Kemudian Firman mengajak Citra masuk ke dalam taksinya. "Masuk aja, biar Abang antar Citra pulang. Dari pada nunggu angkutan umum.Citra termenung, dan bingung. "Nggak usah, Bang. Biar Citra naik angkutan umum saja, akan Abang lagi nungguin orang," tolak Citra."Tidak apa-apa, dia sudah membatalkan barusan. Sudah naik saja," titah Firman lagi dengan tulus.Citra, melirik jam tangannya. Memang benar kalau lama menunggu bisa kesiangan pulang ke rumah. Akhirnya Citra menuruti Firman untuk menerima tawarannya. "Ya udah, kalau Abang gak bawa orang."Firman tersenyum senang, akhirnya Citra menerima tawarannya. Firman masuk di belakang kemudi dan segera melajukan taksinya, setelah Citra memasang sabuk pengaman."Pulangnya, ke tempat terakhir bukan?" tanya Firman melirik Citra dari kaca spion.Citra yang sibuk dengan pandangan ke depan mengangguk. "Iya, ke tempat waktu itu."Hati Citra menjadi risih, gak enak hati. Takut gimana gitu, khawatir di kira apa ... sebab bagaimanapun mereka pernah be
Yusuf baru ingat, kalau sebelum pulang tadi ia ke toko seluler. Membeli ponsel buat Citra seperti janjinya kemarin ketika ponsel Citra dirampas orang."Sebentar, tunggu di sini?" Yusuf bergegas berjalan menghampiri mobilnya, meninggalkan Citra berdiri di pintu.Citra heran, ada apa sih? sehingga menyuruhnya menunggu di sini. Sesaat kemudian Yusuf kembali dengan membawa paper bag mendekatinya."Ini, ponsel buat kamu?" memberikan paper bag itu pada Citra.Citra bengong. "Buat aku?""Iya, kan ponsel kamu di jambret orang kemarin. Aku ganti sekarang. Di sana sudah ada kartunya, kamu tinggal pakai saja, sudah aku mau berangkat ke kantor lagi." Yusuf menyerahkan paper bag itu ke tangan Citra, yang kemudian ia sendiri pergi memasuki mobil.Citra masih berdiri mematung. Menatap kepergian Yusuf. Ia masih tidak menyangka akan di belikan ponsel secepat ini, ponsel yang merek mahal lagi, manik mata Citra melongo melihat ponsel tersebut.----------------Yusuf yang meninggalkan Citra di rumah, suda
"Pernah gak, Ayah berada di posisi ibu? gimana perasaannya ibu kalau tau lelaki yang selama ini dia puja, yang selalu dia sanjung. Ternyata semua itu hanya kulit saja, sebab dalamnya busuk." Ungkap Yusuf pergi meninggalkan Ikbal sendiri di ruangannya sambil memijit pelipisnya.Blak!Suara pintu ruangan Ikbal, ia hempaskan. Langkahnya yang lebar tertuju ke sebuah ruangan pribadi. Semua karyawan seakan berbisik menggunjing bosnya, bahkan sempat terdengar gunjingan nya yang berkata."Sepertinya ayah dan anak tengah berseteru! dan ini jauh dari biasanya."Yusuf hanya menggerakan ekor matanya melirik orang yang sedang berbisik itu. Dan mereka langsung terdiam, sesampainya di ruangan kerja, ia menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan kasar. hatinya masih di penuhi amarah! merasa di bohongi mentah-mentah."Pantas! akhir-akhir ini aku menemukan keanehan dari ayah dan sikap mencurigakan dari Suly. Rupanya mereka bermain api." Gumamnya dengan sangat geram.Pandangan nya yusuf kosong ke depan. Ingin r
Citra terkejut, Yusuf tahu dari mana soal itu? gak mungkin salah satunya cerita. "Abang tahu dari mana ya? aduh ... aku harus jawab apa, karena aku tidak tahu yang sebenarnya." Batin Citra."Jawab? apa maksudnya kamu menutupi kebusukan ayah dan tante mu itu?" hardik Yusuf semakin kesal dibuatnya, kemudian menggebrak sedikit ujung meja.Citra semakin menciut ketakutan, bukannya menjawab malah menangis. Namun akhirnya ia menjawab juga. "Aku gak tau sebelumnya.""Atau kamu menikahi aku hanya untuk alasan saja, kalau mereka bermain-main gitu. Ada udang di balik selimut rupanya, kamu tega sama ibu ku, kamu sudah merenggut kebahagian ibu ku, kalau sudah begini gimana? hancur sudah ketenangan keluarga ku. Hancur!" ucap Yusuf dengan suara tinggi.Citra tetap menangis. "Aku tidak tahu apa-apa, yang jelas sebelum kita menikah, mereka biasa saja. tidak ada hubungan yang khusus. Dan itu bukan salah ku, aku gak tahu apa-apa. Abang harus percaya sama Citra.""Kamu tahu kalau mereka menikah?" tanya Y
