Kevin memegang tangan Jasmine yang ada di pipinya itu. "Saya pernah tidak tidur dalam dua hari penuh.""Udah tahu.""Dari siapa?""Dari Pak Andrian. Waktu Mas Kev ...."Seketika Jasmine teringat tentang pelaku penyebar berita dan video. Lantas perempuan itu memasang wajah panik. Membuat Kevin ikut panik melihatnya."Sayang. Kamu kenapa? Perutnya sakit lagi?" tanya Kevin sembari memegang sisian wajah Jasmine.Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mas. Sa—saya, saya nggak menyebarkan berita dan video itu. Sumpah, demi Tuhan saya nggak tahu menau soal berita itu, Mas. Jangan bawa saya ke kantor polisi, saya mohon.”Jasmine menggenggam erat tangan Kevin. Ia takut, setelah sembuh nanti, Kevin membawanya ke kantor polisi.Lantas pria itu mengecup kening sang istri. “Jangan takut. Saya tidak percaya, jika kamu yang sudah menyebarkan video dan berita tentang saya.“Apalagi sampai membawa kamu ke kantor polisi. Tidak akan pernah, Jasmine. Tim IT sedang mencari pelaku sebenarnya.
Kevin menggeleng. “Bukan. Saya memiliki dua riwayat penyakit yang baru saja saya ketahui. Maafkan saya, Jasmine. Karena tidak pernah mengontrol kondisi kesehatan saya.”Suara pria itu terdengar bergetar. Rasanya tidak mampu mengutarakan semuanya. Hatinya perih. Takut Jasmine tak mau menerima kondisinya.“Maskud Mas Kevin apa? Apa yang terjadi dengan Mas Kevin? Katakan, Mas!” Jasmine sedikit berteriak.Kevin menelan saliva dengan pelan. Rahasia yang tadinya akan ia sembunyikan untuk selamanya, nyatanya tidak bisa ia sembunyikan.Jasmine ingin tahu. Dan dia harus memberi tahu, sebelum dia mencari tahu lebih dulu. Pria itu menatap dengan sayu wajah Jasmine yang sudah menunggu penuturan darinya.“Saya harap kamu mau memaafkan saya sekali lagi, Jasmine. Saya memiliki riwayat penyakit di kelamin saya. Gonore. Penyakit yang ditransfer dari Desi.“Dia yang sudah menanam penyakit itu pada saya. Dan akhirnya, menular pada kamu. Maafkan saya, karena tidak pernah memeriksa kondisi kesehatan kelam
Kevin mengangguk. “Iya. Luka itu akan sembuh. Kamu harus dirawat di sini selama satu minggu agar perawatan luka di rahim kamu bisa maskimal,” ucapnya dengan pelan.Jasmine manggut-manggut. “Jika suatu saat nanti Mas Kevin kedapatan sedang bersama Mbak Desi, apalagi sampai bersetubuh, jangan harap saya masih menapakkan kaki di rumah itu!”Glek!Kevin menelan salivanya. Kemudian mengangguk dengan antusias. “Saya tidak akan pernah melakukan itu, Jasmine. Untuk apa. Karena saya sudah punya kamu.”“Siapa tahu khilaf.”“Mana ada, Jasmine.”Jasmine mengendikan bahunya. “Semoga saja ucapan Mas Kevin bisa dipercaya.”Kevin mengangguk. “Iya, Jasmine. Saya akan membuat kamu selalu percaya pada saya.”Jasmine hanya tersenyum tipis. Tidak ada lagi ucapan yang ingin dia ucapkan. Pun dengan Kevin. Hanya menjawab apa yang Jasmine tanyakan.Tok tok tok!Kevin dan Jasmine menoleh kompak pada seseorang yang mengetuk pintu tersebut. Senyumnya mengembang kala melihat Diandra, Dewi dan Rani datang menjengu
Jasmine terdiam. Apa yang diucapkan oleh Diandra memang benar adanya. Diandra sudah lelah. Waktunya mundur, dan mencari pria yang mencintainya. Bukan dia yang mencintai pria itu.“Mbak Diandra benar. Kita memang harus berhenti jika perjuangan kita sia-sia. Tadinya saya memberi motivasi, jika perjuangan tidak akan mengkhianati hasil.“Tapi, kalau kita hanya berjuang sendiri, sama saja dengan membuang waktu. Jadi sia-sia semuanya. Hehe. Maafkan saya ya, Mbak. Jadi labil gini.”Jasmine menerbitkan cengiran kepada Diandra sambil mengusapi rambutnya.Sementara Dewi dan Rani hanya menjadi pendengar setia dalam perbincangan Diandra dan Jasmine. Mereka baru tahu, jika Diandra menyukai Justin.Jasmine lantas menoleh pada Dewi dan Rani yang tengah duduk di sofa dekat Kevin. “Kalian berdua. Jangan ember, yaa! Awas kalau ember, gue lempar kalian ke tengah laut!” kata Jasmine memperingati Dewi dan Rani.Agar kedua temannya itu tidak memberi tahu pada semua orang, tentang Justin yang mencintai Jasm
Jasmine mengadahkan wajahnya. Kemudian menatap Kevin dengan tatapan tak sukanya. “Karena dia oon. Udah tahu Mbak Desi tukang selingkuh. Malah nggak periksa kondisi kelaminnya. Memangnya Mas Kevin setiap hari gauli dia? Sampai itu penyakit nempel di milik Mas Kevin?” “Jasmine!” Andrian menggetok kening perempuan itu. Ia tak percaya jika Jasmine bisa se-frontal itu berucap seperti itu kepada Kevin. “Kesel saya, Pak. Coba aja kalau mikir, walau sedikit. Nggak akan ada kejadian kayak gini,” sengal Jasmine kembali. “Terus, kamu mau apa? Apa yang harus saya lakukan, Jasmine?” tanya Kevin dengan suara lemah. Jasmine menghela napas pelan. Kemudian menggeleng. “Saya nggak bisa apa-apa selain bertahan sama Mas Kevin. Udah terlanjur sayang juga.” “Kalau sayang, harusnya menerima keadaan pasangan kamu dong, Jasmine,” kata Andrian kembali bersuara. Jasmine menatap Andrian kembali. “Pak Andrian. Seandainya itu penyakit ada di dalam tubuh istri Bapak. Apa Bapak nggak jijik?” Andrian menganga.
