Kevin mengangguk pelan. “Iya. Saya tahu itu.” Kevin memijat keningnya. “Apa yang harus saya lakukan lagi, Andrian?”“Arshi. Berikan dia pengertian. Walaupun usianya masih sangat muda, tapi Arshi seorang anak yang pintar. Pasti paham apa yang Anda bicarakan.“Anda pasti ingat, saat Arshi bertanya kenapa Anda tidak memiliki teman baru. Sedangkan mamanya, sudah punya teman baru. Anda tinggal jelaskan, apa yang sepantasnya Anda bicarakan kepada Arshi.”Andrian memberi saran kepada Kevin untuk memberikan pengertian pada Arshi.“Setelah urusan Arshi selesai, Anda tinggal menjaga Jasmine dari ancaman Bu Desi. Setelah semuanya selesai, Anda dan Jasmine tinggal menikmati hidup. Bahagia bersama, saling menjaga, dan saling menguatkan.”Andrian kembali memberi nasihat. Agar Kevin sadar, sikapnya yang kurang tegas dan selalu lemah jika sudah berkaitan dengan Arshi.Kevin mengangguk paham. “Saya harus merelakan waktu saya untuk Arshi, agar rumah tangga saya dengan Jasmine baik-baik saja. Setelah Ar
"Kita periksa kondisinya terlebih dahulu, yaa. Setelah itu, kita baru bisa menyimpulkan, terdapat gejala apa pada kondisi Anda."Kevin dan Andrian dibawa keluar oleh perawat. Karena Dokter Felix dan beberapa perawatnya harus segera memeriksakan kondisi Jasmine."Perutnya masih merasakan nyeri?" tanya Dokter Felix kemudian.Jasmine mengangguk pelan. "Sakit, Dok. Kenapa, yaa?"Dokter Felix hanya tersenyum tipis. Setelahnya, ia segera melakukan pemeriksaan menggunakan USG portabel mini. Mendeteksi kondisi rahim Jasmine setelah mengalami keguguran.Selesai pemeriksaan, Dokter Felix memberikan obat penurun demam kepada Jasmine. "Istirahat yang cukup. Anda harus dirawat selama satu minggu. Agar kondisi Anda benar-benar pulih pasca keguguran."Jasmine mengangguk lemah. "Baik, Dok. Tapi, rahim saya nggak apa-apa 'kan, Dok? Saya masih bisa hamil lagi, kan?"Dokter Felix mengangguk dan menepuk bahu perempuan itu. "Tentu saja bisa. Saya mau bicara dulu dengan suami Anda."Jasmine merasa ada yang
Apa yang dikatakan oleh Dokter Felix ada benarnya. Hanya saja, ia tetap bersedih. Karenanya, Jasmine harus mengalami infeksi rahim. Akibat bakteri yang dia transfer ke dalam rahim istrinya itu.Selesai menebus obat. Kevin segera masuk ke dalam ruangn rawat Jasmine. Karena waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam, Jasmine sudah terlelap dalam tidurnya.Hanya ada Andrian yang masih terjaga. Setelahnya, Kevin duduk termenung di samping Andrian. Matanya menatap kosong. Kemudian menghela napas pelan.“Ada apa dengan kondisi Anda, Pak Kevin?” tanya Andrian dengan pelan.Kevin menoleh. Kemudian memberikan surat tentang diagnosa Kevin. Andrian membacanya dengan saksama. Kemudian mengusap wajahnya dengan pelan.“Jangan sampai Jasmine tahu, Andrian. Saya tidak ingin dia tahu soal ini. Bisa jadi dia akan pergi meninggalkan saya, setelah tahu mengenai penyakit itu,” ucap Kevin dengan pelan.Andrian mengangguk. “Saya akan menyimpan surat ini, Pak Kevin. Agar Jasmine tidak mengetahui kondisi Anda.
