“Mantan! Ketinggalan sedikit doing juga.” “Karena ketinggalan itu, menjadikan arti dari yang kamu ucapkan menjadi berbeda.” “Iya, iyaa. Mas Kevin emang pria dingin yang pandai debat. Sampai kiamat pun, Mas Kevin nggak akan mau kalah dalam debat. Saya mau mandi dulu! Gerah!” Jasmine beranjak dari duduknya. Namun, tangan Kevin kembali menariknya. Hingga perempuan itu duduk di atas paha Kevin. Bibir itu memagut bibir Jasmine. Sehingga membuat Jasmine terbelalak. Saat akan berontak, Kevin lebih dulu menguncinya. “Mau ke mana?” tanya Kevin dengan bibirnya yang masih sedikit menempel di bibir Jasmine. “Kan tadi saya udah bilang. Mau ke kamar mandi, mau mandi. Mas. Jangan sekarang, okay? Saya lagi nggak mood.” Kevin menatap dengan lekat. Matanya tak berkedip. Sementara Jasmine sedari tadi mengedip-ngedipkan matanya. ‘Astaga. Ganteng banget sih, Mas Kevin. Dilihat dari dekat seperti ini, bikin hatiku meleleh. Sayangnya, aku terlambat datangnya. Mbak Desi yang lebih dulu hadir dalam hid
Jasmine terdiam mendengar ucapan Kevin. Kemudian tersenyum tipis.“Tapi, jika saya yang pergi lebih dulu, Mas Kevin akan Dirawat oleh Arshi dan istrinya.”Kevin mengangguk. “Saya akan mengajak Arshi jalan-jalan. Dia masih kecil. Mudah marah dan mudah memaafkan. Dia sangat senang jalan-jalan.”“Iya, Mas. Selagi masih bisa diperbaiki, maka perbaiki. Jangan sampai menyesal. Anak adalah asset berharga yang kita miliki. Dan Arshi seorang laki-laki. Yang akan meneruskan apa yang Mas Kevin kelola sekarang.”Kevin mengangguk. Paham dengan apa yang diucapkan oleh istrinya itu.“Kamu memang bijaksana. Tapi, hanya dalam waktu tertentu.”Jasmine menyunggingkan bibirnya. “Dasar! Saya mau tidur dulu. Kepala saya berat banget. Udah kayak memikul beban berat aja. Padahal, sebelumnya nggak pernah sakit seperti ini.”“Beban karena sudah menikah dengan saya? Begitu, maksud kamu?”Jasmine mengendikan bahunya. “Saya nggak mau munafik sih, Mas. Tapi, memang bener. Beban banget. Nikah sama duda anak satu. D
Kevin menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya. Kemudian memijat keningnya. Pening yang ia rasakan kini.“Kamu benar. Jasmine sudah dewasa. Bisa memaafkan kembali setelah hatinya sudah siap memaafkan. Tapi Arshi … saya tidak mau dia merasa saya sudah tidak menyayanginya.“Perpisahan kami saja sudah membuatnya menjadi anak broken home. Saya tidak ingin Arshi merasa tidak disayangi oleh ayahnya sendiri. Hanya jalan-jalan. Tidak lebih.”Kevin akan mengatakan dengan jujur kepada Jasmine. Berharap Jasmine akan memakluminya.Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Kevin masih bekutat dengan pekerjaannya yang sempat terbengkalai karena pikirannya yang sedang kalut.Ting!Pesan masuk dari Jasmine. kevin segera membukanya. Sebab, ia tak ingin melewatkan apa pun yang ingin disampaikan oleh istrinya itu.Jasmine: [Masih sibuk ya, Mas? Maaf udah ganggu, yaa. Saya hanya mau tanya, Mas Kevin pulang jam berapa kira-kira? Saya pengen martabak manis, Mas. Beliin, yaa. Hehehe.]Kevin terkekeh meliha
Dengan langkah yang berat, Kevin keluar dari kamar tersebut. Meninggalkan Jasmine yang masih enggan untuk membuka matanya.Setelah satu jam lamanya, setelah Kevin serta anak dan mantan istrinya pergi liburan bersama. Jasmine baru membuka matanya. Meregangkan otot-ototnya kemudian mengucek matanya.“Sudah jam Sembilan?!” ucapnya dengan terkejut. “Ya ampun. Apa karena efek baru tidur jam tiga subuh, jam segini baru bangun. Haaisss!”Jasmine menghela napasnya dengan pelan. Kemudian beranjak dari duduknya. Pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelahnya, mencari angina segar. Pergi keluar, tanpa harus izin terlebih dahulu kepada Kevin.“Mas Kevin mana inget padaku. Sedang membahagiakan anak dan mantan istrinya. Aku juga bisa, membahagiakan diri sendiri, dengan caraku sendiri.”Jasmine yang baru saja menyelesaikan acara mandinya itu terus bergumam, meracau tak jelas.Ting!Notifikasi pesan masuk pada ponsel Jasmine. Dengan malas, perempuan itu membukanya.Kevin: [S
