Tangan Yusuf menggenggam tangan sang bunda untuk sedikit menguatkan. "Kenapa Bu?"Habibah menggeleng, bibirnya terasa kelu untuk berbicara. Hanya mata yang berkaca-kaca sebagai ungkapan dari segala kekecewaan perasaannya. Yusuf memeluk bahu sang bunda."Abang yakin, Ibu pasti bisa melewati semuanya. Ibu wanita kuat dan hebat dan Ibu akan menjadi wanita tangguh.Habibah terdiam dan berderai air mata. Sebuah tangisan yang tak bersuara, menggambarkan betapa hatinya terluka. "Ibu, mau cerai saja, Bang."Yusuf merasa bagai tersambar petir. Mendengarnya ucapan dari sang bunda yang mengatakan ingin bercerai, hatinya menangis. "Apa, Ibu yakin?" tanya Yusuf dan merangkul bahu sang bunda.Habibah mengangguk, memastikan perasaan nya. "Ibu yakin, seyakin-yakinnya. Tolong dukung Ibu," ucap Habibah.Citra termangu sambil memasak. Ikut menangis, sesali kenapa semua ini terjadi? dan yang jadi penyebabnya adalah orang terdekatnya. Tubuh Citra lemas turun ke lantai, lutut bergetar. Hati merasakan sakit.
"Buat apa bu Risna telepon?" gumam Yusuf, ia tak segera mengangkatnya.Namun lama-lama Yusuf mengangkatnya juga. "Halo?""Nak Yusuf. Tolong tante, Nak? tolong." Suara bu Risna sambil menangis.Membuat Yusuf keheranan, tiba-tiba bu Risna telepon dan menangis. "Ada apa tante?"Bu Risna terus menangis tanpa mengatakan sesuatu. Yusuf matikan sambungan telepon itu dengan hati yang bergejolak dan bertanya ada apa? namun bagaimanapun itu bukan urusannya lagi, kalau urusan anaknya. Rani cuma masa lalu yang menyakitkan.Yusuf turun dan mendatangi kamar sang bunda. Tadi belum sarapan. "Bu, sudah sarapan belum?"Hening!Tidak ada suara sedikitpun. Yusuf penasaran dan khawatir akan bundanya. Dengan ragu Yusuf membuka pintu kamar sang bunda. Namun ternyata kamar itu kosong."Bu, dimana?" langkah Yusuf menuju kamar mandi, berdiri di depan pintu. Terdengar suara kucuran air dari keran, hati Yusuf agak lega, namun untuk memastikan. Ia kembali memanggil. "Bu ... di kamar mandi kah?""Iya, Bang. Ibu lag
"Sudah dong jangan marah, kalau kamu marah, aku tidak tahu harus pulang kemana?" ucap Ikbal dengan pelan."Pulang saja ke istri tua mu, bingung amat." Ketus Suly sambil menurunkan selimutnya sedikit.Hati Ikbal jadi mencelos mendengar ucapan Suly barusan. "Gimana aku mau pulang? kalau istriku sudah menolak ku dan sebentar lagi akan menggugat cerai." Pelan dan menghembuskan nafasnya kasar dari hidung.Suly terperangah, sangat terkejut mendengar kata-kata dari Ikbal. "Apa? apa yang kau bilang barusan." Suly mendudukkan dirinya.Wajah Ikbal nampak masih lesu. "Iya, dia sudah tahu kita menikah. Dia marah dan langsung ingin menggugat cerai."Suly termangu, dalam pikirannya berjubel kemarahan Habibah dan terbesit di pikirannya. Kalau dirinyalah yang jadi pemicu kehancuran rumah tangga Ikbal dan Habibah.Hening!Keduanya terdiam membisu seribu bahasa, namun tangan Suly mendekap tubuh Ikbal. Memeluknya sangat erat.Begitupun Ikbal membalas pelukan Suly sangat erat. Sementara waktu yang terdeng
Beberapa bulan kemudian, Habibah sudah resmi bercerai dengan Ikbal. Soal harta gono gini tentu Habibah menang banyak, pertama ... emang ada dari awal mulanya. Kedua Ikbal yang membuat kesalahan, menikah tanpa sepengatahuan istri tua.Citra yang merasa sepi, kini memilih mengajar anak-anak di TK yang letaknya tak jauh dari kompleks. Citra sangat menikmati perannya sebagai guru TK mengajar dan banyak bermain dengan anak-anak. Kadang juga Citra diajak Yusuf bila ada pertemuan urusan kerjaan di kantor sebagai istri CEO.Habibah pun sering berada di rumah sang putra, Yusuf, dan ikut ke TK bersama Citra. Bila mengajar, bermain dengan anak-anak. Dengan cepat Habibah bangkit dari keterpurukkan hati yang luka, kini dalam hidupnya hanya ada putra semata wayang dan mantu kesayangannya. Tanpa ada kata suami yang mendampingi hidupnya lagi.Setelah bercerai, Ikbal keluar dari kantor yang selama ini membesarkan namanya. Meskipun saham terbagi tiga, Habibah, darinya dan sang putra. Namun ia merasa mal
