15 menit sebelumnya |Bara menatap punggung Kana yang sudah memasuki kamar mandi. Dengan membuang nafas kasar, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Mata elangnya menatap nyalang langit kamar. Rasa cintanya begitu besar pada Kana, bagaimana sekarang dia mengatasi Livy. Pria brengsek yang sudah menipunya, datang membawa segalanya untuk sahabatnya, dan pergi meninggalkan semua jenis luka pada dokter cantik itu. Salah Bara sudah mengenalkan pria brengsek pada Livy, tapi sumpah demi apapun Bara sendiri tidak tau kalau pria itu memiliki keluarga di negara aslinya, Amerika.DdrrttDdrrttDeg! Bara menegang melihat panggilan dari Indira. Kenapa anak itu harus menelfonnya sekarang? Bara menghela nafas berat sebelum menerima panggilan dari putrinya."Iya, Ra."'Dad ..' terdengar lirih suara Indira dari seberang sana. Bara memijit pelipisnya mendengar suara mengenaskan itu."Dira, maafin Daddy. Daddy akan-,"'Rio udah nyebarin vidio ciuman sama Kana di medsos. Dira gak terima, lakuk
Bara memarkirkan asal mobilnya di depan bangunan megah berlantai dua. Tidak peduli ada banyak penjaga bersenjata yang menghadangnya masuk kedalam hunian itu. Bara menentang, dia menghadapi jejaran orang yang berdiri di depan teras."Panggil Pram keluar, atau tempat ini gue hancurkan!" ucap Bara menahan amarah yang siap meluap."Joe Bara!"Si pemilik nama menatap sumber suara, bersamaan dengan para penjaga yang bergeser memberi jalan pada sang majikan."Kita bicara di dalam?" tawar Pram.Bara mengeluarkan pistol dan menodongkan pada Pram, sontak para anak buah Pram juga mengangkat senjatanya mengarah pada Bara."Lo udah dua kali nyerang gue, dan sekarang gue nyatakan kita resmi perang!""Bara! Tenang, kita bicara baik-baik.""Gak butuh!"Pram menghela nafasnya, meminta para anak buahnya untuk pergi meninggalkan kedua ketua Mafia beda kelas itu."Gue udah bilang, lo serahkan gadis cantik itu, dan gue gak akan lagi mengganggu.""Berapa kali gue jelaskan, jangan bawa wanita dalam urusan p
Keesokan paginya |"Harusnya Mas bawa motor Kana dari Basecamp, kenapa malah di tinggal gitu. 'Kan Kana biasa bawa motor ke kampus, Mas." Pagi-pagi begini Kana sudah mengomel pasal motor yang tertinggal di basecamp saat bertengkar kemarin. Saat itu Bara membawa Kana begitu saja tanpa peduli lagi dengan motor kesayangan Kana."Mas lupa, Ai. Nanti Mas beliin yang baru aja, gimana? Sama handphone juga.""Gak mau! Kana mau motor yang lama, Mas. Itu kenangan Kana dari Papah, Mas udah hancurin handphone Kana, masa sekarang mau ganti motornya juga. Mas mau buang semua kenangan Kana? Walau buruk, tapi tetap ada kesannya Mas. Mas -,"Kana bungkam kala Bara menghajar bibir nya, menyesapnya dan menggigitnya lembut."Udah ngomelnya? Masih pagi, Ai. Nanti Mas minta anak buah Mas ambil motor kamu."Kana menangkup rapat bibirnya, menunduk tak berani menatap sang suami."Kamu pergi ke kampus biar Mas yang anter,""Gak usah. Kana bisa nebeng Dira, dia di antar supir 'kan?""Enggak. Mas yang akan anta
"Mas seorang penjahat. Perusahaan yang kamu tau, bukan bisnis bersih seperti yang kamu bayangkan. Mas seorang Mafia di bidang perampokan dan pembunuhan."Kana menatap nanar pada Bara yang mencoba setenang mungkin menjelaskan identitas aslinya. "Dan orang yang kamu lihat itu, dia adalah musuh Mas. Musuh yang meminta pembagian wilayah untuk dia. Mas nutupi identitas asli dari publik, gak ada yang tau siapa Joe Bara. Gak ada yang kenal sama Mas selain pengusaha bisnis Ilegal. Mas menutup diri dari publik, Mas sembunyikan keluarga Mas, termasuk Indira dan Mamah di Prancis. Edgar yang menjaga Mamah di sana, bisnis ini hanya Mas dan Edgar yang menjalankan. Kana, Mas gak mau kamu ninggalin Mas setelah tau siapa Mas sebenarnya. Itu alasannya kenapa Mas sembunyikan apa pekerjaan Mas sebenarnya.""Terus, masalah perempuan itu?""Dia ninggalin Mas setelah tau pekerjaan ini. Dan Mas gak mau itu terulang lagi, Mas cinta sama kamu, Kana. Mas gak mau kamu pergi seperti Dinar ninggalin Mas."Kana ma
