Terdengar bunyi dering ponsel yang begitu nyaring, tanpa melihat siapa yang memanggil, Tika langsung menempelkan ponsel ke telinga begitu ia menggeser ikon telepon berwarna hijau. "Gue masih di rumah kosong ini. Kenapa suara lo kedengaran khawatir gitu?" Kemudian Tika melihat ponselnya dan menekan ikon loudspeaker. "Gimana gue gak khawatir, hampir aja gue ketahuan." Suara lawan bicaranya terdengar menghela nafas. "Ketahuan bagaimana? Bukannya semua udah gue kasih tau dan lo udah paham?" "Satu hal yang lo lupa, lo gak kasih tahu parfum yang lo pakai!" Suara diseberang terdengar sangat kesal, "sorry, gue gak berpikir sampai kesitu. Apa itu jadi masalah? Gue yakin lo bisa mengatas
Bab 86."Siapa kira-kira?" tatapan mata bapak sangat tajam seolah ingin menghunus jantung Agha."Mak!"Seruan Rendra membuat Agha urung menjawab pertanyaan bapak."Ada apa?" tanya bapak dengan heran pada Rendra.Rendra mengabaikan bapak dan menghampiri mamak yang baru saja meletakkan minuman, "Mamak ada lihat jam aku?""Jam yang mana?""Jam yang seperti itu."Saat menunjuk, mata Rendra tertuju pada pergelangan tangan Agha yang kebetulan sedang memakai jam tangan yang s
Bab 87"Mamak di rumah aja, gak usah ikut!" Rendra melarang mamak untuk ikut pergi bersama mereka ketika mengekori langkahnya."Kenapa?" Mamak ingin ikut, ia yakin Artha berada di rumah kosong itu."Aku sama Bang Agha saja yang ke rumah itu. Bapak juga gak usah ikut, siapa tahu ada kabar terbaru dari bang Rajata tentang kak Artha," ucap Rendra dengan lembut."Tulang dan Nantulang sebaiknya istirahat saja di rumah. Kalau ada kabar terbaru kabari kami secepatnya. Setelah menemukan jam itu, kami akan pulang."Agha ikut membujuk kedua orang tua Artha agar tak ikut bersama mereka.Akhirnya kedua orang t
"Kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?"Saat ini Agha sedang berada dalam sebuah kamar hotel bersama Artha. Beberapa jam lagi adalah pemberkatan pernikahan mereka. Masih ada waktu untuk menunda pernikahan sebelum pemberkatan dimulai.Para MUA pilihan mamak sudah selesai merias dan membantu Artha memakai gaun. Agha meminta mereka semua meninggalkan dirinya dan Artha. Kini, tinggal ia dan Artha yang tinggal di kamar hotel itu. Agha ingin membujuk Artha sekali lagi untuk menunda pernikahan mereka. Namun, Artha tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan pernikahan.Kondisi Artha belum sepenuhnya pulih. Fisik Artha masih lemah dan ia sedikit mengalami trauma akibat penculikan yang dialaminya. Luka dibagian kaki akibat ikatan yang terlalu kuat belum sepenuhnya p
"Menikahlah denganku!"Suara bariton mengejutkan Aisyah. Semua kunci yang dipegang olehnya terjatuh. Saat ini ia sedang ingin menutup pintu ruko tempat butiknya berada. Namun, karena suara bariton mengagetkannya, pintu tak bisa ia tutup.Aisyah semakin terlonjak kaget ketika membalikkan badan. Di hadapannya berdiri seorang pria yang masih lengkap mengenakan seragam berwarna coklat.Pria itu melangkah mendekat untuk membantu menutup pintu butik milik Aisyah."Mau apa kamu?" tanya Aisyah dengan gugup."Aku hanya ingin membantu menutup butikmu."Pria itu memunguti kunci yang berserakan di lantai. "Yan
"Capek, Bang?" Rajata menyandarkan punggungnya pada kursi sofa, "iya," jawab Rajata dengan mata terpejam. "Sebentar, biar aku ambilkan minum." Artha bangkit, tapi dengan cepat Rajata mencegahnya, "tidak usah, Dek. Nanti, abang saja yang ambil." "Akhirnya kasusnya selesai. Setelah memakan waktu hampir 2 bulan. Tika dipenjara selama 3 tahun," guman Rajata masih dengan mata terpejam. Akibat kasus penculikan yang dilakukan Tika, gadis berambut gelombang itu mendekam di penjara. Karena setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Rajata itu terlalu ringan, seharusnya Tika mendekam selamanya di penjara. Mengingat bagaimana ia merencanakan penculikan pada Artha, sedangkan untuk Tina, kembaran Tika memilih kabur begitu tau Ti
