Di tengah jam pelajaran, Kana terus memperhatikan Indira. Dia tidak mengerti dengan jalan fikiran Indira. Apa tidak terfikir di benat Indira untuk menghargai Bara sebagai Ayah, walau tidak kandung."Kana! Kamu dengar saya?"Kana tersentak mendengar dosen pengajar menegurnya keras."I-iya Bu, dengar." jawab Kana."Coba kamu jelaskan, apa yang Ibu katakan tadi."Masih baik Kana murid yang cerdas, tanpa memperhatikan pun dia mengerti jalan pelajaran yang di jelaskan dosen itu. Lihai sekali dia menjelaskan materi pelajaran."Bener 'kan, Bu?" Dosen wanita itu menaikan sebelah alisnya menatap Kana. Sudah salah dia menguji Kana, dia bukan sembarang Siswi yang sulit jika di beri soalan."Lain kali jangan melamun, Ujian Semester kalian sebentar lagi.""Iya Bu!" Kana kembali duduk, posisi duduknya berada tepat di belakang Indira."Lo kenapa, Na?" bisik Indira."Enggak, gue gak apa-apa."Jam pulang sekolah |"Lo balik kemana, Na?""Eumm, kos. Gue sekarang sewa kosan.""Oh ya, dimana?""Emmmm-,"
Ceklek.Pukul 01:20 | Bara kembali masuk ke kamar setelah mengurus Pram yang datang. Dia tidak menyadari kalau Kana tidak ada di ranjang. Bara mengecek luka yang sudah beberapa hari ini dia abaikan, sepertinya luka itu mulai membaik. Obat yang Livy berikan cukup manjur untuk luka tembak yang dia alami beberapa waktu lalu. Iya, Bara hanya mengandalkan dari obat yang Livy suntikan, pil yang di berikan tidak pernah sama sekali dia minum. Bara langsung membuang benda yang tidak pernah dia telan walau sesakit apapun dirinya."Mas," Deg! Bara meremang ketika sebuah tangan menyusup dari belakang mengusap dadanya. Deru nafas hangat terasa menyapu ceruk lehernya, bau parfum yang begitu menggoda kejantanan, membuatnya sulit bernafas. Bara membawa tangan mungil itu, menariknya pelan hingga si pemilik beralih duduk di pangkuannya.Glek!Lagi, Bara di buat jantungan melihat tubuh seksi Kana dalam balutan lingerie merah dengan bahan satin. Tampak pucuk niple mungil Kana menonjol, membuat sang Ba
Siang hari sepulang kuliah |"Kana! Lo kenapa sih?" Indira menarik tangan Kana, menahannya pergi tanpa bicara. Bagaimana Indira tidak panik, sedari tadi Kana enggan bicara padanya. Bahkan saat Indira bertanya pun, Kana mengabaikannya. Tentu itu membuat Indira kesal dan bingung."Lo kalo ada masalah, cerita sama gue!""Mending sekarang lo gak usah ikut campur masalah gue.""Tapi kenapa, Na. Kana!"Indira mematung melihat kepergian Kana begitu saja. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. "Dira!"Indira menoleh ke arah sumber suara, dia melihat Rendy berlari mendekatinya."Kana udah pergi?" tanya Rendy senggal."Udah.""Rio, Kana ..""Rio? Kenapa?"Rendy masih mengatur nafasnya agar mudah bicara."Kana terima tawaran Rio, buat balapan.""Hah! Yang bener lo kalo ngomong!""Bener. Gue juga denger, Rio bakal ngerjai Kana, dia mau buat Kana ML sama dia dan ngerekam aksi mereka dan dia bakal nyebarin ke media sosial.""Brengsek! Apa-apaan, kenapa Kana terima tawaran Rio?""Kana gak tau
15 menit sebelumnya |Bara menatap punggung Kana yang sudah memasuki kamar mandi. Dengan membuang nafas kasar, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Mata elangnya menatap nyalang langit kamar. Rasa cintanya begitu besar pada Kana, bagaimana sekarang dia mengatasi Livy. Pria brengsek yang sudah menipunya, datang membawa segalanya untuk sahabatnya, dan pergi meninggalkan semua jenis luka pada dokter cantik itu. Salah Bara sudah mengenalkan pria brengsek pada Livy, tapi sumpah demi apapun Bara sendiri tidak tau kalau pria itu memiliki keluarga di negara aslinya, Amerika.DdrrttDdrrttDeg! Bara menegang melihat panggilan dari Indira. Kenapa anak itu harus menelfonnya sekarang? Bara menghela nafas berat sebelum menerima panggilan dari putrinya."Iya, Ra."'Dad ..' terdengar lirih suara Indira dari seberang sana. Bara memijit pelipisnya mendengar suara mengenaskan itu."Dira, maafin Daddy. Daddy akan-,"'Rio udah nyebarin vidio ciuman sama Kana di medsos. Dira gak terima, lakuk