Bara berulang kali menelfon Indira, dia cemas sebab sedari tadi remaja itu tak merespon panggilannya. Begitu juga dengan Edgar, mereka kini tengah dalam perjalanan kembali ke rumah selepas turun dari pesawat tadi."Coba kamu yang telfon, Ed." pinta Bara pada Edgar."Sama Bang, gak di angkat juga. Pesan gue juga gak di baca."Bara dan Edgar semakin cemas, Bara menambah laju kecepatan mobilnya. Mereka tiba di wilayah perbatasan, sesampainya mereka di gerbang Utama, jalanan itu sudah di penuhi dengan ratusan anak buah Bara dan anak buah Pram. Mereka saling menodongkan senjata, di sana juga tampak Pram berdiri di antara para anak buahnya.Segera Bara dan Edgar turun, bersiap dengan senjata yang di sembunyikan di balik jas hitamnya."Joe Bara! Akhirnya lo datang juga, kemana aja lo, Joe Bara." Pram berjalan mendekati Bara.Bara menatap datar pada Pram, pria berwajah tengil itu membuat Bara sangat muak. Pram membuang sisah puntung rokoknya tepat di dekat kaki Bara, dan menghembuskan asap nik
Bara dan para kawanannya sudah tiba di kediaman Bodger. Sepertinya mereka sudah siap dengan kedatangan klan Rubah Hitam itu, terlihat klan Jaguar sudah bersiap dengan senjatanya masing-masing.Segera Bara dan Edgar keluar dari mobil, Bara tidak menunjukkan senjatanya. Dia mendekati salah satu penjaga yang menjadi kepercayaan Pram. Entah apa yang Bara katakan, orang itu menyilahkan Bara masuk hanya berdua dengan Edgar saja."Bersiap saat gue kirim sinyal." bisik Bara pada anak buah kepercayaannya.Setelah itu, Bara dan Edgar segera masuk menemui Pram. Keduanya tampak tenang tanpa terlihat kemarahan di wajahnya. Itu senjata andalan Bara untuk tidak memancing musuh menyerang cepat.Mereka di arahkan ke sebuah ruangan, di sana Bara dan Edgar melihat Indira duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat serta mata di tutup dengan sehelai kain. "Joe Bara! Gak sangka gue lo beneran dateng," Pram menarik dua kursi, menyilahkan dua musuh tamunya itu duduk."Dad!! Daddy!" terdengar teriakan Ind
Kana duduk di tepi ranjang, memainkan kuku panjangnya yang tak lagi terawat. Walau tampak sibuk dengan kuku, tapi fikirannya tetap mengarah pada masalah tadi. Ternyata benar kata Bara, menjadi keluarga Mafia tidak mudah. Harus pandai menjaga identitas agar musuh tidak mudah mengenali keluarganya."Sayang, kok belum tidur?" tanya Bara yang baru saja masuk kamar."Gimana keadaan Indira, Mas?" Kana langsung berdiri mendekati Bara."Udah lebih tenang, dia udah di temani Edgar.""Kenapa Mas gak bilang, kalau Dira di culik?""Memangnya kalau Mas bilang, kamu mau apa? Ikutan?"Kana mencebikkan bibirnya maju kedepan dengan wajah menekuk kesal."Mas gak mau kamu ribut minta ikut, bisa dalam bahaya kamu. Itu saja kamu udah jadi incarannya, karena masalah Papa mu."Kana menatap tajam pada Bara, barusan dia mengatakan 'Papamu' padahal jelas pria itu adalah mertuanya."Mas! Dia mertua kamu!""Iya, Mas tau. Tapi orang tua mana yang tega, jual anaknya. Apa pantas seperti itu di sebut orang tua?""Ma
Bara baru selesai mengurus masalah kuliah Kana dan Indira. Pihak kampus setuju untuk melakukan Darring pada kedua muridnya itu selama satu minggu kedepan. Bara membawa beberapa materi yang sempat Kana tinggal, guru pengajar memberikan soal ulangan juga."Om Bara!"Bara menoleh kala namanya di panggil, di sana dia melihat tiga remaja pria menghampirinya."Ini kunci motor Kana, saya udah kirim motornya ke alamat yang Om bilang." Bara menerima kunci motor milik Kana dari Rio."Om, kita boleh ketemu Kana sama Dira gak?" kata Alvin."Untuk sentara tidak." balas Bara dengan nada datar."Jadi, kapan dong?""Mau apa kalian bertemu mereka?""Kita cuma mau berkunjung aja kok, Om. Kana dan Dira juga kan teman kita."Bara menatap ketiga remaja itu, setelahnya dia pergi dari sana tanpa bicara sepatah kata pun. Dia bahkan tidak menjawab kapan mereka bisa mengunjungi Kana dan Indira."Tuh liat, gak serem lo pada berurusan sama dia? Gue yakin, di balik jasnya itu, ada pistol." kata Rio."Serius lo, l