Yusuf melamun. Pikirannya melayang, mengingat nasib sang bunda nantinya kalau sudah tahu suaminya selingkuh. Dan Yusuf jadi bingung, cerita ... sekarang atau biarkan tau dengan sendirinya?"Aduh ... pusing," gumam Yusuf sambil memijit pelipisnya.Citra mendongak, mendengar gumaman dari suaminya itu. "Kenapa, Abang kenapa?""Nggak, cuma pusing saja, kenapa keluarga ku jadi begini? ini gara-gara kalian!"Citra duduk tegak menjauh dari tubuh sang suami. "Abang menyalahkan Citra? aku gak tau apa-apa Bang demi A--""Shetttt," jari Yusuf di tempelkan ke bibir Citra sehingga dia berhenti bicara. Tatapan Yusuf sangat lekat pada Citra, wajah tampan yang mempunyai bulu halus di rahangnya itu mendekati wajah Citra.Dada Citra mendadak bergemuruh, jantung pun berdegup kencang, belum apa-apa angan sudah melayang terbang jauh ke angkasa.Akhirnya kecupan hangat mendarat di bibir tipisnya Citra. Lama ... bibir Yusuf berlabuh dan bermain di sana, sampai keduanya merasa pengap karena kekurangan oksigen
Tanpa malu, Ikbal memeluk Suly dari belakang walaupun Suly sedang memasak, dan bu Fatma ada di situ."Ih, bisa gak diam? tau, kan. Orang sedang sibuk." Ketus Suly sambil terus mengaduk."Tidak, aku buta karena dirimu," suaranya Ikbal tepat dekat telinganya Suly."Ah, gombal. Gak malu apa sama ibu?" Suly malu-malu."Biar saja, ibu juga mengerti kok. Rasanya kita ... setiap bertemu itu, berasa bulan madu saja ya? bisiknya lagi.Suly hanya menarik bibirnya tersenyum bahagia."Bagai mana kalau kita, bulan madu, keluar kota! mau gak?" lagi-lagi berbisik.Suly menoleh. Menatap lekat. "Emang ada waktu? untuk ke luar kota," tanya Suly ragu."Bisa, bisa aku usahakan. Minggu depan." Cup mencium pipi Suly penuh cinta."Terserah, tapi kalau gak bisa! jangan suka kasih harapan palsu. Aku gak suka," ungkap Suly."Nggak suka, tapi mau?" ucap Ikbal, lalu melepaskan pelukannya dan narik kursi untuknya duduk."Ibu, kalau pengen sesuatu, bilang saja sama saya atau Suly, nanti dibelikan buat Ibu." Ikbal m
"Nggak tau siapa, Bu. biar Citra yang lihat, bukannya ayah mau makan siang di sini?" ucap Citra diakhiri dengan nada bertanya."Kalau ayah ... Kenapa tidak kedengaran suara mobilnya?" Gumam Habibah heran.Yusuf hanya menoleh tanpa suara, ia fokus saja dengan makannya. Yang sudah tersedia di meja.Citra berdiri, geser kursi, lalu berjalan ke depan. Untuk melihat siapa yang datang. Kini Citra sudah berada di depan pintu, sebelum membukanya. Ia mengintip dari balik jendela. Tampak seorang wanita muda berdiri memunggungi daun pintu.Blak!Pintu Citra buka. "Permisi ... mau bertemu siapa ya?" tanya Citra menatap punggung wanita tersebut yang berambut terurai sebahu.Mendengar suara yang menyapanya, wanita itu memutar badan dan alangkah terkejutnya Citra dan juga wanita ini. "Kamu?" berbarengan."Syila?" gumam Citra, menatap lekat orang yang ada di hadapannya itu."Kamu Citra, yang waktu itu satu kerjaan dengan ku? jadi OB." tanyanya sangat antusias.Dengan refleks Citra mengangguk cepat. La
"Aku, di jalan xx dengan orang tua ku, main lah ke sana Cit. Kapan-kapan," ujar Syila dengan ramahnya."Insya Allah, lain kali aku main ke sana." Balas Citra sambil tersenyum."Dia, paling kalau ke luar itu, ke pengajian, ke pasar. Selain itu tidak aku ijinkan." Timpal Yusuf sembari menatap Citra yang juga menatap dirinya."Kenapa? gak bosan Cit? secara kamu itu dulu orang pekerja keras, yang tidak biasa di rumah." Syila menatap Citra dan Yusuf bergantian."Nggak juga, sekarang sudah biasa banyak di rumah. Ngurus rumah atau kalau malas ngapa-ngapain? tiduran aja." Sahut Citra."Oh, rumah sebesar ini tidak ada asisten?" tanya lagi Syila.Citra menggeleng. "Tidak, nyapu, ngepel pake mesin, kalau malas sendiri."Syila mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memperhatikan keadaan rumah ini dari depan."Ya, sudah aku pulang dulu ya? makasih sebelumnya, dan hari senin aku pasti datang ke kantor." Syila gegas berpamitan."Kok buru-buru? kenapa gak nanti saja pulangnya." Basa-basi Citra. Entah k
