Sierra masih menautkan kedua tangannya gelisah saat menunggu dokter melakukan tindakan melepas alat bantu napas dari tubuh ibunya. Valdo yang duduk di samping Sierra di kursi tunggu itu pun akhirnya menangkup tangan Sierra dan menggenggamnya. "Semua akan baik-baik saja, Sierra. Kau dengar apa kata dokter tadi kan?""Aku tahu semua akan baik-baik saja, Valdo. Tapi rasa tegang dan antusias ini bercampur menjadi satu, Valdo. Aku tegang sekali!" sahut Sierra sambil membiarkan Valdo menangkup tangannya. "Tenanglah! Setelah ini, tidak akan ada lagi ketegangan, hanya ada kebahagiaan."Valdo menatap Sierra sambil tersenyum dan Sierra pun mengangguk lalu ikut tersenyum."Kau benar. Setelah ini hanya akan ada kebahagiaan, Valdo. Terima kasih!"Valdo dan Sierra pun masih saling bertatapan sambil melempar senyum saat akhirnya suster pun keluar dan Sierra langsung berdiri. "Suster, bagaimana? Apa aku sudah boleh masuk?""Silakan, Bu!" Suster itu tersenyum begitu sumringah sampai Sierra pun ber
"Benarkah, Aunty? Grandma sudah sembuh dan mencari Julio?" pekik Julio senang. Selama ini yang Julio tahu adalah neneknya sakit, tapi Sierra tidak menceritakan detail pada Julio karena memang Julio masih terlalu kecil untuk mengerti. Dan setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya mereka akan berkumpul kembali. Perasaan Sierra pun tidak bisa dijelaskan lagi. Walaupun ia masih merasa sedih dan berat meninggalkan keluarga Sagala, tapi sungguh bayangan indah bersama keluarganya membuatnya sangat bersemangat."Benar, Sayang. Akhirnya Grandma sembuh dan dia merindukanmu, Sayang. Dia juga merindukan Mama. Besok Aunty akan membawa Julio dan Mama untuk bertemu Grandma ya."Mata Julio pun berbinar-binar mendengarnya. "Benar ya, Aunty? Sudah lama sekali Julio tidak bertemh Grandma.""Iya, Sayang." Sierra meraih Julio ke dalam pelukannya dan mendekapnya erat. "Aunty juga merindukan kebersamaan dengan kalian."Julio pun mengangguk dan memeluk erat Sierra. "Oh ya, Sayang. Aunty sudah menyiapkan se
"Selamat sore, Tante! Maaf aku mengganggu. Kukira Sierra masih di sini jadi aku tidak meneleponnya dan langsung ke sini." "Aku sempat mencari Tante ke ruang ICU, tapi katanya Tante sudah pindah ke ruang rawat inap biasa. Aku ikut senang, Tante." Bastian menyapa Lidya dengan begitu sopan sore itu. Setelah mengantar Jacob pulang ke rumah dan memastikan Jacob baik-baik saja, Bastian pun pergi dari sana. Bastian sempat mampir ke kantor karena ada hal penting dan mengetahui Sierra tidak ada, Bastian pun menyimpulkan bahwa Sierra masih di rumah sakit. Bastian menyusul ke rumah sakit dan ternyata Sierra pun tidak ada di sini, tapi ia tetap mendapat kesempatan berkenalan lebih dengan seorang wanita cantik, ibu dari Sierra. Lidya tersenyum menatap Bastian sambil mengangguk. Lidya mengangkat tangannya lemah sambil menyapa Bastian dengan suara yang masih super pelan. "Hai ....""Ah, hai, Tante! Bicara semampunya saja!" seru Bastian lembut. Bastian mendekati ranjang Lidya dan Lidya terus t
Sierra membuka matanya kaget saat menyadari ia tertidur memeluk Lalita dan wajahnya terasa berat setelah menangis. Sierra pun bangkit dari ranjangnya dan menatap Lalita sedikit lebih lama. "Aunty tidak akan mengintip lagi setelah ini, Lalita ... melihatmu lagi akan membuat Aunty tidak sanggup pergi. Aunty pergi, Lalita! Aunty tidak akan kembali lagi. Kau harus bahagia bersama Uncle Bastian, Bik Mala, dan Grandpa Jacob. Selamat tinggal, Lalita!" ucap Sierra, sebelum ia keluar dari pintu kamar Lalita dan menutupnya begitu rapat. Sierra menelan salivanya dan terdiam di depan pintu kamar Lalita sedikit lebih lama, memantapkan hatinya untuk tidak menoleh lagi dan ia pun melangkah menuju ke kamar Bastian. Malam belum terlalu larut dan Sierra tahu Bastian pasti belum tidur. Namun, saat Sierra membuka pintunya perlahan, kamar itu kosong. Sampai tiba-tiba, seseorang memeluknya dari belakang. "Astaga!" pekik Sierra. "Mencariku, Sayang?" bisik Bastian, sebelum ia membuka gagang pintu itu
