Kevin menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya. Kemudian memijat keningnya. Pening yang ia rasakan kini.“Kamu benar. Jasmine sudah dewasa. Bisa memaafkan kembali setelah hatinya sudah siap memaafkan. Tapi Arshi … saya tidak mau dia merasa saya sudah tidak menyayanginya.“Perpisahan kami saja sudah membuatnya menjadi anak broken home. Saya tidak ingin Arshi merasa tidak disayangi oleh ayahnya sendiri. Hanya jalan-jalan. Tidak lebih.”Kevin akan mengatakan dengan jujur kepada Jasmine. Berharap Jasmine akan memakluminya.Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Kevin masih bekutat dengan pekerjaannya yang sempat terbengkalai karena pikirannya yang sedang kalut.Ting!Pesan masuk dari Jasmine. kevin segera membukanya. Sebab, ia tak ingin melewatkan apa pun yang ingin disampaikan oleh istrinya itu.Jasmine: [Masih sibuk ya, Mas? Maaf udah ganggu, yaa. Saya hanya mau tanya, Mas Kevin pulang jam berapa kira-kira? Saya pengen martabak manis, Mas. Beliin, yaa. Hehehe.]Kevin terkekeh meliha
Dengan langkah yang berat, Kevin keluar dari kamar tersebut. Meninggalkan Jasmine yang masih enggan untuk membuka matanya.Setelah satu jam lamanya, setelah Kevin serta anak dan mantan istrinya pergi liburan bersama. Jasmine baru membuka matanya. Meregangkan otot-ototnya kemudian mengucek matanya.“Sudah jam Sembilan?!” ucapnya dengan terkejut. “Ya ampun. Apa karena efek baru tidur jam tiga subuh, jam segini baru bangun. Haaisss!”Jasmine menghela napasnya dengan pelan. Kemudian beranjak dari duduknya. Pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelahnya, mencari angina segar. Pergi keluar, tanpa harus izin terlebih dahulu kepada Kevin.“Mas Kevin mana inget padaku. Sedang membahagiakan anak dan mantan istrinya. Aku juga bisa, membahagiakan diri sendiri, dengan caraku sendiri.”Jasmine yang baru saja menyelesaikan acara mandinya itu terus bergumam, meracau tak jelas.Ting!Notifikasi pesan masuk pada ponsel Jasmine. Dengan malas, perempuan itu membukanya.Kevin: [S
“Arshi mengajak Pak Kevin liburan. Dan ingin membawa Desi juga. Mungkin, bisa jadi jika itu semua atas titah Desi. Bisa jadi juga, Jasmine sedang sakit hati karena ini.”Diandra manggut-manggut. “Begitu rupanya. Baiklah kalau begitu. Aku sudah paham. Dan … semoga aku segera melupakan Pak Justin. Berhenti berharap, dan mencari penggantinya.”Andrian mengulas senyumnya kepada sang adik. Ia bisa bernapas lega, karena akhirnya Diandra mau menerima dengan lapang dada. Menuruti perintahnya untuk melupakan Justin. Yang tidak akan pernah membalas cintanya.Di seberang sana. Jasmine tengah memeriksa ponselnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari suaminya. Tapi, Jasmine memilih untuk mengabaikannya.‘Kamu menghubungiku hanya saat jam makan siang. Di jam yang lainnya, nggak ada. Untuk apa menerima panggilan pada orang yang hanya baru saja ingat kalau ada orang yang menunggu kabarnya.‘Tapi, aku nggak butuh kabar jika hanya saat kamu baru saja mengingatku. Seharusnya kamu paham, Mas. Semoga m
Kevin tak terima dengan keputusan yang diambil oleh Jasmine secara sepihak. Dia sangat mencintainya, mana mungkin bisa merelakan pergi begitu saja."Apa yang Mas Kevin mau dari saya? Nggak ada lagi, kan? Mas Kevin udah bahagia sama anak dan istri Mas Kevin. Kenapa menghalangi saya untuk pergi dari hidup Mas Kevin?""MANTAN, Jasmine. Mantan! Jangan pernah kamu ucapkan hal itu lagi di depan saya. Karena sampai kapan pun, saya tidak akan pernah melepaskan kamu begitu saja. Tidak akan!" pekik Kevin yang sudah mulai terbawa emosi karena Jasmine yang terus menyudutkan dirinya, jika dia amat sangat bahagia bersama Arshi dan Desi.Jasmine kembali menangis. Sesenggukan sembari duduk di atas lantai. Menangkup kedua lutut kakinya, dengan kepala menunduk."Saya hanya orang yang mampir dalam hidupnya Mas Kevin. Kebahagiaan sebenarnya ada di keluarga lama Mas Kevin. Bukan di saya," ucapnya sembari sesenggukan.Kevin memejamkan matanya sekejap, kemudian memijat keningnya. Ikut duduk di depan Jasmine
