"Sial, makan malam apa ini? Padahal aku mau berdua saja dengannya!" keluh Bastian tiada henti. Bahkan sampai akhirnya Bastian tiba di restoran dan duduk di meja VIP, Bastian juga masih tidak nyaman."Kau mau pesan apa, Lalita? Pesanlah, Sayang!" Sierra menatap Lalita yang duduk di hadapannya dan meminta Bik Mala membantunya. Sierra pun tersenyum menatap Jacob dan Bastian yang masih begitu kaku dan acuh. "Bastian, tanyalah pada ayahmu apa yang mau dia pesan!" pinta Sierra yang saat ini duduk di samping Bastian. Meja di ruang VIP berbentuk persegi panjang. Sierra pun duduk berjejer dengan Bastian, sedangkan Jacob sendiri duduk di tengah seperti posisinya di ruang makan di rumah mereka biasanya. "Mengapa aku harus melakukannya? Dia bisa melakukannya sendiri!" sahut Bastian acuh. Jacob pun tidak banyak bicara dan membuka buku menunya sendiri. "Bastian, jangan begitu! Tanyalah!" Sierra mengedikkan kepalanya ke arah Jacob, memberi kode pada Bastian untuk bertanya pada Jacob. Posisi
"Terima kasih sudah bersikap baik pada Pak Tua!""Bersikap baik seperti apa? Aku tidak merasa bersikap baik."Sierra tersenyum mendengar jawaban Bastian. Mereka sedang duduk di pinggir kolam renang berdua di rumah mereka setelah melewatkan makan malam yang super canggung itu. "Tapi aku tetap berterima kasih karena kau membuat Pak Tua itu sangat senang malam ini!""Ck, dia sangat berlebihan! Tapi sekalipun aku melakukan ini, aku melakukannya untukmu, Sierra. Bukan untuknya."Sierra tetap tersenyum mendengarnya. "Demi siapa pun itu, tetaplah bersikap baik padanya, Bastian!""Dan mengapa aku harus melakukannya, Sierra?""Karena dia ayahmu, Bastian. Karena dia ayah kandungmu."Bastian tertawa kesal. "Memang dia ayah kandungku secara sah, tapi kau tahu sendiri tindakannya membuatku tidak bisa menerimanya, Sierra.""Tapi kau tidak dapat memungkiri hatimu kalau kau masih menyimpan kepedulian padanya, Bastian. Aku melihatnya dan merasakannya. Kau peduli padanya, Bastian."Sierra memiringkan
Seperti janji Bastian untuk menuruti Sierra, akhirnya pagi itu, Bastian dan Sierra pun menemani Jacob ke rumah sakit.Jacob menolak dituntun dan memilih jalan sendiri di depan, sedangkan Bastian dan Sierra berjalan di belakang. Sierra sendiri terus meminta Bastian menuntun Jacob, tapi Bastian menolaknya. Sampai saat Jacob berhenti berjalan karena tidak tahu harus masuk ke ruangan yang mana, Bastian pun akhirnya menariknya singkat. "Kau mau ke mana? Jangan bilang kau sudah linglung, kau bisa membaca nama dokternya di sini kan?" Bastian menunjuk papan nama yang ada di pintu ruang dokter. "Ah, kau benar! Haha, Ayah sudah tua!" sahut Jacob sambil terus tertawa senang. Sejak semalam, perasaan hati Jacob terasa berbeda. Ia tidak berhenti tertawa karena bisa dekat dengan Bastian. Bahkan pagi ini Bastian menemaninya ke dokter. Tentu saja Jacob tahu kalau pasti Sierra yang meminta Bastian melakukannya dan kalau bukan karena Sierra, Bastian tidak mungkin mau menemaninya. Tapi tetap saja
Sierra masih menautkan kedua tangannya gelisah saat menunggu dokter melakukan tindakan melepas alat bantu napas dari tubuh ibunya. Valdo yang duduk di samping Sierra di kursi tunggu itu pun akhirnya menangkup tangan Sierra dan menggenggamnya. "Semua akan baik-baik saja, Sierra. Kau dengar apa kata dokter tadi kan?""Aku tahu semua akan baik-baik saja, Valdo. Tapi rasa tegang dan antusias ini bercampur menjadi satu, Valdo. Aku tegang sekali!" sahut Sierra sambil membiarkan Valdo menangkup tangannya. "Tenanglah! Setelah ini, tidak akan ada lagi ketegangan, hanya ada kebahagiaan."Valdo menatap Sierra sambil tersenyum dan Sierra pun mengangguk lalu ikut tersenyum."Kau benar. Setelah ini hanya akan ada kebahagiaan, Valdo. Terima kasih!"Valdo dan Sierra pun masih saling bertatapan sambil melempar senyum saat akhirnya suster pun keluar dan Sierra langsung berdiri. "Suster, bagaimana? Apa aku sudah boleh masuk?""Silakan, Bu!" Suster itu tersenyum begitu sumringah sampai Sierra pun ber
