Pria itu menganggukkan kepalanya. "Saya juga merasakan itu, Jasmine. Tapi, Desi tidak mau mengakui jika dia sudah mengancam Arshi." Jasmine menghela napas pelan. "Mungkin Mbak Desi masih butuh uang untuk kehidupan dia sehari-hari, Mas. Kasih aja sih. Terus, Arshi ambil deh. Saya kasihan sama Arshi. Takut nggak dirawat dengan baik. "Maaf ya, Mas. Bukannya saya menjelekkan Mbak Desi. Tapi, sepertinya dia nggak bisa merawat Arshi dengan baik. Tubuhnya aja kurus begitu. Kok Mas Kevin tega sih, sama sendiri." Kevin manggut-manggut. "Saya sedang mencari cara untuk mengambil Arshi dari tangan Desi. Pengadilan terus menangguhkan permintaan saya. Dengan alasan klasik. Masih kecil, harus dirawat oleh ibunya." "Alasan yang bener-bener klasik. Paling juga minta duit, biar mau menyetujui permintaan Mas Kevin." Kevin terkekeh mendengarnya. Kemudian menghela napas pelan. "Usianya memang baru enam tahun. Waktu itu saya berikan Arshi pada Desi karena memang tidak merawat dia sendirian. Sekarang ka
Perempuan itu lantas menoleh ke arah Kevin. "Maksudnya? Kenapa tanya seperti itu? Jelas saya sangat bahagia. Gimana sih!" Jasmine malah emosi ditanya seperti itu oleh suaminya sendiri. "Hanya memastikan saja. Jangan emosi terus, yaa. Mau datang tamu, yaa? Makanya sensi terus bawaannya." Jasmine mengendikan bahunya. "Memangnya, usia pernikahan kita sudah mau satu bulan, yaa?" Kevin mengangguk. "Sudah. Satu bulan lewat satu minggu." Jasmine terkekeh pelan. "Berarti, sudah lewat dong, kalau mau merayakan anniversary satu bulan?" Kevin tertawa dengan pelan mendengarnya. "Nanti saja, kalau sudah satu tahun. Kita rayakan anniversary." "Okey!" kata Jasmine dengan antusias. Setibanya di dalam mall. Kevin menggenggam tangan Jasmine, sambil menunjuk semua toko yang ada di sana. "Jam kamu sudah usang. Ganti dengan yang baru," kata Kevin sembari menarik tangan Jasmine menuju gerai jam tangan. "Ooh. Jadi, kalau suami udah usang juga, bisa diganti dengan yang baru, yaa," kata Jasmine sambil
Jasmine kembali dingin. Tangan itu membalas pelukan sang suami. “Saya juga minta maaf, Mas. Selalu overthinking sama Mas Kevin.” Kevin mengangguk pelan. “Ya. Saya paham, Jasmine. Kamu boleh berpikir apa pun tentang saya. Tapi, jangan sekali-kali kamu pendam pikiran itu. Jika memang terasa ganjal, tanyakan pada saya. “Tentang kebenarannya. Apakah benar, atau hanya kabar burung saja. Saya tidak mau kamu berpikir secara sepihak saja. Harus ditanyakan kebenarannya. Okay?” Jasmine mengangguk. Akan selalu ia turuti, semua ucapan Kevin padanya. Lalu, pria itu melepaskan pelukan Jasmine. Mengusap lembut wajah mulus itu, dan mengulas senyumnya. “Sebelum tamu itu datang, saya ingin kamu melayani saya malam ini,” ucapnya kemudian menautkan bibirnya, tanpa menunggu persetujuan dari sang empunya. Jasmine hanya diam. Membiarkan Kevin kembali menjelajahi tubuhnya di malam itu. Dengan tangan satunya sudah mulai memainkan kedua gundukan kenyal milik Jasmine. Merangsang bagian sensitive itu agar J
“Mau ngapain kamu ke sini?” tanya Desi dengan nada sinis.Jasmine yang masih menggenggam tangan Arshi pun, melepaskan tangan itu terlebih dahulu.“Maaf, Mbak. Saya diminta jemput Arshi oleh Mas Kevin. Karena beliau mau mengajak Arshi makan siang,” kata Jasmine menjelaskan perihal kedatangannya di sana.Desi melipat tangan di dadanya. “Bohong! Saya tidak akan kena tipu daya kamu ya, Jasmine. Mas Kevin … kalau mau ajak Arshi makan siang, dia yang langsung menjemputnya!”“Tapi, Mbak. Mas Kevin sendiri yang sudah meminta saya untuk menjemput Arshi. Karena Mas Kevin lagi meeting. Jadi, nggak bisa jemput Arshi. Makanya nyuruh saya.”Jasmine kembali menjelaskan kepada Desi. Lagi pula, untuk apa menjemput Arshi jika bukan perintah dari Kevin.“Saya tidak percaya! Kamu ingin mencari perhatian pada Mas Kevin, kan? Sok peduli pada anak saya, padahal nggak sama sekali!” sengal Desi.Jasmine menghela napasnya dengan pelan. ‘Duh! Mas Kevin kok nggak bilang dulu sih, ke Mbak Desi. Kalau kayak gini,
