Keesokan paginya |
Kana mengerang menarik tubuhnya selepas bangun tidur. Belum beranjak, tubuhnya masih terbungkus selimut tebal, tatapannya nyalang ke arah langit-langit kamar. Sesaat dia sadar, seperti ada yang salah pagi ini. Kana langsung menyibakkan selimut dan hendak turun dari ranjang. Tapi, dia kembali mengurungkan niatnya melihat seseorang duduk di sofa dekat ranjangnya."Ya ampun! Gue gak mimpi?" gumam Kana menepuk kedua pipinya.DapDapDapKana tak berani menatap pria yang tengah berjalan ke arahnya. Tinggi sekali pria itu, tubuhnya tegap dengan otot lengan nyaris merobek bajunya. Pria itu berdiri tepat di depan Kana, dia sedikit membungkuk menarik dagu Kana agar mendongak menatapnya."Kamu, Kana?"Deg!Kana tertegun dengan suara berat dan sedikit serak itu. Seketika jantungnya berpacu kala kedua mata saling bertemu, Kana benar takjub dengan tatapan pria itu."Saya bertanya!" ulang pria itu, kali ini suaranya lebih sedikit meninggi."Om Bara, Kenapa di rumah saya?"Om? Kenapa dia bisa memanggilnya dengan sebutan itu? Bahkan walau untuk usia paman-paman rasanya itu tidak cocok untuk pria berparas tampan itu. Tapi tunggu, kenapa Kana mengenal pria dengan nama Bara itu? Dengan senyum miring, pria bernama Bara itu mengeratkan kepalan sebelah tangannya lagi. Kemudian dia melepaskan tangannya dari dagu Kana dan mundur satu langkah menjauhinya."Kamu lihat mereka?" tanya Bara.Glek!Kana menelan susah salivanya, dia ingat apa yang terjadi semalam. Bahkan dia juga mengingat wajah orang yang menembak dan merusak jendelanya."Kamu tinggal sendiri?"Kana menganggukan kepalanya membenarkan pertanyaan Bara. Benar memang, dia tinggal sendiri sekarang setelah Kakaknya pergi kemarin."Dengar, saya tidak akan mengulang ucapan saya dua kali. Jadi, dengarkan baik-baik."Kana mengeritkan keningnya mendengar kalimat tegas dari Bara."Mereka sudah melihat kamu, bersama saya. Itu akan membuat mereka beranggapan kalau kamu bagian dari saya. Kamu harus ikut dan tinggal bersama saya agar mereka tidak menyakiti kamu.""Hahh? Gimana maksudnya? Tinggal bersama?""Mereka tidak peduli siapa kamu. Kalau saja mereka lihat kamu berkeliaran sendiri di luar, bisa saya pastikan mereka akan menyerang mu.""Tapi, kenapa saya harus ikut sama Om? saya gak mau!""Kamu harus mau!""Enggak! Sekarang Om pergi dari rumah saya.""Kamu dalam bahaya, saya hanya ingin melindungi kamu.""Kenapa harus lindungi saya? Kita gak ada hubungan, mereka gak akan lakukan apapun sama Kana.""Salah saya masuk ke rumah kamu. Apapun itu, mereka tetap akan mengincar kamu!" Bara begitu geram, dia mencekram kedua bahu Kana dengan tatapan tajam."Saya gak mau! Sekarang silahkan keluar dari rumah saya!" dengan beraninya Kana menentang Bara. Dan itu semakin membuatnya geram."Dengar, gadis kecil. Saya bisa saja meninggalkan kamu di sini, tidak peduli dengan keadaan mu. Tapi yang saya fikirkan, kamu sahabat Indira."Kana terdiam, dia menatap pria yang tengah berdiri di depannya. Iya, pria ini adalah Ayah dari Indira, Joe Bara. Pantas saja Kana mengenal dan langsung menyebutnya dengan sebutan Om.Pria berparas tampan dengan tubuh tinggi tegap berotot yang kini usianya sudah menginjak 32 tahun. Hah! 32 tahun sudah memiliki putri yang usianya sama dengan Kana, 18 tahun? Yang benar saja? Tentu benar. Bagaimana bisa terjadi? Tentu itu tidak di bahas sekarang."Kamu harus ikut dengan saya." kata Bara lagi."Ok, gak masalah. Kana ikut, di sini juga gak ada siapa-siapa. Lumayan juga, bisa numpang hidup."Bara mengeritkan keningnya mendengar kalimat pasrah gadis kecil itu."Apa maksud kamu?" Bara mencekram lengan Kana menghentikannya dari langkahnya."Rumah ini sebentar lagi