Kevin memegang tangan Jasmine yang ada di pipinya itu. "Saya pernah tidak tidur dalam dua hari penuh.""Udah tahu.""Dari siapa?""Dari Pak Andrian. Waktu Mas Kev ...."Seketika Jasmine teringat tentang pelaku penyebar berita dan video. Lantas perempuan itu memasang wajah panik. Membuat Kevin ikut panik melihatnya."Sayang. Kamu kenapa? Perutnya sakit lagi?" tanya Kevin sembari memegang sisian wajah Jasmine.Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mas. Sa—saya, saya nggak menyebarkan berita dan video itu. Sumpah, demi Tuhan saya nggak tahu menau soal berita itu, Mas. Jangan bawa saya ke kantor polisi, saya mohon.”Jasmine menggenggam erat tangan Kevin. Ia takut, setelah sembuh nanti, Kevin membawanya ke kantor polisi.Lantas pria itu mengecup kening sang istri. “Jangan takut. Saya tidak percaya, jika kamu yang sudah menyebarkan video dan berita tentang saya.“Apalagi sampai membawa kamu ke kantor polisi. Tidak akan pernah, Jasmine. Tim IT sedang mencari pelaku sebenarnya.
Kevin menggeleng. “Bukan. Saya memiliki dua riwayat penyakit yang baru saja saya ketahui. Maafkan saya, Jasmine. Karena tidak pernah mengontrol kondisi kesehatan saya.”Suara pria itu terdengar bergetar. Rasanya tidak mampu mengutarakan semuanya. Hatinya perih. Takut Jasmine tak mau menerima kondisinya.“Maskud Mas Kevin apa? Apa yang terjadi dengan Mas Kevin? Katakan, Mas!” Jasmine sedikit berteriak.Kevin menelan saliva dengan pelan. Rahasia yang tadinya akan ia sembunyikan untuk selamanya, nyatanya tidak bisa ia sembunyikan.Jasmine ingin tahu. Dan dia harus memberi tahu, sebelum dia mencari tahu lebih dulu. Pria itu menatap dengan sayu wajah Jasmine yang sudah menunggu penuturan darinya.“Saya harap kamu mau memaafkan saya sekali lagi, Jasmine. Saya memiliki riwayat penyakit di kelamin saya. Gonore. Penyakit yang ditransfer dari Desi.“Dia yang sudah menanam penyakit itu pada saya. Dan akhirnya, menular pada kamu. Maafkan saya, karena tidak pernah memeriksa kondisi kesehatan kelam
Kevin mengangguk. “Iya. Luka itu akan sembuh. Kamu harus dirawat di sini selama satu minggu agar perawatan luka di rahim kamu bisa maskimal,” ucapnya dengan pelan.Jasmine manggut-manggut. “Jika suatu saat nanti Mas Kevin kedapatan sedang bersama Mbak Desi, apalagi sampai bersetubuh, jangan harap saya masih menapakkan kaki di rumah itu!”Glek!Kevin menelan salivanya. Kemudian mengangguk dengan antusias. “Saya tidak akan pernah melakukan itu, Jasmine. Untuk apa. Karena saya sudah punya kamu.”“Siapa tahu khilaf.”“Mana ada, Jasmine.”Jasmine mengendikan bahunya. “Semoga saja ucapan Mas Kevin bisa dipercaya.”Kevin mengangguk. “Iya, Jasmine. Saya akan membuat kamu selalu percaya pada saya.”Jasmine hanya tersenyum tipis. Tidak ada lagi ucapan yang ingin dia ucapkan. Pun dengan Kevin. Hanya menjawab apa yang Jasmine tanyakan.Tok tok tok!Kevin dan Jasmine menoleh kompak pada seseorang yang mengetuk pintu tersebut. Senyumnya mengembang kala melihat Diandra, Dewi dan Rani datang menjengu
Jasmine terdiam. Apa yang diucapkan oleh Diandra memang benar adanya. Diandra sudah lelah. Waktunya mundur, dan mencari pria yang mencintainya. Bukan dia yang mencintai pria itu.“Mbak Diandra benar. Kita memang harus berhenti jika perjuangan kita sia-sia. Tadinya saya memberi motivasi, jika perjuangan tidak akan mengkhianati hasil.“Tapi, kalau kita hanya berjuang sendiri, sama saja dengan membuang waktu. Jadi sia-sia semuanya. Hehe. Maafkan saya ya, Mbak. Jadi labil gini.”Jasmine menerbitkan cengiran kepada Diandra sambil mengusapi rambutnya.Sementara Dewi dan Rani hanya menjadi pendengar setia dalam perbincangan Diandra dan Jasmine. Mereka baru tahu, jika Diandra menyukai Justin.Jasmine lantas menoleh pada Dewi dan Rani yang tengah duduk di sofa dekat Kevin. “Kalian berdua. Jangan ember, yaa! Awas kalau ember, gue lempar kalian ke tengah laut!” kata Jasmine memperingati Dewi dan Rani.Agar kedua temannya itu tidak memberi tahu pada semua orang, tentang Justin yang mencintai Jasm