"Pokoknya, aku nggak mau Kek!" Tolak Agha pada kakeknya. Agha Hasiholan Putra Zerrin, sang pewaris dari Artha Company, biasa dipanggil dengan Agha. Bertubuh tinggi tegap dengan warna mata kecoklatan, hidung mancung, dan rambut berwarna pirang. Dia memiliki seorang kakak perempuan, usianya beda 2 tahun darinya. Kakaknya saat ini tinggal di Dubai dan meneruskan salah satu perusahaan milik keluarganya. Artha Company bergerak dalam bidang perhotelan dan restoran. Sudah banyak cabang yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Perusahaan tersebut masih dipimpin oleh sang kakek, Erhan Zerrin. Pria keturunun Turki dan sudah menetap di Indonesia selama lebih 20 tahun. Menikah dengan seorang wanita cantik bernama Halime. Pernikahan mereka tak berumur panjang hanya lima tahun. Halime meninggal setelah melahirkan anaknya yang pertama, ayah Agha. Omer Zerrin, yang kemudian menikah dengan seorang wanita asli Indonesia dari suku Batak, bernama Ti
"Kau jadi kembali ke Indonesia besok?" Aylin menghampiri Artha yang sedang berkemas memasukkan pakaian ke dalam koper."Selesai," ujar Artha setelah menutup kopernya."Bisakah kau berpikir ulang tentang rencanamu itu?" Kini Aylin telah duduk di tepi ranjang mencoba membujuk Artha agar tidak jadi pulang ke Indonesia."Tidak bisa kak Ay, keputusanku sudah bulat tidak bisa diganggu gugat lagi. Lagian tiket sudah aku beli untuk penerbangan besok pagi," ucap Artha sambil memperhatikan barang-barangnya apakah masih ada yang tidak dikemas."Kau berbicara layaknya seorang hakim, padahal kau hanya seorang akuntan yang menghitung berapa kas masuk dan keluar."Artha tertawa dengan perkataan Aylin, "kakak bisa saja, jadi aku harus berkata apa kak? Kakak selalu saja mengusikku agar tidak jadi kembali ke negara kelahiranku, padahal aku disini sudah sangat lama, sudah delapan tahun lebih dan aku sangat merindukan tanah kelahiranku.""Yah, aku tahu it
"Capek, Bang?" Rajata menyandarkan punggungnya pada kursi sofa, "iya," jawab Rajata dengan mata terpejam. "Sebentar, biar aku ambilkan minum." Artha bangkit, tapi dengan cepat Rajata mencegahnya, "tidak usah, Dek. Nanti, abang saja yang ambil." "Akhirnya kasusnya selesai. Setelah memakan waktu hampir 2 bulan. Tika dipenjara selama 3 tahun," guman Rajata masih dengan mata terpejam. Akibat kasus penculikan yang dilakukan Tika, gadis berambut gelombang itu mendekam di penjara. Karena setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Rajata itu terlalu ringan, seharusnya Tika mendekam selamanya di penjara. Mengingat bagaimana ia merencanakan penculikan pada Artha, sedangkan untuk Tina, kembaran Tika memilih kabur begitu tau Ti
"Menikahlah denganku!"Suara bariton mengejutkan Aisyah. Semua kunci yang dipegang olehnya terjatuh. Saat ini ia sedang ingin menutup pintu ruko tempat butiknya berada. Namun, karena suara bariton mengagetkannya, pintu tak bisa ia tutup.Aisyah semakin terlonjak kaget ketika membalikkan badan. Di hadapannya berdiri seorang pria yang masih lengkap mengenakan seragam berwarna coklat.Pria itu melangkah mendekat untuk membantu menutup pintu butik milik Aisyah."Mau apa kamu?" tanya Aisyah dengan gugup."Aku hanya ingin membantu menutup butikmu."Pria itu memunguti kunci yang berserakan di lantai. "Yan
"Kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?"Saat ini Agha sedang berada dalam sebuah kamar hotel bersama Artha. Beberapa jam lagi adalah pemberkatan pernikahan mereka. Masih ada waktu untuk menunda pernikahan sebelum pemberkatan dimulai.Para MUA pilihan mamak sudah selesai merias dan membantu Artha memakai gaun. Agha meminta mereka semua meninggalkan dirinya dan Artha. Kini, tinggal ia dan Artha yang tinggal di kamar hotel itu. Agha ingin membujuk Artha sekali lagi untuk menunda pernikahan mereka. Namun, Artha tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan pernikahan.Kondisi Artha belum sepenuhnya pulih. Fisik Artha masih lemah dan ia sedikit mengalami trauma akibat penculikan yang dialaminya. Luka dibagian kaki akibat ikatan yang terlalu kuat belum sepenuhnya p
Bab 87"Mamak di rumah aja, gak usah ikut!" Rendra melarang mamak untuk ikut pergi bersama mereka ketika mengekori langkahnya."Kenapa?" Mamak ingin ikut, ia yakin Artha berada di rumah kosong itu."Aku sama Bang Agha saja yang ke rumah itu. Bapak juga gak usah ikut, siapa tahu ada kabar terbaru dari bang Rajata tentang kak Artha," ucap Rendra dengan lembut."Tulang dan Nantulang sebaiknya istirahat saja di rumah. Kalau ada kabar terbaru kabari kami secepatnya. Setelah menemukan jam itu, kami akan pulang."Agha ikut membujuk kedua orang tua Artha agar tak ikut bersama mereka.Akhirnya kedua orang t