"Oh, iya Nek ... makasih ya Nek?" balas Citra dan menempelkan kepala di bahu sang nenek."Oya, Tante mau minum apa? Nenek juga, aku akan buatkan." Citra menoleh tante dan neneknya bergantian.Suly mendongak. "Nggak usah Citra, Tante gak haus. Lagian gak akan lama kok.""Ya, udah. Aku ambil buat Nenek saja." Citra ngeloyor ke belakang."Kenapa, buru-buru? ke sini juga jarang-jarang, oya berapa bulan kehamilannya? sepertinya gak lama juga lahiran deh," ujar Habibah dengan senyuman ramahnya."Menginjak 8 bulan." Suly makin tegang. Ia merasa gak nyaman di hadapan bekas madunya itu."Wah ... bentar lagi juga lahiran ya, apa jenis kelaminnya?" tanya lagi bu Habibah.Suly tidak merespon. Ia malah sibuk dengan ponselnya, sibuk membalas chat dari seseorang.Bu Fatma yang melihat itu langsung menjawab pertanyaan Habibah. "Kalau hasil USG sih perempuan, tapi gak tau kalau nanti lahirnya. Siapa tahu Allah kasih keajaiban, kan kita gak tau.""Oh, iya bener Bu ... benar sekali. wah ... Citra, benta
Citra masuk ke dalam kamar, dan mendapati sang suami sudah duduk bersandar di bahu tempat tidur. Menatap ke arahnya, Citra berjalan menghampiri."Lama sih sayang?" ucap Yusuf menatap lekat sang istri,"Apa yang lama? bentar kok nyuci dulu, gimana kalau semalaman? Aneh deh." Citra tak mau kalah."Sini, duduk bersama ku?" kata Yusup sambil menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.Citra yang masih berdiri di tepi tempat tidur, pada akhirnya menuruti permintaan sang suami. Ia merangkak naik dan duduk di sebelah Yusuf.Yusuf mendekat dan merapatkan tubuhnya dangan sang istri. Tangannya langsung mendekap penuh kehangatan. "Gimana cerita hari ini hem?" tanya Yusuf sambil jarinya mengelus pipi sang istri."Cerita hari ini, tidak ada yang menarik. Lagian seharian ini aku berada di rumah, jadi gak ada yang harus di ceritakan." Balas Citra sambil membuka kerudung. Mengurai rambut indahnya."Besok aku harus ke luar kota, ada urusan kantor," ungkap Yusuf tangan terus bergerak mengelus pipi sang istri d
Saat ini Yusuf sudah berada di kota Bandung dalam urusan kerjaan, dan di dampingi oleh Syila sebagai asisten dan sekaligus sahabat lama nya Yusuf.Setalah mengadakan meeting, Yusuf dan Syila berada di sebuah restoran, Tengah makan siang."Kalau boleh tahu sudah lama? kamu menikah dengan Citra?" tanya Syila menatap lekat ke arah Yusuf yang anteng dengan makannya."Hem, sekitar ... ya kurang lebih satu tahunan lah." Jawabnya Yusuf terbilang singkat."Ooh," membulatkan bibirnya."Kamu sendiri sudah menikah belum? orang mana suami mu?" balik tanya Yusuf sekilas menatap Syila. Kemudian menundukkan kepala melanjutkan kembali makannya."Apa gak kamu lihat aku masih singel begini? masih bersegel lah." Jawab Syila sedikit malu-malu.Seusai makan siang keduanya meninggalkan resto dan kembali ke kantor untuk melanjutkan tugas-tugas yang masih menumpuk tentunya.Syila yang satu ruangan dengan Yusuf, sering mencuri pandang ke arah bos nya itu. Lama-lama dilihat Yusuf semakin tampan dan bersahaja,
Syila uring-uringan. Setibanya di kamar, yang tadinya mau menggoda malah di cuekin dan orangnya menghilang begitu saja."Kemana sih? bego amat jadi orang mau di suguhi yang barang berkualitas aja gak mau." Gerutu Shila sambil meremas piyamanya.Sementara Yusuf. Kini sudah berada di dalam kamarnya, sengaja tingkahnya sedikit mengendap takut kedengaran oleh telinga Syila yang berada di kamarnya."Enak saja mau membohongi ku, dengan alasan air tidak nyala Segala! aku khawatir nantinya akan menjadi fitnah."Kemudian Yusuf membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Memejamkan kedua matanya tuk merehatkan segala lelah dan penat dari seharian beraktivitas. Namun sebelumnya mengirim pesan buat sang istri walau hanya sekedar mengucapkan met istirahat.Di hari ke sekian, pagi-pagi pintu kamar Yusuf sudah di ketuk dari luar ketika Yusuf buka, Syila sudah berdiri masih memakai piyama, belum mandi. Alis Yusuf bertaut menatap ke arah Syila dan jarum jam bergantian."Kenapa belum mandi?" selidik Yusuf.