Jasmine mengadahkan wajahnya. Kemudian menatap Kevin dengan tatapan tak sukanya. “Karena dia oon. Udah tahu Mbak Desi tukang selingkuh. Malah nggak periksa kondisi kelaminnya. Memangnya Mas Kevin setiap hari gauli dia? Sampai itu penyakit nempel di milik Mas Kevin?” “Jasmine!” Andrian menggetok kening perempuan itu. Ia tak percaya jika Jasmine bisa se-frontal itu berucap seperti itu kepada Kevin. “Kesel saya, Pak. Coba aja kalau mikir, walau sedikit. Nggak akan ada kejadian kayak gini,” sengal Jasmine kembali. “Terus, kamu mau apa? Apa yang harus saya lakukan, Jasmine?” tanya Kevin dengan suara lemah. Jasmine menghela napas pelan. Kemudian menggeleng. “Saya nggak bisa apa-apa selain bertahan sama Mas Kevin. Udah terlanjur sayang juga.” “Kalau sayang, harusnya menerima keadaan pasangan kamu dong, Jasmine,” kata Andrian kembali bersuara. Jasmine menatap Andrian kembali. “Pak Andrian. Seandainya itu penyakit ada di dalam tubuh istri Bapak. Apa Bapak nggak jijik?” Andrian menganga.
Justin mengangguk setuju. “Kamu bener, Jasmine. Si Kevin bakal rugi kalau nggak mau Gita dijodohin sama anakku. Orang ganteng-ganteng gini. Iya, nggak?”Jasmine terkekeh sembari menganggukkan kepalanya. “Yang ini namanya siapa, Pak? Kan, sudah ada di sini.”“Anak yang pertama yang mana, yaa?” tanya Justin. Ia pun bingung mana anak pertama dan anak kedua.“Yang pertama yang sedang diberi ASI, Pak. Yang ini anak kedua,” kata perawat memberi tahu Justin.“Awas! Jangan sampai keliru. Wajahnya nggak mirip banget kok, Mas. Yang pertama lebih mirip kamu.”Justin menggaruk rambutnya kembali. Ia masih belum bisa membedakan kedua anaknya itu. Kemudian memberikan cengiran kepada istrinya itu.“Nanti beli baju dikasih nama masing-masing. Pesan dua ratus jenis baju beda-beda. Terus border, biar nggak keliru. Aku belum bisa membedakan mana yang pertama dan mana yang kedua,” ucapnya jujur.Selena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kocak suaminya itu. “Terserah kamu aja!”Justin kembali m
Rosita menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Pa. Semoga nggak gila kayak papanya aja.”Kini, Antony tak bisa menahan tawanya. Mentertawakan Justin, kapan lagi. Sementara orang yang sedang mereka bicarakan tidak peduli bahkan tidak menyadari.“Justin!” panggil Antony kemudian.Justin menatap sang papa dengan malas. “Ada apa sih, Pa?” tanyanya dengan lemas.“Nama anak-anak kamu, sudah kamu siapkan?”Justin mengangguk pelan. “Udah. Kasih tau kalau Selena udah bangun.”“Dua jam lagi bangun, Justin. Kamu hitung saja. Tebakan Papa pasti bener.”Justin tak peduli. Yang ia pedulikan kini menatap Selena agar tidak tertinggal saat Selena membuka matanya.Kevin dan Jasmine baru saja tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari orang tua Justin mengenai Selena yang sudah melahirkan kedua anaknya itu. Sementara orang tua Selena masih di jalan menuju rumah sakit."Belum sadar juga?" tanya Kevin kepada ada kedua orang tua Justin. Karena ia tahu Justin tidak akan menjawab pertanyaannya.Ros
