"Mengapa kau tidak bisa, Sierra? Apa kau akan pergi dari sini, Sierra?"Entah mengapa Bik Mala mendadak bertanya seperti itu. Jujur Bik Mala tidak sempat berpikir panjang, namun semua yang dikatakan Sierra seolah wanita itu akan pergi dan menitipkan semuanya. Sierra sendiri langsung berdiri mematung dan menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Bik Mala. Apa ia sudah ketahuan sekarang? Apa Bik Mala tahu ia akan pergi? Apa Bik Mala akan memberitahu semua orang? Bukankah semuanya akan makin sulit kalau ada orang yang mengetahuinya, apalagi Bastian. Jantung Sierra pun memacu begitu kencang, namun ia mencoba bertahan dan bersikap setenang mungkin, bahkan ia menghapus air matanya sampai bersih. Sierra pun berbalik menatap Bik Mala sambil mencoba tersenyum. "Apa yang Bibik katakan? Bukankah sudah kubilang, banyaknya beban di pikiranku membuatku lelah dan akhirnya aku bicara ngelantur."Sierra terus tersenyum tanpa menjawab iya atau tidak, namun Bik Mala malah mengernyit. Ia merasak
Sierra tidak berhenti menyeka air matanya saat ia menyetir mobilnya ke rumah sakit. Ia tertawa dan menangis bersamaan sambil memacu mobilnya begitu kencang. "Terima kasih, Tuhan! Kau mengabulkan doaku! Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Kau membawa ibuku kembali!""Terima kasih, Ibu! Terima kasih karena sudah berjuang untuk kembali sadar!" Sierra tidak berhenti mengucapkan syukurnya dengan air mata yang tidak berhenti berlinang. Sierra terus memeluk Bik Mala tadi begitu ia menutup teleponnya. Bik Mala sendiri nampak begitu senang sampai ia melupakan pembicaraan mereka tadi. Memang pembicaraan mereka terasa tidak penting lagi setelah mendengar kabar bahwa ibu Sierra telah sadar. Bik Mala pun meminta Sierra segera pergi ke rumah sakit dan ia yang menemui Jacob untuk meminta ijin. Tapi baru saja Sierra berlari dari kamar Lalita dan melewati kamar Jacob, Jacob yang hendak keluar kamar pun akhirnya melihat Sierra. "Ada apa?" tanya Jacob tadi. "Ibuku sadar, Pak Tua! I
"Apa, ibunya Sierra sudah sadar?""Benar. Dia sendiri yang mengatakannya padaku. Sekarang dia sedang ke rumah sakit.""Terima kasih sudah memberitahuku, Pak! Aku akan ke sana sekarang!""Hmm, pastikan semuanya baik-baik saja, Valdo! Tapi jangan salah paham! Aku mau semuanya baik-baik saja karena aku mau kepergian Sierra berjalan lancar nanti. Jangan sampai kondisi ibunya membuatnya mengurungkan rencananya pergi." Valdo terdiam sejenak di telepon mendengar ucapan Jacob, namun sedetik kemudian Valdo pun mengangguk. "Aku akan memastikan semuanya sesuai dengan rencana. Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan, Pak!""Baguslah! Sekalian bantu aku menyelesaikan administrasinya saat dia akan pindah nanti. Selama Sierra belum pergi, ibunya masih menjadi tanggung jawabku.""Aku mengerti, Pak!""Baiklah, cepatlah ke sana dan lihat keadaan di sana!" Valdo tersenyum lega begitu ia menutup telepon dari Jacob. Valdo memencet nomor telepon Sierra dan berniat meneleponnya, namun ia mengurungkan niatn