Bab 86."Siapa kira-kira?" tatapan mata bapak sangat tajam seolah ingin menghunus jantung Agha."Mak!"Seruan Rendra membuat Agha urung menjawab pertanyaan bapak."Ada apa?" tanya bapak dengan heran pada Rendra.Rendra mengabaikan bapak dan menghampiri mamak yang baru saja meletakkan minuman, "Mamak ada lihat jam aku?""Jam yang mana?""Jam yang seperti itu."Saat menunjuk, mata Rendra tertuju pada pergelangan tangan Agha yang kebetulan sedang memakai jam tangan yang s
Terdengar bunyi dering ponsel yang begitu nyaring, tanpa melihat siapa yang memanggil, Tika langsung menempelkan ponsel ke telinga begitu ia menggeser ikon telepon berwarna hijau. "Gue masih di rumah kosong ini. Kenapa suara lo kedengaran khawatir gitu?" Kemudian Tika melihat ponselnya dan menekan ikon loudspeaker. "Gimana gue gak khawatir, hampir aja gue ketahuan." Suara lawan bicaranya terdengar menghela nafas. "Ketahuan bagaimana? Bukannya semua udah gue kasih tau dan lo udah paham?" "Satu hal yang lo lupa, lo gak kasih tahu parfum yang lo pakai!" Suara diseberang terdengar sangat kesal, "sorry, gue gak berpikir sampai kesitu. Apa itu jadi masalah? Gue yakin lo bisa mengatas
Bab 84"Ternyata lo masih ingat wangi parfum Tika," ejek Riko. "Padahal sudah hampir enam bulan kita semua tidak pernah ketemu sama lo," imbuhnya lagi menatap tak percaya pada pria pirang itu."Lo salah, gue dan Tika dua bulan lalu baru bertemu. Kalo gak percaya tanya aja langsung pada orangnya."Agha melirik tajam pada Tika yang duduk dengan meremas kedua tangannya. Sontak semua mata tertuju pada Tika, dengan cepat Tika mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Agha yang semakin curiga melihatnya."Kalian tahu sendiri 'kan. Parfum yang digunakan Tika sangat menyengat dan bahkan bukan hanya gue yang menyadari jika Tika tidak pernah berganti parfum."Pandangan Agha masih tetap pada Tika yang duduk gelisah dengan kedua tangan masih saling meremas"Gu-e, hanya mencoba parfum Rani. I-ya 'kan Ran?" Tika menjawab dengan gugup sembari menyikut pergelangan tangan Rani meminta pembelaan pada gadis berambut sebahu itu."Santai aja kali Gha. Gue baru beli parfum baru dan meminta Tika untuk m
Bab 83Mentari merangkak menuju barat, tanda sore semakin merayap. Senja menyapa dengan lambaian warna jingganya. Keluarga Artha terlihat panik karena tidak menemukan Artha di kamar ataupun di halaman belakang. "Lapor polisi, Pah!" seru mamak wajahnya terlihat panik dan kelihatan sedikit pucat. Meskipun melapor kepada pihak yang berwajib belum bisa dilakukan, dengan spontan mamak tetap mengatakannya. Karena wanita paruh baya itu begitu panik dan cemas akan anak gadisnya yang tiba-tiba saja tidak berada di rumah. Artha memang selalu keluar, tapi ia selalu pamit sebelum hendak pergi kemanapun.Jika esok ia akan keluar, maka malam sebelum kedua orangtuanya tidur ia akan pamit dan mengatakan kemana tujuannya atau paling tidak ia akan menelepon atau mengirim pesan. Kali ini, Artha tidak pamit meski baru beberapa jam Artha tidak berada di rumah, tapi naluri keibuannya berkata Artha sedang tidak baik-baik saja. "Belum 1x24 jam Artha menghilang," jawab bapak dengan datar, terlihat santai.
Bab 82Entah kenapa selepas makan siang Agha tampak gusar. Sebentar duduk sebentar lagi berdiri. Begitu terus sampai berulang-ulang. Apa mungkin karena akan menghadapi hari pernikahan, tapi itu akan berlangsung 2 minggu lagi. Ia menyambar kunci mobil dan dompet yang berada di atas meja dengan cepat. Satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Artha. Keluarga melarang mereka untuk bertemu sementara sampai pada hari H. Namun, saat ini pikirannya tertuju pada Artha, ada rasa yang tak biasa yang mengganjal. Ia pun sulit mengartikannya, padalah saat istirahat sembari makan siang ia sempatkan untuk video call dengan Artha. Ia pun melajukan mobilnya ke kediaman Artha dengan kecepatan rata-rata, beruntung jalanan tidak begitu macet. Mungkin belum jam kantor pulang. Setelah memarkirkan mobil tepat di depan rumah Artha, ia pun turun dan kedua orangtua Artha juga baru turun dari becak. Mereka berpapasan di depan rumah. "Bere, sudah kami bilang jangan d