“Mas! Istri kamu ini keterlaluan. Aku udah bilang, kalau Arshi mau minum obat dulu. Dan dia memaksa untuk membawa Arshi,” ujar Desi dengan segala kebohongannya.“Haah? Kapan Mbak Desi ngomong kayak gitu? Mas … tadi Mbak Desi nggak ada ngomong kayak gitu.” Jasmine mencoba mencari pembelaan.Namun, Kevin bergeming. Pusing, mana yang benar di antara dua orang ini. Dan Arshi juga hanya diam. Dia juga bingung, kenapa mamanya malah menjatuhkan dia.“Jasmine. Arshi memang masih minum obat dari dok—““Ya sudah, kalau Mas Kevin lebih percaya sama Mbak Desi!”Jasmine tak mau mendengar ucapan Kevin yang sudah dipastikan akan membela mantan istrinya itu.“Jasmine! Jasmine, tunggu!”Namun, perempuan itu tetap pergi. Mengindahkan panggilan Kevin.“Kamu lihat sendiri kan, dia tidak mau disalahkan padahal memang benar salah,” kata Desi dengan percaya dirinya.“Ya sudah, kalau Mas Kevin lebih percaya sama Mbak Desi!”Jasmine tak mau mendengar ucapan Kevin yang sudah dipastikan akan membela mantan istr
Kevin masih menahannya. Ia tahu, ia yang salah. Karena langsung berkata dengan tegas kepada Jasmine. Kevin pun sadar diri. Tapi, saat ini ia ingin tahu kenapa Desi dan Arshi sampai terjatuh.“Kalau kamu tidak mau bicara, berarti memang benar, kamu sudah mendorong Desi dan Arshi!” ucapnya kemudian.Jasmine menoleh dengan cepat. Matanya menatap nanar Kevin. Rasanya ia ingin menjambak rambut Kevin dengan sangat kencang.“Terserah! Mau mikir kayak gitu juga terserah! Saya nggak peduli!” pekik Jasmine yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.Kevin menarik paksa tangan Jasmine. Kemudian memeluknya. Kevin sedang tak ingin berdebat. Baru saja baikan, kenapa harus marahan lagi. Kevin ingin berdamai.“Maaf. Saya sudah membuat kamu marah lagi. Kamu yang selalu memancing kekesalan saya. Jangan marah-marah terus, yaa. Sayang, mukanya jadi jelek.”Jasmine memukul lengan Kevin. “Bodo!”Kevin lantas terkekeh mendengar ucapan istrinya itu. “Sudah, yaa. Jangan marah-marah terus. Khawatirnya kamu la
“Mantan! Ketinggalan sedikit doing juga.” “Karena ketinggalan itu, menjadikan arti dari yang kamu ucapkan menjadi berbeda.” “Iya, iyaa. Mas Kevin emang pria dingin yang pandai debat. Sampai kiamat pun, Mas Kevin nggak akan mau kalah dalam debat. Saya mau mandi dulu! Gerah!” Jasmine beranjak dari duduknya. Namun, tangan Kevin kembali menariknya. Hingga perempuan itu duduk di atas paha Kevin. Bibir itu memagut bibir Jasmine. Sehingga membuat Jasmine terbelalak. Saat akan berontak, Kevin lebih dulu menguncinya. “Mau ke mana?” tanya Kevin dengan bibirnya yang masih sedikit menempel di bibir Jasmine. “Kan tadi saya udah bilang. Mau ke kamar mandi, mau mandi. Mas. Jangan sekarang, okay? Saya lagi nggak mood.” Kevin menatap dengan lekat. Matanya tak berkedip. Sementara Jasmine sedari tadi mengedip-ngedipkan matanya. ‘Astaga. Ganteng banget sih, Mas Kevin. Dilihat dari dekat seperti ini, bikin hatiku meleleh. Sayangnya, aku terlambat datangnya. Mbak Desi yang lebih dulu hadir dalam hid
Jasmine terdiam mendengar ucapan Kevin. Kemudian tersenyum tipis.“Tapi, jika saya yang pergi lebih dulu, Mas Kevin akan Dirawat oleh Arshi dan istrinya.”Kevin mengangguk. “Saya akan mengajak Arshi jalan-jalan. Dia masih kecil. Mudah marah dan mudah memaafkan. Dia sangat senang jalan-jalan.”“Iya, Mas. Selagi masih bisa diperbaiki, maka perbaiki. Jangan sampai menyesal. Anak adalah asset berharga yang kita miliki. Dan Arshi seorang laki-laki. Yang akan meneruskan apa yang Mas Kevin kelola sekarang.”Kevin mengangguk. Paham dengan apa yang diucapkan oleh istrinya itu.“Kamu memang bijaksana. Tapi, hanya dalam waktu tertentu.”Jasmine menyunggingkan bibirnya. “Dasar! Saya mau tidur dulu. Kepala saya berat banget. Udah kayak memikul beban berat aja. Padahal, sebelumnya nggak pernah sakit seperti ini.”“Beban karena sudah menikah dengan saya? Begitu, maksud kamu?”Jasmine mengendikan bahunya. “Saya nggak mau munafik sih, Mas. Tapi, memang bener. Beban banget. Nikah sama duda anak satu. D