Yusuf melamun. Pikirannya melayang, mengingat nasib sang bunda nantinya kalau sudah tahu suaminya selingkuh. Dan Yusuf jadi bingung, cerita ... sekarang atau biarkan tau dengan sendirinya?"Aduh ... pusing," gumam Yusuf sambil memijit pelipisnya.Citra mendongak, mendengar gumaman dari suaminya itu. "Kenapa, Abang kenapa?""Nggak, cuma pusing saja, kenapa keluarga ku jadi begini? ini gara-gara kalian!"Citra duduk tegak menjauh dari tubuh sang suami. "Abang menyalahkan Citra? aku gak tau apa-apa Bang demi A--""Shetttt," jari Yusuf di tempelkan ke bibir Citra sehingga dia berhenti bicara. Tatapan Yusuf sangat lekat pada Citra, wajah tampan yang mempunyai bulu halus di rahangnya itu mendekati wajah Citra.Dada Citra mendadak bergemuruh, jantung pun berdegup kencang, belum apa-apa angan sudah melayang terbang jauh ke angkasa.Akhirnya kecupan hangat mendarat di bibir tipisnya Citra. Lama ... bibir Yusuf berlabuh dan bermain di sana, sampai keduanya merasa pengap karena kekurangan oksigen
Tanpa malu, Ikbal memeluk Suly dari belakang walaupun Suly sedang memasak, dan bu Fatma ada di situ."Ih, bisa gak diam? tau, kan. Orang sedang sibuk." Ketus Suly sambil terus mengaduk."Tidak, aku buta karena dirimu," suaranya Ikbal tepat dekat telinganya Suly."Ah, gombal. Gak malu apa sama ibu?" Suly malu-malu."Biar saja, ibu juga mengerti kok. Rasanya kita ... setiap bertemu itu, berasa bulan madu saja ya? bisiknya lagi.Suly hanya menarik bibirnya tersenyum bahagia."Bagai mana kalau kita, bulan madu, keluar kota! mau gak?" lagi-lagi berbisik.Suly menoleh. Menatap lekat. "Emang ada waktu? untuk ke luar kota," tanya Suly ragu."Bisa, bisa aku usahakan. Minggu depan." Cup mencium pipi Suly penuh cinta."Terserah, tapi kalau gak bisa! jangan suka kasih harapan palsu. Aku gak suka," ungkap Suly."Nggak suka, tapi mau?" ucap Ikbal, lalu melepaskan pelukannya dan narik kursi untuknya duduk."Ibu, kalau pengen sesuatu, bilang saja sama saya atau Suly, nanti dibelikan buat Ibu." Ikbal m
"Nggak tau siapa, Bu. biar Citra yang lihat, bukannya ayah mau makan siang di sini?" ucap Citra diakhiri dengan nada bertanya."Kalau ayah ... Kenapa tidak kedengaran suara mobilnya?" Gumam Habibah heran.Yusuf hanya menoleh tanpa suara, ia fokus saja dengan makannya. Yang sudah tersedia di meja.Citra berdiri, geser kursi, lalu berjalan ke depan. Untuk melihat siapa yang datang. Kini Citra sudah berada di depan pintu, sebelum membukanya. Ia mengintip dari balik jendela. Tampak seorang wanita muda berdiri memunggungi daun pintu.Blak!Pintu Citra buka. "Permisi ... mau bertemu siapa ya?" tanya Citra menatap punggung wanita tersebut yang berambut terurai sebahu.Mendengar suara yang menyapanya, wanita itu memutar badan dan alangkah terkejutnya Citra dan juga wanita ini. "Kamu?" berbarengan."Syila?" gumam Citra, menatap lekat orang yang ada di hadapannya itu."Kamu Citra, yang waktu itu satu kerjaan dengan ku? jadi OB." tanyanya sangat antusias.Dengan refleks Citra mengangguk cepat. La
"Aku, di jalan xx dengan orang tua ku, main lah ke sana Cit. Kapan-kapan," ujar Syila dengan ramahnya."Insya Allah, lain kali aku main ke sana." Balas Citra sambil tersenyum."Dia, paling kalau ke luar itu, ke pengajian, ke pasar. Selain itu tidak aku ijinkan." Timpal Yusuf sembari menatap Citra yang juga menatap dirinya."Kenapa? gak bosan Cit? secara kamu itu dulu orang pekerja keras, yang tidak biasa di rumah." Syila menatap Citra dan Yusuf bergantian."Nggak juga, sekarang sudah biasa banyak di rumah. Ngurus rumah atau kalau malas ngapa-ngapain? tiduran aja." Sahut Citra."Oh, rumah sebesar ini tidak ada asisten?" tanya lagi Syila.Citra menggeleng. "Tidak, nyapu, ngepel pake mesin, kalau malas sendiri."Syila mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memperhatikan keadaan rumah ini dari depan."Ya, sudah aku pulang dulu ya? makasih sebelumnya, dan hari senin aku pasti datang ke kantor." Syila gegas berpamitan."Kok buru-buru? kenapa gak nanti saja pulangnya." Basa-basi Citra. Entah k