Sierra masih terus tersenyum menatap wajah cantik ibunya yang sedang tertidur itu. Sesekali dahi ibunya akan mengkerut, mungkin ibunya bermimpi atau apa pun itu, yang jelas Sierra senang, karena gerakan itu menandakan bahwa ibunya sedang dalam kondisi sadar, bukan koma lagi. "Ibu, cepatlah membuka mata Ibu, aku sudah tidak sabar melihat Ibu." Sierra terus membelai kepala ibunya dan ia pun menceritakan tentang rumah baru mereka di luar kota. Sierra menceritakan semua rencananya pada ibunya dan memberikan gambaran masa depan yang bahagia untuk mereka. "Hanya ada Ibu, aku, Rosella, dan Julio. Kita akan kembali berkumpul seperti dulu lagi, Ibu."Entah berapa lama Sierra menemani ibunya di kamar itu, namun suster pun akhirnya meminta Sierra keluar karena memang ruang ICU harus steril dari semua pengunjung. Sierra menurut, namun ia sama sekali tidak berniat untuk pulang malam itu. Dengan wajah lelah tapi bahagianya, Sierra pun keluar dari sana dan mendapati dua pria yang masih duduk b
"Bolehkah aku melihatnya sebentar, Sierra? Aku lupa kalau aku ada rapat penting pagi ini, jadi aku harus pulang duluan." Valdo baru ingat akan rapatnya pagi ini dan ia segera memberitahu Sierra. Sierra pun mengijinkan Valdo masuk walaupun Bastian yang melihatnya hanya bisa menggerutu kesal. "Hai, Bu Lidya ... ini aku, Valdo. Aku teman Sierra," sapa Valdo saat akhirnya Valdo masuk bersama Sierra ke ruangan Lidya. "Aku sudah sering menjenguk Anda sejak Anda di sini, entah Anda mengingatku atau tidak. Tapi aku senang sekali mendengar Anda akhirnya sadar. Semoga ke depannya, kita bisa terus berhubungan baik."Valdo menggenggam erat tangan Lidya dan tersenyum menatap wajah cantik yang mirip dengan Sierra itu. "Dia sangat cantik, Sierra. Apa aku sudah pernah mengatakannya?" Valdo melirik Sierra yang berdiri di sampingnya. "Hmm, kau sering sekali mengatakannya, Valdo.""Kau mirip dengannya. Kau dan Rosella, kalian sama-sama cantik dan kecantikan itu kalian dapatkan dari Bu Lidya."Sierr
"Bagaimana keadaannya, Valdo?"Jacob yang sudah tidak sabar langsung menelepon Valdo begitu ia membuka matanya pagi itu. Jacob sempat bertanya pada asisten rumah tangga, tapi ternyata mobil Sierra tidak ada, berarti Sierra belum pulang. "Menurut yang kudengar, kondisinya stabil, Pak. Bahkan Bu Lidya sudah bisa menggenggam tangan Sierra, semua kondisi vitalnya stabil, hanya saja sampai tadi subuh, Bu Lidya belum membuka matanya.""Ah, begitu!" "Ya, tapi karena dia sudah terlalu lama tidur, tubuhnya butuh adaptasi sebelum benar-benar berfungsi normal. Bahkan mungkin dia masih harus tetap dirawat di rumah sakit dan memakai kursi roda dulu. Dia sudah terlalu lama tidur, Pak."Jacob pun mengangguk. "Ah, ya, ya, aku tahu tentang itu. Jadi dia benar-benar sudah sadar ya? Bukankah itu bagus sekali, Valdo?""Tentu, Pak. Itu bagus sekali. Kami bisa memindahkannya lebih mudah dengan resiko yang lebih kecil dibanding memindahkan pasien koma.""Ah, benar juga! Baiklah, mungkin memang semuanya s
"Baiklah, selesai! Aku akan mengaturnya seperti itu! Bagaimana menurutmu, Sierra?" tanya Bastian sore itu setelah mereka mengadakan rapat untuk proyek baru mereka. "Lakukan seperti yang kau rencanakan, Bastian! Tidak perlu menanyakan pendapatku karena nantinya kau yang akan menjalani semuanya sendiri!"Bastian memicingkan mata mendengarnya. "Baiklah, makin lama kau semakin aneh. Tapi baiklah, mari kita selesaikan sisanya!"Bastian dan Sierra pun menyelesaikan pekerjaan yang perlu mereka selesaikan hari itu dan Sierra pun memanggil Tory untuk membantu Bastian. Sierra sendiri pergi dari ruang kerja Bastian dan berkeliling sendirian ke perusahaan itu. "Selamat sore, Bu Sierra!" sapa beberapa orang karyawan yang berpapasan dengan Sierra. "Selamat sore!" Sierra membalasnya dengan ramah, sebelum ia melangkah ke balkon di lantai 2 yang langsung bisa melihat lobby perusahaan di bawah sana. "Akhirnya hari ini tiba, hari terakhirku di sini. Besok aku tidak akan ke sini lagi dan lusa aku ak
