“Kamu setuju ‘kan, Sayang? Tidak apa-apa kalau kita mampir ke rumah Lusy sebentar? Lagipula sekarang masih sore,” tanya Khaysan pada Melody tanpa menyadari jika ekspresi ceria sang istri mulai berubah menjadi muram. “Ya sudah terserah,” jawab Melody yang sebenarnya tidak berminat mampir ke rumah Lusy sama sekali. Kalau Melody menolak ikut, ia khawatir suaminya malah akan pergi sendiri ke sana. Tentu saja ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Cukup saat di mall tadi saja dirinya membiarkan Khaysan dan Lusy asyik mengobrol dan mengabaikannya. Walaupun risikonya ia akan menjadi nyamuk lagi di antara mereka, Melody tidak keberatan sama sekali. Ia akan menjaga suaminya dari wanita yang tampak ramah itu. Karena mungkin saja ada niat terselubung yang Lusy rencanakan. Misalnya kembali mendekati Khaysan. Melody juga curiga jika Lusy sengaja membuntuti mereka setelah keluar dari area mall tadi. Ia tidak terlalu mempercayai kebetulan meskipun katanya Lusy bertempat tinggal di dekat sini dan s
“Mungkin masakan mantanmu lebih enak dari buatanku. Buktinya kemarin kamu lahap sekali. Dan sepertinya dia juga sering kelebihan makanan,” imbuh Melody lagi, masih dengan suara amat pelan. Tetapi, ia yakin Khaysan dapat mendengarnya. Melody dapat melihat keterkejutan Khaysan yang tampak sangat jelas di wajah lelaki itu. Walaupun sudut hatinya merasa kasihan dan tak tega, tetapi ia merasa puas. Ia bisa membalas ketidakpekaan suaminya seharian kemarin. Nathan yang bingung dengan kelakuan mommy-nya pun hanya mengekori wanita itu keluar dari dapur sembari membawa makanan miliknya. Ia heran kenapa daddy-nya terlihat sangat terkejut setelah sang mommy membisikkan sesuatu. Melody dapat melancarkan aksinya tanpa kendala karena kedua mertuanya sudah berangkat pagi-pagi sekali. Mereka mengatakan sedang ada urusan dan bahkan tidak sempat sarapan. Jika ada mertuanya, mana mungkin ia berani melakukan ini. “Ayo habiskan, Sayang. Kalau sudah dingin nanti tidak enak lagi.” Melody sengaja memanasi
Gerakan tangan Melody yang sedang membersihkan wajahnya kontan terhenti seketika. Wanita itu menoleh ke belakang dengan tatapan melotot. “Jadi, kamu juga bertukar nomor telepon dengannya? Kapan?!” Tanpa sadar Melody meninggikan suaranya karena keterkejutan tak terkira. Kemarin Khaysan hanya mengatakan jika mereka sudah lama tidak berkomunikasi karena ponsel suaminya hilang. Namun, lelaki itu tidak bilang kalau kemarin mereka kembali bertukar nomor kontak. “Kemarin, saat kita bertemu di mall dengannya. Kamu lebih dulu masuk ke restoran, jadi kamu tidak tahu apa yang kami bicarakan, ‘kan?” Khaysan menggaruk pelipisnya sembari melangkah ke arah Melody. “Tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menanyakan lowongan pekerjaan padaku.” Melody agak menyesal karena memilih meninggalkan Khaysan dan Lusy berduaan kemarin. Seharusnya ia tetap berada di sana juga atau langsung menarik suaminya menjauh dari sana saja. Karena emosi, dirinya malah ketinggalan banyak informasi. “Lowongan pekerjaan? Dili
Melody tak berniat berkata sefrontal itu pada Lusy. Namun, kekesalan yang sudah menumpuk sejak berhari-hari lalu membuatnya tak dapat mengontrol emosi maupun kata-katanya. Jujur, ia memang sudah sangat muak dengan sikap agresif wanita itu. Selama beberapa saat hanya keheningan yang Melody dengarkan. Tampaknya Lusy terkejut karena mendengar suaranya, padahal berharap Khaysan yang mengangkat telepon. Masa bodoh jika wanita itu tersinggung, ia tidak bisa diam saja karena sikap Lusy yang semakin menjadi-jadi. “Kalau hanya itu saja yang ingin kamu sampaikan, aku tutup ya? Intinya suamiku sibuk, selain mengurus pekerjaan, dia juga masih punya keluarga yang harus diperhatikan. Jadi, tolong jangan mengganggu waktu istirahatnya.” Karena Lusy hanya diam, Melody lah yang membuka suara lagi. Melody sendiri takjub dengan kata-katanya. Tak menyangka ia dapat menyampaikan sindirannya begitu gamblang. Padahal biasanya dirinya seringkali tak enak hati saat menyampaikan sesuatu, apalagi jika itu berp
