Sierra masih terus tersenyum menatap wajah cantik ibunya yang sedang tertidur itu. Sesekali dahi ibunya akan mengkerut, mungkin ibunya bermimpi atau apa pun itu, yang jelas Sierra senang, karena gerakan itu menandakan bahwa ibunya sedang dalam kondisi sadar, bukan koma lagi. "Ibu, cepatlah membuka mata Ibu, aku sudah tidak sabar melihat Ibu." Sierra terus membelai kepala ibunya dan ia pun menceritakan tentang rumah baru mereka di luar kota. Sierra menceritakan semua rencananya pada ibunya dan memberikan gambaran masa depan yang bahagia untuk mereka. "Hanya ada Ibu, aku, Rosella, dan Julio. Kita akan kembali berkumpul seperti dulu lagi, Ibu."Entah berapa lama Sierra menemani ibunya di kamar itu, namun suster pun akhirnya meminta Sierra keluar karena memang ruang ICU harus steril dari semua pengunjung. Sierra menurut, namun ia sama sekali tidak berniat untuk pulang malam itu. Dengan wajah lelah tapi bahagianya, Sierra pun keluar dari sana dan mendapati dua pria yang masih duduk b
"Bolehkah aku melihatnya sebentar, Sierra? Aku lupa kalau aku ada rapat penting pagi ini, jadi aku harus pulang duluan." Valdo baru ingat akan rapatnya pagi ini dan ia segera memberitahu Sierra. Sierra pun mengijinkan Valdo masuk walaupun Bastian yang melihatnya hanya bisa menggerutu kesal. "Hai, Bu Lidya ... ini aku, Valdo. Aku teman Sierra," sapa Valdo saat akhirnya Valdo masuk bersama Sierra ke ruangan Lidya. "Aku sudah sering menjenguk Anda sejak Anda di sini, entah Anda mengingatku atau tidak. Tapi aku senang sekali mendengar Anda akhirnya sadar. Semoga ke depannya, kita bisa terus berhubungan baik."Valdo menggenggam erat tangan Lidya dan tersenyum menatap wajah cantik yang mirip dengan Sierra itu. "Dia sangat cantik, Sierra. Apa aku sudah pernah mengatakannya?" Valdo melirik Sierra yang berdiri di sampingnya. "Hmm, kau sering sekali mengatakannya, Valdo.""Kau mirip dengannya. Kau dan Rosella, kalian sama-sama cantik dan kecantikan itu kalian dapatkan dari Bu Lidya."Sierr
"Bagaimana keadaannya, Valdo?"Jacob yang sudah tidak sabar langsung menelepon Valdo begitu ia membuka matanya pagi itu. Jacob sempat bertanya pada asisten rumah tangga, tapi ternyata mobil Sierra tidak ada, berarti Sierra belum pulang. "Menurut yang kudengar, kondisinya stabil, Pak. Bahkan Bu Lidya sudah bisa menggenggam tangan Sierra, semua kondisi vitalnya stabil, hanya saja sampai tadi subuh, Bu Lidya belum membuka matanya.""Ah, begitu!" "Ya, tapi karena dia sudah terlalu lama tidur, tubuhnya butuh adaptasi sebelum benar-benar berfungsi normal. Bahkan mungkin dia masih harus tetap dirawat di rumah sakit dan memakai kursi roda dulu. Dia sudah terlalu lama tidur, Pak."Jacob pun mengangguk. "Ah, ya, ya, aku tahu tentang itu. Jadi dia benar-benar sudah sadar ya? Bukankah itu bagus sekali, Valdo?""Tentu, Pak. Itu bagus sekali. Kami bisa memindahkannya lebih mudah dengan resiko yang lebih kecil dibanding memindahkan pasien koma.""Ah, benar juga! Baiklah, mungkin memang semuanya s
"Baiklah, selesai! Aku akan mengaturnya seperti itu! Bagaimana menurutmu, Sierra?" tanya Bastian sore itu setelah mereka mengadakan rapat untuk proyek baru mereka. "Lakukan seperti yang kau rencanakan, Bastian! Tidak perlu menanyakan pendapatku karena nantinya kau yang akan menjalani semuanya sendiri!"Bastian memicingkan mata mendengarnya. "Baiklah, makin lama kau semakin aneh. Tapi baiklah, mari kita selesaikan sisanya!"Bastian dan Sierra pun menyelesaikan pekerjaan yang perlu mereka selesaikan hari itu dan Sierra pun memanggil Tory untuk membantu Bastian. Sierra sendiri pergi dari ruang kerja Bastian dan berkeliling sendirian ke perusahaan itu. "Selamat sore, Bu Sierra!" sapa beberapa orang karyawan yang berpapasan dengan Sierra. "Selamat sore!" Sierra membalasnya dengan ramah, sebelum ia melangkah ke balkon di lantai 2 yang langsung bisa melihat lobby perusahaan di bawah sana. "Akhirnya hari ini tiba, hari terakhirku di sini. Besok aku tidak akan ke sini lagi dan lusa aku ak