Satu minggu kemudian. Jasmine sudah kembali ke rumah. Kini, perempuan itu tengah duduk di tepi tempat tidur, sambil menatap kosong dinding kamar yang sudah lama ia tinggali.Masih teringat pernyataan Kevin di rumah sakit tempo lalu. Yang mengatakan jika dirinya dan Kevin pernah saling kenal. Bahkan, Kevin pernah menjanjikan akan menikahinya setelah dewasa nanti.Jasmine tersenyum tipis. Kemudian menghela napas dengan panjang. “Begini ternyata, Tuhan mempertemukan aku dengan jodohku.“Harus melalui proses yang amat sangat panjang. Bertemu kembali dengan orang yang pernah berjanji akan menikahiku, walaupun harus menjadi orang kedua dalam kehidupan rumah tangganya.”Jasmine bergumam. Berbicara sendiri karena Kevin masih berada di dalam kamar mandi. Jasmine mengembungkan pipinya. Kemudian menoleh pada pintu kamar mandi, di mana Kevin tengah berdiri di ambang pintu.“Kenapa, Mas?” tanya Jasmine kemudian.Kevin menggeleng pelan. “Kamu nggak mau mandi?”Jasmine menggeleng. “Nggak, Mas. Masih
Satu bulan berlalu. Proses penyembuhan penyakit yang ada di dalam diri Kevin akhirnya sudah dinyatakan sembuh. Karena berkat semangatnya yang ingin segera menghilangkan penyakit itu dari dirinya. Lantas, apa pun akan ia lakukan agar segera sembuh dan segera bisa memproduksi keturunan kembali dengan Jasmine. Kevin. Dengan penuh semangat, ia membawa surat hasil pemeriksaan jika penyakit itu sudah hilang dan bersih dari tubuhnya. “Apa ini, Mas?” tanya Jasmine yang sedang duduk di kursi ruang tengah sambil menikmati es krim kesukaannya. “Hasil tes terakhir saya, Jasmine. Penyakit itu sudah hilang dari tubuh saya. Sudah bersih,” kata Kevin menjawab pertanyaan Jasmine penuh semangat. Jasmine membukanya. Membaca dengan saksama surat tersebut. Lantas perempuan itu mengembangkan senyumnya dengan lebar. Kemudian memeluk sang suami. Ikut bahagia. Karena akhirnya Kevin berhasil menghilangkan penyakit itu dari tubuhnya. “Alhamdulillah ya, Mas. Akhirnya Mas Kevin terhindar dari penyakit itu.
Kevin terkekeh pelan. “Kan sudah istirahat selama lima belas menit. Sudah saya buatkan mie instan juga. Saya tidak mengenakan apa pun. Alami. Memang saya memiliki seksualitas yang tinggi. Maka, jangan heran.”Jasmine memutar bola matanya dengan malas. “Sama dong, nasib saya dengan Mb—““Jangan ucapkan nama dia lagi. Stop, Jasmine. Kalau kamu mau tahu, hanya seminggu dua kali saja. Tidak pernah seperti dengan kamu. Makanya dia memilih untuk mencari pria lain.”Jasmine manggut-manggut. “Makanya, Mbak Desi nyari pria lain. Karena biasa digauli, Mas-nya memilih libur. Dia kan jadi nggak kuat. Pengen disentuh.”Kevin memukul bibir Jasmine. Kesal karena istrinya itu terus membahas masa lalunya. Sementara Jasmine hanya mengerucutkan bibirnya.“Kan sudah sembuh. Nggak akan kejang-kejang lagi kayak dulu,” ujar Jasmine kemudian.“Bukan karena kejang-kejang, Jasmine. Hanya saja, membuat mood saya jadi jelek. Stop, yaa. Saya sedang ingin bercinta dengan kamu. Siapa tau besok langsung jadi. Harus