Di dalam toilet, Jasmine memuntahkan isian yang ada di dalam perutnya. Terasa sangat mual padahal apel itu baru saja masuk ke dalam tenggorokannya.“Pahit!” keluhnya kemudian membasuh mulutnya.Sementara Kevin tengah berdiri di belakang Jasmine. Menatap sang istri yang baru saja menyelesaikan mual dan muntahnya.“Jasmine. Sepertinya kamu sedang hamil,” kata Kevin dengan pelan.Jasmine menoleh dengan cepat pada Kevin. “Hah? Secepat itu? Masa sih?” ucapnya seolah tak percaya jika ia akan segera mengandung dalam waktu dekat ini.Kevin mengangguk. Kemudian menarik tangan Jasmine, keluar dari toilet itu.“Itulah kenapa kamu gampang menangis, sensitif, mood-nya kadang naik kadang turun. Dan mudah marah. Kamu sedang hamil, Sayang,” ucap Kevin. Tampak senang saat tahu, jika istrinya akan segera mengandung benihnya.Jasmine tersenyum tipis, sambil mengusapi lehernya. “Belum tentu, Mas. Tunggu besok saja. Kita periksa ke dokter.”Kevin mengangguk. “Iya, Jasmine. Besok, kita periksa ke dokter ka
Kevin mengangguk. “Ya. Jasmine dan calon buah hati yang sedang dia kandung.”Andrian lantas melongoh saat mendengar ucapan Kevin. Baru saja Andrian akan mengucapkan selamat untuk bosnya itu, ketukan pintu membuatnya mengurungkan niatnya untuk memberi selamat.“Selamat pagi, Pak Kevin, Pak Andrian. Maaf, mengganggu waktunya sebentar.”Tim IT datang menghampiri Kevin dan juga Andrian di sana.“Ada apa, Pak? Anda sudah menemukan orang yang sudah menyebar berita tentang penyakit saya, dan video itu?” tanya Kevin langsung menembak pertanyaan seperti itu kepada kedua tim IT itu.Rizal mengangguk ragu. “Iya, Pak. Kami sudah menemukannya,” ucapnya kemudian.“Siapa orang itu?” tanya Kevin, kembali memperlihatkan wajah dinginnya.“Ada apa, Pak? Anda sudah menemukan orang yang sudah menyebar berita tentang penyakit saya, dan video itu?” tanya Kevin langsung menembak pertanyaan seperti itu kepada kedua tim IT itu.Rizal mengangguk ragu. “Iya, Pak. Kami sudah menemukannya,” ucapnya kemudian.“Siap
“Iddiihh! Geli, saya dengernya, Pak. Kayak gay!” Jasmine bergidik ngeri mendengar ucapan Justin tadi.Pria itu lantas tertawa pelan, melihat ekspresi Jasmine. “Jam tangan. Warna hitam mengkilap. Dia suka yang hitam-hitam. Kayak orangnya, penuh misteri.”Jasmine mengangguk. “Ho’oh. Sampai sekarang, misteri itu belum saya pecahkan juga.”Justin kembali mengulas senyumnya. Kemudian memesan minuman, menunggu Kevin menyelesaikan acara meeting.“Nggak kerja, Pak?” tanya Dewi kemudian.Justin menoleh. Kemudian menggeleng pelan. “Perusahaan udah ada yang handle. Diandra.”Dewi manggut-manggut. “Calon istri Pak Justin, yaa?” tebaknya sambil menunjuk wajah Justin.Justin lantas terkekeh mendengarnya. “Bukan. Dia sekretaris kepercayaan saya. Lagi pula, dia sudah memiliki seseorang yang singgah di hatinya.”Suara langkah kaki dengan sepatu heels, nyaring terdengar menghampiri keempat orang yang ada di sana.“Brengsek kamu, Jasmine!”Plak!Sebuah tamparan melayang sempurna di pipi Jasmine.Suara l
Kevin lantas menarik tangan Desi yang masih saja memegang erat tangan Jasmine. Hingga akhirnya Jasmine terpental dan terjatuh akibat Desi yang mendorongnya dengan sangat kencang. Perutnya mengenai ujung meja kantin. Hingga Jasmine merintih sakit. Tapi, Kevin belum mengubris Jasmine. Tidak melihat jika perut Jasmine terbentur ujung meja. “Kamu tidak berhak membawa Jasmine ke kantor polisi. Karena ini real bukan kesalahan dia. Ada orang yang ingin mencemarkan nama baik Jasmine. Aku akan segera mencari tahu semuanya!” ucap Kevin dengan suara menekan. “Kamu sudah dibutakan oleh cinta, Mas. Jelas-jelas dia yang sudah menyebarkan berita gila itu!” “Kamu yang gila! Kamu yang sudah berani melakukan itu dengan orang lain. Pantas, jika orang mencap kamu sebagai istri tidak berguna. Aku bersyukur, karena sudah pisah dengan kamu. “Jangan pernah kamu usik ketenanganku lagi dengan Jasmine. Dia tidak salah. Kamu yang salah. Soal penyakitku … semua orang tidak ada yang menyalahkan ku ataupun Jasm
