Berbagai jenis makan telah tersaji di meja, sepertinya semua menu di resto ini dipesan semuanya oleh Aisyah. Sampai para pelayan resto tak tahu harus meletakkan dimana lagi karena mejanya sudah tak bisa menampung makanan lain sementara masih ada 5 jenis makanan lagi yang harus disajikan. Jadilah dibuat meja tambahan lagi dan siapakah yang akan menghabiskan semua makanan ini.
”Lo dah gila gha? Pesanan sebanyak ini siapa yang akan makan? Sultan sih sultan tapi kira-kira dulu dong kalau mau pesan. Kan mubazir ini makanan jika tak bisa dihabiskan. Kasihan makanannya nanti nangis,” omel Ucok pada Agha. Ucok selalu teringat dengan nasehat ibunya makanan jangan sampai bersisa nanti makanan itu nangis jika tak dimakan.
Sementara Agha senyum-senyum sendiri merasa tak bersalah. Dia hanya bingung saja mau pesan apa karena dia tak tahu apa makanan kesukaan Artha. J
Dukung saya ya teman-teman. Kasih bintang 5
Bab 19: Pasar PetisahArtha belum yakin dengan perasaannya saat ini. Awal bertemu dengan Agha saat di bandara sebulan silam ia sudah merasakan getaran dalam dada. Apalagi saat berdekatan jatungnya berdetak lima kali lebih cepat memompa darah ke seluruh tubuhnya. Saat tak sengaja kulit mereka bersentuhan seolah ada aliran listrik dalam tubuhnya.Bahkan seminggu sudah berlalu sejak kejadian di Edge Restaurant debaran jantungnya masih secepat kilat jika ia membayangkan betapa romantis perlakuan yang didapat dari seorang bule somplak seperti Agha. Ia menatap cincin pemberian Agha yang terletak di atas meja ruang tamu“Apa yang kau lakukan Artha?” Suara bariton mengagetkannya. Buru-buru ia mengambil cincin yang ada di atas meja dan memasukkannya ke kantong celana.“Televisi menyala, kau sedang menonton atau malah televisi yang menonton kau?” lanjut pensiunan polisi itu. Ia menghempaskan pinggulnya di sofa dekat Artha duduk.“Tidak ada aca
Ajakan Aisyah “ARTHA?!” teriak Ai. Artha menutup telinganya mendengar begitu kerasnya teriakan yang terlontar dari mulut Ai. “Kau mau beli apa? Daster,CD,BH? Ayo masuk! Duduk sini, apa kabar kau?” tanya Ai, mengangsurkan kursi plastik pada Artha dan ia pun duduk menghadap Artha. “Satu-satu nanyanya. Yang mana dulu yang harus aku jawab”, ucap Artha setelah duduk di kursi plastik yang diberikan Ai. Ai memanggil salah satu karyawannya dan memberikan selembar uang berwarna biru untuk membeli minuman dingin. Cuaca sangat panas hari ini perlu yang dingin-dingin untuk menyegarkan tenggorakan. Kering juga ternyata tenggorakan setelah teriak-teriak memanggil calon pembeli. Padahal hanya sebentar saja, bagaimana dengan karyawannya yang seharian bahkan setiap hari mereka berteriak mem
BerastagiJika kota Jakarta punya Bogor maka kota Medan punya Berastagi.Sebagai salah satu kota terdingin di Indonesia, suhu di Berastagi jika siang hari rata-rata 19 derajat celcius. Hal ini dikarenakan Berastagi diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Jadi, jika ingin berwisata ke tempat ini gunakan baju hangat dan tebal.Selain sebagai tempat wisata Berastagi juga penghasil sayur dan buah-buahan terbesar di Sumatera Utara. Bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia.Jarak Medan ke Berastagi adalah sekitar 66 km. Jika dengan menggunakan mobil perjalanan akan memakan waktu sekitar 2 jam 9 menit itupun jika tidak terjadi kecelakaan atau adanya mobil atau truk yang mogok.***Ai menjemput Artha tepat jam 07.00 WIB. Di dalam mobil sudah ada empat orang termasuk Ai sebagai pengemudi. Saat sampai di halte ia membunyikan klakson tanda ia sudah berada dekat halte, ia melihat Artha masih serius
