“Kamu tunggu di sini, aku akan mengecek keadaan di luar.” Khaysan mengecup bibir Melody sekilas sebelum menarik diri. Sebenarnya bisa saja ia tetap melanjutkan kegiatan mereka. Namun, situasi yang tak menetu saat ini membuatnya tak bisa mengabaikan keanehan sedikitpun. Sebab, mungkin saja ada sabotase yang dilakukan seseorang untuk kepentingan tertentu. Khaysan kembali mengenakan pakaiannya dengan gerakan cepat. Langkah lebarnya membelah ruangan yang gelap gulita. Beruntungnya ada sedikit pantulan cahaya rembulan dari jendela yang tersingkap. Hanya itu satu-satunya cahaya yang masuk ke kamar mereka. Bersamaan dengan pintu yang kembali tertutup, Melody pun menyingkap selimutnya dan bergerak turun perlahan-lahan. Ia bergerak cepat mengumpulkan pakaiannya dan mengenakan kembali setiap helai kain tersebut. Walaupun Khaysan memintanya menunggu di kamar, Melody lebih memilih menyusul suaminya keluar. Tentu saja ia tidak akan meninggalkan putranya sendirian. Meskipun bocah itu masih tidur
Melody tercengang melihat seorang wanita asing yang tiba-tiba memeluk suaminya tanpa basa-basi. Lebih menyebalkannya lagi, Khaysan juga tampak tidak keberatan sama sekali. Lelaki itu terlihat terkejut, tetapi tidak mendorong atau melakukan sejenis penolakan lainnya. Walaupun pelukan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, dada Melody sudah panas bukan main. Ingin rasanya ia mendorong wanita gatal itu menjauh dari suaminya. Namun, tempat ini sangat ramai dan Melody tidak ingin memancing keributan yang akan mempermalukan dirinya sendiri. Setelah drama pelukan singkat itu, Khaysan malah sibuk mengobrol dengan wanita asing yang tanpa malu memeluknya. Sedangkan keberadaan Melody seolah tak terlihat oleh kedua insan yang asyik berdua itu. Perlahan-lahan Melody bergerak menjauh dari perasaan dongkol bukan main. Matanya masih tak lepas dari suaminya dan wanita asing itu. Sebenarnya Khaysan pun mencuri-curi pandang ke arahnya, tetapi malah membiarkan dirinya masuk ke restoran yang mereka
“Kamu setuju ‘kan, Sayang? Tidak apa-apa kalau kita mampir ke rumah Lusy sebentar? Lagipula sekarang masih sore,” tanya Khaysan pada Melody tanpa menyadari jika ekspresi ceria sang istri mulai berubah menjadi muram. “Ya sudah terserah,” jawab Melody yang sebenarnya tidak berminat mampir ke rumah Lusy sama sekali. Kalau Melody menolak ikut, ia khawatir suaminya malah akan pergi sendiri ke sana. Tentu saja ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Cukup saat di mall tadi saja dirinya membiarkan Khaysan dan Lusy asyik mengobrol dan mengabaikannya. Walaupun risikonya ia akan menjadi nyamuk lagi di antara mereka, Melody tidak keberatan sama sekali. Ia akan menjaga suaminya dari wanita yang tampak ramah itu. Karena mungkin saja ada niat terselubung yang Lusy rencanakan. Misalnya kembali mendekati Khaysan. Melody juga curiga jika Lusy sengaja membuntuti mereka setelah keluar dari area mall tadi. Ia tidak terlalu mempercayai kebetulan meskipun katanya Lusy bertempat tinggal di dekat sini dan s
“Mungkin masakan mantanmu lebih enak dari buatanku. Buktinya kemarin kamu lahap sekali. Dan sepertinya dia juga sering kelebihan makanan,” imbuh Melody lagi, masih dengan suara amat pelan. Tetapi, ia yakin Khaysan dapat mendengarnya. Melody dapat melihat keterkejutan Khaysan yang tampak sangat jelas di wajah lelaki itu. Walaupun sudut hatinya merasa kasihan dan tak tega, tetapi ia merasa puas. Ia bisa membalas ketidakpekaan suaminya seharian kemarin. Nathan yang bingung dengan kelakuan mommy-nya pun hanya mengekori wanita itu keluar dari dapur sembari membawa makanan miliknya. Ia heran kenapa daddy-nya terlihat sangat terkejut setelah sang mommy membisikkan sesuatu. Melody dapat melancarkan aksinya tanpa kendala karena kedua mertuanya sudah berangkat pagi-pagi sekali. Mereka mengatakan sedang ada urusan dan bahkan tidak sempat sarapan. Jika ada mertuanya, mana mungkin ia berani melakukan ini. “Ayo habiskan, Sayang. Kalau sudah dingin nanti tidak enak lagi.” Melody sengaja memanasi