"Sial, makan malam apa ini? Padahal aku mau berdua saja dengannya!" keluh Bastian tiada henti. Bahkan sampai akhirnya Bastian tiba di restoran dan duduk di meja VIP, Bastian juga masih tidak nyaman."Kau mau pesan apa, Lalita? Pesanlah, Sayang!" Sierra menatap Lalita yang duduk di hadapannya dan meminta Bik Mala membantunya. Sierra pun tersenyum menatap Jacob dan Bastian yang masih begitu kaku dan acuh. "Bastian, tanyalah pada ayahmu apa yang mau dia pesan!" pinta Sierra yang saat ini duduk di samping Bastian. Meja di ruang VIP berbentuk persegi panjang. Sierra pun duduk berjejer dengan Bastian, sedangkan Jacob sendiri duduk di tengah seperti posisinya di ruang makan di rumah mereka biasanya. "Mengapa aku harus melakukannya? Dia bisa melakukannya sendiri!" sahut Bastian acuh. Jacob pun tidak banyak bicara dan membuka buku menunya sendiri. "Bastian, jangan begitu! Tanyalah!" Sierra mengedikkan kepalanya ke arah Jacob, memberi kode pada Bastian untuk bertanya pada Jacob. Posisi
Setelah serangkaian acara selesai, anak-anak pun makan bersama lalu bermain bersama. Gelak tawa dan teriakan anak-anak memenuhi pinggir kolam renang sampai membuat Jacob dan Lidya pun terus tertawa senang. "Masa tua kita akan terus bahagia melihat para cucu kita yang tumbuh besar, aku senang sekali akhirnya kita menjadi keluarga besar, Bu Lidya." "Aku juga senang, Pak Jacob. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Masih teringat jelas bagaimana semua hal buruk itu terjadi dulu, tapi semua benar-benar sudah berubah beberapa tahun terakhir ini. Dan selama beberapa tahun ini aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bersyukur sekali." "Haha, kau benar, Bu Lidya. Kau benar. Karena aku juga merasakan yang sama. Sejak Bastian menikah dengan Sierra, aku hanya merasakan kebahagiaan, aku bahagia sekali." Lidya yang mendengarnya hanya mengangguk dan tersenyum menatap anak-anak yang bermain bersama. Kali ini Bastian dan Jonathan mengobrol bersama, sedangkan Rosella dan Sierra pun mengobro
Satu tahun kemudianSpanduk bertuliskan "Happy birthday Victor Sagala" membentang di pinggir kolam renang rumah Jacob pagi itu. Jacob ngotot menjadi tuan rumah dalam acara ulang tahun cucunya itu dan keluarga Sierra pun akhirnya merayakan ulang tahun Victor di sana. Lidya dan Sierra pun berangkat ke rumah Jacob membawa Santos dan Sania yang sudah berlarian kesana kemari dan tidak bisa diam itu. Namun, Santos dan Sania sangat menyayangi Victor. Perbedaan umur mereka yang hanya 1.5 tahun membuat mereka terlihat lucu saat bersama. Santos dan Sania akan menggandeng Victor di tengah dan Victor yang baru belajar berjalan itu begitu senang setiap kali digandeng oleh kakak kembarnya itu. Seperti pagi itu di pinggir kolam renang rumah Jacob. "Hati-hati, Santos! Jangan miring-miring jalannya! Nanti kalian bertiga bisa masuk ke dalam kolam!" seru Sierra yang masih sibuk menyusun kue-kue di meja untuk foto. Santos dan Sania membawa Victor berkeliling dan mereka berjalan zigzag. Kadang mere
