“Dia siapa, Sayang?” balas Khaysan dengan kening berkerut keheranan. “Orang yang sering mengikutiku di Jakarta. Perawakannya, bahkan pakaiannya juga. Aku tidak mungkin salah mengenalinya,” sahut Melody sembari menunjuk arah orang yang dirinya maksud dengan dagunya. Sosok dengan pakaian serba hitam lengkap dengan masker dan topi senada itu sedang membelah kerumunan orang yang memasuki mall. Sepertinya sudah menyadari jika aksinya ketahuan dan mencoba melarikan diri. Sebenarnya sedari tadi Melody sudah menyadari keberadaan orang itu di dekatnya. Namun, Melody pikir itu hanya kebetulan saja. Setelah diingat-ingat kembali, rupanya orang itu adalah sosok yang sama dengan orang yang sering mengikutinya, bahkan mengintai rumahnya juga. Jaket yang lelaki itu kenakan cukup familiar sampai-sampai Melody mengingatnya. “Kamu ke toilet sekarang, aku akan mengejarnya. Jangan keluar dari toilet dulu sebelum aku menghubungimu! Telepon aku kalau ada yang mengganggumu!” perintah Khaysan sebelum mela
“Kamu tunggu di sini, aku akan mengecek keadaan di luar.” Khaysan mengecup bibir Melody sekilas sebelum menarik diri. Sebenarnya bisa saja ia tetap melanjutkan kegiatan mereka. Namun, situasi yang tak menetu saat ini membuatnya tak bisa mengabaikan keanehan sedikitpun. Sebab, mungkin saja ada sabotase yang dilakukan seseorang untuk kepentingan tertentu. Khaysan kembali mengenakan pakaiannya dengan gerakan cepat. Langkah lebarnya membelah ruangan yang gelap gulita. Beruntungnya ada sedikit pantulan cahaya rembulan dari jendela yang tersingkap. Hanya itu satu-satunya cahaya yang masuk ke kamar mereka. Bersamaan dengan pintu yang kembali tertutup, Melody pun menyingkap selimutnya dan bergerak turun perlahan-lahan. Ia bergerak cepat mengumpulkan pakaiannya dan mengenakan kembali setiap helai kain tersebut. Walaupun Khaysan memintanya menunggu di kamar, Melody lebih memilih menyusul suaminya keluar. Tentu saja ia tidak akan meninggalkan putranya sendirian. Meskipun bocah itu masih tidur
Melody tercengang melihat seorang wanita asing yang tiba-tiba memeluk suaminya tanpa basa-basi. Lebih menyebalkannya lagi, Khaysan juga tampak tidak keberatan sama sekali. Lelaki itu terlihat terkejut, tetapi tidak mendorong atau melakukan sejenis penolakan lainnya. Walaupun pelukan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, dada Melody sudah panas bukan main. Ingin rasanya ia mendorong wanita gatal itu menjauh dari suaminya. Namun, tempat ini sangat ramai dan Melody tidak ingin memancing keributan yang akan mempermalukan dirinya sendiri. Setelah drama pelukan singkat itu, Khaysan malah sibuk mengobrol dengan wanita asing yang tanpa malu memeluknya. Sedangkan keberadaan Melody seolah tak terlihat oleh kedua insan yang asyik berdua itu. Perlahan-lahan Melody bergerak menjauh dari perasaan dongkol bukan main. Matanya masih tak lepas dari suaminya dan wanita asing itu. Sebenarnya Khaysan pun mencuri-curi pandang ke arahnya, tetapi malah membiarkan dirinya masuk ke restoran yang mereka
“Kamu setuju ‘kan, Sayang? Tidak apa-apa kalau kita mampir ke rumah Lusy sebentar? Lagipula sekarang masih sore,” tanya Khaysan pada Melody tanpa menyadari jika ekspresi ceria sang istri mulai berubah menjadi muram. “Ya sudah terserah,” jawab Melody yang sebenarnya tidak berminat mampir ke rumah Lusy sama sekali. Kalau Melody menolak ikut, ia khawatir suaminya malah akan pergi sendiri ke sana. Tentu saja ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Cukup saat di mall tadi saja dirinya membiarkan Khaysan dan Lusy asyik mengobrol dan mengabaikannya. Walaupun risikonya ia akan menjadi nyamuk lagi di antara mereka, Melody tidak keberatan sama sekali. Ia akan menjaga suaminya dari wanita yang tampak ramah itu. Karena mungkin saja ada niat terselubung yang Lusy rencanakan. Misalnya kembali mendekati Khaysan. Melody juga curiga jika Lusy sengaja membuntuti mereka setelah keluar dari area mall tadi. Ia tidak terlalu mempercayai kebetulan meskipun katanya Lusy bertempat tinggal di dekat sini dan s