Gerakan tangan Melody yang sedang membersihkan wajahnya kontan terhenti seketika. Wanita itu menoleh ke belakang dengan tatapan melotot. “Jadi, kamu juga bertukar nomor telepon dengannya? Kapan?!” Tanpa sadar Melody meninggikan suaranya karena keterkejutan tak terkira. Kemarin Khaysan hanya mengatakan jika mereka sudah lama tidak berkomunikasi karena ponsel suaminya hilang. Namun, lelaki itu tidak bilang kalau kemarin mereka kembali bertukar nomor kontak. “Kemarin, saat kita bertemu di mall dengannya. Kamu lebih dulu masuk ke restoran, jadi kamu tidak tahu apa yang kami bicarakan, ‘kan?” Khaysan menggaruk pelipisnya sembari melangkah ke arah Melody. “Tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menanyakan lowongan pekerjaan padaku.” Melody agak menyesal karena memilih meninggalkan Khaysan dan Lusy berduaan kemarin. Seharusnya ia tetap berada di sana juga atau langsung menarik suaminya menjauh dari sana saja. Karena emosi, dirinya malah ketinggalan banyak informasi. “Lowongan pekerjaan? Dili
Melody tak berniat berkata sefrontal itu pada Lusy. Namun, kekesalan yang sudah menumpuk sejak berhari-hari lalu membuatnya tak dapat mengontrol emosi maupun kata-katanya. Jujur, ia memang sudah sangat muak dengan sikap agresif wanita itu. Selama beberapa saat hanya keheningan yang Melody dengarkan. Tampaknya Lusy terkejut karena mendengar suaranya, padahal berharap Khaysan yang mengangkat telepon. Masa bodoh jika wanita itu tersinggung, ia tidak bisa diam saja karena sikap Lusy yang semakin menjadi-jadi. “Kalau hanya itu saja yang ingin kamu sampaikan, aku tutup ya? Intinya suamiku sibuk, selain mengurus pekerjaan, dia juga masih punya keluarga yang harus diperhatikan. Jadi, tolong jangan mengganggu waktu istirahatnya.” Karena Lusy hanya diam, Melody lah yang membuka suara lagi. Melody sendiri takjub dengan kata-katanya. Tak menyangka ia dapat menyampaikan sindirannya begitu gamblang. Padahal biasanya dirinya seringkali tak enak hati saat menyampaikan sesuatu, apalagi jika itu berp
“Apa?!” pekik Melody spontan. Manik matanya melebar sempurna mendengar jawaban dari asisten suaminya itu. Wanita itu mendengkus pelan. Tak menyangka kekhawatirannya malah berakhir dengan kesia-siaan. Ia pikir mungkin terjadi sesuatu sampai-sampai Khaysan dan Nathan belum pulang dan tidak ada kabar dari mereka. Namun, ternyata ia salah besar. Khaysan hanya sedang bersenang-senang dan itu tanpa dirinya. Pantas saja seharian ini ponsel Khaysan tidak aktif. Sepertinya lelaki itu sengaja melakukannya agar tidak diganggu oleh siapa pun. Bahkan, makanan yang sudah terlanjur ia sajikan pun tidak mungkin disentuh oleh lelaki itu. “Berarti seharian ini juga mereka pergi bersama?” tanya Melody lagi. Ia sudah kembali menetralkan ekspresinya dan memasang ekspresi datar. “Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Dimas dengan senyum kaku. Pertanyaan bodoh. Sudah pasti seharian ini Khaysan memang pergi bersama Lusy. Entah ke mana dan apa yang mereka lakukan. Membawa Nathan ikut serta hanya kedok agar diri
Letupan petasan pun saling bersahutan. Semakin mewarnai langit yang diterangi bulan purnama dengan warna-warni yang indah. Awalnya hanya letusan-letusan biasa, namun di penghujung, letusan itu membentuk satu kalimat yang membuat Melody spontan mengembangkan senyumnya. ‘Happy birthday to my beloved wife. I love you'Melody menatap langit dengan mata berkaca-kaca. Sungguh tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini dari orang yang ia sumpahi seharian ini. Rupanya dirinya telah ditipu oleh Dimas dan sudah pasti dalangnya adalah suaminya sendiri. Melody membalikkan tubuhnya, menatap Khaysan yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi haru bercampur kesal. Lelaki itu tersenyum lebar dan mengambil buket bunga besar yang Dimas bawa. Kemudian, langsung memberikannya pada Melody. “Selamat ulang tahun, Sayang. Maaf kalau aku membuatmu kesal seharian ini,” tutur Khaysan yang masih memegang buket besar itu karena Melody tak kunjung mengambilnya. Setelah agak lama diam, akhirnya Melody mene