pasti akan di sita, udah nunggak 3 bulan. Kak Maudy gak bayar angsuran, jadi ya lumayan lah kalau Om nawarin Kana tempat tinggal, sama Dira juga.""Siapa yang bilang kamu tinggal sama Indira?""Apa?""Kamu tinggal dengan saya, bukan dengan Indira.""Hah? Tapi, Om!""Kamu bilang rumah ini akan di sita 'kan? Jadi kamu harus tinggal dengan saya agar kamu punya tempat tinggal.""Tapikan Kana bisa tinggal sama Dira.""Enggak. Kamu harus tinggal dengan saya,""Gak mau! Kana gak mau tinggal sama Om.""Kamu harus mau, Kana!""Enggak! Lepasin!" Kana mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Bara. Tapi sepertinya pria besar itu mengabaikan berontakan Kana yang tidak sebanding dengan setengah tenaganya."Gak mau! Lepasin Kana, Om!" Kana menahan tubuhnya dengan memegangi handel pintu kamar yang tertutup.Bara mengeratkan rahangnya menatap kesal pada Kana yang keras kepala. Dia mendekati Kana dan mengungkung tubuh kecil Kana di antara kedua tangan kekarnya."Jangan keras kepala, Kana! Kamu harus ikut saya, atau mereka akan kembali dan membawa mu pada perdagangan wanita. Kamu mau, ikut mereka?"Glek!Kana benar jantungan di buat Bara, dia mendongak menatap pahatan sempurna pria itu. Bahkan bau parfum yang begitu maskulin masih bisa tercium walau penampilannya sudah sangat kacau dan penuh darah di bagian perutnya."Kamu dengar saya, Kana?""Tapi kenapa harus tinggal sama Om? Kana bisa tinggal sama Dira, di sana juga 'kan banyak penjaga."Bara meleraikan kungkungannya, dia mundur satu langkah menatap Kana. Tangannya terulur menggapai tangan Kana, erat sekali dia menggenggam tangan itu. Seperti benar ingin membawanya pergi. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Bara langsung membawa Kana, kali ini tidak memaksa. Tapi ajaibnya malah membuat Kana menurut begitu saja tanpa memberontak atau menolak."Mana kunci motor kamu?"Kana masih berfikir keras, kenapa dia harus ikut dengan Ayah temannya itu?"Bukannya kata Dira, Om lagi di London 'ya?""Mana kunci motor kamu, Kana?""Jawab dulu Om. Kana gak mau Dira salah paham."Bara membuang nafas kasar, dia menunduk menatap wajah Kana yang masih kusam. Bahkan untuk membasuh wajah saja tadi dia belum sempat karena Bara terus memaksanya untuk pergi bersama."Dimana kunci motor kamu, Aira Kana Stuart!"Kana membulatkan matanya sempurna mendengar Bara menyebut namanya dengan lengkap, beserta marganya sekaligus."Om, kok tau-,""Jawab aja, Kana. Dimana kamu taruh kunci motor, kamu ini selain keras kepala ternyata banyak tanya juga! Sekarang ambil kunci motor kamu, saya tunggu di sini."Kana mengerjapkan kedua matanya mendengar kalimat panjang Bara yang terlihat sudah sangat kesal dengan gadis muda ini."KANA!""Iya ihh! Bentar!" Kana kembali masuk kedalam rumah mencari kunci motornya. Seingatnya semalam dia menaruh di sofa ruang tamu. Benar saja, masih ada di sana benda itu. Segera Kana kembali pada Bara, tak lupa dia menutup pintu dan menguncinya. Dia menyertakan kunci rumahnya sebagai bandul pada kunci motor agar tidak hilang.Setelah dia memberikan kunci itu pada Bara, segera mereka meninggalkan rumah yang mungkin saja sudah di incar para kawanan penembak semalam. Bara melajukan motor sport Kana cukup kencang, Kana mengeritkan keningnya melihat jalur keluar dari jalan raya."Om, kita mau kemana?"Bara tak menyahut, dia semakin melajukan kecepatan motornya dan itu berhasil membuat Kana memeluk erat tubuh Bara. Bara tersenyum kecil merasakan lingkaran tangan Kana di perutnya. Tak lagi dia rasakan sakit pada luka tembakan semalam, setelah bertemu dengan Kana, sepertinya luluh semua rasa sakit pada tubuhnya.Bara membelokkan motor itu ke halaman bangunan bertingkat yang di kelilingi pagar tembok tinggi dengan pintu gerbang besi tebal yang otomatis terbuka. Kana semakin bingung, ini bukan rumah dimana Dira tinggal. Kemana Bara membawanya? Di sana mereka di sambut dengan beberapa pengawal bertubuh tegap dengan pakaian rapi serba hitam. Mereka membungkuk memberi hormat kala Bara melewati para penjaga di sana.Kan