"Sial, makan malam apa ini? Padahal aku mau berdua saja dengannya!" keluh Bastian tiada henti. Bahkan sampai akhirnya Bastian tiba di restoran dan duduk di meja VIP, Bastian juga masih tidak nyaman."Kau mau pesan apa, Lalita? Pesanlah, Sayang!" Sierra menatap Lalita yang duduk di hadapannya dan meminta Bik Mala membantunya. Sierra pun tersenyum menatap Jacob dan Bastian yang masih begitu kaku dan acuh. "Bastian, tanyalah pada ayahmu apa yang mau dia pesan!" pinta Sierra yang saat ini duduk di samping Bastian. Meja di ruang VIP berbentuk persegi panjang. Sierra pun duduk berjejer dengan Bastian, sedangkan Jacob sendiri duduk di tengah seperti posisinya di ruang makan di rumah mereka biasanya. "Mengapa aku harus melakukannya? Dia bisa melakukannya sendiri!" sahut Bastian acuh. Jacob pun tidak banyak bicara dan membuka buku menunya sendiri. "Bastian, jangan begitu! Tanyalah!" Sierra mengedikkan kepalanya ke arah Jacob, memberi kode pada Bastian untuk bertanya pada Jacob. Posisi
"Terima kasih sudah bersikap baik pada Pak Tua!""Bersikap baik seperti apa? Aku tidak merasa bersikap baik."Sierra tersenyum mendengar jawaban Bastian. Mereka sedang duduk di pinggir kolam renang berdua di rumah mereka setelah melewatkan makan malam yang super canggung itu. "Tapi aku tetap berterima kasih karena kau membuat Pak Tua itu sangat senang malam ini!""Ck, dia sangat berlebihan! Tapi sekalipun aku melakukan ini, aku melakukannya untukmu, Sierra. Bukan untuknya."Sierra tetap tersenyum mendengarnya. "Demi siapa pun itu, tetaplah bersikap baik padanya, Bastian!""Dan mengapa aku harus melakukannya, Sierra?""Karena dia ayahmu, Bastian. Karena dia ayah kandungmu."Bastian tertawa kesal. "Memang dia ayah kandungku secara sah, tapi kau tahu sendiri tindakannya membuatku tidak bisa menerimanya, Sierra.""Tapi kau tidak dapat memungkiri hatimu kalau kau masih menyimpan kepedulian padanya, Bastian. Aku melihatnya dan merasakannya. Kau peduli padanya, Bastian."Sierra memiringkan
"Ah, Bastian ...." Desahan seorang wanita terdengar, bersahutan dengan erangan pria silih berganti. Tidak hanya itu, suara-suara khas percintaan yang liar pun terdengar begitu melengking hingga membuat Sierra meradang. "Sial! Pasti dia membawa jalangnya lagi!" Tanpa mengetuk pintunya, Sierra pun langsung menghambur masuk ke kamar yang memang tidak terkunci itu. Brak! Dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Sebastian Sagala, anak tirinya, sedang memacu tubuh wanita di bawahnya. "Bukankah sudah kubilang kalau rumah ini bukan tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram Sierra dengan tatapan yang mengarah tajam pada anak tirinya itu. Bukan anak tiri sungguhan karena Sierra hanya berpura-pura menikah dengan ayah dari Bastian. Namun, tentu saja tidak ada yang tahu tentang perjanjian itu sehingga semua orang mengira bahwa Sierra benar-benar menikah dan menjadi istri yang sah dari Jacob Sagala, ayah kandung dari Sebastian Sagala. Sial! Seandainya hidup Sier
"Dasar kurang ajar! Berani sekali kau memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!" geram Sierra penuh amarah. Namun, alih-alih melepaskan, Bastian malah menyatukan kedua tangan Sierra di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti wanita terhormat, Sierra! Bukankah kau sudah biasa melakukannya? Lagipula aku jauh lebih perkasa dibanding ayahku dan kau pasti lebih puas bersamaku!" "Kau sangat tidak sopan, Bastian! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tahu kalau kau sedang berusaha melecehkan ibu tirimu sendiri!" "Oh, aku takut sekali mendengarnya, Sierra!" Bastian menyeringai mencemooh di depan wajah Sierra. Tepat pada saat itu, pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar. Brak! "Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget. Seketika Sierra terdiam menatap Jacob, sedangkan Bastian langsung tertawa sinis melihat ayahnya itu. "Oh, ini dia sang pem