ada apa?" tanya bapak dengan heran pada Rendra.Rendra mengabaikan bapak dan menghampiri mamak yang baru saja meletakkan minuman, "Mamak ada lihat jam aku?""Jam yang mana?""Jam yang seperti itu."Saat menunjuk, mata Rendra tertuju pada pergelangan tangan Agha yang kebetulan sedang memakai jam tangan yang s
Terdengar bunyi dering ponsel yang begitu nyaring, tanpa melihat siapa yang memanggil, Tika langsung menempelkan ponsel ke telinga begitu ia menggeser ikon telepon berwarna hijau. "Gue masih di rumah kosong ini. Kenapa suara lo kedengaran khawatir gitu?" Kemudian Tika melihat ponselnya dan menekan ikon loudspeaker. "Gimana gue gak khawatir, hampir aja gue ketahuan." Suara lawan bicaranya terdengar menghela nafas. "Ketahuan bagaimana? Bukannya semua udah gue kasih tau dan lo udah paham?" "Satu hal yang lo lupa, lo gak kasih tahu parfum yang lo pakai!" Suara diseberang terdengar sangat kesal, "sorry, gue gak berpikir sampai kesitu. Apa itu jadi masalah? Gue yakin lo bisa mengatas
Bab 84"Ternyata lo masih ingat wangi parfum Tika," ejek Riko. "Padahal sudah hampir enam bulan kita semua tidak pernah ketemu sama lo," imbuhnya lagi menatap tak percaya pada pria pirang itu."Lo salah, gue dan Tika dua bulan lalu baru bertemu. Kalo gak percaya tanya aja langsung pada orangnya."Agha melirik tajam pada Tika yang duduk dengan meremas kedua tangannya. Sontak semua mata tertuju pada Tika, dengan cepat Tika mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Agha yang semakin curiga melihatnya."Kalian tahu sendiri 'kan. Parfum yang digunakan Tika sangat menyengat dan bahkan bukan hanya gue yang menyadari jika Tika tidak pernah berganti parfum."Pandangan Agha masih tetap pada Tika yang duduk gelisah dengan kedua tangan masih saling meremas"Gu-e, hanya mencoba parfum Rani. I-ya 'kan Ran?" Tika menjawab dengan gugup sembari menyikut pergelangan tangan Rani meminta pembelaan pada gadis berambut sebahu itu."Santai aja kali Gha. Gue baru beli parfum baru dan meminta Tika untuk m
Bab 83Mentari merangkak menuju barat, tanda sore semakin merayap. Senja menyapa dengan lambaian warna jingganya. Keluarga Artha terlihat panik karena tidak menemukan Artha di kamar ataupun di halaman belakang. "Lapor polisi, Pah!" seru mamak wajahnya terlihat panik dan kelihatan sedikit pucat. Meskipun melapor kepada pihak yang berwajib belum bisa dilakukan, dengan spontan mamak tetap mengatakannya. Karena wanita paruh baya itu begitu panik dan cemas akan anak gadisnya yang tiba-tiba saja tidak berada di rumah. Artha memang selalu keluar, tapi ia selalu pamit sebelum hendak pergi kemanapun.Jika esok ia akan keluar, maka malam sebelum kedua orangtuanya tidur ia akan pamit dan mengatakan kemana tujuannya atau paling tidak ia akan menelepon atau mengirim pesan. Kali ini, Artha tidak pamit meski baru beberapa jam Artha tidak berada di rumah, tapi naluri keibuannya berkata Artha sedang tidak baik-baik saja. "Belum 1x24 jam Artha menghilang," jawab bapak dengan datar, terlihat santai.
Bab 82Entah kenapa selepas makan siang Agha tampak gusar. Sebentar duduk sebentar lagi berdiri. Begitu terus sampai berulang-ulang. Apa mungkin karena akan menghadapi hari pernikahan, tapi itu akan berlangsung 2 minggu lagi. Ia menyambar kunci mobil dan dompet yang berada di atas meja dengan cepat. Satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Artha. Keluarga melarang mereka untuk bertemu sementara sampai pada hari H. Namun, saat ini pikirannya tertuju pada Artha, ada rasa yang tak biasa yang mengganjal. Ia pun sulit mengartikannya, padalah saat istirahat sembari makan siang ia sempatkan untuk video call dengan Artha. Ia pun melajukan mobilnya ke kediaman Artha dengan kecepatan rata-rata, beruntung jalanan tidak begitu macet. Mungkin belum jam kantor pulang. Setelah memarkirkan mobil tepat di depan rumah Artha, ia pun turun dan kedua orangtua Artha juga baru turun dari becak. Mereka berpapasan di depan rumah. "Bere, sudah kami bilang jangan d