Jasmine mengatup bibirnya. Kemudian menunduk. Mana mungkin dia menuruti perintah Kevin. Agar jangan dekat dengan Justin lagi. Sedangkan Justin selalu ada di saat dia sedang patah hati.“Mas. Saya dan Pak Justin hanya teman. Nggak lebih dari itu. Kalau Mas Kevin melarang saya untuk menjauhi Pak Justin, lantas dengan siapa lagi saya berteman?” tanya Jasmine. Ia menolak perintah Kevin.Kevin menghela napasnya dengan pelan. Baru saja hendak berbicara, ada pesan masuk di ponselnya. Ia harus segera membukanya.“Justin?” gumamnya sembari membuka isi pesan yang dikirim oleh Justin.Justin: [Happy birthday ya, Bro. Kalau gue nggak ketemu sama Jasmine, mungkin gue udah lupa sama hari lahir elo. By the way, si Jasmine kagak ngamuk, kan? Soalnya dari tadi dia ngomong gak jelas terus.]Justin: [Pertahankan Jasmine. Dia berharga buat elo. Daripada si Desi, Jasmine lebih baik dari segalanya. Asal elo tahu, dulu … sebelum perceraian kalian terjadi, gue pernah lihat dia jalan sama cowok. Bukan sama Ge
Di dalam toilet, Jasmine memuntahkan isian yang ada di dalam perutnya. Terasa sangat mual padahal apel itu baru saja masuk ke dalam tenggorokannya.“Pahit!” keluhnya kemudian membasuh mulutnya.Sementara Kevin tengah berdiri di belakang Jasmine. Menatap sang istri yang baru saja menyelesaikan mual dan muntahnya.“Jasmine. Sepertinya kamu sedang hamil,” kata Kevin dengan pelan.Jasmine menoleh dengan cepat pada Kevin. “Hah? Secepat itu? Masa sih?” ucapnya seolah tak percaya jika ia akan segera mengandung dalam waktu dekat ini.Kevin mengangguk. Kemudian menarik tangan Jasmine, keluar dari toilet itu.“Itulah kenapa kamu gampang menangis, sensitif, mood-nya kadang naik kadang turun. Dan mudah marah. Kamu sedang hamil, Sayang,” ucap Kevin. Tampak senang saat tahu, jika istrinya akan segera mengandung benihnya.Jasmine tersenyum tipis, sambil mengusapi lehernya. “Belum tentu, Mas. Tunggu besok saja. Kita periksa ke dokter.”Kevin mengangguk. “Iya, Jasmine. Besok, kita periksa ke dokter ka
Kevin mengangguk. “Ya. Jasmine dan calon buah hati yang sedang dia kandung.”Andrian lantas melongoh saat mendengar ucapan Kevin. Baru saja Andrian akan mengucapkan selamat untuk bosnya itu, ketukan pintu membuatnya mengurungkan niatnya untuk memberi selamat.“Selamat pagi, Pak Kevin, Pak Andrian. Maaf, mengganggu waktunya sebentar.”Tim IT datang menghampiri Kevin dan juga Andrian di sana.“Ada apa, Pak? Anda sudah menemukan orang yang sudah menyebar berita tentang penyakit saya, dan video itu?” tanya Kevin langsung menembak pertanyaan seperti itu kepada kedua tim IT itu.Rizal mengangguk ragu. “Iya, Pak. Kami sudah menemukannya,” ucapnya kemudian.“Siapa orang itu?” tanya Kevin, kembali memperlihatkan wajah dinginnya.“Ada apa, Pak? Anda sudah menemukan orang yang sudah menyebar berita tentang penyakit saya, dan video itu?” tanya Kevin langsung menembak pertanyaan seperti itu kepada kedua tim IT itu.Rizal mengangguk ragu. “Iya, Pak. Kami sudah menemukannya,” ucapnya kemudian.“Siap
“Iddiihh! Geli, saya dengernya, Pak. Kayak gay!” Jasmine bergidik ngeri mendengar ucapan Justin tadi.Pria itu lantas tertawa pelan, melihat ekspresi Jasmine. “Jam tangan. Warna hitam mengkilap. Dia suka yang hitam-hitam. Kayak orangnya, penuh misteri.”Jasmine mengangguk. “Ho’oh. Sampai sekarang, misteri itu belum saya pecahkan juga.”Justin kembali mengulas senyumnya. Kemudian memesan minuman, menunggu Kevin menyelesaikan acara meeting.“Nggak kerja, Pak?” tanya Dewi kemudian.Justin menoleh. Kemudian menggeleng pelan. “Perusahaan udah ada yang handle. Diandra.”Dewi manggut-manggut. “Calon istri Pak Justin, yaa?” tebaknya sambil menunjuk wajah Justin.Justin lantas terkekeh mendengarnya. “Bukan. Dia sekretaris kepercayaan saya. Lagi pula, dia sudah memiliki seseorang yang singgah di hatinya.”Suara langkah kaki dengan sepatu heels, nyaring terdengar menghampiri keempat orang yang ada di sana.“Brengsek kamu, Jasmine!”Plak!Sebuah tamparan melayang sempurna di pipi Jasmine.Suara l