"Ini sangat nyaman, Sierra. Mengapa kau tidak melakukannya dari kemarin-kemarin, hah?"Bastian membawa Sierra ke ranjangnya malam itu, mengajak Sierra tidur bersamanya dan Sierra pun memeluk Bastian sambil membelai kepala pria itu. Bastian sudah hampir lupa rasanya dipeluk dengan begitu hangat seperti ini, tanpa hasrat, hanya ada rasa hangat dan sayang. Ya, Sierra adalah orang pertama yang Bastian ijinkan untuk menyentuhnya begitu dalam, selain ibunya. Tapi itu pun sudah sangat lama sampai Bastian hampir melupakan bagaimana rasanya dipeluk oleh ibunya. Dan Sierra membangkitkan kembali rasa itu, membuat Bastian terbuai. Bastian bersandar di dada Sierra dan memejamkan matanya. Bahkan Bastian sama sekali tidak mempedulikan ponselnya lagi. Ia sempat mematikan nada dering ponselnya menjadi mode silent karena ia memimpin rapat penting di kantor tadi. Begitu ia pulang ke rumah pun, ia lupa mengganti nada deringnya, sampai tanpa sengaja ia membuat seorang anak kecewa di sana. "Uncle Ba
Sierra menyeret dua koper dan tas jinjingnya keluar dari kamarnya. Sejenak ia mengedarkan pandangan ke seisi rumah yang bisa terlihat dari balkon di depan kamarnya dan seolah Sierra bisa melihat dirinya di mana-mana. Saat ia tersenyum di depan kamar Lalita, saat ia berciuman dengan Bastian di depan kamar pria itu, saat ia melayani Jacob, bahkan bayangan para pelayan yang berlalu lalang pun terlihat dari sana. Tidak akan mudah melupakannya, namun Sierra akan berusaha. Sierra menatap pintu kamar Lalita dan pintu kamar Bastian, namun ia memilih untuk tidak mengintip lagi. Dengan langkah mantapnya, Sierra pun berjalan ke kamar terakhir, kamar Jacob, pria yang menjadi dalang dari semua kesedihan ini. "Aku harus mengucapkan selamat tinggal padanya kan?" gumam Sierra, sebelum akhirnya ia membuka pintu itu perlahan dan mengintip. Namun, ia kaget melihat Jacob sedang duduk di ranjangnya seperti orang linglung dengan lampu yang temaram. "Pak Tua, kau tidak tidur?" pekik Sierra saat ia ma
Sierra menutup pintu kamar Jacob dan membiarkan air matanya mengalir lagi, sebelum ia menyeret kopernya dan membawanya ke bawah. Sierra sempat mengintip ke kamar Bik Mala dan memberikan salam perpisahan tanpa suara, termasuk pada beberapa pelayan yang tidur di kamar yang terpisah. Setelah puas berkeliling singkat, Sierra pun keluar dari rumah dan ia langsung disambut oleh Valdo yang sudah berdiri bersandar di samping mobilnya dengan senyum sumringahnya menunggu Sierra. Bahkan Valdo hampir tidak tidur karena takut terlambat menjemput Sierra. Valdo yang biasanya memakai mobil sedan pun hari ini memakai mobil besar mewahnya agar muat menampung barang milik Sierra dan keluarganya. "Selamat pagi, Sierra!" sapa Valdo. Sierra tersenyum menatap Valdo dan mengangguk. "Selamat pagi, Valdo!""Apa semua sudah siap?"Sierra mengembuskan napas panjangnya. "Tidak pernah sesiap ini."Valdo tersenyum makin lebar dan melangkah mendekati Sierra. Ia mengambil koper dan barang Sierra lainnya lalu me
Jacob akhirnya bangun duluan pagi itu dengan ekspresi yang masih linglung. Kesedihan karena ditinggalkan oleh Sierra ternyata sama sekali tidak biasa saja. Bahkan dalam tidurnya pun Jacob masih bisa merasa sedih sampai ia sama sekali tidak segar saat bangun. Namun, Jacob terus mengembuskan napas panjangnya dan berusaha bersikap tenang, sebelum memulai aktivitasnya seperti biasanya dan duduk di meja makannya yang masih sepi pagi itu. Bastian sendiri baru saja bangun dari tidurnya. Sambil masih memejamkan mata, Bastian pun menyentuh ranjang di sampingnya, mencari wanita yang menemaninya semalam, namun kosong. Sontak Bastian pun membuka matanya. "Sierra? Sayang, kau di mana? Apa dia sudah pergi? Ck, dia meninggalkan aku. Padahal akan sangat menyenangkan kalau saat aku membuka mataku, aku bisa melihatnya ...."Bastian pun tertawa pelan. "Kau benar-benar sudah gila karena wanita itu, Bastian! Ah ...."Bastian bangkit duduk di ranjangnya dan meregangkan ototnya. Ia pun mengingat bagaim