Pria itu lantas mengecup kening sang istri. “Kita akan segera melihat bayi-bayi kita. Walaupun harus melakukan perawatan terlebih dahulu di ikubator. “Selena mengulas senyum tipis. “Jangan ke mana-mana, Mas. Temani aku saat operasi nanti.”“Of course, Sayang. Aku akan menemani kamu sampai si twins keluar. Kamu jangan khawatir. Sebelum kamu meminta, aku sudah berniat akan menemani kamu.”Hati Selena sangat tenang mendengarnya. Ia kemudian menjatuhkan kepalanya di bahu Justin. “Terima kasih untuk cinta dan sayang kamu, Mas Justin. Kamu adalah alasan aku untuk bertahan dan berjuang untuk bayi kembar kita.”Justin mengusapi perut buncit Selena dengan lembut. “Anak-anak, Papa. Kita akan segera bertemu. Jangan buat Mama sakit lagi ya, Sayang-sayangnya Papa.”Selena mengulas senyum tipis kala mendengar percakapan Justin dengan bayi-bayi di dalam perutnya.“Maaf ya, Mas. Aku hanya bisa memberi kamu dua anak. Nggak akan bisa lagi kasih kamu anak lagi,” ucap Selena dengan pelan.Justin terseny
Justin menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari menangis sesenggukan. Pun dengan Selena. Lebih berduka karena kehilangan Diandra yang belum sempat berbaikan itu.“Justin! Selena! Di mana Diandra?”Kevin dan Jasmine baru tiba di rumah sakit setelah mendengar kabar dari Selena.“Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi dengan Diandra?” tanya Kevin kembali. Kemudian menoleh ke arah Dokter Felix. “Ada apa dengan Diandra, Dok?”Dokter Felix menghela napas pelan. “Bu Diandra sudah pergi menyusul kakaknya, Pak Kevin.”Kevin menganga. Begitu juga dengan Jasmine. Kevin tersenyum pasi seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Felix.“Anda sedang bercanda? Diandra baik-baik saja, Dok! Mana mungkin pergi!” ucap Kevin tak percaya.Dokter mengangguk-anggukan kepalanya. “Saya paham. Kalian semua pasti tidak akan percaya dengan ucapan saya jika tidak melihat langsung jasad Bu Diandra yang masih berada di dalam.”Kevin menoleh ke arah pintu ruang operasi. Kemudian masuk ke dalam dengan tergesa-ge
Justin mengendikan bahunya. "Hanya Giandra yang tahu. Walaupun aku bilang nggak siap, ternyata Giandra siap. Mungkin bisa kamu tanyakan saja pada Giandra langsung.""Nggak mau!""Ya udah kalau nggak mau. Aku gak maksa juga."Selena mengerucutkan bibirnya kemudian menoleh ke arah Diandra. Perempuan itu ternyata melihat kehadiran mereka. "Mas?" panggilnya kemudian."Heung? Kenapa, Sayang?"Selena menunjuk Diandra. "Dia sudah terlanjur melihat kita. Sebaiknya kita masuk ke dalam, Mas. Setidaknya memberi semangat untuk perjuangannya."Justin menoleh ke arah Diandra kemudian menatap Selena kembali. "Ayok!" Justin menggenggam tangan Selena lalu masuk ke dalam ruangan persalinan Diandra.Pria itu menepuk bahu Giandra yang tengah duduk di samping Diandra. "Udah bukaan berapa?" tanya Justin kemudian."Baru dua," ucapnya dengan pelan.Justin manggut-manggut. Sementara Selena menghampiri Diandra yang tengah menahan rasa sakit. Namun, tak bersuara sedikit pun. Hanya mengulas senyumnya kepada Sele
Giandra menghela napas pelan. "Dari mamanya. Amanda datang ke rumah gue sambil bawa Gino. Kasih tau ke Diandra kalau itu anak gue. Bahkan, dia berani tes DNA kalau gue gak mau mengakuinya."Justin menaikkan alisnya sebelah. "Apa maksudnya si Amanda datang ke rumah? Elo gak pernah nengokin anak elo sih! Jadi marah kan, si Amanda."Giandra menelan salivanya. "Gue gak pernah tengok Gino karena ada Fery. Dia yang bilang kalau gue udah gak punya urusan lagi sama Gino. Ya udah, gue menuruti perintah si Fery. Tapi, ternyata dia jebak gue."Justin manggut-manggut. Ia paham maksud arti dari kata menjebak. Karena pada akhirnya Amanda datang ke rumahnya, membawa Gino yang akhirnya membuat Diandra murka karena tidak tahu menau perihal Giandra memiliki anak dari perempuan lain."Terus, kondisi rumah tangga elo gimana sekarang?" tanya Justin kembali.Giandra mengendikan bahunya. "Dari awal Diandra memang gak pernah cinta sama gue. Gue yang udah jatuh cinta sama dia. Bisa dianggap kalau cinta itu be