“Mungkin masakan mantanmu lebih enak dari buatanku. Buktinya kemarin kamu lahap sekali. Dan sepertinya dia juga sering kelebihan makanan,” imbuh Melody lagi, masih dengan suara amat pelan. Tetapi, ia yakin Khaysan dapat mendengarnya. Melody dapat melihat keterkejutan Khaysan yang tampak sangat jelas di wajah lelaki itu. Walaupun sudut hatinya merasa kasihan dan tak tega, tetapi ia merasa puas. Ia bisa membalas ketidakpekaan suaminya seharian kemarin. Nathan yang bingung dengan kelakuan mommy-nya pun hanya mengekori wanita itu keluar dari dapur sembari membawa makanan miliknya. Ia heran kenapa daddy-nya terlihat sangat terkejut setelah sang mommy membisikkan sesuatu. Melody dapat melancarkan aksinya tanpa kendala karena kedua mertuanya sudah berangkat pagi-pagi sekali. Mereka mengatakan sedang ada urusan dan bahkan tidak sempat sarapan. Jika ada mertuanya, mana mungkin ia berani melakukan ini. “Ayo habiskan, Sayang. Kalau sudah dingin nanti tidak enak lagi.” Melody sengaja memanasi
Gerakan tangan Melody yang sedang membersihkan wajahnya kontan terhenti seketika. Wanita itu menoleh ke belakang dengan tatapan melotot. “Jadi, kamu juga bertukar nomor telepon dengannya? Kapan?!” Tanpa sadar Melody meninggikan suaranya karena keterkejutan tak terkira. Kemarin Khaysan hanya mengatakan jika mereka sudah lama tidak berkomunikasi karena ponsel suaminya hilang. Namun, lelaki itu tidak bilang kalau kemarin mereka kembali bertukar nomor kontak. “Kemarin, saat kita bertemu di mall dengannya. Kamu lebih dulu masuk ke restoran, jadi kamu tidak tahu apa yang kami bicarakan, ‘kan?” Khaysan menggaruk pelipisnya sembari melangkah ke arah Melody. “Tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menanyakan lowongan pekerjaan padaku.” Melody agak menyesal karena memilih meninggalkan Khaysan dan Lusy berduaan kemarin. Seharusnya ia tetap berada di sana juga atau langsung menarik suaminya menjauh dari sana saja. Karena emosi, dirinya malah ketinggalan banyak informasi. “Lowongan pekerjaan? Dili
Melody tak berniat berkata sefrontal itu pada Lusy. Namun, kekesalan yang sudah menumpuk sejak berhari-hari lalu membuatnya tak dapat mengontrol emosi maupun kata-katanya. Jujur, ia memang sudah sangat muak dengan sikap agresif wanita itu. Selama beberapa saat hanya keheningan yang Melody dengarkan. Tampaknya Lusy terkejut karena mendengar suaranya, padahal berharap Khaysan yang mengangkat telepon. Masa bodoh jika wanita itu tersinggung, ia tidak bisa diam saja karena sikap Lusy yang semakin menjadi-jadi. “Kalau hanya itu saja yang ingin kamu sampaikan, aku tutup ya? Intinya suamiku sibuk, selain mengurus pekerjaan, dia juga masih punya keluarga yang harus diperhatikan. Jadi, tolong jangan mengganggu waktu istirahatnya.” Karena Lusy hanya diam, Melody lah yang membuka suara lagi. Melody sendiri takjub dengan kata-katanya. Tak menyangka ia dapat menyampaikan sindirannya begitu gamblang. Padahal biasanya dirinya seringkali tak enak hati saat menyampaikan sesuatu, apalagi jika itu berp
“Apa?!” pekik Melody spontan. Manik matanya melebar sempurna mendengar jawaban dari asisten suaminya itu. Wanita itu mendengkus pelan. Tak menyangka kekhawatirannya malah berakhir dengan kesia-siaan. Ia pikir mungkin terjadi sesuatu sampai-sampai Khaysan dan Nathan belum pulang dan tidak ada kabar dari mereka. Namun, ternyata ia salah besar. Khaysan hanya sedang bersenang-senang dan itu tanpa dirinya. Pantas saja seharian ini ponsel Khaysan tidak aktif. Sepertinya lelaki itu sengaja melakukannya agar tidak diganggu oleh siapa pun. Bahkan, makanan yang sudah terlanjur ia sajikan pun tidak mungkin disentuh oleh lelaki itu. “Berarti seharian ini juga mereka pergi bersama?” tanya Melody lagi. Ia sudah kembali menetralkan ekspresinya dan memasang ekspresi datar. “Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Dimas dengan senyum kaku. Pertanyaan bodoh. Sudah pasti seharian ini Khaysan memang pergi bersama Lusy. Entah ke mana dan apa yang mereka lakukan. Membawa Nathan ikut serta hanya kedok agar diri
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang memberitahumu?” tanya Melody yang menatap David dengan sorot tak percaya. Melody merasa tak pernah memberitahu lokasinya pada David. Sebab, Khaysan pasti semakin kesal jika ia sampai berani memberitahu David di mana lokasi mereka. Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mengetahui di mana keberadaannya. “Melody, bisakah kamu membantuku agar boleh masuk? Anak buah suamimu ini sangat menyebalkan!” gerutu David yang sedang berusaha melepaskan diri dari kedua anak buah suaminya yang menghadangnya. “Nathan yang memberitahuku tempatnya berada. Kebetulan aku ada waktu luang, jadi aku menyempatkan datang.”Melody semakin terkejut dan panik. Setelah memberikan ponselnya pada Nathan, ia tidak terlalu mendengarkan apa saja obrolan putranya dengan David. Dirinya tidak menyadari kapan Nathan memberitahu lokasi mereka dan kapan David menjanjikan akan datang kemari. Kemarin Melody membiarkan Nathan yang mematikan telepon tersebut. Seanda