Gegara seat belt “Kenapa susah sekali dipasang seat belt ini.” Gerutu Artha di dalam mobil Agha. Mereka berada dalam mobil yang sama, berulang kali ia mencoba memasang seat beltnya mencocokan pengunci dengan lubangnya. Namun, selalu gagal. “Padahal tadi pagi di mobil Ai sangat mudah aku pasang,” Artha masih tetap menggerutu, mengamati bentuk seat belt di jok mobil yang ia duduki. Ia kesal dengan sabuk pengaman itu yang tak kunjung bisa dikunci dengan benar. “Kalau tidak bisa, minta tolong,” kata Agha mendekatkan tubuh guna membantu Artha memasang seat belt dengan benar. Saat itu juga Artha menjauhkan tubuh menahan deru nafas yang bergelora. Wangi parfum maskulin men
Butik Aisyah hampir dibobol Setelah selesai makan malam Ai memutuskan untuk masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua. Besok subuh ia harus segera kembali ke Medan. Samar-samar ia mendengar tawa orang yang berada di belakang villa, mereka sedang membakar jagung. Ia lebih memilih untuk mengistirahatkan diri ketimbang ikut menikmati jagung bakar, meski itu adalah idenya untuk menghabiskan malam ini. Nyatanya ia lebih memilih masuk kamar. Ia telah selesai membersihkan wajah dan menggosok gigi, bersiap untuk naik ke kasur king sizenya. Dering handphone di atas nakas yang sedang di charge menghentikan aksinya. Ia pun mengambil handphone yang bunyinya semakin nyaring untuk ia angkat. Ternyata kakak sepupunya yang sedang menelepon. Ia pun mendekatkan handphone ke telinga.
Janji Masa Kecil.“Selamat malam everybadihhh.”Artha melangkahkan kakinya memasuki rumah menenteng kantong plastik berisi buah-buahan yang ia bawa dari Berastagi. Tas ransel masih berada dipunggungnya.“Selamat malam juga, boru,” balas bapaknya yang sedang duduk di sofa ruang tamu di temani seorang pria.“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya mamak yang baru saja datang membawa dua gelas kopi.“Yahhh begitulahh,” desah Artha. “Aku ke kamar dulu Pak, Mak. Ini ada sedikit oleh-oleh,” katanya lagi. Ia meletakkan kantong plastik di meja kemudian melangkah masuk ke kamar.Sepuluh menit kemudian ia ikut be
Langit Malam. Malam semakin larut, rembulan telah menampakkan diri meski malu-malu, namun tidak mengurangi keindahan malam. Langit sore yang menurunkan hujan kini berganti dengan munculnya bintang yang berkilauan. Dari kejauhan sesekali terdengar suara hewan yang saling bersahutan seolah sedang menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur. "Apa yang kamu lihat di atas sana?" Suara bariton mengagetkannya. Tidak tahukah dia bahwa pemandangan di atas sana sungguh indah? "Saya tahu pemandangan di atas sana sangat indah." Ucapnya lagi. Jika ia tahu mengapa ia bertanya? Meski diabaikan ia mendongakkan kepala mengikuti arah padang lawan bicaranya, untuk melihat langit malam berhias bintang. Sekali lagi Artha menghiraukan perkataan pria itu.
Toko Buku. Sesuai dengan permintaan bang Gomgom, mereka bertemu langsung di toko buku. Alasan yang diberikan bang Gomgom ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan. Akhirnya Artha memilih naik G*jek ke toko buku, tidak terlalu jauh dari rumah hanya sekitar 15 menit naik kereta (sepeda motor). Setelah sampai di pintu masuk, ia melirik pergelangan tangannya, masih ada sekitar sepuluh menit lagi dari waktu yang ditentukan. Setelah menimang-nimang beberapa saat ia mengambil pilihan untuk masuk ke toko buku. Ruangan berpendingin itu seketika menyejukkan kulitnya terasa dingin, berbeda dengan suhu ketika ia berada di luar yang suhunya cukup panas. Ia menatap rak-rak yang penuh dengan buku tertata sangat rapi. Ada sebagian buku yang tidak mengikuti barisannya mungkin saja salah satu pengujung sa