"Benarkah, Aunty? Grandma sudah sembuh dan mencari Julio?" pekik Julio senang. Selama ini yang Julio tahu adalah neneknya sakit, tapi Sierra tidak menceritakan detail pada Julio karena memang Julio masih terlalu kecil untuk mengerti. Dan setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya mereka akan berkumpul kembali. Perasaan Sierra pun tidak bisa dijelaskan lagi. Walaupun ia masih merasa sedih dan berat meninggalkan keluarga Sagala, tapi sungguh bayangan indah bersama keluarganya membuatnya sangat bersemangat."Benar, Sayang. Akhirnya Grandma sembuh dan dia merindukanmu, Sayang. Dia juga merindukan Mama. Besok Aunty akan membawa Julio dan Mama untuk bertemu Grandma ya."Mata Julio pun berbinar-binar mendengarnya. "Benar ya, Aunty? Sudah lama sekali Julio tidak bertemh Grandma.""Iya, Sayang." Sierra meraih Julio ke dalam pelukannya dan mendekapnya erat. "Aunty juga merindukan kebersamaan dengan kalian."Julio pun mengangguk dan memeluk erat Sierra. "Oh ya, Sayang. Aunty sudah menyiapkan se
"Selamat sore, Tante! Maaf aku mengganggu. Kukira Sierra masih di sini jadi aku tidak meneleponnya dan langsung ke sini." "Aku sempat mencari Tante ke ruang ICU, tapi katanya Tante sudah pindah ke ruang rawat inap biasa. Aku ikut senang, Tante." Bastian menyapa Lidya dengan begitu sopan sore itu. Setelah mengantar Jacob pulang ke rumah dan memastikan Jacob baik-baik saja, Bastian pun pergi dari sana. Bastian sempat mampir ke kantor karena ada hal penting dan mengetahui Sierra tidak ada, Bastian pun menyimpulkan bahwa Sierra masih di rumah sakit. Bastian menyusul ke rumah sakit dan ternyata Sierra pun tidak ada di sini, tapi ia tetap mendapat kesempatan berkenalan lebih dengan seorang wanita cantik, ibu dari Sierra. Lidya tersenyum menatap Bastian sambil mengangguk. Lidya mengangkat tangannya lemah sambil menyapa Bastian dengan suara yang masih super pelan. "Hai ....""Ah, hai, Tante! Bicara semampunya saja!" seru Bastian lembut. Bastian mendekati ranjang Lidya dan Lidya terus t
Sierra membuka matanya kaget saat menyadari ia tertidur memeluk Lalita dan wajahnya terasa berat setelah menangis. Sierra pun bangkit dari ranjangnya dan menatap Lalita sedikit lebih lama. "Aunty tidak akan mengintip lagi setelah ini, Lalita ... melihatmu lagi akan membuat Aunty tidak sanggup pergi. Aunty pergi, Lalita! Aunty tidak akan kembali lagi. Kau harus bahagia bersama Uncle Bastian, Bik Mala, dan Grandpa Jacob. Selamat tinggal, Lalita!" ucap Sierra, sebelum ia keluar dari pintu kamar Lalita dan menutupnya begitu rapat. Sierra menelan salivanya dan terdiam di depan pintu kamar Lalita sedikit lebih lama, memantapkan hatinya untuk tidak menoleh lagi dan ia pun melangkah menuju ke kamar Bastian. Malam belum terlalu larut dan Sierra tahu Bastian pasti belum tidur. Namun, saat Sierra membuka pintunya perlahan, kamar itu kosong. Sampai tiba-tiba, seseorang memeluknya dari belakang. "Astaga!" pekik Sierra. "Mencariku, Sayang?" bisik Bastian, sebelum ia membuka gagang pintu itu
"Ini sangat nyaman, Sierra. Mengapa kau tidak melakukannya dari kemarin-kemarin, hah?"Bastian membawa Sierra ke ranjangnya malam itu, mengajak Sierra tidur bersamanya dan Sierra pun memeluk Bastian sambil membelai kepala pria itu. Bastian sudah hampir lupa rasanya dipeluk dengan begitu hangat seperti ini, tanpa hasrat, hanya ada rasa hangat dan sayang. Ya, Sierra adalah orang pertama yang Bastian ijinkan untuk menyentuhnya begitu dalam, selain ibunya. Tapi itu pun sudah sangat lama sampai Bastian hampir melupakan bagaimana rasanya dipeluk oleh ibunya. Dan Sierra membangkitkan kembali rasa itu, membuat Bastian terbuai. Bastian bersandar di dada Sierra dan memejamkan matanya. Bahkan Bastian sama sekali tidak mempedulikan ponselnya lagi. Ia sempat mematikan nada dering ponselnya menjadi mode silent karena ia memimpin rapat penting di kantor tadi. Begitu ia pulang ke rumah pun, ia lupa mengganti nada deringnya, sampai tanpa sengaja ia membuat seorang anak kecewa di sana. "Uncle Ba