Malam hari |Kana duduk di tepi ranjang sambil meremas jari-jari lentiknya. Tidak dia pedulikan beberapa orang di sana yang sedang menghias kamar menjadi kamar pengantin. Buka hanya itu, di sana juga tampak dua orang tengah sibuk memasang gaun pengantin berwarna putih pada sebuah Mannequen.Lagi, Kana tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba saja Bara masuk kerumahnya, membawanya pergi dan memintanya menikah. Apa sebenarnya yang Bara inginkan.Ceklek.Bara melirik kamar yang sudah hampir selesai di hiasi dengan dominan warna merah dan bunga mawar merah. Dia melihat Kana duduk termenung di ranjang, memutuskan menghampiri gadis kecil itu."Kamu harus istirahat, besok acara pernikahan akan berlangsung satu hari dan kamu akan kelelahan." kata Bara. Kana mengangkat pandangannya menatap nanar pada pria yang katanya besok akan menikahinya."Enak banget Om ngomongnya. Emangnya Om gak mikir gimana Kana? Masa depan Kana? Om tau keluarga Kana gimana, dan Om juga pasti tau tentang Indira.
Malam hari |Kana melepaskan high heels dari kakinya yang terasa pegal karena seharian berdiri dan berjalan kenalan dengan para kolega Bara. Cukup banyak yang hadir, beberapa orang terpenting yang Bara undang.Kana berdiri mencoba menarik resleting di punggungnya yang sulit dia jangkau. Dia sampai membusungkan dadanya mencari dimana pengait gaun itu."Panggil saya kalau kamu kesulitan, Ai."Kana menegang! Bara datang tiba-tiba menarik pinggangnya dan menurunkan resleting itu. Kana masih memegangi bagian depan gaun agar tidak terlepas. Malu rasanya."Kenapa? Kamu sudah menjadi istri saya, sudah seharusnya saya lihat lekuk tubuh kamu.""Enggak!" Kana menjauh dari Bara sambil menarim selimut menutup tubuhnya."Kana gak mau!"Bara tersenyum miring melihat wajah memerah Kana. Dia menginjak pucuk selimut di lantai dan berjalan mendekati Kana."Om, please. Kana belum siap,"Bara menghentikan langkahnya, jakunnya naik turun menelan salivanya mendengar kalimat Kana. Dia melihat sorot ketakutan
Keesokan paginya |Kana terbangun dari tidurnya tepat pukul 6 pagi. Dia mencoba melepaskan lengan Bara yang melingkar di perutnya. Bukannya terlerai, justru Bara malah semakin mengeratkan pelukannya."Om, ini udah pagi. Kana mau kuliah." Bara tak menghiraukan, dia malah mendusal mengecup ceruk leher Kana."Om!""Mas gak akan lepas kalau kamu masih panggil 'Om.""Kana lupa. Ya udah, lepasin Mas."Bara memutar tubuh Kana agar menghadapnya."Morning, My Wife." ucap Bara mengecup kening Kana. Kana diam tersipu malu, dia merasa kalau wajahnya pasti sudah memerah."Gak mau balas sapaan Mas?""Iya, morning too.""Kok gitu doang, gak sosweet.""Ihh apaan sih! Awas ah, Kana mau mandi, Mas!""Bentar dulu, Ai. Mas masih mau peluk kamu.""Ntar Kana terlambat, kampus Kana makin jauh dari sini."Bara baru ingat, mereka tengah berada jauh dari pusat kota. Untuk sampai ke kampus Kana butuh waktu tempuh sekitar 45 menit. "Mas!""Ok, Mas lepasin. Tapi cium dong, dikit aja."Kana mengeritkan keningnya,