“Apa?!” pekik Melody spontan. Manik matanya melebar sempurna mendengar jawaban dari asisten suaminya itu. Wanita itu mendengkus pelan. Tak menyangka kekhawatirannya malah berakhir dengan kesia-siaan. Ia pikir mungkin terjadi sesuatu sampai-sampai Khaysan dan Nathan belum pulang dan tidak ada kabar dari mereka. Namun, ternyata ia salah besar. Khaysan hanya sedang bersenang-senang dan itu tanpa dirinya. Pantas saja seharian ini ponsel Khaysan tidak aktif. Sepertinya lelaki itu sengaja melakukannya agar tidak diganggu oleh siapa pun. Bahkan, makanan yang sudah terlanjur ia sajikan pun tidak mungkin disentuh oleh lelaki itu. “Berarti seharian ini juga mereka pergi bersama?” tanya Melody lagi. Ia sudah kembali menetralkan ekspresinya dan memasang ekspresi datar. “Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Dimas dengan senyum kaku. Pertanyaan bodoh. Sudah pasti seharian ini Khaysan memang pergi bersama Lusy. Entah ke mana dan apa yang mereka lakukan. Membawa Nathan ikut serta hanya kedok agar diri
Letupan petasan pun saling bersahutan. Semakin mewarnai langit yang diterangi bulan purnama dengan warna-warni yang indah. Awalnya hanya letusan-letusan biasa, namun di penghujung, letusan itu membentuk satu kalimat yang membuat Melody spontan mengembangkan senyumnya. ‘Happy birthday to my beloved wife. I love you'Melody menatap langit dengan mata berkaca-kaca. Sungguh tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini dari orang yang ia sumpahi seharian ini. Rupanya dirinya telah ditipu oleh Dimas dan sudah pasti dalangnya adalah suaminya sendiri. Melody membalikkan tubuhnya, menatap Khaysan yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi haru bercampur kesal. Lelaki itu tersenyum lebar dan mengambil buket bunga besar yang Dimas bawa. Kemudian, langsung memberikannya pada Melody. “Selamat ulang tahun, Sayang. Maaf kalau aku membuatmu kesal seharian ini,” tutur Khaysan yang masih memegang buket besar itu karena Melody tak kunjung mengambilnya. Setelah agak lama diam, akhirnya Melody mene
“Terima kasih, Sayang. Kurasa ini bukan hadiah untukmu, tapi hadiah untukku,” ucap Khaysan dengan suara serak khas bangun tidur. Lelaki itu mengeratkan rengkuhannya, kemudian mengecup tengkuk Melody sekilas dengan mata yang masih terpejam. Khaysan dan Melody masih larut dalam gelora hasrat hingga matahari nyaris terbit. Melampiaskan kerinduan yang telah lama terpendam meski sebenarnya mereka bersama-sama setiap harinya. Namun, selalu dipenuhi oleh ketegangan. Sebenarnya mereka baru tidur sebentar. Namun, alarm dari ponsel Melody yang sudah menjerit membangunkan keduanya. Melody sengaja memasang alarm agar dirinya bangun lebih awal dan memiliki waktu untuk membereskan sisa kekacauan semalam sebelum Nathan bangun. Meskipun pada kenyataannya, Melody dan Khaysan masih betah berbaring di ranjang. Baru tadi malam mereka dapat melepas beban itu sejenak. Walaupun keduanya tidak tahu sampai kapan ketenangan ini akan bertahan. Tentunya baik Khaysan maupun Melody sama-sama berharap tak ada lag
“Hah? Jadi, Nathan tidak memberitahu Daddy?” sahut Melody terkejut. Nathan menggeleng lagi, kali ini keningnya berkerut keheranan. “Bukan Nathan yang memberitahu Daddy. Memangnya Daddy tidak tahu ulang tahun Mommy ya? Atau mungkin Uncle Dave yang memberitahu Daddy? Biasanya juga Uncle Dave yang selalu mengingatkan Nathan.” David memang menjadi orang pertama yang memberi ucapan selamat padanya. Namun, rasanya agak mustahil jika lelaki itu yang memberitahu suaminya tentang ulang tahunnya. Mereka tidak pernah akur, bahkan kemungkinan besar Khaysan akan memblokir kontak David jika memilikinya. Tadinya Melody hanya iseng-iseng bertanya. Tetapi, jawaban Nathan malah membuatnya semakin penasaran. Sebelumnya ia tidak pernah merayakan ulang tahunnya sama sekali selain perayaan kecil-kecilan di tempat yang privat. Ayahnya pun mungkin sudah melupakan tanggal ulang tahunnya. “Mommy! Kenapa Mommy melamun?” tanya Nathan sembari mengguncang lengan Melody. “Nanti biar Nathan tanyakan pada Dadd