“Arshi mengajak Pak Kevin liburan. Dan ingin membawa Desi juga. Mungkin, bisa jadi jika itu semua atas titah Desi. Bisa jadi juga, Jasmine sedang sakit hati karena ini.”Diandra manggut-manggut. “Begitu rupanya. Baiklah kalau begitu. Aku sudah paham. Dan … semoga aku segera melupakan Pak Justin. Berhenti berharap, dan mencari penggantinya.”Andrian mengulas senyumnya kepada sang adik. Ia bisa bernapas lega, karena akhirnya Diandra mau menerima dengan lapang dada. Menuruti perintahnya untuk melupakan Justin. Yang tidak akan pernah membalas cintanya.Di seberang sana. Jasmine tengah memeriksa ponselnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari suaminya. Tapi, Jasmine memilih untuk mengabaikannya.‘Kamu menghubungiku hanya saat jam makan siang. Di jam yang lainnya, nggak ada. Untuk apa menerima panggilan pada orang yang hanya baru saja ingat kalau ada orang yang menunggu kabarnya.‘Tapi, aku nggak butuh kabar jika hanya saat kamu baru saja mengingatku. Seharusnya kamu paham, Mas. Semoga m
Kevin tak terima dengan keputusan yang diambil oleh Jasmine secara sepihak. Dia sangat mencintainya, mana mungkin bisa merelakan pergi begitu saja."Apa yang Mas Kevin mau dari saya? Nggak ada lagi, kan? Mas Kevin udah bahagia sama anak dan istri Mas Kevin. Kenapa menghalangi saya untuk pergi dari hidup Mas Kevin?""MANTAN, Jasmine. Mantan! Jangan pernah kamu ucapkan hal itu lagi di depan saya. Karena sampai kapan pun, saya tidak akan pernah melepaskan kamu begitu saja. Tidak akan!" pekik Kevin yang sudah mulai terbawa emosi karena Jasmine yang terus menyudutkan dirinya, jika dia amat sangat bahagia bersama Arshi dan Desi.Jasmine kembali menangis. Sesenggukan sembari duduk di atas lantai. Menangkup kedua lutut kakinya, dengan kepala menunduk."Saya hanya orang yang mampir dalam hidupnya Mas Kevin. Kebahagiaan sebenarnya ada di keluarga lama Mas Kevin. Bukan di saya," ucapnya sembari sesenggukan.Kevin memejamkan matanya sekejap, kemudian memijat keningnya. Ikut duduk di depan Jasmine
Jasmine mengatup bibirnya. Kemudian menunduk. Mana mungkin dia menuruti perintah Kevin. Agar jangan dekat dengan Justin lagi. Sedangkan Justin selalu ada di saat dia sedang patah hati.“Mas. Saya dan Pak Justin hanya teman. Nggak lebih dari itu. Kalau Mas Kevin melarang saya untuk menjauhi Pak Justin, lantas dengan siapa lagi saya berteman?” tanya Jasmine. Ia menolak perintah Kevin.Kevin menghela napasnya dengan pelan. Baru saja hendak berbicara, ada pesan masuk di ponselnya. Ia harus segera membukanya.“Justin?” gumamnya sembari membuka isi pesan yang dikirim oleh Justin.Justin: [Happy birthday ya, Bro. Kalau gue nggak ketemu sama Jasmine, mungkin gue udah lupa sama hari lahir elo. By the way, si Jasmine kagak ngamuk, kan? Soalnya dari tadi dia ngomong gak jelas terus.]Justin: [Pertahankan Jasmine. Dia berharga buat elo. Daripada si Desi, Jasmine lebih baik dari segalanya. Asal elo tahu, dulu … sebelum perceraian kalian terjadi, gue pernah lihat dia jalan sama cowok. Bukan sama Ge
Di dalam toilet, Jasmine memuntahkan isian yang ada di dalam perutnya. Terasa sangat mual padahal apel itu baru saja masuk ke dalam tenggorokannya.“Pahit!” keluhnya kemudian membasuh mulutnya.Sementara Kevin tengah berdiri di belakang Jasmine. Menatap sang istri yang baru saja menyelesaikan mual dan muntahnya.“Jasmine. Sepertinya kamu sedang hamil,” kata Kevin dengan pelan.Jasmine menoleh dengan cepat pada Kevin. “Hah? Secepat itu? Masa sih?” ucapnya seolah tak percaya jika ia akan segera mengandung dalam waktu dekat ini.Kevin mengangguk. Kemudian menarik tangan Jasmine, keluar dari toilet itu.“Itulah kenapa kamu gampang menangis, sensitif, mood-nya kadang naik kadang turun. Dan mudah marah. Kamu sedang hamil, Sayang,” ucap Kevin. Tampak senang saat tahu, jika istrinya akan segera mengandung benihnya.Jasmine tersenyum tipis, sambil mengusapi lehernya. “Belum tentu, Mas. Tunggu besok saja. Kita periksa ke dokter.”Kevin mengangguk. “Iya, Jasmine. Besok, kita periksa ke dokter ka