Beberapa bulan berlalu dan perut para Ibu hamil pun sudah membola. Rosella sendiri sudah mendekati waktu melahirkan, namun ia masih begitu aktif bekerja sampai Adipura tidak tahan melihatnya. "Aduh, Rosella! Kau di rumah saja ya! Istirahat saja! Tinggal menghitung hari kau akan melahirkan! Ayah tidak mau cucu Ayah lahir di kantor!" "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula aku tidak setiap hari ke kantor kan?" "Tapi Ayah takut sekali melihatmu berjalan dengan perut sebesar itu!" "Haha, benar, Rosella! Dengarkan ayahmu, dia sampai tidak bisa tidur memikirkanmu." Imelda mengulum senyumnya. Rosella sendiri ikut tersenyum. "Haha, baiklah, Ayah! Baiklah, besok aku tidak akan ke kantor ya," kata Rosella akhirnya. "Ah, iya, iya." Adipura pun bernapas lega dan jantungnya terus berdebar kencang karena terlalu antusias. Bahkan Adipura ikut diam di rumah bersama Rosella keesokan harinya. "Makan yang banyak, Rosella! Kau harus punya tenaga untuk melahirkan," pesan Adipura yang terus menghitung
Hamil dalam keadaan sadar dan hamil dalam keadaan gila tentu saja adalah dua hal yang sangat berbeda. Dulu waktu Rosella hamil Julio, setiap hari ia hanya bisa berteriak dan memukuli perutnya, menolak kehadiran Julio dan terus mengamuk. Rosella benar-benar gila dulu dan rasanya apa yang terjadi dulu sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata. Tapi di atas semua itu, Rosella bersyukur karena semua hal buruk sudah berlalu dan digantikan hal baik yang tiada henti di kehidupannya yang sekarang. Rosella memiliki keluarga yang hebat, suami yang hebat, mertua yang hebat, dan anak yang hebat. Pekerjaan yang hebat juga dan semua hal yang membuatnya tidak pernah menyesal telah dilahirkan, yang membuat Rosella tidak pernah menyesali lagi semua yang sudah terjadi di masa lalunya. Dan yang membuat Rosella paham bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam hidup kita. Mungkin seringkali kita bertanya mengapa aku yang harus mengalami semua hal buruk itu, aku tidak kuat, aku tidak sanggup.
Lidya dan Sierra masih begitu syok sampai mereka tidak tahu harus senang atau tidak, namun semua anggota keluarga yang lain malah memekik senang, terutama Jacob yang tidak berhenti tertawa senang. "Selamat ya, Sierra! Selamat! Haha! Ayah senang sekali akan bertambah cucu! Hahaha!" Sierra pun hanya memaksakan senyumnya sampai tidak lama kemudian, Bastian pun pulang ke rumah karena Sierra mengirimkan hasil tespeknya ke ponsel Bastian.Bastian yang baru memarkir mobilnya pun langsung berlari masuk dan mencari istrinya. "Sierra, Sayang, benarkah itu? Kau hamil lagi, Sayang?" Bastian langsung menangkup kedua bahu Sierra. "Entahlah, tespeknya bilang begitu!" Bastian yang mendengar jawaban Sierra pun langsung tertawa sumringah. "Bukankah tespek tidak pernah bohong, Sayang? Sekarang kita tanya ke dokter ya! Ayo, Sayang! Ayo!" Bastian pun langsung mengajak Sierra pergi ke dokter kandungan siang itu dan jantung Sierra pun terus berdebar tidak karuan sampai akhirnya ia dipanggil masuk dan
Hampir satu minggu setelah acara pernikahan dan semua orang akhirnya bisa bersantai lagi dari padatnya acara mereka. Saking banyaknya undangan yang diundang oleh Adipura dari berbagai kota dan negara membuat jadwal keluarga mereka pun begitu padat untuk menjamu semuanya. Dan ketika semuanya berakhir, Rosella sendiri mengalami kelelahan yang tidak biasa. Ia lelah sekali sampai lemas dan tidak bernafsu melakukan apa pun, bahkan nafsu makan pun tidak ada. Selama tiga malam Rosella dan Jonathan masih menginap di hotel lalu setelahnya mereka pun pulang ke rumah Adipura. Jonathan memang belum mengajak Rosella tinggal berdua di apartemen karena keluarga Adipura masih begitu menikmati kumpul bersama seperti ini, apalagi sekarang Julio sudah tinggal bersama mereka. "Kau tidak apa, Sayang? Kau kelelahan ya?" Jonathan membelai kepala Rosella yang sedang berbaring tidur siang itu. "Hmm, aku lelah sekali, Jonathan. Aku sedikit meriang, kurasa aku tidak mau melakukan apa-apa dulu." "Kau mau
Sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Jonathan and Rosella" terpasang di pintu masuk sebuah taman di sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat pemberkatan pernikahan pagi itu. Hanya sedikit undangan yang diundang pada pagi hari, namun mereka akan mengadakan pesta besar lagi di ballroom mewah nanti malam. Semua undangan pun sudah hadir di sana dan mereka begitu antusias menantikan pasangan pengantin yang berbahagia. Rosella sendiri nampak begitu gugup saat berada di ruang VIP untuk menunggu saat ia harus keluar. Setelah mengalami persiapan pernikahan yang cukup membuat emosi labil dan setelah mengalami pingitan yang membuatnya begitu merindukan Jonathan, hari ini akhirnya mereka akan mengikat janji suci dan jantung Rosella tidak berhenti berdebar kencang sejak subuh tadi. "Tenang, Rosella! Tenang! Kau terlalu gugup!" Lidya terus tersenyum menatap Rosella dari pantulan cerminnya. "Bagaimana aku tidak gugup, Ibu? Entahlah, aku gemetar!" "Haha, aku juga begitu waktu itu, Rosel
Semua anggota keluarga menyambut bahagia lamaran yang dilakukan oleh Jonathan dan mereka pun begitu tidak sabar untuk menikahkan anak-anak mereka. Mereka pun langsung memilih hari baik dan persiapan pernikahan pun mulai digelar. Semua orang langsung sibuk dengan tugasnya masing-masing karena Adipura ingin membuat pesta besar untuk Jonathan dan Rosella. "Sungguh tidak usah pesta sebesar itu, Ayah. Bagiku yang penting pernikahan kami sah.""Tidak bisa! Kau akan menikah, tentu saja pestanya harus besar dan mewah. Ayah tidak mau tahu, pestanya harus besar!" seru Adipura lagi dengan lantang. Semua anggota keluarga pun tidak berani membantah lagi dan akhirnya menuruti Adipura. Mereka menyewa gedung resepsi mewah dan menyewa jasa WO, namun tetap saja Adipura yang begitu sibuk mengatur semua detailnya karena memang Adipura sendiri adalah orang yang sangat detail. Sedangkan Lidya dan keluarganya yang sudah kembali ke rumah mereka sendiri, tidak banyak ikut campur dan memilih untuk mengik
"Mari, silakan, Pak Jacob!" "Silakan, Pak Adipura!" Keluarga Adipura, keluarga Jacob, dan keluarga Lidya sedang berkumpul bersama malam itu di sebuah ruang VIP di sebuah hotel mewah untuk makan malam. Setelah melalui banyak hal, mereka menjadi semakin dekat satu sama lain. "Rosella, kapan kau baru akan kembali ke WHA, hah? Om menunggumu. WHA membutuhkanmu," seru Adipura. Sejak kejadian itu sampai Adipura keluar dari rumah sakit bahkan sampai hari ini, Rosella memang belum kembali bekerja di WHA. Walaupun semua masalah sudah selesai dan namanya sudah bersih, tapi Rosella masih ragu untuk kembali. Bahkan Livy sudah mengundurkan diri dan memilih pindah ke luar negeri. "Ah, itu ...." "Besok Rosella akan kembali bekerja, Ayah." celetuk Jonathan tiba-tiba. Rosella pun membelalak menatap Jonathan karena sebelumnya mereka belum pernah membicarakannya. "Jonathan!" desis Rosella. Namun, Jonathan tidak menanggapinya dan malah menggenggam tangan Rosella yang ada di atas meja. "Besok