Bara memarkirkan asal mobilnya di depan bangunan megah berlantai dua. Tidak peduli ada banyak penjaga bersenjata yang menghadangnya masuk kedalam hunian itu. Bara menentang, dia menghadapi jejaran orang yang berdiri di depan teras."Panggil Pram keluar, atau tempat ini gue hancurkan!" ucap Bara menahan amarah yang siap meluap."Joe Bara!"Si pemilik nama menatap sumber suara, bersamaan dengan para penjaga yang bergeser memberi jalan pada sang majikan."Kita bicara di dalam?" tawar Pram.Bara mengeluarkan pistol dan menodongkan pada Pram, sontak para anak buah Pram juga mengangkat senjatanya mengarah pada Bara."Lo udah dua kali nyerang gue, dan sekarang gue nyatakan kita resmi perang!""Bara! Tenang, kita bicara baik-baik.""Gak butuh!"Pram menghela nafasnya, meminta para anak buahnya untuk pergi meninggalkan kedua ketua Mafia beda kelas itu."Gue udah bilang, lo serahkan gadis cantik itu, dan gue gak akan lagi mengganggu.""Berapa kali gue jelaskan, jangan bawa wanita dalam urusan p
Keesokan paginya |"Harusnya Mas bawa motor Kana dari Basecamp, kenapa malah di tinggal gitu. 'Kan Kana biasa bawa motor ke kampus, Mas." Pagi-pagi begini Kana sudah mengomel pasal motor yang tertinggal di basecamp saat bertengkar kemarin. Saat itu Bara membawa Kana begitu saja tanpa peduli lagi dengan motor kesayangan Kana."Mas lupa, Ai. Nanti Mas beliin yang baru aja, gimana? Sama handphone juga.""Gak mau! Kana mau motor yang lama, Mas. Itu kenangan Kana dari Papah, Mas udah hancurin handphone Kana, masa sekarang mau ganti motornya juga. Mas mau buang semua kenangan Kana? Walau buruk, tapi tetap ada kesannya Mas. Mas -,"Kana bungkam kala Bara menghajar bibir nya, menyesapnya dan menggigitnya lembut."Udah ngomelnya? Masih pagi, Ai. Nanti Mas minta anak buah Mas ambil motor kamu."Kana menangkup rapat bibirnya, menunduk tak berani menatap sang suami."Kamu pergi ke kampus biar Mas yang anter,""Gak usah. Kana bisa nebeng Dira, dia di antar supir 'kan?""Enggak. Mas yang akan anta
"Mas seorang penjahat. Perusahaan yang kamu tau, bukan bisnis bersih seperti yang kamu bayangkan. Mas seorang Mafia di bidang perampokan dan pembunuhan."Kana menatap nanar pada Bara yang mencoba setenang mungkin menjelaskan identitas aslinya. "Dan orang yang kamu lihat itu, dia adalah musuh Mas. Musuh yang meminta pembagian wilayah untuk dia. Mas nutupi identitas asli dari publik, gak ada yang tau siapa Joe Bara. Gak ada yang kenal sama Mas selain pengusaha bisnis Ilegal. Mas menutup diri dari publik, Mas sembunyikan keluarga Mas, termasuk Indira dan Mamah di Prancis. Edgar yang menjaga Mamah di sana, bisnis ini hanya Mas dan Edgar yang menjalankan. Kana, Mas gak mau kamu ninggalin Mas setelah tau siapa Mas sebenarnya. Itu alasannya kenapa Mas sembunyikan apa pekerjaan Mas sebenarnya.""Terus, masalah perempuan itu?""Dia ninggalin Mas setelah tau pekerjaan ini. Dan Mas gak mau itu terulang lagi, Mas cinta sama kamu, Kana. Mas gak mau kamu pergi seperti Dinar ninggalin Mas."Kana ma
Bara berulang kali menelfon Indira, dia cemas sebab sedari tadi remaja itu tak merespon panggilannya. Begitu juga dengan Edgar, mereka kini tengah dalam perjalanan kembali ke rumah selepas turun dari pesawat tadi."Coba kamu yang telfon, Ed." pinta Bara pada Edgar."Sama Bang, gak di angkat juga. Pesan gue juga gak di baca."Bara dan Edgar semakin cemas, Bara menambah laju kecepatan mobilnya. Mereka tiba di wilayah perbatasan, sesampainya mereka di gerbang Utama, jalanan itu sudah di penuhi dengan ratusan anak buah Bara dan anak buah Pram. Mereka saling menodongkan senjata, di sana juga tampak Pram berdiri di antara para anak buahnya.Segera Bara dan Edgar turun, bersiap dengan senjata yang di sembunyikan di balik jas hitamnya."Joe Bara! Akhirnya lo datang juga, kemana aja lo, Joe Bara." Pram berjalan mendekati Bara.Bara menatap datar pada Pram, pria berwajah tengil itu membuat Bara sangat muak. Pram membuang sisah puntung rokoknya tepat di dekat kaki Bara, dan menghembuskan asap nik