"Semoga Jasmine bisa menerima dengan ikhlas. Merelakan calon buah hatinya yang harus pergi sebelum ia lahir. Ini hanya keguguran. Jasmine pasti bisa mengandung kembali, walau harus menunggu beberapa bulan ke depan."Andrian berusaha untuk berpikir positif mengenai kondisi Jasmine pasca sadar nanti. Berharap Jasmine bisa menerima kenyataan pahit ini.Kevin menghela napasnya dengan pelan. Kembali menatap Jasmine yang masih dalam penanganan Dokter Felix."Maafkan saya, karena tidak bisa menjaga kamu dengan baik, Jasmine. Bahkan, saya tidak bisa memaafkan diri saya sendiri." Kevin menundukkan kepalanya kembali.Bagaimana tidak hancur. Sementara ia baru saja kehilangan calon buah hatinya. Yang selalu ia nanti-nantikan, setelah akhirnya berhasil menerobos dinding keperawanan Jasmine.Selesai melakukan kuret, Dokter Felix kembali keluar. Kemudian menepuk bahu Kevin."Saya turut berduka cita, atas kepergian calon buah hati Anda," ucap Dokter Felix. "Saya tidak bisa menyelamatkan janin itu, se
Kevin mengangguk pelan. “Iya. Saya tahu itu.” Kevin memijat keningnya. “Apa yang harus saya lakukan lagi, Andrian?”“Arshi. Berikan dia pengertian. Walaupun usianya masih sangat muda, tapi Arshi seorang anak yang pintar. Pasti paham apa yang Anda bicarakan.“Anda pasti ingat, saat Arshi bertanya kenapa Anda tidak memiliki teman baru. Sedangkan mamanya, sudah punya teman baru. Anda tinggal jelaskan, apa yang sepantasnya Anda bicarakan kepada Arshi.”Andrian memberi saran kepada Kevin untuk memberikan pengertian pada Arshi.“Setelah urusan Arshi selesai, Anda tinggal menjaga Jasmine dari ancaman Bu Desi. Setelah semuanya selesai, Anda dan Jasmine tinggal menikmati hidup. Bahagia bersama, saling menjaga, dan saling menguatkan.”Andrian kembali memberi nasihat. Agar Kevin sadar, sikapnya yang kurang tegas dan selalu lemah jika sudah berkaitan dengan Arshi.Kevin mengangguk paham. “Saya harus merelakan waktu saya untuk Arshi, agar rumah tangga saya dengan Jasmine baik-baik saja. Setelah Ar
"Kita periksa kondisinya terlebih dahulu, yaa. Setelah itu, kita baru bisa menyimpulkan, terdapat gejala apa pada kondisi Anda."Kevin dan Andrian dibawa keluar oleh perawat. Karena Dokter Felix dan beberapa perawatnya harus segera memeriksakan kondisi Jasmine."Perutnya masih merasakan nyeri?" tanya Dokter Felix kemudian.Jasmine mengangguk pelan. "Sakit, Dok. Kenapa, yaa?"Dokter Felix hanya tersenyum tipis. Setelahnya, ia segera melakukan pemeriksaan menggunakan USG portabel mini. Mendeteksi kondisi rahim Jasmine setelah mengalami keguguran.Selesai pemeriksaan, Dokter Felix memberikan obat penurun demam kepada Jasmine. "Istirahat yang cukup. Anda harus dirawat selama satu minggu. Agar kondisi Anda benar-benar pulih pasca keguguran."Jasmine mengangguk lemah. "Baik, Dok. Tapi, rahim saya nggak apa-apa 'kan, Dok? Saya masih bisa hamil lagi, kan?"Dokter Felix mengangguk dan menepuk bahu perempuan itu. "Tentu saja bisa. Saya mau bicara dulu dengan suami Anda."Jasmine merasa ada yang
Apa yang dikatakan oleh Dokter Felix ada benarnya. Hanya saja, ia tetap bersedih. Karenanya, Jasmine harus mengalami infeksi rahim. Akibat bakteri yang dia transfer ke dalam rahim istrinya itu.Selesai menebus obat. Kevin segera masuk ke dalam ruangn rawat Jasmine. Karena waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam, Jasmine sudah terlelap dalam tidurnya.Hanya ada Andrian yang masih terjaga. Setelahnya, Kevin duduk termenung di samping Andrian. Matanya menatap kosong. Kemudian menghela napas pelan.“Ada apa dengan kondisi Anda, Pak Kevin?” tanya Andrian dengan pelan.Kevin menoleh. Kemudian memberikan surat tentang diagnosa Kevin. Andrian membacanya dengan saksama. Kemudian mengusap wajahnya dengan pelan.“Jangan sampai Jasmine tahu, Andrian. Saya tidak ingin dia tahu soal ini. Bisa jadi dia akan pergi meninggalkan saya, setelah tahu mengenai penyakit itu,” ucap Kevin dengan pelan.Andrian mengangguk. “Saya akan menyimpan surat ini, Pak Kevin. Agar Jasmine tidak mengetahui kondisi Anda.
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa