Perempuan itu memukul paha suaminya lagi. "Makanya kerja! Biar punya kegiatan. Jangan di rumah terus. Kamu masih butuh uang dari Mas Kevin, kan? Kalau udah nggak butuh, ya udah. Pergi sana!" Gemma melirik dengan malas ke arah istrinya itu. "Mencari pekerjaan di jaman sekarang ini lagi sulit, Desi. Oke, aku minta maaf karena sudah mengurung Arshi. Aku tidak akan menghukumnya lagi. Apa pun yang dia lakukan." Desi menghela napasnya dengan pelan. "Kamu juga harus mencari cara agar Mas Kevin tidak bisa mengambil Arshi dariku!" Gemma menghela napas kasar. "Cari kelemahan Arshi. Jangan biarkan Kevin mengambil Arshi dari kamu." "Kelemahan?" Gemma mengangguk. "Ya. Kamu ibunya, harusnya kamu tahu apa kelemahan anakmu sendiri. Kalau tidak tahu, ibu macam apa kamu." Gemma memutar bola matanya dengan pelan. Desi melirik malas ke arah suaminya itu. "Seandainya kamu sekaya Mas Kevin, aku tidak perlu mati-matian mempertahankan Arshi. Biar saja Arshi tinggal dengan papanya. Hhh!" Gemma tertawa c
"Eeeuh ... sebelum ke sini, Mas Kevin pergi ke ruangan dokter dulu, Mbak." Jasmine kembali menjawab Desi. "Oh!" jawabnya singkat. Jasmine tak berkata lagi. Ia hanya menghela napasnya sambil melirik Kevin yang sedari tadi menatap Arshi penuh dengan sayang. "Arshi ... setelah pulang dari rumah sakit. Pulang ke rumah Papa aja, yaa?" Kevin sudah mulai mengajak Arshi untuk tinggal bersamanya. Karena Arshi yang lebih dulu diancam oleh Desi, lantas anak kecil itu menggelengkan kepalanya. "Arshi nggak mau tinggal sama Papa. Mau sama Mama aja," ucapnya dengan pelan. Kevin tersenyum pasi mendengar ucapan anaknya itu. "Kenapa begitu, Nak? Papa sudah tidak sendiri. Ada Mama Jasmine yang akan merawat kamu dengan baik." Kevin berusaha agar Arshi mau ikut dengannya. Arshi kembali geleng. "Arshi sudah nyaman tinggal sama Mama, Pa." "Arshi nggak mau tinggal sama Papa. Mau sama Mama aja," ucapnya dengan pelan. Kevin tersenyum pasi mendengar ucapan anaknya itu. "Kenapa begitu, Nak? Papa sudah ti
Jasmine menyunggingkan bibirnya. "Ya udah. Selesaikan aja dulu makannya."Kevin menundukkan kepalanya. Ia sudah terbiasa makan tanpa bersuara. Sedangkan Jasmine tukang bicara di mana pun dan kapan pun. Jasmine yang katanya kalem itu rupanya menyimpan keceriaan dan kepolosan yang jarang ditonjolkan.Jasmine hanya mengikuti sikap Kevin. Jika Kevin sedang banyak bicara, dia juga akan mengeluarkan semua ocehannya pada suaminya itu.Selesai makan. Kevin menatap Jasmine yang sedari tadi memainkan ponselnya."Lagi lihat apa?" tanya Kevin ingin tahu.Jasmine mengadahkan wajahnya. "Heeuh ... lagi lihat gaun. Bagus banget, Mas. Hehe." Jasmine menerbitkan cengiran pada suaminya itu.Kevin meraih ponsel tersebut. Kemudian meng-klik pesanan tersebut. Dia yang sudah tahu ukuran baju yang sering dipakai Jasmine pun tak banyak bertanya. Kemudian mengembalikan ponsel tersebut pada istrinya."Jika memang suka, langsung beli. Tidak perlu sungkan. Jangankan kamu, Desi saja yang sudah jadi mantan istri sa
Pria itu menganggukkan kepalanya. "Saya juga merasakan itu, Jasmine. Tapi, Desi tidak mau mengakui jika dia sudah mengancam Arshi." Jasmine menghela napas pelan. "Mungkin Mbak Desi masih butuh uang untuk kehidupan dia sehari-hari, Mas. Kasih aja sih. Terus, Arshi ambil deh. Saya kasihan sama Arshi. Takut nggak dirawat dengan baik. "Maaf ya, Mas. Bukannya saya menjelekkan Mbak Desi. Tapi, sepertinya dia nggak bisa merawat Arshi dengan baik. Tubuhnya aja kurus begitu. Kok Mas Kevin tega sih, sama sendiri." Kevin manggut-manggut. "Saya sedang mencari cara untuk mengambil Arshi dari tangan Desi. Pengadilan terus menangguhkan permintaan saya. Dengan alasan klasik. Masih kecil, harus dirawat oleh ibunya." "Alasan yang bener-bener klasik. Paling juga minta duit, biar mau menyetujui permintaan Mas Kevin." Kevin terkekeh mendengarnya. Kemudian menghela napas pelan. "Usianya memang baru enam tahun. Waktu itu saya berikan Arshi pada Desi karena memang tidak merawat dia sendirian. Sekarang ka
Perempuan itu lantas menoleh ke arah Kevin. "Maksudnya? Kenapa tanya seperti itu? Jelas saya sangat bahagia. Gimana sih!" Jasmine malah emosi ditanya seperti itu oleh suaminya sendiri. "Hanya memastikan saja. Jangan emosi terus, yaa. Mau datang tamu, yaa? Makanya sensi terus bawaannya." Jasmine mengendikan bahunya. "Memangnya, usia pernikahan kita sudah mau satu bulan, yaa?" Kevin mengangguk. "Sudah. Satu bulan lewat satu minggu." Jasmine terkekeh pelan. "Berarti, sudah lewat dong, kalau mau merayakan anniversary satu bulan?" Kevin tertawa dengan pelan mendengarnya. "Nanti saja, kalau sudah satu tahun. Kita rayakan anniversary." "Okey!" kata Jasmine dengan antusias. Setibanya di dalam mall. Kevin menggenggam tangan Jasmine, sambil menunjuk semua toko yang ada di sana. "Jam kamu sudah usang. Ganti dengan yang baru," kata Kevin sembari menarik tangan Jasmine menuju gerai jam tangan. "Ooh. Jadi, kalau suami udah usang juga, bisa diganti dengan yang baru, yaa," kata Jasmine sambil
Jasmine kembali dingin. Tangan itu membalas pelukan sang suami. “Saya juga minta maaf, Mas. Selalu overthinking sama Mas Kevin.” Kevin mengangguk pelan. “Ya. Saya paham, Jasmine. Kamu boleh berpikir apa pun tentang saya. Tapi, jangan sekali-kali kamu pendam pikiran itu. Jika memang terasa ganjal, tanyakan pada saya. “Tentang kebenarannya. Apakah benar, atau hanya kabar burung saja. Saya tidak mau kamu berpikir secara sepihak saja. Harus ditanyakan kebenarannya. Okay?” Jasmine mengangguk. Akan selalu ia turuti, semua ucapan Kevin padanya. Lalu, pria itu melepaskan pelukan Jasmine. Mengusap lembut wajah mulus itu, dan mengulas senyumnya. “Sebelum tamu itu datang, saya ingin kamu melayani saya malam ini,” ucapnya kemudian menautkan bibirnya, tanpa menunggu persetujuan dari sang empunya. Jasmine hanya diam. Membiarkan Kevin kembali menjelajahi tubuhnya di malam itu. Dengan tangan satunya sudah mulai memainkan kedua gundukan kenyal milik Jasmine. Merangsang bagian sensitive itu agar J
“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya Desi dengan nada sinis.Jasmine yang masih menggenggam tangan Arshi pun, melepaskan tangan itu terlebih dahulu.“Maaf, Mbak. Saya diminta jemput Arshi oleh Mas Kevin. Karena beliau mau mengajak Arshi makan siang,” kata Jasmine menjelaskan perihal kedatangannya di sana.Desi melipat tangan di dadanya. “Bohong! Saya tidak akan kena tipu daya kamu ya, Jasmine. Mas Kevin … kalau mau ajak Arshi makan siang, dia yang langsung menjemputnya!”“Tapi, Mbak. Mas Kevin sendiri yang sudah meminta saya untuk menjemput Arshi. Karena Mas Kevin lagi meeting. Jadi, nggak bisa jemput Arshi. Makanya nyuruh saya.”Jasmine kembali menjelaskan kepada Desi. Lagi pula, untuk apa menjemput Arshi jika bukan perintah dari Kevin.“Saya tidak percaya! Kamu ingin mencari perhatian pada Mas Kevin, kan? Sok peduli pada anak saya, padahal nggak sama sekali!” sengal Desi.Jasmine menghela napasnya dengan pelan. ‘Duh! Mas Kevin kok nggak bilang dulu sih, ke Mbak Desi. Kalau kayak gini,
“Mas! Istri kamu ini keterlaluan. Aku udah bilang, kalau Arshi mau minum obat dulu. Dan dia memaksa untuk membawa Arshi,” ujar Desi dengan segala kebohongannya.“Haah? Kapan Mbak Desi ngomong kayak gitu? Mas … tadi Mbak Desi nggak ada ngomong kayak gitu.” Jasmine mencoba mencari pembelaan.Namun, Kevin bergeming. Pusing, mana yang benar di antara dua orang ini. Dan Arshi juga hanya diam. Dia juga bingung, kenapa mamanya malah menjatuhkan dia.“Jasmine. Arshi memang masih minum obat dari dok—““Ya sudah, kalau Mas Kevin lebih percaya sama Mbak Desi!”Jasmine tak mau mendengar ucapan Kevin yang sudah dipastikan akan membela mantan istrinya itu.“Jasmine! Jasmine, tunggu!”Namun, perempuan itu tetap pergi. Mengindahkan panggilan Kevin.“Kamu lihat sendiri kan, dia tidak mau disalahkan padahal memang benar salah,” kata Desi dengan percaya dirinya.“Ya sudah, kalau Mas Kevin lebih percaya sama Mbak Desi!”Jasmine tak mau mendengar ucapan Kevin yang sudah dipastikan akan membela mantan istr