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
“Eh, bagaimana, Sayang?” Melody berbalik bertanya, takut salah dengar. Sebenarnya Melody sudah mendengar dengan jelas tentang permintaan Nathan barusan. Akan tetapi, ia tidak bisa serta merta mengikuti keinginan sang putra. Jika Nathan meminta seperti ini di tahun-tahun sebelumnya, ia pasti langsung menuruti. Sedangkan sekarang ada Khaysan yang terang-terangan tidak menyukai apa pun yang berhubungan dengan David. Sudah lama sekali Nathan tidak menanyakan tentang David. Apalagi berkomunikasi secara langsung. Namun, hanya berselang beberapa jam setelah bocah itu sadarkan diri dari tidur panjangnya, permintaan pertamanya malah seperti ini. Sepertinya Nathan sangat merindukan David karena biasanya anaknya selalu bergantung pada lelaki itu. “Nathan boleh video call sama Uncle Dave sebentar saja? Biasanya Uncle Dave yang video call duluan, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Apa Uncle Dave sangat sibuk?” Nathan kembali mengulang permintaannya dengan ekspresi agak cemberut seolah kesal
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya. Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu. Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari. Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, ja
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Meja makan yang tadinya dilingkupi oleh suasana hangat itu berubah menjadi penuh dengan kepanikan. Apalagi ketika Nathan nyaris terjatuh dari kursi karena pingsan. Untung saja Khaysan yang juga duduk bersebelahan dengan sang putra dengan sigap mengangkat bocah itu ke gendongannya. “Kita ke rumah sakit sekarang!” seru Melody panik. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung kembali memasuki mobil yang tadi mereka tumpangi saat pulang dari rumah sakit. Kali ini Bagas lah yang mengemudi sementara Melody dan Khaysan duduk di belakang menemani Nathan yang sudah tidak sadarkan diri. Melody dan Khaysan terus berusaha membangunkan sang putra. Akan tetapi, tak ada respon sama sekali dari bocah itu. Semuanya semakin panik, apalagi mulut Nathan juga tidak berhenti mengeluarkan darah. Khaysan juga terus meminta papanya mengendarai mobil lebih cepat. Begitu sampai di rumah sakit, Khaysan langsung turun dari mobil dan melangkah cepat memasuki area rumah sakit dan berseru meminta tolong pada pet
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi
Melody memilih menebalkan wajah dengan kembali ke rumah sakit menemui suaminya. Tanpa memedulikan segala risiko yang mungkin terjadi. Meskipun ada kemungkinan dirinya akan kembali diusir, baik itu secara halus maupun secara kasar. Ia sudah tidak memedulikan itu lagi. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit tadi, Melody tak berhenti menyakinkan dirinya sendiri. Sekalipun Khaysan mengusirnya atau meminta anak buah lelaki itu yang mengusirnya secara paksa, ia tidak akan pergi. Ia akan tetap berada di sini hingga dirinya sendiri lah yang ingin pergi. Keputusan ini membuatnya nyaris tak bisa tidur semalaman. Sebab nyatanya, meski sebelumnya Khaysan telah melontarkan kalimat pedas yang menyakiti hatinya, ia malah terus kepikiran pada lelaki di hadapannya ini. Dirinya merasa lebih tenang jika berada tepat di hadapan Khaysan walaupun risikonya akan dibuat semakin sakit hati. “Silakan kalau kamu ingin mengusirku atau memerintah siapa pun untuk mengusirku. Tapi, aku tidak akan pergi se
Mata Melody terasa panas melihat pemandangan yang tersaji tepat di depan matanya. Kejadian beberapa bulan lalu kembali terulang. Di mana Lusy dengan begitu percaya dirinya langsung memeluk Khaysan tanpa basa-basi di depannya.Saat itu mungkin Lusy memang belum mengetahui jika dirinya adalah istri Khaysan. Akan tetapi, sekarang berbeda. Jelas-jelas wanita itu tahu dan baru saja melewati Melody yang membukakan pintu. Menyebabkan Melody agak meneysak telah membukakan pintu. Padahal seharusnya tidak perlu.Melody berdeham agak keras, sengaja ingin mengalihkan atensi Lusy yang masih menempeli suaminya. Ia tahu suaminya juga risih dengan pelukan mendadak itu, tetapi Lusy tak akan mengerti jika tidak diberi ultimatum secara langsung. Melody tak akan bertindak bodoh dengan meninggalkan mereka berduaan seperti tempo hari.Tungkai jenjang Melody bergerak mendekati ranjang suaminya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik paksa Lusy dari sisi suaminya. “Maaf sekali, tapi suamiku sedang sakit, jadi