Citra bengong, mendengar obrolan mereka. Ia jadi ingat sama mertua dan tante nya, hatinya jadi teriris, pedih. Terluka, kenapa harus tante nya yang ada di posisi pelakor? dan kenapa juga harus ibu mertuanya yang menjadi korban?Helaan napas Citra begitu kasar. Begitupun Yusuf merasa tersindir, sementara Habibah melamun mendengarkan obrolan mereka. Seandainya dirinya ada di posisi itu, entah apa yang akan ia lakukan. Yang jelas hati ini penuh kehancuran.Acara makan-makan pun selesai. Tetangga Citra sudah pulang semua. Kini di rumah hanya ada Habibah dan Yusuf juga mantunya.Yusuf duduk di samping sang istri. Tangannya merangkul bahu Citra. "Besok, ada pengajian gak? ajak Ibu," ucap Yusuf menatap wajah Citra."Nggak ada besok tuh. Adanya hari senin, besok duduk di rumah saja." Kata Citra sambil membuka media sosial miliknya."Ibu, pengen ikutan dong, pengajian di sini. Tapi sayang agak jauh dari rumah sana." Timpal bu Habibah."Ibu harus nginap di sini, kalau mau ikutan. Berangkat dari
Orang yang di sayang, suami yang sangat ia percaya ternyata mendua. Menangkupkan kedua tangan di wajahnya, ia terus menangis.Kini Yusuf memeluk bahu sang bunda, tak ayal ia pun menangis kembali tak tega melihat sang bunda seperti ini. Tapi lebih cepat lebih baik, beliau tau sekarang dari pada nanti!"Ibu, harus kuat, sabar ... hadapi ini semua dan Ibu ada Abang yang akan mendukung langkah Ibu, yang akan mendampingi Ibu." ucap Yusuf sambil mengusap punggung sang bunda yang kini menangis dalam pelukannya."Iya, Bu. Benar kata Abang, kami akan mendukung apapun keputusan Ibu, dan kami harap Ibu kuat. Bisa tabah dalam menghadapi ini semua, aku yakin Ibu wanita yang hebat," ucap Citra lirih dan ikut memeluk sang mertua yang di rasa mama sendiri itu.Isak tangis dari Habibah masih belum reda, hingga akhirnya datanglah sebuah mobil yang di yakini itu mobil Ikbal. Habibah beranjak dari pelukan Yusuf, ia mengusap wajahnya yang sudah dibanjiri dengan air mata.Melirik jam sudah menunjukkan pukul
Tangan Yusuf menggenggam tangan sang bunda untuk sedikit menguatkan. "Kenapa Bu?"Habibah menggeleng, bibirnya terasa kelu untuk berbicara. Hanya mata yang berkaca-kaca sebagai ungkapan dari segala kekecewaan perasaannya. Yusuf memeluk bahu sang bunda."Abang yakin, Ibu pasti bisa melewati semuanya. Ibu wanita kuat dan hebat dan Ibu akan menjadi wanita tangguh.Habibah terdiam dan berderai air mata. Sebuah tangisan yang tak bersuara, menggambarkan betapa hatinya terluka. "Ibu, mau cerai saja, Bang."Yusuf merasa bagai tersambar petir. Mendengarnya ucapan dari sang bunda yang mengatakan ingin bercerai, hatinya menangis. "Apa, Ibu yakin?" tanya Yusuf dan merangkul bahu sang bunda.Habibah mengangguk, memastikan perasaan nya. "Ibu yakin, seyakin-yakinnya. Tolong dukung Ibu," ucap Habibah.Citra termangu sambil memasak. Ikut menangis, sesali kenapa semua ini terjadi? dan yang jadi penyebabnya adalah orang terdekatnya. Tubuh Citra lemas turun ke lantai, lutut bergetar. Hati merasakan sakit.
"Buat apa bu Risna telepon?" gumam Yusuf, ia tak segera mengangkatnya.Namun lama-lama Yusuf mengangkatnya juga. "Halo?""Nak Yusuf. Tolong tante, Nak? tolong." Suara bu Risna sambil menangis.Membuat Yusuf keheranan, tiba-tiba bu Risna telepon dan menangis. "Ada apa tante?"Bu Risna terus menangis tanpa mengatakan sesuatu. Yusuf matikan sambungan telepon itu dengan hati yang bergejolak dan bertanya ada apa? namun bagaimanapun itu bukan urusannya lagi, kalau urusan anaknya. Rani cuma masa lalu yang menyakitkan.Yusuf turun dan mendatangi kamar sang bunda. Tadi belum sarapan. "Bu, sudah sarapan belum?"Hening!Tidak ada suara sedikitpun. Yusuf penasaran dan khawatir akan bundanya. Dengan ragu Yusuf membuka pintu kamar sang bunda. Namun ternyata kamar itu kosong."Bu, dimana?" langkah Yusuf menuju kamar mandi, berdiri di depan pintu. Terdengar suara kucuran air dari keran, hati Yusuf agak lega, namun untuk memastikan. Ia kembali memanggil. "Bu ... di kamar mandi kah?""Iya, Bang. Ibu lag