Siang hari |Setelah bertengkar tadi, dan Bara berhasil meluluhkan kembali hati Kana untuk berbaikan. Kana menerima takdir kalau dirinya benar milik sang Bara, bukan hanya status dalam buku nikah. Tapi juga sah status sebagai istri Bara yang mungkin sebentar lagi akan menjadi Ibu."Sayang, Mas izin keluar sebentar 'ya." Bara memeluk Kana yang tengah duduk di depan cermin rias."Mau kemana?""Mau liat perusahaan.""Lama gak?""Enggak."Kana memutar tubuhnya menghadap Bara dan mendongak menatap pria itu."Mas, boleh Kana tanya sesuatu?""Boleh, mau tanya apa?" Bara mengusap rahang mulus Kana. Kana melirik bagian perut Bara dan mengusapnya dari balik kemeja hitam yang Bara kenakan."Sebenarnya Mas ini siapa? Kerja apa?" tanya Kana tanpa menatap Bara.Bara menggenggam tangan Kana, dia langsung menunduk bersimpuh di depan Kana. Sangat me-Ratukan sang istri."Apa itu penting?""Penting Mas. Kayanya pekerjaan Mas berbahaya. Lihat, sampek luka gitu.""Enggak kok, ini cuma ulah orang yang iri
Di tengah jam pelajaran, Kana terus memperhatikan Indira. Dia tidak mengerti dengan jalan fikiran Indira. Apa tidak terfikir di benat Indira untuk menghargai Bara sebagai Ayah, walau tidak kandung."Kana! Kamu dengar saya?"Kana tersentak mendengar dosen pengajar menegurnya keras."I-iya Bu, dengar." jawab Kana."Coba kamu jelaskan, apa yang Ibu katakan tadi."Masih baik Kana murid yang cerdas, tanpa memperhatikan pun dia mengerti jalan pelajaran yang di jelaskan dosen itu. Lihai sekali dia menjelaskan materi pelajaran."Bener 'kan, Bu?" Dosen wanita itu menaikan sebelah alisnya menatap Kana. Sudah salah dia menguji Kana, dia bukan sembarang Siswi yang sulit jika di beri soalan."Lain kali jangan melamun, Ujian Semester kalian sebentar lagi.""Iya Bu!" Kana kembali duduk, posisi duduknya berada tepat di belakang Indira."Lo kenapa, Na?" bisik Indira."Enggak, gue gak apa-apa."Jam pulang sekolah |"Lo balik kemana, Na?""Eumm, kos. Gue sekarang sewa kosan.""Oh ya, dimana?""Emmmm-,"
Ceklek.Pukul 01:20 | Bara kembali masuk ke kamar setelah mengurus Pram yang datang. Dia tidak menyadari kalau Kana tidak ada di ranjang. Bara mengecek luka yang sudah beberapa hari ini dia abaikan, sepertinya luka itu mulai membaik. Obat yang Livy berikan cukup manjur untuk luka tembak yang dia alami beberapa waktu lalu. Iya, Bara hanya mengandalkan dari obat yang Livy suntikan, pil yang di berikan tidak pernah sama sekali dia minum. Bara langsung membuang benda yang tidak pernah dia telan walau sesakit apapun dirinya."Mas," Deg! Bara meremang ketika sebuah tangan menyusup dari belakang mengusap dadanya. Deru nafas hangat terasa menyapu ceruk lehernya, bau parfum yang begitu menggoda kejantanan, membuatnya sulit bernafas. Bara membawa tangan mungil itu, menariknya pelan hingga si pemilik beralih duduk di pangkuannya.Glek!Lagi, Bara di buat jantungan melihat tubuh seksi Kana dalam balutan lingerie merah dengan bahan satin. Tampak pucuk niple mungil Kana menonjol, membuat sang Ba
Siang hari sepulang kuliah |"Kana! Lo kenapa sih?" Indira menarik tangan Kana, menahannya pergi tanpa bicara. Bagaimana Indira tidak panik, sedari tadi Kana enggan bicara padanya. Bahkan saat Indira bertanya pun, Kana mengabaikannya. Tentu itu membuat Indira kesal dan bingung."Lo kalo ada masalah, cerita sama gue!""Mending sekarang lo gak usah ikut campur masalah gue.""Tapi kenapa, Na. Kana!"Indira mematung melihat kepergian Kana begitu saja. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. "Dira!"Indira menoleh ke arah sumber suara, dia melihat Rendy berlari mendekatinya."Kana udah pergi?" tanya Rendy senggal."Udah.""Rio, Kana ..""Rio? Kenapa?"Rendy masih mengatur nafasnya agar mudah bicara."Kana terima tawaran Rio, buat balapan.""Hah! Yang bener lo kalo ngomong!""Bener. Gue juga denger, Rio bakal ngerjai Kana, dia mau buat Kana ML sama dia dan ngerekam aksi mereka dan dia bakal nyebarin ke media sosial.""Brengsek! Apa-apaan, kenapa Kana terima tawaran Rio?""Kana gak tau