Kevin memiringkan kepalanya menatap Justin. “Ketemu Diandra di toko donnut? Beliin Selena?”Justin mengangguk. “Iyalah. Buat siapa lagi!”Kevin tersenyum miring. “Ketemu Diandra, terus nyapa elo? Biasanya gak pernah nyapa sama sekali bahkan kata elo udah kayak warga negara asing? Cukup aneh. Mau minta maaf kali, ke elo.”“Minta maaf kok gak bilang waktu ketemu.”“Siapa tahu lupa.”“Mana mungkin lupa. Minta maaf itu harus pake niat. Otomatis pasti akan keinget terus.”“Ya udah. Gue juga gak tahu alasannya kenapa. Yang penting elo bersikap biasa aja sama Diandra.”Justin menghela napas pelan. “Kalau dia mau damai sama gue, semuanya selesai. Tapi, kalau damainya karena lagi berantem sama Giandra, patut dicurigai.”“Pinter! Jangan sampai elo tergoda oleh bujuk rayunya Diandra. Selena jauh lebih baik dari dia. Diandra juga baik. Tapi, istri elo saat ini Selena, bukan Diandra. Dia hanya masa lalu elo. Jangan goyah hanya karena tahu Diandra lagi marahan sama lakinya.”Justin menganggukkan ke
Kini, kondisi Selena sudah terlihat sedikit lebih baik. Hanya main sekali tidak masalah menurutnya.Selena menganggukkan kepalanya. “Silakan, Mas Justin!” ucapnya dengan lembut.Justin lantas mengecup kening Selena dan mengulas senyumnya. “Terima kasih, Sayang. Aku janji, hanya kelembutan yang akan aku lakukan padamu.”Selena mengangguk. “I trust you!”Justin pun memulainya. Membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Kemudian pakaian Selena. Penetrasi terlebih dahulu tentunya. Walau sinyal itu sudah terpancar begitu terang, Justin tidak akan selonong boy begitu saja.Memanjakan istri juga harus. Agar menggapai kenikmatan masing-masing. Tak ingin egois adalah salah satu sikap Justin yang paling baik jika dalam hal berhubungan intim.**Pagi hari telah tiba. Terik matahari mulai menyinari bumi. Mengintip di balik tirai jendela, mencoba masuk ke dalam tirai jendela kamar. Tidur terlelap setelah pergumulan semalam yang menurut Selena begitu indah.Penuh dengan kelembutan sesuai dengan janji
Justin menghela napasnya. “Surat ini … sengaja dia kasih ke kamu agar kamu membalas cinta dia? Selama ini kamu pura-pura cinta sama aku, padahal mencintai Andrian. Begitu?”Jelas perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tangannya beradu karena harus mencari alasan yang logis agar Justin tidak marah padanya.“Lalu apa, Selena?” tanya Justin dengan suara menekan.Selena menghela napas pelan. “Maaf, Mas. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan dari dia. Nggak ada lagi selain itu. Soal cinta, aku hanya mencintai kamu. Nggak ada lagi selain kamu.”Selena menatap Justin agar pria itu tahu, dia sedang berbicara dengan serius. Agar Justin paham dan mengurungkan niatnya untuk memarahinya.Justin memang tak berani memarahi Selena dalam keadaan hamil seperti ini. Yang dia lakukan hanya memutus kalung tersebut kemudian membuangnya dengan kasar ke lantai.Mata Selena hanya bisa menatap kalung yang kini sudah hancur itu. Sementara Justin pergi dari kamar tersebut. Namun, saa